Anda di halaman 1dari 45

HUBUNGAN ASUTRALIA DAN INDONESIA SERTA BEBERAPA

PERISTIWA YANG MEMPENGARUHINYA


Diajukan guna memenuhi tugas Sejarah Australia

MAKALAH

Kelas B
Dosen pengampu
Dr. Sumardi, M.Hum

Oleh :
Resti Alawiyah 170210302066
Rizka Fanikmah 170210302067
Anita Sari 170210302068

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULITAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad
SAW. Atas limpahan rahmad dan hidyahnya kami dapat menyelesaikan makalah
ini dengan cukup baik, sehingga dapat menyelesaikan makalah Sejarah Eropa.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Hubungan
Australia dan Indonesia serta beberapa peristiwa yang mempengaruhinya”, yang
penulis sajikan dari berbagai sumber.
Kami ucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Sumardi,M.Hum selaku dosen
mata kuliah Sejarah Eropa.
1. Kepada kedua orangtua kami yang telah mendoakan dan memberi dukungan
materiil dan non materiil untuk terselenggaranya tugas ini
2. Kepada teman-teman yang telah senantiasa memberikan semangat serta
motivasi pada kami.
Makalah yang kamu susun ini jauh dari kata sempurna, kami membutuhkan
saran dan kritik yang membangunagar dapat memperbaiki karya kami selanjutnya.
.

Jember, 11 November 2018


Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii


BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................................ 4
1.1 Latar Belakang ....................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................9
1.3 Tujuan .................................................................................................9
1.4 Manfaat ............................................................................................. 10
BAB 2. PEMBAHASAN ................................................................................................. 11
2.1. Hubungan Diplomatik Australia dengan Indonesia pada masa Paul
Keating 11
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Australia adalah negara yang berada di bagian selatan dunia, juga
merupakan benua terkecil di dunia. Walaupun letaknya di dekat Asia, namun
masyarakat Internasional lebih sering menyebut Australia sebagai dunia barat
karena kehidupannya yang mirip dengan gaya kehidupan negara-negara di Eropa
Barat dan Amerika Serikat. Negara yang merupakan bekas jajahan Inggris ini
mempunyai delapan negara bagian, yaitu enam Negara bagian dan dua wilayah
besar. Enam negara bagian tersebut adalah New South Wales, Queensland,
Victoria, Tasmania, Australia Barat (Western Australia), Australia Selatan
(Southern Australia), dan dua wilayah besar yaitu Notrhern Territory dan
Australian Capital Territory.
Kata Australische dalam bahasa Belanda digunakan untuk menyebut daerah
yang baru di temukan di Selatan. Australia yang merupakan sebuah benua
terkecil di dunia dan mulai dihuni oleh manusia sejak abad es atau sekitar 30.00
tahun yang lalu ini adalah sebuah negara kolonial Inggris. Kolonialisasi Inggris
di Australia menjadi sebuah bencana besar bagi penduduk Aborigin di Australia.
Pada saat menetapkan Australia sebagai koloninya, Inggris sedang mengalami
krisis ekonomi. Pemerintah Inggris mengambil kebijakan dengan mengirimkan
para narapidana kejahatan dari Inggris dan Irlandia ke Australia. Kebijakan ini
adalah salah satu cara untuk mengatasi krisis ekonomi yang sedang terjadi.
Australia adalah sebuah benua yang terletak dekat dengan benua Asia. Australia
lebih sering disebut sebagai bagian dari dunia Barat karena kehidupannya mirip
Eropa Barat dan Amerika Serikat. Penduduknya sebagian besar berkulit putih,
sedangkan penduduk asli Australia yakni orang Aborigin adalah orang-orang
Australia pertama yang benar-benar menghuni benua itu.

Australia-Indonesia memang sudah ditakdirkan untuk menjadi dua negara


yang bertetangga. Secara geografis kedua negara berdekatan, tetapi secara
kultural kedua bangsa ini sangat berbeda. Dari aspek kepentingan nasional,
Australia akan tetap mempertimbangkan beberapa hal penting. Indonesia

4
dianggap sebagai negara tetangga yang secara geografis sangat strategis bagi
kepentingan Australia.
Indonesia yang telah memasuki tahapan demokrasi yang cukup matang
adalah modal utama bagi Australia untuk mengadakan kontak kelembagaan yang
dapat menyebabkan meluasnya pengaruh Australia di Indonesia, khususnya di
tataran elit kekuasaan. Sebagai negara mayoritas Muslim terbesar, Indonesia
adalah mitra yang tidak mungkin dikesampingkan terutama apabila kelembagaan
militer Indonesia lebih dapat diandalkan dalam perjuangan Australia
melawann terorisme internasional. Walaupun belum sepenuhnya pulih, Australia
memandang ekonomi yang stabil dan kokoh akan menjadi jalan bagi terus
berlangsungnya hubungan transaksi perdagangan internasional.
Terbukanya pasar Indonesia bagi ekspor barang barang dengan teknologi
tinggi Australia di era kawasan perdagangan bebas. Australia memiliki potensi di
berbagai bidang seperti ekonomi, pendidikan, perdagangan, politik, pertahanan,
ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat digali oleh pihak Indonesia.
Kekhawatiran terhadap makin berkurangnya simpati negara-negara Dunia Ketiga
terhadap Amerika Serikat. Amerika Serikat dalam perang global melawan
terorisme telah semakin mendesak Australia untuk bekerjasama dengan Negara-
negara ASEAN. Secara geografis, ASEAN, termasuk di dalamnya Indonesia,
merupakan wilayah yang memiliki hubungan dengan Australia sehingga
kerjasama positif dengan Australia amat membantu penyelesaian masalah
bersama.
Dengan mempertimbangkan konstelasi strategis seperti di atas, dalam
berhubungan dengan Australia, Indonesia sebenarnya mempunyai posisi tawar
(bargaining position) untuk tetap pada posisi yang sederajat, seimbang dan tidak
menjadi objek bagi kepentingan unilateral Australia. Dalam konteks diplomasi
kontemporer yang dipenuhi dengan berbagai kesepakatan, konvensi, serta
kaidah- kaidah yang berlaku secara umum diharapkan masalah-masalah yang
timbul diantara kedua negara selalu dapat diselesaikan tanpa merugikan masing-
masing pihak.
Pencapaian kepentingan timbal balik yang saling menguntungkan
mengharuskan agar beberapa yang harus diperbaiki serta memperbaiki hubungan
baik antara Australia-Indonesia. Hubungan bilateral Australia-Indonesia akan
lebih mengemuka dan turut mempengaruhi hubungan antar pemerintah kedua
negara. Bagi Indonesia, hal itu berarti juga bahwa dalam situasi dan kondisi
keterbukaan politik saat ini perumusan dan pelaksanaan politik luar negeri
Indonesia tidak lagi dapat mengabaikan partisipasi berbagai kelompok dalam
masyarakat baik kelompok bisnis, LSM maupun kelompok keagamaan.
Kunjungan John Howard ke Indonesia telah menimbulkan demonstrasi dan
reaksi yang beragam dari berbagai elemen masyarakat di tanah air. Sudah
saatnya bagi kedua bangsa Australia-Indonesia untuk meningkatkan upaya-upaya
membangun hubungan baik atas dasar prinsip saling menghormati dan saling
menguntungkan antara dua negara yang bertetangga yang pada gilirannya akan
memberikan sumbangan yang berarti bagi pencapaian-pencapaian yang konkrit
bagi rakyat kedua negara. Pada masa pemerintahan Paul Keating hubungan
kedua negara bisa dikatakan sangat baik.
Paul Keating membahasakan Soeharto dengan sebutan ”Bapak”. Tanpa ada
upaya sungguh-sungguh untuk saling memahami kultur dan kebiasaan masing-
masing, maka munculnya kerikil-kerikil tajam didalam hubungan baik kedua
negara tidak bisa akan dihindari. Hubungan baik muncul karena besarnya
perhatian Australia terhadap bencana yang dihadapi oleh Indonesia ini
seharusnya dapat dijadikan momentum untuk merapatkan kembali hubungan
baik kedua negara. Perbedaan antara Australia dan Indonesia sebagaian besar
hanyalah masalah gaya, pendapat yang dikatakan oleh mantan Perdana Menteri
Luar Negeri Mochtar Kusuma Atmadja.

PBB siap bekerja sama dalam pelaksanaan pengadilan tersebut. PBB juga
meminta pihak intelejen Australia tetep dalam posisi siap. Kofi Annan mendesak
Jakarta untuk mengadakan hubungan baik dengan Timor-Timur, harus
menyadari bahwa mereka terjalin bersama-sama oleh sejarah maupun geografis
karena itu, mereka perlu menjalin hubungan baik. Indonesia layak untuk
dimengerti atas apa yang teleh ia lakukan dalam kasus ini.
Pemerintah Indonesia berusaha keras menyelesaikan persoalan ini. Australia
bergabung dengan PBB untuk mendorong Indonesia menyelesaikan persoalan itu
dengan tegas, adil, dan efektif. Kofi Annan mengadakan pembicaraan satu jam
dengan John Howard. Beberapa diplomat menyebutkan, pengadilan internasional
tidak akan diterapkan di Indonesia, karena Cina dan Rusia akan menggunakan
hak vetonya. Dunia Internasional, mengingat sistem peradilan Indonesia yang
belum mencukupi untuk menyelesaikan persoalan- persoalan seperti itu.
Sementara itu, menyoroti hubungan Jakarta Canbera, Kevin Ruud, mantan
diplomat yang pernah bertugas di Cina dan berbagai tempat lain menilai,
ketidakpercayaan Presiden Abdurahman Wahid menjadi hambatan utama
pengembangan hubungan kedua negara. Ruud yang sekarang bergabung dengan
partai oposisi mengatakan, betapa tidak populernya John Howard di Jakarta.
Persoalan yang sangat menyulitkan di masa lalu, dan masalah Timor-Timur salah
satu yang tidak bisa dihindarkan.
Munculnya berbagai kesulitan pendapat John Howard mestinya bisa
dihindarkan, Rudd mengatakan, pada dasarnya, Gus Dur memahami benar niat
John Howard pada masalah Asia. Wolfensohn di Timor-Timur, Presiden Bank
Dunia James Wolfensohn, pemimpin Dewan Pertahanan Nasional Rakyat Timor-
timur (CNRT/Conselho Nacional Resistencia de Mello), saling berjabat tangan
setelah mereka menandatangani paket bantuan Dili.
Bank Dunia memberikan hibah sebesar 21,5 juta dollar Amerika Serikat
untuk masa dua setengah tahun guna memulai kembali ekonomi Timor-Timur
yang porak poranda. Sebagai akibat peranan Australia dalam proses
kemerdekaan Timor-Timur, hubungannya mengalami banyak perubahan,
terutama dalam bidang politik dan militer. Mungkin ada perubahan ekonomi juga
akan tetapi ini susah untuk menguraikan karena hubungan ekonomi sudah
dipengaruhi oleh Krisis Moneter dan instabilitas politik dan sosial dalam
Indonesia. Oleh karena itu indikator-indikator ekonomik tidak dapat dipercayai
sebagai bukti untuk pemburukan hubungan Australia dengan Indonesia.
Perubahan yang terjadi dalam hubungan militer sangat jelas. Pertama,
perjanjian Agreement on Mutual Security (AMS) dilepaskan. Kedua, latihan
bersama dibatalkan dan pasukan yang dulu berkerjasama menjadi lawan.
Akhirnya, penjual senjata Australia pada Indonesia dihentikan. Perubahan
dalam bidang politik dan diplomatik termasuk semua kunjungan politik
dibatalkan dan politikus dalam Australia-Indonesia mencela pihak lain secara
terbuka. Selanjutnya, kerjasama dalam kerangka multinasional terbatas dan
status “high alert‟ berada untuk Duta Besar. Secara keseluruhan hubungan
Australia dengan Indonesia menjadi bermusuhan.
Kemerdekaan Timor-Timur, dan peranan Australia dalam proses ini,
mempunyai pengaruh langsung terhadap hubungan pemerintah antara Australia
dan Indonesia, hubungan antara manusia lebih tabah dan lebih sulit untuk
dipengaruhi. Kebanyakan orang-orang Indonesia menilai tindakan dan
kebijaksanaan pemerintah Australia bisa terpisah dari hubungannya dengan
warga negara Australia. Hubungan antara manusia harus dipertimbangkan waktu
membuat kebijksanaan tentang Indonesia karena reaksi-reaksi rakyat terhadap
peranan Australia dalam proses kemerdekaan Timor-Timur tidak bisa dipakai
sebagai contoh daripada reaksinya terhadap kebijaksanaan lain.
Timor-Timur tidak mempengaruhi hidup sehari-hari kebanyakan orang
Indonesia, padahal kebijaksanaan yang mempengaruhi kehidupan. Indonesia
memaklumi dukungan Amerika Serikat dan Australia karena negara-negara ini
mampu mengancam Indonesia dengan penyerbuan yang untuk melindungi
kemerdekaan Timor-Timur. Sebaliknya, Australia, dan terutama Amerika
Serikat, tidak mau menjadi terlibat dalam soal Timor-Timur.
Akan tetapi pertemuan terahkir dalam New York, antara tanggal 21 dan 23
April 1999 menyusun perjanjian tentang masa depan Timor-Timur. Perjanjian ini
ditandatangani pada tanggal 5 Mei 1999. Ada dua pasal yang sangat penting,
Pasal 5 dan Pasal 6. Pasal 5 menyatakan jika proposal diterima pihak Indonesia
harus memulai tindakan konstitutional yang diperlukan untuk implementasi
kerangka kerja otonomi.
Pada saat Australia di bawah perdana menteri John Howard pada tahun
1996, di lihat dari sisi substansi, tidak ada perubahan yang mencolok pada politik
luar negeri Australia. Kedua pemimpin memiliki visi yang relative sama, yaitu
mengacu pada kepentingan nasional Australia. Perbedaan yang paling besar di
antara kedua pemimpin tersebut adalah dalam soal nuansa penekan pada politik
luar negeri Australia.
John Howard ketika menjabat sebagai perdana menteri, pelaksaan politik
luar negeri Australia dapat dikatakan tidak begitu efektif. Sikap John Howard
yang kaku dan arogan sering menjadi kendala bagi pelaksaan politik luar negeri
Australia, khususnya dalam menjalin hubungan baiknya degan Asia pada
umumnya dan Indonesia. Kecondongan pemerintah konservatif yang lebih
menitikberatkan orientasi ke Eropa serta Amerika Serikat.
Oleh karena itu, penulis akan memaparkan mengenai beberapa indikator
yang akan dijelaskan pada makalah ini, antara lain : hubungan Australia-
Indonesia pada masa pemerintahan Paul Keating, hubungan kerjasama dalam
bidang keamanan antara Australia dengan Indonesia, hubungan Australia-
Indonesia pada masa pemerintahan John Howard, Apa sajakah kecurangan
Australia terhadap Timor-Timur. Berikut adalah pemaparannya yang akan
dijelaskan oleh kami.

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana hubungan Australia-Indonesia pada masa pemerintahan Paul
Keating?
b. Bagaimana hubungan kerjasama dalam bidang keamanan antara Australia
dengan Indonesia?
c. Bagaimana hubungan Australia-Indonesia pada masa pemerintahan John
Howard?
d. Apa sajakah kecurangan Australia terhadap Timor-Timur?

1.3 Tujuan
a. Untuk memahami hubungan Australia-Indonesia pada masa pemerintahan
John Howard?
b. Untuk memahami hubungan kerjasama dalam bidang keamanan antara
Australia dengan Indonesia?
c. Untuk memahami hubungan Australia-Indonesia pada masa pemerintahan
John Howard?
d. Untuk memahami kecurangan yang dilakukan Australia terhadap Timor-
Timur
1.4 Manfaat
a. Digunakan sebagai referensi mengenai hubungan Australia dengan Indonesia
b. Menambah ilmu pengetahuan mengenai hubungan Australia dengan Indonesia
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1. Hubungan Diplomatik Australia dengan Indonesia pada masa Paul


Keating
Dalam perjalanan politik luar negeri Indonesia dan penyelenggaraan
hubungan luar negeri sesungguhnya telah banyak hal yang dilakukan dan dicapai
dengan baik. Penumbuhan penguatan citra Indonesia sebagai negara yang mampu
memadukan dinamika penduduk yang mayoritas beragama Islam dan demokrasi,
perhatian yang sangat serius terhadap persatuan dan kesatuan nasional, penegakan
hukum dan penghormatan hak asasi manusia (HAM) yang tidak diskriminatif,
pendorongan pemulihan ekonomi yang lebih menjanjikan serta perlindungan
warga negara yang konsisten, merupakan dasar-dasar kebijakan yang terus
dikembangkan.
Seluruh pencapaian itu sesungguhnya menjadi aset penting bagi
pelaksanaan politik luar negeri dan penyelenggaraan hubungan luar negeri
Indonesia. Di samping itu, kedudukan geo-politik yang strategis dengan kekayaan
sumber daya alam (SDA), populasi, proses demokratisasi yang semakin baik
merupakan kekuatan dan keunggulan komparatif sebagai potensi untuk
membangun kepemimpinan Indonesia di tataran global melalui inisiatif dan
kontribusi pemikiran komitmen Indonesia pada terbentuknya tatanan hubungan
internasional yang lebih adil dan berimbang. Paul Keating Lahir di Bankstown,
New South Wales, Paul Keating adalah anak tertua dari empat bersaudara. Paul
Keating berasal dari Irlandia tradisional, kelas pekerja, sentimental dan emosional.
Paul Keating seorang yang beragama Katolik, ia juga selalu mengerjakan tiga hal:
rajin ke gereja, bergabung dengan serikat pekerja, dan mendukung Partai Buruh.
Ayahnya yang bernama Matt Keating, bekerja sebagai buruh pabrik ketel, ia
mendapatkan semangat kesadaran berpolitik. Dan ibunya bernama Min Keating,
dimana Paul Keating ia mewarisi sikap relijius ibunya.
Paul Keating, pada usia 12 tahun, sudah mulai bekerja dengan Partai
Buruh sebagai penyebar pamflet. Sikap politik ini sudah ditanamkan ayahnya
sejak dini. Ayahnya juga salah seorang yang lebih percaya bahwa sukses bisa
diraih dengan kerja keras ketimbang lewat pendidikan tinggi. Paul Keating sendiri
masuk sekolah Katolik La Salle College hingga berusia 15 tahun, Paul Keating
sudah sering bekerja di toko mencari uang pada masa liburan sekolah.
Paul Keating yang saat itu masih muda tentu saja tak menyembunyikan
sifat remajanya. Ia kagum pada mobil dan musik rock 'n' roll. Pada saat itu pula
Keating dikenal sebagai anak muda yang selalu perlente. Ia selalu mengenakan
setelan jas rapi, rambutnya tersisir rapi dan sepatunya disemir mengkilat. ketika
sudah menjadi politikus terkenal, setiap kali diwawancarai televisi, Keating
selalu membawa beberapa setel jas. Ia bersikeras untuk mengadakan tes di depan
kamera untuk menentukan jas mana yang paling cocok dikenakan di televisi.
Ketika berusia 18 tahun, Keating bergabung dengan Labor Youth Council
(Dewan Pemuda Partai Buruh). Melalui LYC, Keating belajar berargumentasi
politik, mengenal berbagai masalah ekonomi dan politik. Partai Buruh saat itu
melihat LYC sebagai wadah kaderisasi politikusnya. Pada tahung 1965, Paul
Keating bekerja di berbagai perusahaan asing dan ketika berusia 21 tahun,
kehidupannya mulai diabdikan sepenuhnya untuk politik. Ia mendaftarkan diri
dalam praseleksi parlemen federal dan seleksi itu dilaluinya dengan mudah. Pada
usia 25 tahun, Keating menjadi anggota termuda di parlemen negara bagian New
South Wales.
Tahun pertama bagi Paul Keating, adalah tahun untuk mencari dan
mengenal parlemen. Bahasa dan kata-katanya sering mengejutkan lawan
politiknya. Perdebatan di parlemen sering diakhiri dengan kemenangan Keating.
Dan karier politiknya melesat dengan cepat ketika ia meraih jabatan ketua Partai
Buruh cabang New South Wales tahun 1979. Walau usia masih muda, Keating
dianggap sebagai politikus yang konservatif.
Paul Keating pernah melontarkan keprihatinannya atas wanita yang harus
bekerja di luar rumah untuk menambah nafkah suaminya. Paul Keating bercita-
cita untuk memperbaiki keadaan ini. Seorang wanita, katanya, seharusnya
seorang istri, tak perlu bekerja di luar rumah. Cita-citanya itu diterapkan di
keluarganya. Australia pada pemilu sebelumnya, kemenangan seorang kandidat
PM ditentukaan oleh citra pribadinya yaitu kekukuhan partai dan taktik
kampanye. Rakyat Australia akan menentukan pilihannya atas dasar kuat atau
lemahnya pribadi calon pemimpin mereka serta kinerja partai baik dari segi
pemerintahan maupun oposisi. Dilihat dari sisi pemerintahan di pemerintahan,
adanya kelemahan Partai Buruh adalah ia berkuasa selama 13 tahun.
Rakyat Australia biasanya akan mengganti pemerintah yang telah lama
berkuasa serta akan menggantinya dengan yang baru. Partai Buruh di dukung
oleh para ahli setrategi kampanye serta kukuhnya dua serangkai, Paul Keating,
Deputi PM Kim Beazley yang merupakan pemenang tim. Paul Keating
seseorang yang berasal dari Sydney ia menjadi anggota perlemen lebih dari 25
tahun. Paul Keating adalah anak dari golongan pekerja, tetapi ia lebih memahami
kelompok berpendapatn rendah dan kesulitan hidup rakyat Australia yang berada
di daerah kumuh perkotaan. Keunggulan Paul Keating, yaitu menjadi anggota
parlemen mewakili Blaxland pada tahun 1969.
Paul Keating pertama kali menjadi Bendahara negara pada tahun 1983 di
usia 39 tahun. Kekuatan Paul Keating sebelum menjadi PM, ia adalah Bendahara
Negara masa pemerintahan Bob Hawke tahun 1983-1991 yang memiliki visi
jauh kedepan. Dan terlihat dari upaya Pemerintah Buruh untuk menswastakan
perusahaan- perusahaan Negara seperti Telkom dan Qantas yang melakukan
deregulasi ekonomi sektor perbankan. Ekonomi Australia mengintegrasikan
ekonomi Australia dengan ekonomi Asia yang berkembang pesat, serta
menciptakan kerjasama ekonomi Asia Pasifik (APEC). Paul Keating juga berada
di belakang kebijakan The Accord dan The Accord Mark II, yaitu pengaturan
penentuan gaji atau upah minimum para pekerja yang telah diatur antara
pengusaha dan serikat buruh. Pengaturan yang di berlakukan ini di tentukan oleh
dasar pengalaman kerja dan tingkat pendidikan para buruh, apakah mereka itu
Blue Colour (Buruh Kasar) atau White Colour (Buruh Berdasi). Sebagai Perdana
Menteri Paul Keating merupak ekonom yang dibesarkan oleh pengalaman serta
berkarir dalam berbagai organisasi buruh dan pemerintahan.
Paul keating berupaya keras memperkukuh ekonomi Australia dalam
menyongsong perdagangan bebas Asia Pasifik pada 2020. Keunggulan sosok
pribadi yang dimiliki oleh Paul Keating juga ditunjang oleh keadaan ekonomi
Australia saat ini lebih baik dari pada pemilu pada tahun 1993. Sebagai contoh
pada saat pemilu 1993, angka pengangguran mecapai 11,3%, sedangkan saat ini
hanya 8,6%. Pertumbuhan ekonomi pada 1995 mencapai 3,5% sedangkan
inflansi hanya sekitas 5%.
Hal utama yang sangat membuat malu Pemerintah Buruh adalah adanya
deficit neraca yang berjalan sekitar 1,48 milyar dollar Amerika serta hutang liar
negeri sebanyak 121,8 milyar dollar. Paul Keating bukan saja seorang ekonom,
tetapi juga seorang Diplomat yang unggul dalam meningkatkan citra Australia di
Asia. Paul Keating berhasil meluluhkan hati para pemimpin ASEAN, yang pada
khususnya dalam mempererat hubungan pribadinya dengan Presiden Soeharto
yang mengakibatkan segala persoalan yang menyangkut hubungan bilateral
Australia- Indonesia bisa diselesaikan secara baik, seperti soal pengangkatan
Dubes RI, masalah HAM di Indonesia dan masalah Timor-Timur.
Australia-Indonesia juga telah menandatangani kerja sama keamanan
pada Desember 1995. Hubungan diplomatik antara Australia-Indonesia di bawah
kepemimpinan Paul Keating berjalan baik dapat dikatakan sangat dekat, bukan
tidak mungkin akan menjadi tanda Tanya, jika kelompok oposisi dalam pemilu
Australia masa yang akan datang memperoleh kemenangan.
Hubungan Australia-Indonesia terutama ditunjang oleh kedekatan
hubungan antara Paul Keating dan Presiden Soeharto. Menlu Ali Alatas dan
Gareth Evans. Respon Paul Keating terhadap kepemimpinan Presiden Soeharto
juga sering digambarkan sebagai hubungan bapak terhadap anak.
Paul Keating mengatasi persoalan Timor-Timur dan isu hak asasi
manusia yang pada waktu itu muncul dari kelompok-kelompok yang kontra
Indonesia serta dari Partai Buruh selama ini telah terbukti menjalankan tugasnya
dengan baik sehingga hubungan Australia-Indonesia tetap berjalan baik.
Australia-Indonesia dilihat dalam hubungan sudah cukup baik dan dekat, tetapi
hubungan demikian belum terwujud yaitu dalam segi kerjasama ekonomi.
Sampai saat ini, Indonesia masihmerupakan mitra dagang Australia pada urutan
kesepuluh, sementara bagi Indonesia. Adanya persoalan justru disinilah ada letak
persoalan kesan yang muncul adalah masih terbatasnya kedekatan hubungan
pada tingkat politis, yang pada akhirnya memunculkan kesan eletis. Sejauhnya
ini nampaknya tidak adanya tokoh dari kubu oposisi yang akan menerapkan
prinsip yang sama dengan yang diterapkan oleh Paul Keating.
Diperkirakan pada saat kelompok oposisi mengambil alih kendali
pemerintahan Australia, adanya suara-suara yang kontra Indonesia, termasuk
yang berasal dari Partai Buruh akan kembali menguat. Pada titik inilah para
pengambil keputusan dan terutama para Diplomat Indonesia yang terlihat
langsung dalam interaksi hubungan kedua Negara sehingga dapat mengantisipasi
apa yang akan terjadi.
Paul Keating pada saat kunjungannya ke Indonesia adalah merupakan
lompatan pertama dari "diplomasi kanguru" setelah menduduki kursi kepala
pemerintahan. Memberikan prioritas Indonesia sebagai negara pertama yang
dikunjungi tampaknya bisa diartikan bahwa Australia akan membuka babak baru
dalam politik luar negeri. Paul Keating bahkan sudah mencalonkan di depan
Presiden George Bush dan Ratu Elizabeth, yang mengunjunginya beberapa hari
setelah pelantikan, bahwa Australia tidak lagi berkiblat ke Inggris. Australia
akan lebihmandiri dan mendekat ke Asia. Bahkan ada yang menyebut, Australia
di masa depan akan menjadi "Asia Putih".
Kunjungannya di Jakarta ini, kecuali menyaksikan penandatanganan
beberapa persetujuan kerja sama, seperti pajak berganda, perikanan, dan
ekstradisi, Paul Keating, mengaku ingin belajar dari Pak Harto, yang
dianggapnya sebagai negarawan senior. Paul Keating juga akan melontarkan
idenya memantapkan kerja sama antar negara Asia Pasifik. Bahkan kalau
disepakati, Australia siap menjadi motor untuk suatu konperensi tingkat tinggi
(KTT) Asia Pasifik itu, yang berarti bisa mengangkat citranya sebagai
negarawan terkemuka.
Indonesia sendiri masih melihat ada beberapa masalah yang perlu
dibereskan untuk mengangkat kerja sama Asia Pasifik lebih jauh dari sekadar
kerja sama ekonomi tingkat menteri seperti sekarang. Namun, apa pun yang
dibicarakan Paul Keating selama di Jakarta tentunya tak lepas dari hubungan
bilateral kedua negara yang sering mengalami pasang surut di masa lalu.
Ketegangan hubungan kedua negara, misalnya.
Indonesia sendiri masih melihat ada beberapa masalah yang perlu
diselesaikan untuk mengangkat kerja sama Asia Pasifik lebih jauh dari sekadar
kerja sama ekonomi. Paul Keating selama di Jakarta tentunya tak lepas dari
hubungan bilateral kedua negara yang sering mengalami pasang surut di masa
lalu. Ketegangan hubungan kedua negara, misalnya, di akhir tahun lalu
sehubungan dengan Insiden Dili 12 November 1991 ketika Bob Hawke masih
memimpin Australia.
Bantuan untuk pembangunan Timor-Timur bahkan diberikan. Namun,
hubungan kedua negara sekarang ini tentunya tak terlepas dari pasang surut
hubungan kedua negara tetangga itu di masa lalu. Bahkan kedua negara telah
merumuskan perjanjian Celah Timor, yang menunjukkan bahwa Australia tidak
mempersoalkan lagi integrasi Timor-Timur ke dalam wilayah Indonesia. Di
masa lalu memang ada beberapa kerikil yang mengganggu kenyamanan
hubungan kedua negara. Kecuali permainan politik di dalam negeri, pers
Australia juga mempunyai andil yang cukup besar dalam hubungan Australia-
Indonesia.
Kebijakan suatu negara pada umumnya merupakan reaksi yang terjadi
akibat interaksi antarnegara mengenai satu peristiwa tertentu yang terjadi.
Berbagai perkembangan yang menyebabkan serta bisa menimbulkan perubahan
arah kebijakan. Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, kita belajar dari
fluktuasi hubungan.Indonesia dan Australia yang mana setiap pemegang
pemerintahan tertinggi membawa karakteristik arah diplomasi politik yang
berbeda.
Menteri luar negeri Indonesia dan presidennya sanggup berinteraksi
secara kooperatif dengan perdana menteri Australia, maka terdapat
kecenderungan keduanya bisa meredakan ketegangan bahkan sebaliknya
menciptakan kerjasama dan kesepakatan pada akhirnya. Begitu pula sebaliknya,
jika kedua pihak membawa sikap ofensif dan saling kritik tanpa adanya niat
untuk menjalin kepahamanan, maka yang terjadi adalah ketegangan.Peristiwa
dan isu domestik berpotensi besar mengundang kritikan dari masyarakat
internasional, tentu saja itu dikarenakan Indonesia selalu berdekatan dengan
negara lain. Selain itu, belajar dari hubungan Indonesia dan Australia, kita
mengetahui bahwa pers (media dan informasi) bisa bertransformasi menjadi batu
sandungan hubungan bilateral. Oleh karena itu, penting sekali bagi decision
maker untuk mempelajari isu pers secara lebih intensif sebelum membekukan
secara sepihak hubungan diplomatik.
Dari berbagai pergolakan politik di timur tengah, kita bisa mengambil
kesimpulan bahwa di tengah konflik internal suatu negara, asas non-intervensi
mesti diletakkan sebagai prioritas fundamental membangun sikap hati-hati agar
tidak dengan mudah terperosok pada konflik yang sudah terjadi. Selain itu,
posisi yang mungkin dimiliki oleh negara lain terhadap indonesia juga menjadi
pertimbangan utama menentukan sikap politik agar tidak memperparah kondisi
dan situasi, misalnya perang teluk I yang melibatkan Irak Indonesia mesti
mempertimbangkan posisi dan partisipasi politik Irak sebagai sesama gerakan
Non-Blok.
Tekanan internasional yang tinggi dan lemahnya legitimasi politik
terhadap Habibie memang sangat mempengaruhi perubahan kebijakan terhadap
Timor-Timur, terlihat dari tekanan-tekanan yang dilakukan oleh AS dan
Australia, serta IMF dan Bank Dunia, membuat Habibie dengan alasan
mendapatkan bantuan ekonomi, mengeluarkan kebijakan referendum terhadap
Timor-Timur. Lemahnya legitimasi publik Indonesia terhadap Habibie, terutama
dari pihak militer, aktivis dan pelajar, mambuat kebijakan Habibie mendapat
simpati yang rendah, terutama banyak rakyat yang menyesali lepasnya Timor-
Timur dari tangan Indonesia, yang telah lama menjadi bagian integrasi Indonesia
selama 23 tahun.
Demokratisasi dan perubahan politik mendalam terus berlangsung di
semua aspek sosial-politik di Indonesia. Perubahan tersebut bahkan menyentuh
bidang diplomasi dan politik luar negeri yang selama ini dianggap murni
merupakan kewenangan penuh pihak eksekutif (pada era Orde Baru).
Kebijakan diplomasi dan politik luar negeri yang melibatkan semakin
banyak aktor akan membuka kemungkinan bahwa setiap kebijakan dalam dua
bidang tersebut akan merepresentasikan kepentingan nasional secara lebih luas
dan komprehensif. Sementara itu, kritik terhadap politik luar negeri sebuah
pemerintahan transisi adalah hal yang umum terjadi. Partai oposisi atau
kelompok kepentingan lainnya, akan selalu menjadikan politik luar negeri
sebagai target karena politik luar negeri merupakan sesuatu yang proses
perumusannya dilihat sebagai monopoli pemerintah yang berkuasa. Negara
demokratis di luar negeri dapat memberi sumbangan positif bagi proses
konsolidasi demokrasi di dalam negeri. Indonesia berkepentingan untuk
menciptakan lingkungan eksternal yang kondusif bagi proses konsolidasi
tersebut. Menciptakan kawasan Asia Tenggara sebagai kawasan “tetangga” yang
dihuni negara-negara yang demokratis seharusnya menjadi tujuan politik luar
negeri Indonesia saat ini.
Demokratisnya kawasan Asia Tenggara akan turut mempengaruhi situasi
politik di Indonesia. Bila di zaman Orde Baru terbentuk pemerintahan tertutup di
hampir sebagian besar negara anggota ASEAN karena adanya like-minded
authoritarian leaders, termasuk pemerintahan Soeharto di Indonesia, tiba
waktunya untuk menciptakan kawasan Asia Tenggara yang dipimpin oleh like-
minded democratic leaders demi kepentingan dan tujuan membangun nilai
demokrasi yang lebih kuat di Indonesia.

2.2.Hubungan Kerjasama dalam bidang Keamanan antara Australia dengan


Indonesia
Kebikjakan pertahanan Australia mata rantai yang tidak dapat terpisahkan
dari kebijakan domestik Luar Negeri serta ekonomi. Seperti kebijakan Luar
Negeri kebijakan pertahanan Australia di dominasi oleh eksekutif. Dalam
pembuatan kebijakan pertahanan terdapat kabinet mengenai politik luar negeri
dan perdagangan. Departemen pertahanan Australia yang merupakan kombinasi
antara kelopmpok sipil dan militer yang memiliki tanggung jawab penuh dalam
menentukan kebijakan pertahanan Autralia.
Satu hal yang menarik adalah buku putih pertahanan Australia, meskipun
dikeluarkan oleh departemen pertahanan. Fungsi pasukan perdamaian adalah
untuk menjaga perdamaian, dan pada akhirnya Australia mengakui tidak ada
gunanya mengirimkan pasukan perdamaian ke Timor-Timur jika tidak tidak ada
suatu kondisi perdamaian yang kondusif.
Pemerintah Australia menganalisis bahwa ada dua hal yang melibatkan bila
ABRI ditarik secepatnya dari Timor-Timur. Pertama, adanya kekerasan yang
sifatnya balas dendam antara warga di Timor-Timur. Kedua, kekerasan yang
terjadi antar kelompok-kelompok di Timor-Timur dan mempunyai persenjataan
sendiri. Ini akan menimbulkan suatu kekerasan yang terjadi. Pemerintah
Australia yakin perang saudara dapat dihindari di Timor-Timur, tetapi ini akan
memerlukan bantuan semua pihak yang bersangkutan.

Pemerintah Australia-Indonesia dan pemerintah Australia dalam pertemuan


tingkat menteri di Bali 23-25 Februari 1999, antara lain membahas persoalan
Timor- Timur, terutama yang menyangkut perpajakan. Pada tahun 1996
Australia dan Indonesia membuat Perjanjian Pertahanan Keamanan. Perjanjian
tersebut dibuat karena kedua negara ingin memperkuat persahabatan yang ada di
antara keduanya. Perjanjian itu juga mengakui pentingnya jaminan perdamaian
dan stabilitas kawasan sebagai cara untuk menjamin adanya pembangunan
ekonomi dan kesejahteraan bagi kedua negara. Kedua negara menyepakati
bahwa:
1. Para menteri negara akan secara tetap berkonsultasi mengenai masalah-
masalah keamanan.
2. Mereka akan saling berkonsultasi jika terjadi tantangan yang sifatnya
bermusuhan terhadap kepentingan keamanan .
3. Mempertimbangkan tindakan individual atau tindakan bersama yang mungkin
diambil.
4. Bekerjasama dalam masalah-masalah keamanan.
Perjanjian ini tidak berlaku terhadap komitmen internasional yang ada
pada kedua negara. Perjanjian itu juga didasarkan atas kesepakatan mengenai
perlunya menghormati kedaulatan, kemandirian politik, dan integritas kawasan
bagi semua Negara Australia-Indonesia mengadakan pertemuan AIMF dan
AIDA. Sebelum di adakannya pertemuan itu pertemuan itu didahului dengan
pertemuan Indonesia- Australia Bisnic Counsil (IABC), yang akan di hadiri
pengusaha-pengusaha dari kedua Negara, dengan tujuan meningkatkan
hubungan ekonomi, yaitu terutama dalam memulihkan perekonomian.
Pertemuan Dewan Menteri di Timor-Timur akan dilakukan secara
terpisah pada hari terakhir. Dalam pertemuan ini perwakilan dari Indonesia
dipimpin oleh Menteri Pertambangan dan Energi Kuntoro Mangkusubroto, dan
Australia diwakili oleh Menteri Industri, Ilmu Pengetahuan dan Sumber Daya,
senator Nick Minchin. Landasan utama kerjasama ini, adalah perjanjian antara
ke dua belah Negara pada tingkat kerjasama antara provinsi Timor-Timur dan
Australia Utara yang ditandatangani 11 Desember 1989 dan berlaku pada
tanggal 9 Desember 1991.
Politik luar negri Paul Keating ini membuat hubungan antara Australia
dengan Indonesia menjadi lebih baik. tetapi setelah naiknya Howard yang
mengubah politik luar negerinya dengan pengakuan kemerdekaan Timor-
Timur, maka hubungan tersebut menjadi tegang.19 Kondisi yang demikian
mengisyaratkan bahwa Australia seharusnya dapat menjalin hubungan baik
terutama dengan Indonesia sebagai negara tetangga terdekat di utara.
pandangan pemikiran yang perlu disikapi oleh pemerintah Indonesia terhadap
hubungan kedua negara adalah sebagai berikut:
1. Revolusi diplomasi dalam memandang Australia sebagai negara tetangga.
2. Wacana politik yang elegan tanpa membuat takut Australia seperti
misalnya mengembangkan politik kebudayaan yang tidak terkait dengan
ekspansi ekonomi.
3. Mengubah paradigma baru membangun wacana nasionalisme Indonesia
dengan mengedepankan diplomasi yang agresif untuk kepentingan
nasional.
Dari sisi Australia, perlu dikembangan arah kebijakan politik luar negeri
yang simbang antara kedekatannya dengan Amerika Serikat (western) dengan
dengan kesadarannya bahwa negara-negara di Asia telah bangun dan menjadi
kekuatan yang tidak terbendung, seperti Cina, India, dan Korea. Bagi Australia,
membangun hubungan Australia-Indonesia yang lebih kuat dapat dibangun
melalui perbaikan hubungan Australia-Indonesia secara lebih keras.20
Membangun kapasitas kompetensi perdagangan dan investasi skala
internasional dengan penekanan pada pasar Asia Pasifik, dapat dijelaskan bahwa
pandangan politik luar negeri Australia masa kepemimpinan John Howard
cenderung mengedepankan pihak swasta sebagai kekuatan terdepan dalam
diplomasi internasional.
Australia dalam penampilan di dunia internasional memperlihatkan
dirinya sebagai wakil kepentingan kolonialisme baru di belahan Asia Tenggara.
Demokrasi di Australia adalah memisahkan antara apa yang menjadi kawasan
swasta dari kawasan pemerintah. Wajah politik luar negeri Australia dapat sama
sekali berbeda dengan wajah politik swastanya. Dengan dalih swasta, pemerintah
Australia dapat melepaskan diri dari tuduhan merongrong negara lain (simak
peristiwa lepasnya Timor-Timur, yang didahului dengan merebaknya peran LSM
yang mengangkat isu kemanusiaan).
Peran swasta menjadi garda depan diplomasi yang sangat efektif untuk
memperjuangkan agenda-agenda politik sebuah negara. Melalui peran pihak
swasta inilah Australia berupaya mengembangkan dirinya sebagai investor dan
pelaku perdagangan skala dunia. Tidak dapat dipungkiri bahwa pada saat ini
Asutralia menjadi negara salah satu negara terkaya di dunia. penahanan laju
konflik regional memperlihatkan peran serta Australia terhadap kepentingan
perdamaian dunia.

Penghapusan senjata pemusnah masal penurunan kualitas lingkungan,


peredaran narkotika dalam jaringan internasional, dan kejahatan transnasional,
semuanya menjadi agenda kepedulian Australia terhadap masalah-masalah yang
timbul di dunia.
Dapat disimpulkan bahwa keterlibatan Australia tidak hanya pada
masalah kekuatan militer dan ekonomi, tetapi juga masalah-masalah lain di luar
keduanya. Tindak lanjut dari persoalan Australia harus mampu mempromosikan
dirinya sebagai negara yang memiliki nilai demokrasi liberal (yang memang
direfleksikan dari budaya Eropa), dan harus pula dapat mengupayakan dirinya
agar dapat menarik minat negara-neagara sekitar yang memiliki budaya berbeda.
Artinya Di satu sisi Australia harus memperlihatkan jatidirinya sebagai
negara dengan pola pikir dan budaya putih, tetapi di sisi lain Australia juga harus
mampu menempatkan dirinya yang berbeda tersebut dalam lingkungan Asia
Tenggara-Pasifik yang bukan berbudaya putih. Di lihat pada masa pemerintahan
Howard tersebut, tampaknya masih relevan dengan tiga pilar politik luar negeri
Australia.
Warna partai Liberal yang konservatif memang terlihat sangat kuat,
seperti ketegangan-ketegangan yang muncul akibat sering terjadi kekeliruan
dalam persepsi antara pemerintah Australia dengan Indonesia, tetapi juga tradisi
penekanan pada pentingnya wilayah regional dan kerjasama dengan negara-
negara Asia menjadi salah satu agenda politik luar negeri Australia. Di samping
itu, pilar kedua yang merupakan tradisi partai Buruh, juga sedikit terlihat yakni
pemahaman terhadap identitas diri suatu bangsa. Pertanyaan yang masih perlu
dikemukakan adalah, serta bagaimana arah politik luar negeri Australia masa
mendatang.

2.3. Hubungan Australia dengan Indonesia pada masa pemerintahan John


Howard
2.3.1. Keterlibatan Militer Australia di Timor-Timur
Pemerintah dan rakyat Australia sangat menghargai tindakan cepat
Indonesia untuk membantu yang menunjukkan kedalaman persahabatan antara
Australia dan Indonesia, terutama saat terjadi bencana alam. Dua orang warga
Indonesia yang juga menjadi korban bencana kebakaran hutan. Kedaulatan
bangsa untuk mempertahankan Timor-Timur dengan jalan militer dianggap
Australia telah melanggar hak-hak penentuan nasib sendiri. Masyarakat Timor-
Timur atas kedaulatan wilayahnya. Ketidaksenangan ini berakibat pada
pelaporan kepada PBB, pencemaran nama baik Indonesia di dunia
internasioanal.
Tentara PBB dari Australia merupakan pasukan tempur yang setiap
waktu bisa melakukan tindakan. Kerja sama bilateral antara Angkatan Udara
Australia dan Angkatan Udara Tentara Nasional Indonesia semakin dipererat
dengan kunjungan persahabatan pesawat angkut Australia C-17A Globemaster
ke Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta. Datang dengan pesawat itu, Komandan
Angkatan Udara Australia John Oddie yang terlibat dalam operasi pemberian
bantuan kemanusiaan pasca tsunami di Aceh dan gempa bumi di Sumatera
Utara. Panglima Komando Operasi Angkatan Udara TNI Marsekal Muda Imam
Sufaat saat berkunjung untuk melihat-lihat pesawat angkut C-17A itu, kerja sama
Angkatan Udara Australia dan TNI AU sangat baik. Kita rutin mengirimkan
untuk instructur pilot di Australia.
Australia dan Indonesia mempunyai perbatasan maritim. Di samping itu,
dua negeri tetangga khusus yang lain yaitu PNG dan Timor-Timur mempunyai
perbatasan langsung dengan Indonesia. Australia mengemban tanggung jawab
atas keamanan PNG dan Timor-Timur. Semua fakta ini mempunyai potensi
timbulnya konflik antara Australia dan Indonesia, baik secara langsung maupun
melalui salah satu dari negeri ketiga tersebut.
Australia mempunyai perjanjian pertahanan dengan beberapa negara
“sekutu” di daerah regional ini yaitu dengan Selandia Baru, Brunei, Malaysia
dan Singapura. Pembentukan persekutuan tersebut untuk menghadapi ancaman
komunisme, akhir- akhir ini logikanya dipakai untuk menghadapi terorisme.
Sayangnya, baik ancaman komunisme maupun ancaman terorisme diasosiasikan
dengan Indonesia sebagai salah satu sumber ancamannya. Jadi, sekali lagi
sebagai negeri tetangga, Indonesia dipandang sebagai „ancaman‟.
Menteri pertahanan Australia John Morore memberitahukan kepada
negaranya bahwa akan melipatgandakan jumlah pasukan yang disiapkan untik
dikirim ke Timor-Timur sebagai pasukan perdamaian. Pada akhir Juni yaitu dari
Angkatan Bersenjata Australia (ADF) sebanyak dua brigade (1.500 pasukan)
yang termasuk Angkatan Laut dan Angkatan Udara, yang akan siap untuk
dikirim untuk bertugas dalam waktu 28 hari.
Australia mengatakan bahwa militer Australia hanya akan dikirim untuk
bertugas di Tmor-Timur di bawah bendera PBB. Beberapa negaga Pasifik dan
Eropa juga akan mengirimkan pasukan militernya. Jumlah pasukan PBB
seluruhnya di Timor-Timur kira-kira akan mencapai 20.000 pasukan. Pasukan
perdamaian Australia di pulau Bougainiville terdapat 300 pasukan yang
memakan biaya 60 juta dollar Australia.
Pasukan asing telah tiba di Timor-Timur yang dimaksudkan untuk
membantu negara kecil tersebut yaitu untuk memulihkan keamanan, dikarenakan
adanya pertempuran antara pasukan pemerintah dan mantan Tentara yang telah
dipecat. I50 prajurit komando Australia telah mengamankan Bandara Dili.
Situasi disekitar masih sangat tidak kondusif. Baku tembak terus terdengar
disekitar kota. Jumlah korban tewas maupun terluka belum diketahui secara
pasti. Baku tembak terjadi di Kantor Presiden Xanana Gusmao dan Kantor
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Sejumlah gedung perkantoran dan perumahan hancur dibakar. Asap
hitam terlihat diantara bangunan-bangunan kosong dan jalanan yang lengang.
Warga local maupun asing segera meninggalkan Timor-Timur. Sukehiro
Hasegawa, sebagai ketua Misi PBB di Timor-Timur mengkonfirmasi kepada
pasukan Militer Timor-Timur telah menembaki polisi yang tidak bersenjata.
Dalam kontak tembak tersebut sedikitnya ada 9 polisi yang tewas 27
luka-luka.
Akibat situasi keamanan yang semakin tidak terkendali, Pemerintah
Timor- Timur meminta bantuan kepada Pemerintah Australia, Selandia Baru,
Portugal, dan Malaysia untuk mengirimkan pasukannya. Tentara Australia yang
berjumlah 1.300 telah tiba dan langsung mengamankan Bandar udara. Pihak
Malaysia mengirimkan 500 tentara, Selandia Baru mengirimkan 60 polisi, dan
Portugal 120 polisi dan tentara.
Kekerasan yang terjadi di Timor-Timur terjadi ketika 591 tentara
Angkatan Bersenjata Timor-Timur yang berjumlah 1.400 orang telah dipecat
secara serentak. Tentara yang dipecat tersebut berasal dari wilayah barat banyak
mengeluhkan sikap diskriminatif dari para komandan mereka yang berasal dari
wilayah timur. Mereka juga mengeluhkan kondisi sehari-hari dan mereka juga
sangat kekurangan gaji karena gaji yang diberikan sangat kecil. John howard
juga mengirimkan bantuan militer lagi kepada pihak Timor-Timur tanpa syarat
dan terdapat 1.300 tentara yang di kirimkan kepada Timor-Timur.
Indonesia dan Australia sebagai dua negara yang secara geografis
bertetangga, tidak akan mungkin bisa mengelak untuk saling berhubungan.
Hubungan bilateral Indonesia dan Australia tergolong hubungan yang sangat
unik, di satu sisi menjanjikan berbagai peluang kerjasama namun di sisi lain juga
penuh dengan berbagai tantangan. Berbagai perbedaan menyolok diantara kedua
negara dan bangsa bertetangga yang terkait dengan kebudayaan, tingkat
kemajuan pembangunan, orientasi politik yang mengakibatkan perbedaan
prioritas kepentingan menjadi penyebab utama hal ini terjadi. Tidak dapat
dipungkiri bahwa perbedaan-perbedaan tersebut akan menciptakan berbagai
masalah yang akan selalu mewarnai hubungan kedua negara di masa-masa
mendatang.
Selama ini, hubungan Australia-Indonesia mengalami pasang surut.
Selain kerja sama di berbagai bidang antara lain ekonomi, politik, keamanan,
sosial, dan budaya yang mempererat hubungan dan kebersamaan, terdapat
sejumlah masalah yang muncul dan mengganggu. Masalah-masalah yang kerap
terjadi antara kedua negara ini telah membuahkan pandangan negatif orang
banyak terhadap hubungan kedua negara ini.
Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa banyak sekali peristiwa yang
terjadi pada masa yang lalu yang berpotensi menyebabkan konflik antara kedua
negara ini. Marilah kita mencoba kembali sejenak melihat ke masa-masa yang
silam, pada saat tahun 2005, Kedutaan Besar Republik Indonesia di Canberra
mendapatkan teror kiriman paket berisi senyawa biologi. Paket ini dikirim
melalui surat untuk Dubes Republik Indonesia di Australia dan diduga berisi
bakteri berbahaya sejenis anthrax, dalam kasus Bom Bali. Kemudian pada tahun
2006 yang lalu, pemerintah Australia memberikan visa sementara kepada 42
pencari suaka asal Papua. Sebanyak 42 warga Papua meminta suaka pemerintah
Australia karena merasa tidak aman tinggal di Indonesia. Padahal sebelumnya
pemerintah Indonesia sudah menegaskan bahwa warga Papua tersebut tidak
dalam keadaan terancam. Keputusan pemerintah Australia ini tidak
menyenangkan bagi pemerintah Indonesia.
Bagi pemerintah Indonesia, hal ini merupakan reaksi ketidakpercayaan
pemerintah Australia yang buntutnya merugikan pemerintah Indonesia dan juga
memperburuk kondisi hubungan antar kedua negara, sehingga pada saat itu, Duta
Besar Republik Indonesia untuk Australia, Hamzah Thayeb sempat diperintah
untuk kembali ke Indonesia. Selain itu pada tahun 2006 pula, Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono dilecehkan harian koran The Australian yang memuat
kartun Presiden SBY sedang bersetubuh dengan warga Papua
Pada tahun 2008, banyak nelayan Indonesia asal Kupang yang berunjuk
rasa didepan kantor DPRD mengecam sering terjadinya penangkapan terhadap
nelayan Indonesia yang sedang menangkap ikan oleh pemerintah Australia,
saling tuding terjadi antara kedua belah pihak semakin memperburuk keadaan
hubungan bilateral kedua negara ini. Peristiwa-peristiwa ini tentunya akan
semakin memperdalam jurang pemisah antara hubungan kedua negara ini untuk
bisa saling bekerjasama dengan harmonis atas sesama negara tetangga.Namun,
bagaimanapun juga hal ini merupakan hal yang biasa terjadi antara hubungan
bertetangga dan persahatan. Hampir sama jika kita analogikan dengan dua orang
sahabat yang saling bertetangga satu dengan yang lain, terkadang terjadi
kesalahpahaman antara keduanya karena sesuatu hal. Adalah naif, jika ada yang
berpendapat bahwa pada suatu titik hubungan kedua negara ini akan tercipta
sedemikian rupa baiknya, sehingga terbebas dari masalah. Peristiwa- peristiwa di
atas adalah data empiris yang menunjukkan bahwa hubungan kedua negara
memiliki kecenderungan yang sangat fluktuatif, sehingga para pemimpin serta
masyarakat kedua negara dituntut untuk selalu siap dengan berbagai solusi
menghadapi setiap masalah yang muncul.
Pada masa pemerintahan Perdana Menteri John Howard, hubungan antara
Indonesia dan Australia memang banyak menuai peristiwa yang tidak
mengenakkan dan dapat merugikan kedua belah pihak, tetapi di lain sisi banyak
juga hal positif yang dapat dilihat atas hasil kerjasama yang telah dilakukan oleh
kedua negara ini. Terlepas dari masalah-masalah yang mengandung potensi
konflik di atas,
Hubungan antara Australia-Indonesia dalam berbagai bidang tergolong
tinggi, seperti dalam bidang pendidikan, budaya, dan perdagangan. Hal tersebut
merupakan aset penting dalam hubungan kedua negara yang perlu terus dipupuk
dan dikembangkan, sehingga diharapkan akan memainkan peran penting dalam
peningkatan hubungan kedua negara. Upaya bersama Indonesia dan Australia
untuk saling tukar para pemimpin akar rumput, termasuk para pemimpin agama,
telah dirintis beberapa tahun terakhir ini. Prakarsa untuk menyelenggarakan
'interfaith dialogue' yang melibatkan para pemimpin agama negara-negara
ASEAN, Australia, New Zealand, Papua Nugini, dan Timor-Timur merupakan
salah-satu contoh konkrit untuk membina saling pengertian diantara bangsa
seraya memberdayakan kalangan moderat di seluruh agama yang terlibat di
dalam dialog tersebut.
Pada tahun 2004, di sektor pendidikan, terdapat sekitar 25.000 mahasiswa
Indonesia yang saat ini belajar di Australia dan sebagian diantaranya adalah
penerima beasiswa Pemerintah Australia, melalui AusAID. Mahasiswa Indonesia
non-AusAID menyumbang sekitar 750 juta A$ per tahun bagi perekonomian
Australia, sementara beasiswa yang disediakan Australia bagi mahasiswa
Indonesia bernilai 16,25 juta A$ per tahun. Tentunya kelak di kemudian hari
diharapkan para mahasiswa Indonesia yang menuntut ilmu di Australia tersebut
akan menularkan pemahaman mendalam mereka mengenai Australia di
Indonesia, apalagi jika sebagian diantara mereka memegang posisi kunci di
berbagai institusi, baik pemerintah maupun swasta di Indonesia.
Selain itu, banyaknya event yang bertajuk untuk saling mempererat
persahabatan kedua negara mengurangi dan meredam masalah-masalah yang
terjadi selama masa pemerintahan Perdana Menteri John Howard. Lebih
banyaknya pertemuan (conference) antara kedua negara ini dalam bidang sosial,
budaya, ekonomi, dan pertahanan dan keamanan merupakan titik penting bagi
kedua negara untuk saling bekerja sama. Salah satunya yaitu Festifal Budaya
Indonesia yang setiap tahunnya dilakukan pemerintah Indonesia di negara
Australia, kemudian berkaitan dengan pertahanan dan keamanan kedua
belah pihak telah bersama-sama menandatangani Memmorandum of
Understanding Counter on Terrorism.
Seratus persen bisa, untuk mendapatkan hubungan bilateral Indonesia dan
Australia yang semakin kuat dan semakin baik. Namun demikian, diperlukan
fondasi yang lebih stabil untuk menjaga hubungan tersebut dalam jangka
panjang. Duta Besar Republik Indonesia untuk Australia, TM Hamzah Thayeb
pada National President Forum bertema Indonesia From Neighbour to Partner
yang diselenggarakan tahun 2007 lalu oleh Australian Institute of International
Affairs di Parliament House, menyatakan dengan jelas tentang hal tersebut,
tinggal bagaimana kedua negara menyikapinya dengan baik.
Semakin kuat dan baiknya hubungan kedua negara, tidak hanya
disebabkan oleh sejarah dan letak geografis kedua negara, tetapi juga karena
kedua negara telah memiliki berbagai ragam bidang kerja sama bilateral,
khususnya adanya kesepakatan Comprehensive Partnership dari kedua
pemimpin negara. Penyelesaian Ratifikasi Perjanjian Lombok perlu dilakukan
secepatnya dimana hal ini akan membuat hubungan kedua negara semakin
kokoh. Hubungan bilateral kedua negara perlu memiliki fondasi yang lebih stabil
sehingga pergantian pimpinan di masing-masing negara tidak mempengaruhi
hubungan kedua negara yang telah terjalin. Namun, faktor terbesar dalam
hubungan kedua negara ini adalah adanya saling pemahaman antarbangsa,
semakin baik tingkat pemahaman antar kedua negara akan meningkatkan
kerjasama menuju hubungan yang semakin baik dan kokoh, begitu pula
sebaliknya. Hal itu dapat dicapai dengan meningkatkan pendidikan dalam
kebudayaan, bahasa dan tata krama masing-masing negara.

2.3.2. Diplomasi antara kedua negara


Tiga belas tahun lamanya, Partai Buruh telah berkuasa di Australia,
sampai dengan kurun waktu yang sangat lama untuk suatu system pemerintahan
demokrasi dari dua kelompok partai. Paul Keating dan partai Buruh dikalahkan
oleh Partai Liberal dan Partai Nasional di bawah kepemimpinan John Howard.
Selama tiga belas tahun baik pemerintahan Bob Hawke maupun Paul Keating
yang pada waktu itu mengubah orientasi negaranya dari Eropa ke Asia.
Pemerintah Indonesia saat ini perlu menunjukkan keseriusannya menjalin
kemitraan yang strategis dengan pemerintahan Australia di bawah
kepemimpinan Kevin Rudd. Hal itu dikarenakan dilema yang dihadapi oleh
pemerintah Indonesia selama ini sering ditafsirkan oleh elemen domestik
Indonesia sebagai sikap tidak tegas pemerintah Indonesia dalam menghadapi
arogansi pemerintahan Australia.
Australia dan Indonesia untuk meningkatkan upaya-upaya membangun
hubungan baik atas dasar prinsip saling menghormati dan saling menguntungkan
antara dua negara yang bertetangga yang pada gilirannya akan memberikan
sumbangan yang berarti bagi pencapaian-pencapaian yang konkrit bagi rakyat
kedua negara. Negara-negara di kawasan tentu mengharapkan jalinan hubungan
Australia dan Indonesia tidak semata-mata untuk melindungi kepentingan
nasionalnya masing- masing tetapi juga untuk memperjuangkan kestabilan dan
keseimbangan pengaruh di kawasan Asia-Pasifik.
Perubahan haluan ke Asia dilakukan dengan membangun hubungan
efektif antara Australia-Indonesia. Pada waktu pemerintahan Paul Keating
hubungan bilateral itu kecuali di beri agenda dan di sertai semangat dan warna
hubungan pribadi yang sangat baik antara Paul Keating dengan Presiden
Soeharto.
1. Kepentingan Ekonomi
Dari segi Ekonomi, nilai ekspor Indonesia ke Australia sebenarnya kecil
hanya 3,14 % (US$1.533,5 juta)dari nilai ekspor keseluruhan. Bila pada tahun
1995 nilai ekspor ke Australia menduduki peringkat 12 pada tahun 1999
meningkat menjadi peringkat 8. Komoditi utama yang diekspor ke Australia
adalah minyak mentah yaitu sebesar 42,89% (US$657,7 juta) dari total nilai
ekspor
2.3.3. Usaha Pemulihan dalam masalah Australia dengan Indonesia
Pasukan militer Australia masuk ke wilayah Timor-Timur bersama
pasukan perdamaian PBB. Yang pada pertama kalinya. Konsekuensi dari
keputusan politik sebagai anggota masyarakat dunia tidak hanya harus menjaga
esensi kedaulatan dan citra Indonesia, tetapi juga harus mampu menjaga
hubungan baik dengan bangsa lain secara kooperatif. Tidak mengagetkan lagi
adanya krisi hubungan Australia-Indonesia yang semakin memburuk
kebelakangan ini, gabungan warga asing yang masuk ke wilayah Timor-Timur di
pimpin oleh Piter Corgrove, yang pada waktu itu ingin mengatakan bahwa
adanya konflik Australia-Indonesia tidak benar.
Koofi Annan sekjen PBB berhasil mengantarkan Australia agar percaya
kepada dewan keamanan PBB untuk menjalankan kepemimpinan untuk sebuah
miei gabungan untuk perdamaian di Timor-Timur. Australia juga mendapatkan
gabungan dukungan dengan dibentuknya PKO. Maka tidak menjadi suatu hal
yang baru lagi Koffi Annan juga berhasil menduniakan adanya krisis di Rwanda,
Bosnia, Kosovo. Resolusi DK No 1264/99 pada tanggal 15 September adanya
persoaalan yang dihadapi Timor-Timur yaitu tuntutan bagi mereka yang terlibat
pada suatu kejahatan atas kemanusiaan akan menjadi beban baru yang akan
merusak citra Indonesia secara menyeluruh. Penyelesaian masalah Timor-Timur
mayoritas masyarakat Timor-Timur memilih kemerdekaan dan proses lanjutan
yang pada waktu itu sedang berlangsung, pada sebagian masyarakat Timor-
Timur menolak yaitu pada deklarasi Balibo 1975. Australia seharusnya bisa
mengerti bahwa penyelesaian masalah Timor-Timur tidak bisa dianggap mudah
yang pada waktu itu hanya diserahkan kepada keamanan PBB. PBB di bawah
kemimpinan Koffi Annan seharusnya mampu menyelesaikan persoalan sehingga
tidak menjadi persoalan yang semakin memburuk dan menjadi persoalan yang
baru yang akan menggelobal serta menjadi komoditas politik Australia,
sementara persoalan ini tidak biasa diselesaikan. Ada tiga tahap yang dilakukan
untuk langkah pemulihan masalah Timor-Timur yaitu:
1. Pemulihan ketertiban masalah Timor-Timur
2. Rikonsilasi kelompok prokemerdekaan dengan otonomi dan solusi alternatif
3. Pasukan perdamaian PBB harus benar-benar mampu memulihkan keadaan
tanpa menimbulkan ketegangan baru.
Penyelesaian masalah Timor-Timur yaitu kesepakatan dari pihak yang
memperoleh kemenangan dan pihak yang kalah. Misi dari pasukan PBB di
Timor- Timur di bawah komando Australia ini menciptakan suatu perdamaian
dan bukan suatu kemarahan atau balas dendam, yaitu untuk memerangi
kelompok bersenjata yang menginginkan bergabung dengan Indonesia. Sebagai
Negara tetangga yang sering menghadapi konflik sejak tahun 1999, dan setelah
itu terjadi kerusuhan di Timor-Timur, dan hubungan antara Indonesia-Australia
mulai pulih dan semakin baik
Dalam upaya penyelesaian masalah Timor-Timur, adanya hubungan
diplomasi yang dijadikan sebagai penghubung adalah diplomat, presiden, pejabat
militer, serta berbagai institusi. Factor-faktor internal Indonesia yang perlu di
evaluasi dalam upaya memperbaiki system serta mekanisme hubungan
diplomatik. Kelemahan diplomasi Indonesia, baik dalam segi menyusun suatu
keputusan maupun dinamika internal sangat signifikan, adanya peran-peran
politik oleh militer serta diplomat. Hal ini terjadi karena sebagai panglima
tertinggi seluh Angkatan Bersenjata Ripublik Indonesia, presiden dapat
mengintervensi politik luar negeri serta upaya diplomasi yang pada waktu
sebelumnya dilakukan oleh para pejabat. Kepentingan militer, struktur
organisasi.
Deplu yang bersifat kaku dapat bersifat baik, para pejabat militer yang
menempatiposisi setrategis dalam Deplu, sehingga muncul anggapan yang
kurang baik tentang militer di depan pejabat Deplu dan para Diplomat. Sebagai
Diplomat, para pejabat militer tidak memiliki pelatihan dan pengalaman yang
sangat baik untuk menangani masalah hubungan internasional dan dilomasi.
Intervensi militer di Deplu membuat Deplu mengalami suatu kesulitan dalam
menjalankan politik luar negeri yang independen, dominasi pimpinan tertinggi
eksekutif di dalam pembuatan keputusan.
Rezim kepemimpinan Soeharto ketika itu membuat deplu kemudian
hanya berperan sebagai departemen teknis yang menangani masalah rutin dan
sifatnya administrative. Sedangkan untuk masalah yang berkenaan dengan
HAM, hubungan diplomatik, tindakan represif dalam pergaulan internasional,
cenderung didominasi oleh para pejabat militer yang pro terhadap pimpinan
eksekutif dan rezim. Deplu hanya berperan sebagai agen hubungan masyarakat
yang harus menjelaskan kepada dunia internasional diplomatis dibalik kejadian
tersebut. Lemahnya setrategi dan taktik diplomasi deplu.
Terkait khasus Timor-Timur, tidak ada setrategi khusus menyangkut
persepsi yang coba ditanamkan oleh pemerintah Indonesia terhadap publik (baik
internal maupun internasional) saat kasus ini dianggap sebagai kasus
pelanggaran HAM yang penting di dunia internasional. Indonesia malah
mempersepsikan diri bahwa segala jenis tekanan internasional tersebut hanya
bentuk intervensi dunia terhadap politik luar negeri Indonesia Masa dan
pimpinan prodistegrasi Timor-Timur dengan aktif menjalin jaringan diplomatic
dengan Australia, baik dengan Australia, baik pada pemerintahan maupun
menarik perhatian media massa. Mereka melakukan diplomasi. publik melalui
berbagai aktivitas lobby informal dan aksi-aksi yang melibatkan masyarakat luas
serta media massa internasional.
Khususnya tentang Indonesia, hubungan bilateral antara Indonesia dan
Australia secara dinamis mengalami pasang surut pada setiap tahapannya.
Hubungan kedua negara khususnya di tingkat formal antara pemerintah berjalan
dengan baik. Namun di lain waktu hubungan keduanya berjalan dalam suasana
tegang, saling menyalahkan, dan penuh dengan retorika pertentangan. Indonesia
dan Australia memang sudah ditakdirkan untuk menjadi dua negara yang
bertetangga. Secara geografis kedua negara berdekatan tetapi secara kultural
kedua bangsa ini sangat berbeda. Dari aspek kepentingan nasional, Australia
akan tetap mempertimbangkan beberapa hal penting:
1. Indonesia dianggap sebagai negara tetangga yang secara geografis sangat
strategis bagi kepentingan Australia.
2. Indonesia yang telah memasuki tahapan demokrasi yang cukup matang
adalah modal utama bagi Australia untuk mengadakan kontak kelembagaan
yang dapat menyebabkan meluasnya pengaruh Australia di Indonesia,
khususnya di tataran elit kekuasaan.
3. sebagai negara mayoritas Muslim terbesar, Indonesia adalah mitra yang
tidak mungkin dikesampingkan terutama apabila kelembagaan militer
Indonesia lebih dapat diandalkan dalam perjuangan Australia melawan
terorisme internasional.
Walaupun belum sepenuhnya pulih, Australia memandang ekonomi yang stabil
dan kokoh akan menjadi jalan bagi terus berlangsungnya hubungan transaksi
perdagangan internasional serta terbukanya pasar Indonesia bagi ekspor barang-
barang dengan teknologi tinggi Australia di era kawasan perdagangan bebas.
Australia memiliki potensi di berbagai bidang seperti ekonomi,
pendidikan, perdagangan, politik, pertahanan, ilmu pengetahuan dan teknologi
yang dapat digali oleh pihak Indonesia.
Diplomat Indonesia Mochtar Kusumaatmaja, lebih banyak melakukan
diplomasi kebatinan. Diplomat Indonesia bukan merupakan Diplomat yang tidak
memiliki kemampuan khusus terhadap tekanan publik. Budaya rezim telah
mendidik Diplomat menjadi actor yang cenderung diam serta sulit
berkomonikasi. Pembentukan Komisi Kebenaran dan Persahabatan oleh Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono, terkait dengan pelanggaran berat HAM di Timor-
Timur, paska Jajak Pendapat 1999 merupakan penyelesaian sengketa
kontroversial. Meskipun bukan hal sama sekali baru, kesepakatan kedua kepala
Negara untuk tidak menggunakan peradilan terkait dengan pelanggaran berat
HAM hampir sama dengan model perundingan konflik Gerakan Ceh Merdeka
(GAM) dengan RI di Aceh.
Bulan Agustus 2005, pemerintah RI dengan GAM telah menandatangani
MoU di Helsinki. Untuk menghentikan kekerasan akibat konflik bersenjata non-
internasional (bukan perang antara dua Negara berdaulat). Pelanggaran berat
HAM di Aceh, dikenal sebagai Daerah Operasi Militer (DOM) terjadi sejak
1988, merupakan alasan utama persetruan GAM dengan RI. Kedudukan Aceh
yang ketika itu berpeluang memisahkan diri (self-determination) dari NKRI
menjadi tertutup. Sejak MoU Helsinki ditandatangani, impian kultural
masyarakat Aceh yang dulu dicita- citakan, juga pemberlakuan hukum
berdasarkan syariat Islam, dengan suasana lebih aman dan damai saat ini telah
menjadi kenyataan di Aceh.
Penyelesaian diplomatis, terkait kasus pelanggaran berat HAM, oleh
Presiden SBY dengan Ramos Horta mampu meretas jalan terjal hubungan
bilateral Indonesia-Timor-Timur ke depan menjadi lebih baik. Tentu saja
jawaban bukan sekedar adanya klise dapat dan tidak. Berbagai argumen perlu
dikedepankan untuk melihat seberapa jauh penyelesaian secara diplomatik telah
menjadi kepentingan nasional kedua Negara Pernyataan bersama Presiden SBY
dengan Ramos Horta, bertumpu pada temuan laporan KKP 14 Juli lalu di
Denpasar, telah sampai pada suatu kesepakatan yang memihak kepentingan
nasional
Penyesalan atas terjadinya pelanggaran berat HAM dan agar peristiwa
tersebut tidak terulang merupakan sikap yang progresif. Seara tersirat,
kesepakatan tersebut dapat berarti proses pengadilan menjadi tertutup. Namun,
yang menjdi catatan kita adalah bahwa pengaduan atau penuntutan masih
dimungkinkan mengingat hak-hak konstitusional korban telah dijamin dalam
UUD 1945.
Terhadap kesepakatan kedua Negara tersebut, yaitu penyelesaian di luar
pengadilaan bukan tanpa alasan relevan. Sebab, menurut Mac Gallenther,
“perolehan keadilan juga terdapat di luar pengadilan, termasuk memalui jalur
perundingan dan diplomasi, atau Justice is in Many Rooms. Proses pengadilan,
sebagai lembaga kedaulatan hukum suatu Negara ternyata bukanlah satu satunya
cara umat manusia menyelesaikan konflik secara adil. Karena itu apa yang
dikatakan Steve Smith terkait dengan sikap kompromi dalam suatu penyelesaian
diplomatic berkesesuaian.

Penyelesaian diplomatis untuk menyelesaikan kasus pelanggaran berat


HAM, bahwa untuk kasas-kasus tertentu menjadi pilihan. Sebab, sistem hukum
nasional dan internasional terkadang tidak dapat diterapkan. Sebab, selain tidak
mampu mengakomodir perbedaan kepentingan kedua Negara, juga pertimbangan
kemaslahatan bagi kepentingan nasional menjadi target utama. Meski
kesekapatan kedua kepala Negara tampak lebih merupakan komitmen bilateral,
kedua Negara akan terikat untuk mematuhi dan menghormatinya atau patuh pada
kaidah „Pacta Sunt Servanda‟. Sekiranya pemberian kesepakatan bagi pihak
pemerintah Timor- Timur terdapat unsur keterpaksaan, melunaknya sikap
pemerintah Timor-Timur dipastikan ada kaitannya dengan harapan penciptaan
hubungan bertentangga baik (good neig bourhood relations).
Kurangnya respon kritis publik akhir-akhir ini terhadap hasil KKP, tidak
berarti bahwa penyelesaian diplomatis telah berjalan tanpa cela. Ketidak adilan
mulai timbul ketika sebagian pelaku diputus pengadilan negeri bersalah (found
guilty). Seperti Eurico Guterres, Mantan Pimpinan Milisi Pro-Anti Integrasi, dan
Albio Soares, Gubernur Timtim dinyatakan bersalah sebagai pelaku pelanggaran
berat HAM.
TNI dan juga Polri yang ketika itu sama memegang tanggung jawa
pemerntahan dan keamanan terbebaskan. Sementara itu, hasil laporan KKP
tampak telah menjadi media rekonsiliasi atas kebuntuan komunikasi politik
antara Presiden SBY dengan TNI. Sehingga tidak musthil perasaan simpatik dari
korp TNI akan muncul mengingat hasil KKP telah membebaskan pelaku
pelanggar HAM dari pertanggungjawaban. Beberapa nama yang diuntungkan
kebijakan SBY antara lain Mayjen Adam Damiri (Pangdam Udaya), Brigjen
Timbul Silaen (Kapolda Timor- Timur), Brigjen Tono Suratman (Danrem Wira
Dharma), Letkol Noer Moeis (Danrem Wira Dharma), dan Letkol Inf Sujarwo
(Dandim Dilli).
Fakta ini dengan jelas memperlihatkan secara jelas bahwa adanya
kontradiksi dan perbedaan perlakuan. Sehingga menjadi sangat tidak mudah
untuk memupus kesan bahwa korp TNI adalah kebal atau tidak tersentuh hukum
(untouchable by the law). Jendral Wiranto bahwa peradilan Adhoc, tidak
memiliki kemampuan untuk membuktikan ada tidaknya anggota TNI melakukan
pelanggaran berat HAM sesungguhnya mengesankan di mata masyarakat
internasional bahwa kekuasaan pengadilan tak akan mampu menerobos dinding
imunitas hukum TNI.
Untuk mengantisipasi ketidak mampuan sistem peradilan nasional,
sebagai awal timbulnya peluang tersangka bebas dari pertangung jawaban
hukum, maka wajib diberlakukan asas Universal Jurisdiction untuk jenis
kejahatan HAM ang tidak dapat dikurangi. Misalnya, pelanggaran berat HAM
disejajarkan dengan kejahatan perang, kejahatan atas kemanusiaan, pembunuhan
sstematis atas dasar suku, agama atau ras, dan bahkan juga pebajakan.
Pelanggaran berat HAM sebagai akibat Jajak Pendapat di Timor-Timur
mewajibkan Negara-negara pihak untuk mematuhi Konvensi Genewa dan Den
Haag. Dalam Statuta Roma 1998, tentang Konvensi Mahkamah Pidana
Internasional, plangaran berat HAM tidak dapat mengaiakan pentingnya
penggunaan pengadilan, baik dalam jurisdiksi nasional maupun internasional.
Penyelesaian diplomasi atas kasus pelanggaran berat HAM di Timur-
Timur berdasarkan hasil laporan KKP, bukan merupakan upaya mencari
kebenaran dan keadilan bagi pihak korban dan pelaku. Tingkat komitmen atas
pemenuhan kewajiban internasional tidak menjad pilihan ketika penyelesaian
melalui peradilan nasional atau internasional belum mampu menciptakan
terselenggaranya tatanan sosial, politik, keamanan dan pertahanan di masa
mendatang bagi hubungan timbale balik RI dengan Timor-Timur.
a. PBB
Sebagai Organisasi politik internasional yang utama, perserikatan
Bangsa- Bangsa telah lama menjadi medan perdebatan yang paling penting
mengenai Timor- Timur. Pembahasan PBB mengenai persoalan Timor-Timur
telah dimulai ketika Portugal pertama menjadi anggota badan dunia itu pada
tahun 1955, tetapi sampai jatuhnya kediktatoran Portugis tahun 1974, Lisabon
menolak mentaati piagam PBB mengenai administrasi wilayah yang tidak
berpemerintahan sendiri. Dukungan yang diberikan Negara-negara sekutu
kepada Jakarta menjamin bahwa Perserikatan Bangsa-Bangsa badan dunia yang
misi pendirian ditujukan untuk menyelamatkan Generasi-generasi mendatang
dari penderitaan akibat peperangan. Tahun 1975 barulah PBB memberikan
perhatian pada keadaan di Timor-Timur, khususnya mengenai Dekolonisasi PBB
mengadakan rapat di Lisabon tetapi hanya meminta kepada Portugal agar
menciptakan keadaan yang memungkinkan rakyat wilayah itu mencapai tujuan
yang dikemukakan dalam Deklarasi mengenai pemberian kemerdekaan kepada
negeri dan rakyat jajahannya.
PBB tidak ikut campur tangan pada saat peperangan sipil yang dilakukan
Indonesia pada Agustus 1975 dan sesudah itu dilanjutkan dengan penyusupan
militer Indonesia dari Timor Barat , apabila PBB ikut campur tangan , konflik
akan teratasi dengan baik sebelum terjadinya invasi Indonesia. Ketidak
bertindaknya badan dunia ini disebabkan karena mereka tidak terlalu mendukung
adanya invasi dari Indonesia untuk mencaplok kembali Timor-Timur, hal ini
juga didukung kurangnya dukungan Negara-negara Barat.
Pada waktu PBB mulai mengatasi ini, ini sudah terlambat untuk
menghentikan invasi Indonesia. Komite keempat mengesahkannya ke Majelis
Umum yang mengadopsi resolusi pada Desember 1975 dengan suara 72
mendukung, 10 menentang, dan 43 abstain. Resolusi Alternatif itu juga meminta
Dewan Keamanan untuk melakukan tindakan mendesak untuk melindungi
keutuhan wilayah Timor- Timur dan hak rakyatnya atas penentuan nasib sendiri,
serta meminta badan Internasional mengirimkan fakta ke wilayah itu secepatnya.
Sementara rakyat Timor- Timur mengharapkan pemungutan suara yang lebih
kuat.
b. Pendekatan Melalui ABRI
Kehadiran dan peranan ABRI di Timor-Timur merupakan salah satu
aspek integral yang cukup penting. Semua pihak mengakui bahwa ABRI aktif
berperan sehingga kegiatan pembangunan di Timor-Timur dapat berjalan dengan
baik. Dengan demikian partisipasi ABRI dalam membangun masyarakat kiranya
sedapat mungkin menciptakan etos kerja dalam nurani warga Timor-Timur, agar
tidak muncul kesan bahwa warga masyarakat sipil hanya tinggal menerima.
ABRI tidak hanya dipandang sebagai pengaman untuk membersihkan
GPK, melainkan lebih penting dari itu untuk mengintensifkan pembangunan di
seluruh kawasan Timor-Timur. Salah satu ciri terpenting dalam kehidupan
sistem politik demokrasi pancasila ini adalah hadirnya ABRI ini, melalui
angkatan bersenjata ini merupakan kekuatan pertahanan dan keamanan negara
dan sekaligus sebagai kekuatan sosial politik.
c. Pendekatan Pemerintah
Adanya tekad bulat dari hati nurani rakyat Timor-Timur untuk
menentukan nasibnya sendiri maka terjadilah Deklarasi Balibo pada tanggal 30
November 1975. Pemerintah dan rakyat Republik Indonesia menyambut baik
adanya deklarasi tersebut dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1976 tanggal 17 Juli.
Strategi awal pembangunan di Timor-Timur ditempuh dengan Crash
Program yang dilaksanakan dalam tiga tahap , yakni :
a. Tahap pembangunan Rehabilitasi : Pada tahun 1976-Maret 1977 sasaran
utama pembangunan dalam tahap pertama ini adalah merehabilitasi
seluruh prasarana dan sarana umum seperti rumah sakit, balai
pengobatan, sekolah, sarana telekomunikasi dan perhubungan.
b. Tahap pembangunan Konsolidasi : April 1977-Maret 1978 sasaran
utama adalah melanjutkan serta meningkatkan langkah-langkah
pembangunan sebelumnya sehingga menjangkau penataan dan
perbaikan yang lebih luas. Misalnya pemantapan aparatur pemerintahan,
peningkatan dan pembangunan ekonomi rakyat, peningkatan prasarana
dan sarana pendidikan.
c. Tahap pembangunan Stabilisasi : April 1978-Maret 1979 sasaran
utamanya langsung diarahkan kepada pemantapan serta peningkatan
kemampuan dan ketrampilan aparat pemerintahan daerah secara
menyeluruh dan terpadu.

2.4.Kecurangan Australia terhadap Timor-Timur


Hubungan diplomatik Australia-Indonesia sedang mengalami pasang surut,
dan John Howard juga menyatakan bahwa pemerintahnya tidak akan meminta
maaf kepada Indonesia. Isu Timtim sejak lama telah menjadi bagian dari politik
dalam negeri Australia. Suara pro dan kontra tentang kebijakan Australia
terhadap Indonesia datang silih berganti. Puncaknya, pada masa Paul Keating
kebijakan Australia terhadap Indonesia sangat dekat, bahkan hampir-hampir
dikatakan bahwa Keating itu adalah salah seorang sahabat Indonesia ditengah
masyarakat Australia yang kritis terhadap kekuasaan Presiden Soeharto.
Kepentingan politik Australia yang paling kentara terhadap Timor-Timur
pertama-tama adalah menghindari tidak melebarnya konflik di Timor-Timur,
menjadi ancaman bagi wilayah Australia. Negeri Kangguru menghendaki Timor-
Timur stabil sehingga hubungan politik RI-Australia tidak terganggu. Oleh
karena itu pada masa awal Australia seperti "memihak" Indonesia dengan.
Mengakui batas-batas wilayah di daerah Timor-Timur. Puncak pengakuan itu
adalah disepakatinya pembagian Celah Timor berdasarkan ketentuan yang
disepakati kedua pihak oleh Menlu Ali Alatas dan Menlu Gareth Evans. Secara
eksplisit adanya pengaturan batas laut di wilayah yang kaya minyak itu
menjadikan Australia negara yang pertama mengakui eksistensi Indonesia atas
Timor-Timur.
Hadirnya John Howard sikap Australia berubah total. Mereka mulai
menyatakan bahwa Timor-Timur untuk jangka panjang harus merdeka. Australia
mulai mengubah kebijakannya atas Timor-Timur dengan dasar bahwa otonomi
luas harus diberikan kepada Timor-Timur sebelum merdeka penuh. Sikap ini
dilandasi oleh kepentingan jangka panjang Australia terhadap Timor-Timur dan
Indonesia. Terhadap Timor-Timur, Australia seolah-olah ingin membalas
kesalahan masa lalu dengan mengakui eksistensi Indonesia di Timor-Timur yang
sampai tahun 1998 tidak diakui PBB.
Australia juga menilai dengan pendekatan ke Timor-Timur diharapkan bisa
menanamkan pengaruhnya di wilayah berpenduduk 800.000 jiwa ini. Pengaruh
Australia di Timtim ini seperti halnya pengaruh Australia di Papua Niugini
melebarkan lingkungan pengaruh politiknya yang dianggapnya sudah layak
diperbesar. Di tengah krisis ekonomi yang melanda negara-negara Asia,
termasuk Indonesia, posisi Australia sangat menguntungkan.
Krisis ekonomi tidak menyebar ke Australia sehingga ketika posisi negara
Asia lemah, negeri ini berada dalam kondisi sehat baik militer, politik maupun
ekonomi. Kepentingan Australia terhadap Indonesia adalah melakukan unjuk
kekuatan politik atas Timor-Timur. Dengan intervensi militer ke Timor-Timur,
Australia mengirim pesan kepada Jakarta tentang kemampuan diplomatiknya
yang berskala global. Dengan pendekatan kepada Amerika Serikat dan Eropa,
Australia dapat menggolkan rencananya untuk memaksa masuk ke Timor-Timur
di bawah PBB.
Hubungan Australia dan Timor Leste bukan juga baru terbentuk sejak Timor
Leste lepas dari Indonesia, tapi telah berlangsung lama sebelum Timor Leste
menjadi negara. Namun hubungan itu bukan dalam bentuk “state”, karena ada
rezim yang menguasainya. Hubungan Australia dan Timor-Timur semakin intens
sejak Indonesia mengalami krisis. Perjuangan rakyat Timor-Timur untuk
merdeka diperkuat dengan bantuan Australia sampai menuju kemerdekaan.
Namun belakangan hubungan kedua negara yakni Timor-Timur dan Australia
menjadi buruk, karena hubungan kedua negara ditentukan oleh dua kepentingan
yang sama yaitu kedaulatan territorial atau perbatasan dan sumber daya alam
yang menjadi permasalahan dari kedua negara.
Kedua hal ini bukan persoalan baru tapi merupakan kisah lama yang
berlanjut dan rumit karena berakar dari progres hukum internasional yang
berubah. Australia merasa claim atas teritorialnya “legitimate”dengan konvensi
Genewa tentang hukum laut 1958, begitu pun Timor Leste merasa lebih berhak
dengan konvensi PBB mengenai hukum laut UNCLOS 1982. Karena di dalam
daerah yang disengketakan itu terdapat potensi ekonomi yang sangat signifikan
bagi kedua negara, maka logika sehatnya memang mengharuskan mereka
bertengkar.
Pertengkaran itu bisa saja diselesaikan bila para pihak ingin selesai.
Lembaga Hukum Internasional tersedia bila para pihak menghendakinya. Namun
hukum internasional tak memiliki kekuatan memaksa seperti lembaga nasional.
Menyusul pengumuman Australia keluar dan Mahkamah lnternasional maka
pilihan penyelesaian tinggal pada kreatifitas bilateral. Dari sini dapat dilihat
bahwa pemufakatan, diplomasi dan negosiasi mengambil tempat untuk
penyelesaian persoalan ini. Untuk satu masalah sumberdaya yang berupa minyak
dan gas,walaupun lewat ancaman-ancaman mereka berhasil mencapai
kesepakatan “Joint Petroleum Development Area” yang mereka namakan “Timor
Sea Treaty”dengan porsi 90:10, tapi persoalan perbatasan terus berlanjut. Karena
kedua negara belum menyepakati batas wilayah yang merupakan salah satu
ladang yang mempunyai kandungan gas terbesar dibandingkan dengan ladang
yang lainya itu wilayah Greater Sunrise.
Wilayah Greater Sunrise merupakan wilayah yang mempunyai batas yang
paling dekat dengan Timor Leste yang sebagian wilayahnya berada di wilayah
JPDA dan ZEEnya berdasarkan UNCLOS 1982. Sejak kemerdekaan Timor
Leste diperoleh, babak baru perundingan juga dimulai, tetapi pengakuan akan
warisan “colonial” Indonesia dan Australia yang sangat mengungtungkan
pemerintah John Howard dan Tuan Alexander Downer tidak pernah
ditinggalkan. Data statistik, geologi dan perminyakan telah membuktikan
keberadaan simpanan minyak yang meluas di daerah Timor Gap hingga
perbatasan sebelah timur dari Wilayah Pengembangan Minyak Bersama (JPDA)
dan simpanan minyak tersebut dikenal sebagai ladang minyak Sunrise dan
Troubadour (bersama-sama dikenal sebagai Greater-Sunrise).
Selama ini Timor-Timur dan Australia telah membuat klaim perairan namun
belum dapat membatasi perbatasan perairannya, termasuk di wilayah Laut Timor
dimana Greater Sunrise berada. Padahal kalau dilihat berdasarkan batas
equidistance atau median line (bata s pertengahan), Greater Sunrise ini juga
menjadi milik negara baru ini. Australia selama ini mencoba “memaksa” Timor-
Timur untuk melupakan penentuan batas wilayah maritime sehingga mereka bisa
mengklaim, produksi, untuk membuat ketentuanketentuan bagi eksploitasi yang
tidak terpisahkan dari Greater Sunrise. Timor-Timur ditekan untuk menyetujui
penyatukan Greater Sunrise dan membagi hasil dengan Australia.32
Berdasarkan penekanan ini dibuatlah suatu dokumen penyatuan yang
dinamakan International Unitisation Agreement (IUA) dimana Timor-Timur
akan dipaksa untuk menyetujui diberikannya 79.9% % dari produksi minyak di
ladang Greater Sunrise kepada Australia dan Timor-Timur hanya mendapatkan
20.1%. Padahal kalau garis batas equidistance ditarik maka kemungkinan bahwa
semua hasil merupakan milik Timor-Timur sangatlah besar.
Pemerintah Australia dan Parlemen-nya telah menandatangani dan
meratfikasi IUA, dan memaksa Timor-Timur untuk menyetujuinya, dan
pemerintah kita sendiri telah menandatanganinya. Sekarang harapan kita hanya
bertumpuh pada Parlemen agar melakukan perubahan terlebih dahulu sebelum
meratifikasi IUA tersebut, karena bisa saja menguntungkan Australia dan
memaksa kita untuk tidak mematok batas laut kita atau menunda hingga
beberapa puluh tahun mendatang. Timor-Timur merupakan sebuah negara muda
yang baru saja mengalami transisi yang penuh gejolak selama 24 tahun
bergabung dengan Indonesia, dan pada akhirnya secara resmi mendeklarasikan
kemerdekaan pada tahun 2002. Dalam prosesnya menuju ke sebuah negara yang
merdeka, tentunya tidak terlepas dari keterlibatan pihak asing dan media dalam
upaya menegakkan HAM dan membantu menjadi sebuah negara yang merdeka.
Dalam hal ini pemerintah indonesia dinilai lamban dalam menyelesaikan
permasalahan status Timor-Timur dan upaya penegakan HAM di sana. Dalam
kurun waktu 1976-1999 telah terjadi banyak sekali aksi pelanggaran HAM di
Timor-Timur. Salah satunya adalah insiden Dili yang terjadi pada tanggal 12
November 1991.33
Pembantaian pemuda Timor-timur di pemakaman Santa Cruz oleh para
serdadu Indonesia dapat dikatakan merupakan sebuah titik balik dalam
perjuangan rakyat Timor untuk diakui secara internasional. Terlebih lagi,
peristiwa tersebut terekam dan difilmkan oleh seorang jurnalis Asing dari
Amerika Serikat, Max Stahl, yang pada akhirnya disiarkan melalui media
internasional .
Peristiwa ini ditayangkan oleh berbagai televisi di seluruh dunia dan
menyingkap keadaan sebenarnya tentang penindasan yang keras oleh militer
Indonesia. Berita ini segera menyebar dengan cepat dan berakibat pada
meningkatnya aksi solidaritas secara dramatis. Banyak wartawan asing dan
pekerja LSM ke Timor- Timur dan mengharapkan kedatangan misi Portugis dan
tindakan dari dunia internasional untuk menghentikan adanya aksi pelanggaran
HAM yang terjadi di Timor-Timur. Australia dan Portugal, demonstrasi masa,
yang digerakkan oleh gerakan solidaritas non-pemerintah dan orang-orang Timor
yang berada di pengasingan, mengusahakan campur tangan internasional. Lewat
foto-foto dengan kesan yang kuat dari markas UNAMET di Dili, dan pesan dari
wartawan serta pihak- pihak lain di markas tersebut, informasi mereka
mendominasi berita internasional dan terus menekan Indonesia dan meminta
pemimpin dunia untuk melakukan campur tangan. Sekjen PBB, Kofi Annan,
melakukan diplomasi pribadi yang sifatnya mendesak. Upaya pertamanya
bertujuan meminta Indonesia untuk memenuhi kewajiban keamanan.
Sebagai suatu reaksi atas tekanan dunia internasional, organisasi
internasional PBB mengirimkan wakilnya dalam misi yang dinamakan
UNAMET. Peran PBB dalam menyelesaikan permasalahan yang ada di Timor-
Timur sudah seharusnya dilihat dari sudut pandang netral dan menyerahkan
segala keputusan kepada rakyat Timor-Timur, tetapi ternyata kenyataan
dilapangan membuktikan bahwa ada tindakan kecurangan dan keberpihakan
UNAMET terhadap kelompok Anti-Intergrasi.
UNAMET sebagai perwakilan PBB secara khusus memfasilitasi proses
referendum Timor-Timur agar berjalan secara adil dan representatif, tapi ternyata
diluar dugaan justru kinerja UNAMET sangat mengecewakan. Menurut Jubir
UNIF Basilio Dias Araujo, dalam siaran pers UNIF pada 30 Agustus 1999
menyatakan ada konspirasi internasional yang menginginkankan Timor Timur
lepas dari Indonesia. Mereka meminjam tangan PBB. UNAMET dan berusaha
keras dengan cara apa saja untuk memenangkan kelompok Anti-Integrasi,
termasuk dengan membiarkan berbagai kecurangan yang terjadi . Keberpihakan
UNAMET juga ditandai dengan banyaknya staf lokal yang direkrut UNAMET
yang merupakan pendukung Anti- Integrasi yaitu sebanyak 95%. Tidak hanya
sampai di situ, selama proses pelaksanaan referendum juga terdapat banyak
keberpihakan yang dilakukan oleh UNAMET secara terang-terangan. Hampir di
setiap TPS terjadi pelanggaran, banyak orang asing yang dideportasi karena
memprovokasi referendum, UNIF (Pro-Integrasi) juga melaporkan 89 laporan
pelanggaran selama referendum, hingga puncaknya pada 30 Agustus 1999 di
seluruh Timor Timur terjadi gelombang protes kelompok Pro-Integrasi yang
kecewa. Mereka menyaksikan sendiri pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan
oleh UNAMET beserta staf lokal selama pencoblosan berlangsung
Intervensi dari asing ini tidak hanya terbatas dari peran UNAMET, Media
internasional pun tak luput dari kepentingan terselubung dalam penyampaian
nformasinya mengenai Timor-Timur. Mereka memanipulasi dan melebih-
lebihkan kenyataan agar terlihat keburukan penanganan yang dilakukan oleh
pemerintah Indonesia dan hal ini menbuat citra indonesia menjadi sangat buruk
di mata dunia internasional.
Pengiriman intelijen asing tanpa sepengetahuan pemerintah Indonesia yang
dilakukan oleh Amerika, Australia, Selandia Baru, dan sekutunya untuk
memantau dan menyadap informasi mengenai Timor-Timur. Australia memiliki
motif terselubung yang kuat dibandingkan negara-negara lainnya. Dapat
dibuktikan dengan surat PM Howard yang mendesak Presiden Habibie untuk
segera menyelenggarakan referendum diikuti oleh serangkaian lobi intens.
Kedua, Australia segera membuka kantor konsulat di Dili. Ketiga, kontribusi
Australia yang cukup besar dalam UNAMET, hingga mencakup 60%. Kelima,
alokasi 2.500 pasukan di Darwin yang sewaktu-waktu siap dimobilisasi masuk
ke Timor Timur. Kelima, Australia sangat berambisi untuk memimpin Civpol
UNAMET. Keenam, aktivitas intelijen Australia ASIS yang menyadap informasi
komunikasi TNI dan mencuri dokumen rahasia Indonesia. Berbagai analisis
muncul untuk mengetahui motif Australia yang sebenarnya
Australia memanfaatkan Timor-Timur sebagai daerah penyangga (buffer
zone) untuk menangkal gangguan keamanan dari utara, dalam hal ini Indonesia.
Bila ia menguasai Timor-Timur, segala sepak terjang Indonesia akan terpantau.
Kemungkinan kedua, Timor-Timur akan dijadikan daerah pemasaran barang dan
jasa Australia. Kemungkinan ketiga, Timor-Timur memiliki cadangan minyak
dan gas yang sangat besar di Celah Timor dan tentu saja hal ini menarik
perhatian banyak pihak, tidak terkecuali Australia .Oleh karena itu,
permasalahan dalam negeri Indonesia terkait dengan masalah separatisme di
Timor-timur menjadi terinternasionalisasi karena adanya campur tangan pihak-
pihak asing di dalamnya.
BAB 3. PENUTUPAN
3.1.Kesimpulan
Indonesia yang telah memasuki tahapan demokrasi yang cukup matang
adalah modal utama bagi Australia untuk mengadakan kontak kelembagaan yang
dapat menyebabkan meluasnya pengaruh Australia di Indonesia Paul Keating
membahasakan Soeharto dengan sebutan ”Bapak”. Tanpa ada upaya sungguh-
sungguh untuk saling memahami kultur dan kebiasaan masing-masing, maka
munculnya kerikil-kerikil tajam didalam hubungan baik kedua negara tidak bisa
dihindari. Hubungan baik muncul karena besarnya perhatian Australia terhadap
bencana yang dihadapi oleh Indonesia ini seharusnya dapat dijadikan momentum
untuk merapatkan kembali hubungan baik kedua negara. PBB siap bekerja sama
dalam pelaksanaan pengadilan tersebut. PBB juga meminta pihak intelejen
Australia tetep dalam posisi siap.
Hubungan diplomatik antara Australia-Indonesia di bawah kepemimpinan
Paul Keating berjalan baik dapat dikatakan sangat dekat, bukan tidak mungkin
akan menjadi tanda Tanya, jika kelompok oposisi dalam pemilu Australia masa
yang akan datang memperoleh kemenangan.
Indonesia dan Australia sebagai dua negara yang secara geografis
bertetangga, tidak akan mungkin bisa mengelak untuk saling berhubungan.
Hubungan bilateral Indonesia dan Australia tergolong hubungan yang sangat
unik, di satu sisi menjanjikan berbagai peluang kerjasama namun di sisi lain juga
penuh dengan berbagai tantangan. Berbagai perbedaan menyolok diantara kedua
negara dan bangsa bertetangga yang terkait dengan kebudayaan, tingkat
kemajuan pembangunan, orientasi politik yang mengakibatkan perbedaan
prioritas kepentingan menjadi penyebab utama hal ini terjadi. Tidak dapat
dipungkiri bahwa perbedaan-perbedaan tersebut akan menciptakan berbagai
masalah yang akan selalu mewarnai hubungan kedua negara di masa-masa
mendatang.
3.2.Saran
a. Semoga makalah ini menjadi referensi yang memadahi.
b. Kritik dan saran sangat kami perlukan untuk perbaikan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Anne, Kerry Walsh. (2013). The Stalking of Julia Gillard. Australia: Allen &
Unwin Aulich, Chris and Mark Evans. (2010). The Rudd Goverment
Australian Commonwealth
Administration 2007-2010. Canberra: ANU E Press.
Burchill, Scott and Andrew Linklater. (1996). Teori-Teori Hubungan
Internasional.
Bandung: Nusa Media.
Chusnul Mar‟iyah. (2005). Indonesia-Australia Tantangan dan Kesempatan
dalam Hubungan Politik Bilateral. Jakarta: Granit.
Daniel Murdiyaso. (2007).Protokol Kyoto Implikasinya bagi Negara
Berkembang. Jakarta: Kompas.
Donald Ary et al.(2004).Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan dalam Arief
Furchan (penerjemah).Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hadi Soebadjo. (2002). Keterlibatan Australia dalam Pemberontakan
PRRI/Permesta.
Hidayat. F. A dan H.G. Abdurasyid. (2007). Ensklopedia: Negara-Negara di Dunia.
Bandung: Pustaka Grafika.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka.
Hellius Sjamsuddin.(2007).Metodologi Sejarah.Yogyakarta:Ombak.
Hans Morgenthau, J. (1990).Politik Antarbangsa. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia Jawahir Thontowi. (2009). Penegakan Hukum & Diplomasi
Pemerintahan SBY.
Yogyakarta: Leutika.
Louis Gottschalk.Understanding History: A Primer of Historical Method, a.b,
Nugroho Notosusanto. MengertiSejarah. Jakarta: Universitas Indonesia
Press, 1975.
Moh.Nazir.(2011).Metode Penelitian.Ghalia
Indonesia. Siboro, J.(1989).Sejarah
Australia.Jakarta:IKIP Bandung.
Stuart, Nicholas. (2007). “Kevin Rudd: An Unauthorised Political Biography”.
Carlton North: Scribe.
Sunardi. (1985). Politik Luar Negeri Australia di Bawah Partai Buruh. Jakarta:
Grafindo Utama.
Surat Harian Kompas
Suryadinata, Leo.(1998). Politik Luar Negeri Indonesia di Bawah Soeharto: Hubungan
Indonesia dengan Australia dan Papua New Guinea. Jakarta: LP3ES.
Tim Penulis.(1973).Hubungan Australia-Indonesia.Jakarta: Kantor Penerangan
Kedutaan Besar Australia
Van Der Kroef, Justus.(1976). Masalah Politik dan Keamanan Australia.
Jakarta: Yayasan Paritrana.
Embassy of the Republic Indonesia. Memanfaatkan Hubungan dengan Australia.
News Bulletin, 1 July 2008.Editor : Jurnal Nasional
Ikrar Nusa Bhakti. Taruhan Politik John Howard. (2007). Yogyakarta: LIPI

Anda mungkin juga menyukai