Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH FILSAFAT ILMU

TAKSONOMI ILMU PENGETAHUAN DALAM LINTASAN


SEJARAH

Dosen Pengampu :
1. Dr. Maria Montesori, M.Ed., M.Si.
2. Dr. Hasrul, M.Pd.

Disusun Oleh :
1. Elfia Sutriani (22230016)
2. Tiara Wulandari (22230022)

PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN PANCASILA DAN


KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI PADANG
TAHUN 2023
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................1
DAFTAR ISI...........................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................3
1.1 Latar Belakang..................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................4
1.3 Tujuan Makalah ................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN……….. ..........................................................................5
2.1 Ilmu Itu Hanya Satu….......................................................................................5
2.2 Ilmu Itu Beraneka Ragam..................................................................................7
2.3 Pembagian Klasik Ilmu Pengetahuan................................................................8
2.4 Spesialisasi dan Penggabungan Antar Ilmu……………………………….…11
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................17
3.1 Kesimpulan........................................................................................................17
3.2 Saran..................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Rasa ingin tahu yang ada pada manusia menjadikan manusia memiliki pengetahuan.
Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa inggris yaitu knowledge.
Sedangkan secara terminologi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengetahuan adalah segala
sesuatu yang diketahui; segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal (mata pelajaran).
Dalam penjelasan lain, pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.
Melalui dua pengertian di atas, dapatlah dipahami secara sederhana bahwa pengetahuan
merupakan segala sesuatu yang manusia ketahui sebagai hasil dari proses mencari tahu.
Pengetahuan menjadi sebuah hal yang luar biasa dalam peradaban manusia, karena melalui
pengetahuanlah aspek-aspek dalam peradaban manusia berkembang yang kemudian seluruhnya
dapat dibedakan berdasarkan ontologi, epistemology dan aksiologinya.

Berdasarkan tahapan pengetahuan yang telah dikembangkan oleh August Comte,


dapatlah dipahami bahwa pengetahuan manusia pada mulanya didasari dengan suatu sikap pasif
terhadap alam semesta. Sehingga yang muncul adalah kepatuhan terhadap alam semesta dengan
cara memujanya agar kebaikan- kebaikanlah yang didapatkan dari alam. Hal ini dapat diketahui
melalui adat-istiadat beberapa masyarakat kita yang masih mengadakan ritual tertentu sebagai
bentuk penghormatan terhadap alam. Secara sederhana masyarakat memandang lingkungan
sekitarnya penuh dengan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan, maka sistem
pengetahuannya menyatakan bahwa semua itu adalah karunia sesuatu yang tidak tampak.
Akhirnya kekompleksitasan yang ada pada alam semesta menjadikan manusia pada zaman
dahulu mencoba menafsirkan alam semesta.

Dengan mengkaitkannya pada wujud dan sifat-sifat manusia. Kemudian


termanifestasikanlah ke dalam bentuk para dewa. Karena pada dasarnya, setiap suku bangsa
umumnya mempunyai cerita mitos yang merupakan hasil pemikiran masyarakat. Mitos
mengandung unsur-unsur simbolik yang mempunyai arti dan pesan bagi hubungan sosial
maupun kehidupan sehari-hari masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Ilmu itu hanya satu ?
2. Apa yang dimaksud dengan Ilmu itu beraneka ragam?
3. Bagaimana Pembagian klasik ilmu pengetahuan ?
4. Bagaimana Spesialisasi dan penggabungan antar ilmu?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui Apa yang dimaksud dengan Ilmu itu hanya satu
2. Mengetahui Apa yang dimaksud dengan Ilmu itu beraneka ragam
3. Mengetahui Bagaimana Pembagian klasik ilmu pengetahuan
4. Mengetahui Bagaimana Spesialisasi dan penggabungan antar ilmu
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Ilmu Itu Hanya Satu


Filsafat ilmu tidak lepas dari sejarah perkembangan ilmu karena landasan utama
perkembangan ilmu adalah filsafat yang terdiri atas ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Jika proses rasa tahu manusia merupakan pengetahuan secara umum yang tidak
mempersoalkan seluk beluk pengetahuan tersebut, ilmu— dengan cara khusus dan
sistematis—dalam hal ini mencoba untuk menguji kebenaran pengetahuan tersebut secara
lebih luas dan mendalam. Ilmu tidak hanya berbicara tentang hakikat (ontologis)
pengetahuan itu sendiri, tetapi juga mempersoalkan tentang bagaimana (epistemologis)
pengetahuan tersebut dapat diproses menjadi sebuah pengetahuan yang benar-benar
memiliki nilai guna (aksiologis) untuk kehidupan manusia. Ketiga landasan tersebut sangat
memengaruhi sikap dan pendirian para ilmuwan dalam pengembangan ilmu. Oleh karena
itu, perkembangan ilmu pada dasarnya bersifat dinamis. Perkembangan ilmu merupakan
kajian yang melihat visi dan pergeseran paradigma yang menandai revolusi ilmu
pengetahuan. Rentang waktu revolusi ini berada pada ruang zaman Yunani hingga zaman
Kontemporer. Perkembangan ilmu dapat ditelusuri berdasarkan rentang sejarahnya.
Perjalanan ilmu mulai dari zaman pra-Yunani Kuno, zaman Yunani, zaman Pertengahan,
zaman Renaissance, zaman Modern, dan zaman Kontemporer.

Francis Bacon melihat ilmu atau filsafat sebagai salah satu hasil pemahaman atau
belajar manusia melalui pemikiran. Berdasarkan objeknya, ilmu atau filsafat dibedakan
menjadi tiga kelompok, yaitu; 1) Filsafat Tuhan (de Numine) atau teologi Rasional/alamiah,
2) Filsafat Alam dan 3) Filasafat manusia. Teologi alamiah merupakan pengetahuan tentang
Tuhan yang dapat diperoleh melalui cahaya alam dan perenungan tentang hal-hal yang
diciptakan oleh Tuhan, yang mengungkapkan tentang adanya Tuhan dan sifatNya, serta
ditambah dengan ajaran tentang malaikat-malaikat dan roh (doctrina de angles et spiritibus)
(Redja Mudyahardjo, 2010).
Dorongan ingin tahu (curiosity) sebagai hasrat alamiah manusia merupakan entry
point bagi lahirnya segala ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, kelahiran ilmu pengetahuan
akan selalu diawali oleh rasa keingintahuan manusia akan segala sesuatu. Apa yang
diketahui manusia disebut pengetahuan. Ilmu yang mengkaji pengetahuan manusia disebut
Filsafat Pengetahuan (Epistemology atau Theory of Knowledge) (Suharto, 2020).

Kunto Wibisono mengatakan ilmu ini lahir semenjak Immanuel Kant (1724-1804
M) menyatakan bahwa filsafat merupakan disiplin ilmu yang menunjukkan batas-batas dan
ruang lingkup pengetahuan secara tepat. Ilmu ini sebagai kelengkapannya mempunyai
empat sarana untuk mengkaji pengetahuan manusia, yaitu bahasa, logika, matematika dan
statistika. Bahasa digunakan untuk menyampaikan isi pikiran kepada orang lain dengan
didasarkan pada proseslogika deduktif dan induktif. Matematika berperan membantu
berfikir deduktif, sedangkan statistika berperan membantu berfikir induktif (Thaha, 1996).

Filsafat ilmu berfungsi menyelidiki dan mengkaji berbagai macam sumber


pengetahuan. Di dalam filsafat pengetahuan disebutkan sumber-sumber pengetahuan
manusia, yaitu akal, panca indera, akal budi, dan intuisi. Manusia melalui sumber-sumber
ini mengenal tiga model pengetahuan. Pertama, dengan secara sadar dan berkelanjutan
orang menempuh cara untuk menguasai serta mengubah objek melalui upaya-upaya konkret
dan secara langsung menuju ke arah kemajuan atau pembaruan. Kedua, dengan cara
mengasingkan diri secara fisik maupun rohani, orang bertapa di suatu tempat untuk
mendapatkan wangsit yang dianggap sebagai petunjuk untuk mencapai tujuannya. Ketiga,
dengan membungkus objek yang dijadikan sasaran, yaitu dengan memperindahnya ke
sesuatu yang ideal sehingga terwujud apa yang disebut nilai-nilai seni, sastra, mitologi yang
bermuatan etik atau moral. (Koento Wibisono, 1998: 11). Model pertama disebut
pengetahuan ilmiah, model kedua disebut pengetahuan nonilmiah, dan model ketiga disebut
prailmiah. Dari ketiga model pengetahuan manusia ini, kiranya hanya model pertama yang
dapat disebut sebagai pengetahuan ilmiah (scientific) atau ilmu pengetahuan (science).
2.2 Ilmu Itu Beraneka Ragam

Ilmu sebagai aktifitas, menggambarkan hakikat ilmu sebagai sebuah rangkaian


aktivitas pemikiran rasional, kognitif, dan teleologis (tujuan). Rasional artinya, proses
aktifitas yang menggunakan kemampuan pemikiran untuk menalar dengan tetap berpegang
pada kaidah-kaidah logika, kognitif artinya; aktivitas pemikiran yang bertalian dengan;
pengenalan, pencerapan, pengkonsepsian, dalam membangun pemahaman pemahaman
secara terstruktur guna memperoleh pengetahuan, dan teleologis artinya; proses pemikiran
dan penelitian yang mengarah pada pencapaian tujuan-tujuan tertentu, misalnya; kebenaran
pengetahuan, serta memberi pemahaman, penjelasan, peramalan, pengendalian, dan aplikasi
atau penerapan. Semua itu dilakukan setiap ilmuwan dalam bentuk penelitian, pengkajian,
atau dalam rangka pengembangan ilmu.

Ilmu sebagai hasil atau produk berupa pengetahuan sistematis, ilmu dipahami
sebagai seluruh kesatuan ide yang mengacu ke obyek (dunia obyek) yang sama dan saling
berkaitan secara logis. Ilmu, karena itu, dipandang sebagai sebuah koherensi sistematik,
dengan prosedur, aksioma, dan lambang–lambang yang dapat dilihat dengan jelas melalui
pembuktian-pembuktian ilmiah. Ilmu memuat di dalam dirinya hipotesis-hipotesis
(jawaban-jawaban sementara) dan teori-teori (hipotesis-hipotesis teruji) yang belum mantap
sepenuhnya. Ilmu sering disebut pula sebagai konsep pengetahuan ilmiah karena ilmu harus
terbuka bagi pengujian ilmiah (pengujian keilmuan).

Jadi, ilmu cenderung dipahami sebagai pengetahuan yang diilmiahkan atau


pengetahuan yang diilmukan, sebab tidak semua pengetahuan itu bersifat ilmu atau harus
diilmiahkan. Sebagai hasil kegiatan ilmiah, ilmu merupakan sekelompok pengetahuan
(konsep-konsep) mengenai sesuatu hal (pokok soal) yang menjadi titik minat bagi
permasalahan tertentu. Sebuah pengetahuan ilmiah memiliki 5 (lima) ciri pokok, yaitu;
empiris, sistematis, obyektif, analitis, dan verifikatif. Ilmu, dalam hal ini, cenderung dilihat
dalam hubungan dengan obyek keilmuan (obyek material dan formal) dan metode keilmuan
tertentu. Kesatuan ilmu bersumber di dalam kesatuan obyeknya. Orang, misalnya kaum
peneliti, membatasi ilmu sebatas metodologi keilmuan. Alasannya, kaitan-kaitan logis yang
dicari di dalam ilmu tidak dicapai dengan penggabungan ide-ide yang terpisah, tetapi pada
pengamatan dan berpikir metodis, yang tertata rapih. Alat bantu metodologis keilmuan
adalah “teknologi ilmiah” dalam menguji-coba atau mengeksperimentasi konsep-konsep
ilmu. Kesimpulan ilmu itu beraneka ragam maksudnya ilmu itu tidak tunggal melainkan
jamak , jadi tiap ilmu ada metodenya tersendiri untuk memecahkan masalahnya sendiri.

2.3 Pembagian Klasik Ilmu Pengetahuan


Saat ini pembagian pengetahuan yang dianggap baku boleh dikatakan tidak ada
yang memuaskan dan diterima semua pihak. Pembagian yang lazim dipakai dalam
dunia keilmuan di Barat terbagi menjadi dua saja, sains (pengetahuan ilmiah) dan
humaniora. Termasuk ke dalam sains adalah ilmu-ilmu alam (natural sciences) dan
ilmu-ilmu sosial (social sciences), dengan cabang-cabangnya masing-masing. Termasuk
ke dalam humaniora adalah segala pengetahuan selain itu, misalnya filsafat, agama,
seni, bahasa, dan sejarah.

Penempatan beberapa jenis pengetahuan ke dalam kelompok besar humaniora


sebenarnya menyisakan banyak kerancuan karena besarnya perbedaan di antara
pengetahuan-pengetahuan itu, baik dari segi ontologi, epistemologi, maupun aksiologi.
Kesamaannya barangkali terletak pada perbedaannya, atau barangkali sekadar pada fakta
bahwa pengetahuan-pengetahuan humaniora itu tidak dapat digolongkan sebagai sains.
Humaniora itu sendiri, pengindonesiaan yang tidak persis dari kata Inggris humanities,
berarti (segala pengetahuan yang) berkaitan dengan atau perihal kemanusiaan. Tetapi
kalau demikian, maka ilmu-ilmu sosial pun layak dimasukkan ke dalam humaniora
karena sama-sama berkaitan dengan kemanusiaan.

Perlu diketahui bahwa akhir-akhir ini kajian epistemologi di Barat cenderung


menolak kategorisasi pengetahuan (terutama dalam humaniora dan ilmu sosial) yang
ketat. Pemahaman kita akan suatu permasalahan tidak cukup mengandalkan analisis satu
ilmu saja. Oleh karena itu muncullah gagasan pendekatan interdisiplin atau multidisplin
dalam memahami suatu permasalahan. Bidang-bidang kajian yang ada di perguruan
tinggi-perguruan tinggi Barat tidak lagi hanya berdasarkan jenis-jenis keilmuan
tradisional, tetapi pada satu tema yang didekati dari gabungan berbagai disiplin. Misalnya
program studi Timur Tengah, studi Asia Tenggara, studi-studi keislaman (Islamic
studies), studi budaya (cultural studies), dll.
Perkembangan pengetahuan seperti sekarang ini tidaklah berlangsung secara
mendadak, melainkan terjadi secara bertahap, evolutif. Oleh karena untuk
memahamisejarah perkembangan ilmu mau tidak mau harus melakukan pembagian atau
klasifikasi secara periodik, karena setiap periode menampilkan ciri khas tertentu dalam
perkembangan ilmu pengetahuan. Perkembangan pemikiran secara teoritis senantiasa
mengacu kepada peradaban Yunani. Oleh karena itu periodisasi perkembangan ilmu
disini dimulai dari peradaban Yunani dan diakhiri pada zaman kontemporer.

1. Zaman Pra Yunani Kuno.


Pada zaman ini ditandai oleh kemampuan :a. Know howdalam kehidupan sehari-hari
yang didasarkan pada pengalaman.b. Pengetahuan yang berdasarkan pengalaman itu
diterima sebagai fakta dengan sikapreceptive mind, keterangan masih dihubungkan
dengan kekuatan magis.c. Kemampuan menemukan abjad dan sistem bilangan alam
sudah menampakkan perkembangan pemikiran manusia ke tingkat abstraksi.d.
Kemampuan menulis, berhitung, menyusun kalender yang didasarkan atas
sintesaterhadap hasil abstraksi yang dilakukan.e. Kemampuan meramalkan suatu
peristiwa atas dasar peristiwa-peristiwa sebelumnyayang pernah terjadi.
(RizalMuntazir, 1996)
2. Zaman Yunani Kuno.
Zaman Yunani Kuno dipandang sebagai zaman keemasan filsafat, karena padamasa
ini orang memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide-ide atau
pendapatnya.Yunani pada masa itu dianggap sebagai gudang ilmu dan filsafat, karena
BangsaYunani pada masa itu tidak lagi mempercayai mitologi-mitologi. Bangsa
Yunani jugatidak dapat menerima pengalaman yang didasarkanpada sikap receptive
attitude (sikapmenerima begitu saja), melainkan menumbuhkan sikap an inquiring
attitude (suatusikap yang senang menyelidiki sesuatu secara kritis). Sikap belakangan
inilah yangmenjadi cikal bakal tumbuhnya ilmu pengetahuan modern. Sikap kritis
inilahmenjadikan bangsa Yunani tampil sebagai ahli-ahli pikir terkenal sepanjang
masa.Beberapa filsuf pada masa itu antara lain Thales, Phytagoras, Sokrates,
Plato,Aristoteles.
3. Zaman AbadPertengahan.Zaman Abad Pertengahan ditandai dengan tampilnya para
theolog di lapanganilmu pengetahuan. Para ilmuwan pada masa ini hampir semua
adalah para theolog,sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan.
Semboyan yang berlakubagi ilmu pada masa ini adalah Ancilla Theologia atau abdi
agama. Namun demikianharus diakui bahwa banyak juga temuan dalam bidang ilmu
yang terjadi pada masa ini.
4. Zaman Renaissance.
Zaman Renaissance ditandai sebagai era kebangkitan kembali pemikiran yangbebas
dari dogma-dogma agama. Renaissance ialah zaman peralihan ketikakebudayaan
Abad Pertengahan mulai berubah menjadi suatu kebudayaan modern.Manusia pada
zaman ini adalah manusia yang merindukan pemikiran yang bebas.Manusia ingin
mencapai kemajuan atas hasil usaha sendiri, tidak didasarkan atascampur tangan ilahi.
Penemuan-penemuan ilmu pengetahuan modern sudah mulaidirintis pada Zaman
Renaissance. Ilmu pengetahuan yang berkembang maju pada masaini adalah bidang
astronomi. Tokoh-tokoh yang terkenal seperti Roger Bacon,Copernicus, Johannes
Keppler, Galileo Galilei.
5. Zaman Modern.( 17–19 M)
Zaman modern ditandai dengan berbagai penemuan dalam bidang
ilmiah.Perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman modern sesungguhnya sudah
dirintissejak ZamanRenaissance. Seperti Rene Descartes, tokoph yang terkenal
sebagai bapakfilsafat modern. Rene Descartes juga seorang ahli ilmu pasti.
Penemuannya dalam ilmupastiadalah sistem koordinat yang terdiri dari dua garis
lurus X dan Y dalam bidang datar. IsaacNewton dengan temuannya teori gravitasi.
Charles Darwin dengan teorinyastruggle for life (perjuangan untuk hidup). J.J
Thompson dengan temuannya elektron.
6. Zaman Kontemporer (abad 20–dan seterusnya).
Fisikawan termashur abad keduapuluh adalah Albert Einstein. Ia menyatakanbahwa
alam itu tak berhingga besarnya dan tak terbatas, tetapi juga tak berubah
statustotalitasnya atau bersifat statis dari waktu ke waktu. Einstein percaya akan
kekekalanmateri. Ini berarti bahwa alam semesta itu bersifat kekal,atau dengan kata
lain tidakmengakui adanya penciptaan alam. Disamping teori mengenai fisika, teori
alamsemesta, dan lain-lain maka Zaman Kontemporer ini ditandai dengan
penemuanberbagai teknologi canggih. Teknologi komunikasi dan informasi termasuk
salah satuyang mengalami kemajuan sangat pesat. Mulai dari penemuan komputer,
berbagaisatelit komunikasi, internet, dan lain sebagainya. Bidang ilmu lain juga
mengalamikemajuan pesat, sehingga terjadi spesialisasi-spesialisasi ilmu yang
semakin tajam.

2.4 Spesialisasi Dan Penggabungan Antar Ilmu

Ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang rasional kognitif, dengan berbagai
metode berupa anek prosedur dan tata langkah, sehingga menghasilkan kumpulan
pengetahuan yang sitematis mengenai gejala-gejala kealaman, kemasyarakatan, dan
keorangan untuk tujuan mencapai kebenaran, memperoleh pemahaman, memberikan
penjelasan, atau penerapan.

Klasifikasi atau penggolongan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan


atauperubahan sesuai dengan semangat zaman. Ada beberapa pandangan yang terkait
denganklasifikasi ilmu pengetahuandari filsuf Auguste Comte, Karl Raimund Popper,
Thomas SKhun dan Habermas berbeda-beda,yakni:

a. .Auguste Comte.Pada dasarnya penggolongan ilmu pengetahuan yang dikemukakan


Auguste Comtesejalan dengan sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri, yang
menunjukkan bahwa gejala-gejaladalam ilmu pengetahuan yang paling umum akan
tampil terlebih dahulu. Kemudian disusuldengan gejala-gejala pengetahuan yang
semakin lama semakin rumit atau kompleks dansemakin konkret. Oleh karena dalam
mengemukakan penggolongan ilmu pengetahuan,Auguste Comte memulai dengan
mengamati gejala-gejala yang paling sederhana, yaitugejala-gejala yang letaknya
paling jauh dari suasana kehidupan sehari-hari. Urutan dalampenggolongan ilmu
pengetahuan Auguste Comte sebagai berikut:a. ilmu pasti (matematika).b. Ilmu
perbintangan(astronomi)c. Ilmu alam (fisika)d. Ilmu kimia.e. Ilmu hayat (fisiologi
atau biologi)f. Fisika sosial (sosiologi).
b. Karl Raimund Popper.

Karl Raimund Popper mengemukakan bahwa sistem ilmu pengetahuan manusia


dapatdikelompokkan ke dalam tiga dunia(world),yaitu dunia 1, dunia 2, dan dunia 3.
Poppermenyatakan bahwa dunia 1 merupakan kenyataan fisis dunia, sedang dunia 2
adalah kejadiandan kenyataan psikis dalam diri manusia, dan dunia 3 yaitu segala
hipotesa, hukum, dan teoriciptaan manusia dan hasil kerjasama antara dunia 1, dan
dunia 2, serta seluruh bidangkebudayaan, seni, matafisik, agama, dan lain sebagainya.
Menurut Popper dunia 3 itu hanyaada selama dihayati, yaitu dalam karya dan
penelitian ilmiah, dalam studi yang sedangberlangsung, membaca buku, dalam ilham
yang sedang mengalir dalam diri para seniman,dan penggemar seni yang
mengandaikan adanya suatu kerangka.Sesudah penghayatan itu, semuanya langsung
‘mengendap’ dalam bentuk fisik alat-alatilmiah, buku-buku, karya seni, dan lain
sebagainya. Semua itu merupakan bagian dari dunia1. Dalam pergaulan manusia
dengan sisa dunia 3 dalam dunia 1 itu, maka dunia 2 lah yangmembuat manusia bisa
membangkitkan kembali dan mengembangkan dunia 3 tersebut.

c. Tomas S Kuhn

Tomas S Kuhn berpendapat bahwa perkembangan atau kemajuan ilmiah


bersifatrevolusioner, bukan kumulatif sebagaimana anggapan sebelumnya. Revolusi
ilmiah itupertama-tama menyentuh wilayah paradigma, yaitu cara pandang terhadap
dunia dan contoh-contoh prestasi atau praktek ilmiah konkret. Menurut Kuhn cara
kerja paradigma danterjadinya revolusi ilmiah dapat digambarkan ke dalam tahap-
tahap sebagai berikut:Tahap pertama, paradigma ini membimbing dan mengarahkan
aktivitas ilmiah dalam masailmu normal (normal science). Disini para ilmuwan
berkesempatan menjabarkan danmengembangkan paradigma sebagai model ilmiah
yang digelutinya secara rinci danmendalam. Dalam tahap ini para ilmuwan tidak
bersikap kritis terhadap paradigma yangmembimbing aktivitas ilmiahnya. Selama
menjalankan aktivitas ilmiah itu para ilmuwan menjumpai berbagai fenomena yang
tidak dapat diterangkan dengan paradigma yang dipergunakan sebagai bimbingan
atau arahan aktivitas ilmiahnya itu, ini dinamakan anomali. Anomali adalah suatu
keadaan yang memperlihatkan adanya ketidakcocokan antara kenyataan (fenomena)
dengan paradigma yang dipakai.
Tahap kedua, menumpuknya anomali menimbulkan krisis kepercayaan dari para
ilmuwan terhadap paradigma. Paradigma mulai diperiksa dan dipertanyakan. Pa Para
ilmuwan mulai keluar dari jalur ilmu normal. Tahap ketiga, para ilmuwan bisa
kembali lagi pada cara-cara ilmiah yang sama dengan memperluas dan
mengembangkan suatu paradigma tandingan yang dipandang bisa memecahkan
masalah dan membimbing aktivitas ilmiah berikutnya. Proses peralihan dari
paradigma lama ke paradigma baru inilah yang dinamakan revolusi ilmiah.

d. Jurgen Habermas.
Pandangan Jurgen Habermas tentang klasifikasi ilmu pengetahuan sangat terkait
dengan sifat dan jenis ilmu, pengetahuan yang dihasilkan, akses kepada realitas, dan
tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Dalam hal ini Ignas Kleden menunjukkan tiga
jenis metode ilmiah berdasarkan sifat dan jenis ilmu seperti terlihat dalam bagan
berikut :

Macam-Macam Ilmu Pengetahuan

Setelah mempelajari tentang pengertian ilmu pengetahuan dan perkembangan


ilmu, ternyata ilmu pengetahuan memiliki bermacam-macam. Yang termasuk ilmu
pengetahuan antara lain ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, ilmu budaya,
ilmu sosial, ilmu agama, dan ilmu sastra.

A. Ilmu Pengetahuan Alam


Ilmu pengetahuan alam adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang science.
Dimana ilmu ini mempelajari dan menggali pengetahuan tentang gejala-gejala alam. 

Jika dilihat dan ditinjau dari hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam memiliki beberapa
hakikat. Sebagai berikut. 

1. Ilmu Pengetahuan Alam Sebagai Produk

Produk yang dimaksud segala sesuatu yang mempelajari tentang fakta, hukum,
konsep, konsep dan teori. Dimana produk tersebut dicari untuk memahami dan
menjelaskan alam dan segala fenomena yang ditampakkan. 

2. Ilmu Pengetahuan Alam Sebagai Proses 

Seperti yang kita tahu bahwa jenis ilmu pengetahuan satu ini mempelajari tentang
peristiwa alam. Saat mempelajari sebuah peristiwa, pasti berdasarkan pada proses
ilmiah. Bentuk proses yang dimaksud di sini memang ada banyak sekali bentuknya,
ada yang berbentuk observasi, interpretasi, klasifikasi, prediksi, hipotesis dan masih
banyak lagi. 

3. Ilmu Pengetahuan Alam Sebagai Sikap 

Sementara yang dimaksud sebagai sikap disini menonjolkan pada sikap ilmiah yang
mana manusia memiliki rasa penasaran tinggi. Berawal dari rasa penasaran tinggi
inilah yang akan mencari solusi. Hasil solusi itulah yang nantinya dapat menciptakan
sebuah sikap.

Mengapa biologi disebut sebagai ilmu pengetahuan?

Sebab, biologi sebagai ilmu telah memenuhi syarat menjadi ilmu pengetahuan, yaitu
memiliki obyek kajian, metode ilmiah yang sistematis, bersififat obyektif, analitik,
universal, dan dapat diverifikasi.

B. Ilmu Pengetahuan Sosial


Ilmu sosial adalah ilmu yang mempelajari tentang keteraturan dan aturan tentang hubungan
manusia. Tentu saja ilmu sosial diterapkan menggunakan metode ilmiah. Meskipun
menggunakan ilmu ilmiah, hasil dari penelitian tidak menjamin 100% objektif, tetap hanya
mendekati kebenaran. Alasannya sederhana, karena saat berbicara tentang sosial, ada
banyak sekali hubungan keteraturan manusia yang bersifat dinamis.

Ilmu sosial adalah cabang ilmu yang memiliki turunan cabang ilmu seperti cabang ilmu
sastra, bahasa, ilmu hukum, ekonomi (termasuk manajemen & perdagangan), ilmu
sosiologi dan ilmu hubungan internasional

C. Ilmu Pengetahuan Budaya

Sementara yang disebut dengan ilmu pengetahuan budaya adalah cabang ilmu yang
mempelajari tentang kebudayaan. Kita tahu bentuk kebudayaan di Negara kita sangat
beragam, dan tiap budaya memiliki pesan dan nilai sentimentilnya. 

Tujuan dari pengetahuan budaya tidak lain memberikan pemahaman dan mencari makna
yang bersifat manusiawi. Setiap kali kita mempelajari tentang ilmu budaya, kita akan
menemukan peristiwa dan realitas yang unik. 

Batasan dari ilmu pengetahuan budaya meliputi ilmu filsafat dan kesenian. Keduanya jika
dibedah lagi, akan dibagi-bagi lagi menjadi bidang keahlian lain, misal pada kesenian dan
seni tari, seni rupa, seni musik dan masih banyak lagi.

D. Ilmu Pengetahuan Agama

Ilmu pengetahuan agama adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang ketuhanan. Ada
banyak sub cabang ada agama islam, agama kristen protestan, agama katolik, agama hindu
agama Kong Hu Cu dan agama budha.

Ilmu pengetahuan agama setiap masing-masing agama memiliki dasar pemahaman


terhadap Ketuhanan yang berbeda. Kesamaan dari masing-masing agama tersebut,
semuanya mengenalkan Tuhan mereka dan mengajarkan perilaku dan sikap yang baik
E. Ilmu Pengetahuan Sastra 

Ilmu pengetahuan sastra adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang seni. Cabang ilmu
satu ini ternyata cukup tua dan sudah dipelajari sejak zaman Yunani Kuno. Ilmu
pengetahuan sastra itu sendiri memiliki tiga cabang yang dapat kamu pelajari, yaitu cabang
ilmu sastra, sejarah sastra dan kritik sastra.

BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas manusia, aktivitas itu harus dilaksanakan
dengan
metode tertentu, dan akhirnya aktivitas metodis itu mendatangkan pengetahuan yang
sistematis. Oleh karena itu ciri dari ilmu adalah empiris, sistematis, obyektif, analitis, dan
verifikatif.
2. Perkembangan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini tidaklah berlangsung secara
mendadak, melainkan terjadi secara bertahap dan evolutif. Oleh karena untuk
memahami sejarah perkembangan ilmu harus melakukan pembagian atau klasifikasi
secara periodik, karena setiap periode menampilkan ciri khas tertentu dalam
perkembangan ilmu pengetahuan. Periodisasi perkembangan ilmu itu bisa dibagi
kedalam enam zaman yakni zaman Pra Yunani Kuno, Yunani Kuno, Abad Pertengahan,
Renaissance, Modern, dan Kontemporer.
3. Klasifikasi atau penggolongan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan atau
perubahan sesuai dengan semangat zaman. Para filsuf menggolongkan ilmu pengetahuan
berbeda-beda.
4. Strategi pengembangan ilmu bagi Bangsa Indonesia yang paling tepat yaitu visi dan
orientasi filosofik ilmu harus diletakkan pada nilai-nilai Pancasila di dalam menghadapi
masalah-masalah yang harus dipecahkan sebagai data/fakta obyektif dalam satu
kesatuan integratif. Sedangkan visi dan orientasi operasionalnya diletakkan pada tiga
dimensi yakni teleologis, etis, dan integral.
Saran
Upaya untuk mendalami sejarah dan strategi perkembangan ilmu adalah lewat
pemberian mata kuliah filsafat ilmu pada semua tingkat pendidikan tinggi baik Diploma,
Sarjana, maupun Magister, sebab mahasiswa adalah calon-calon ilmuwan yang akan
mengembangkan ilmu, supaya dalam perkembangan ilmu tidak terjerumus ke hal-hal
yang
tidak diharapkan oleh manusia itu sendiri. Para ilmuwan harus taat asas dan patuh pada
norma-norma keilmuan, dan juga ilmuwan harus dilapisi moral dan akhlak, baik moral
umum yang dianut oleh masyarakat atau bangsanya maupun moral religi yang dianutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Amsal Bakhtiar. 2008. Filsafat Ilmu (edisi revisi). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Bertens, K., Ringkasan Sejarah Filsafat, Kanisius, Yogyakarta, 1988. Cetakan keenam.

Daoed Joesoef, ‘Pancasila Kebudayaan dann Ilmu Pengetahuan’, dalam Pancasila Sebagai
Orientasi Pengembangan Ilmu, Editor Soeroso Prawirahardjo, dkk., PT
Badan Penerbit Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta, 1987.

Kaelan, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta, 2000, Edisi Reformasi.


Koento Wibisono Siswomihardjo, ‘Ilmu Pengetahuan Kelahiran dan Perkembangan,
Klasifikasi serta Strategi Pengembangannya’ dalam Filsafat Ilmu Dan
Perkembangannya, Editor M. Thoyibi, Muhammadiyah University Press
Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta, 1994.

Rizal Mustansyir, ‘Sejarah Perkembangan Ilmu’ dalam Filsafat Ilmu, Tim Dosen Filsafat
Ilmu Fak Filsafat UGM, Liberty bekerja sama dengan YP Fakultas Filsafat
UGM, Yogyakarta, 1996

Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer, 1996, Jakarta: Sinar Harapan

Ilmu dalam Perspektif, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai