Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

FILSAFAT UMUM “FILSAFAT AGAMA”


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Filsafat Umum

Dosen Pengampu : Hammad Mutawakkil Habatillah, S. Sos.,M.Pd

Disusun Oleh:

Ahmad Fajar Dewantara (2303004313)

Hamzah Muksalmina (2303004309)

Sifa Aulia Iskandar (2303004229)

INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

2023

JL. Kyai Haji Ahmad Fadlil No.1, Dewasari, Kec. Cijeungjing, Kabupaten
Ciamis, Jawa Barat 46271
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materi. Tidak lupa kami
ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Filsafat Umum, bapak
Hammad Mutawakkil Habatillah, S. Sos.,M.Pd yang membimbing kami dalam
pengerjaan tugas makalah ini. Mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat
kesalahan yang belum kami ketahui. Maka dari itu, kami mohon sarn dan kritik
dari teman-teman maupun dari dosen, demi tercapainya makalah yang sempurna.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini
bias pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Ciamis, 21 Oktober 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. Latar Belakang ............................................................................. 1


B. Rumusan masalah ........................................................................ 5
C. Tujuan masalah ............................................................................ 5
D. Metode Penulisan ......................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 6

A. Pengertian Filsafat Agama ........................................................... 6


B. Agama dan Kepercayaan ............................................................. 7
C. Argumen Tentang Tuhan .............................................................. 8
D. Agama Dalam Masyarakat Modern ............................................... 12
E. Konsep Agama Islam .................................................................... 13

BAB III PENUTUP ...................................................................................... 20

A. Kesimpulan .................................................................................. 20
B. Saran ........................................................................................... 20

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut catatan sejarah, filsafat bermula di Yunani. Bangsa Yunani mulai


mempergunakan akal ketika mempertanyakan mitos yang berkembang di
masyarakat sekitar abad VI SM. Perkembangan pemikiran ini menandai
usaha manusia untuk mempergunakan akal dalam memahami segala sesuatu.
Pemikiran Yunani sebagai embrio filsafat Barat berkembang menjadi titik
tolak pemikiran Barat abad pertengahan, modern dan masa berikutnya.

Disamping menempatkan filsafat sebagai sumber pengetahuan, Barat juga


menjadikan agama sebagai pedoman hidup, meskipun memang harus diakui
bahwa hubungan filsafat dan agama mengalami pasang surut. Pada abad
pertengahan misalnya dunia Barat didominasi oleh dogmatisme gereja
(agama), tetapi abad modern seakan terjadi pembalasan terhadap agama.
Peran agama di masa modern digantikan ilmu-ilmu positif. Akibatnya, Barat
mengalami kekeringan spiritualisme. Namun selanjutnya, Barat kembali
melirik kepada peranan agama agar kehidupan mereka kembali memiliki
makna.

Filsafat dan agama secara umum merupakan pengetahuan. Jika agama


merupakan pengetahuan yang berasal dari wakyu, filsafat sendiri adalah hasil
dari pemikiran manusiaDasar-dasar agama merupakan pokok-pokok
kepercayaan ataupun konsep tentang ketuhanan, alam, manusia, baik buruk,
hidup dan mati, dunia dan akhirat. Dan lain - lain. Sedangkan filsafat adalah
sistem kebenaran tentang agama sebagai hasil berfikir secara radikal,
sistematis dan universal.

Jika agama membincangkan tentang eksistensi-eksistensi di alam dan


tujuan akhir perjalanan segala maujud, lantas bagaimana mungkin agama
bertentangan dengan filsafat. Bahkan agama dapat menyodorkan asumsi-
asumsi penting sebagai subyek penelitian dan pengkajian filsafat.
Pertimbangan-pertimbangan filsafat berkaitan dengan keyakinan-keyakinan

1
dan tradisi-tradisi agama hanya akan sesuai dan sejalan apabila seorang
penganut agama senantiasa menuntut dirinya untuk berusaha memahami dan
menghayati secara rasional seluruh ajaran, doktrin, keimanan dan
kepercayaan agamanya. Dengan demikian, filsafat tidak lagi dipandang
sebagai musuh agama dan salah satu faktor perusak keimanan, bahkan
sebagai alat dan perantara yang bermanfaat untuk meluaskan pengetahuan
dan makrifat tentang makna terdalam dan rahasia-rahasia doktrin suci agama,
dengan ini niscaya menambah kualitas pengahayatan dan apresiasi kita
terhadap kebenaran ajaran agama.

Walaupun hasil-hasil penelitian rasional filsafat tidak bertolak belakang


dengan agama, tapi selayaknya sebagian penganut agama justru bersikap
proaktif dan melakukan berbagai pengkajian dalam bidang filsafat sehingga
landasan keimanan dan keyakinannya semakin kuat dan terus menyempurna,
bahkan karena motivasi keimananlah mendorongnya melakukan observasi
dan pembahasan filosofis yang mendalam terhadap ajaran-ajaran agama itu
sendiri dengan tujuan menyingkap rahasia dan hakikatnya yang terdalam.

Filsafat dan agama mempunyai hubungan yang sangat reflektif dengan


manusia, dikarenakan mempunyai keduanya mempunyai keterkaitan,
keduanya tidak bisa berkembang apabila tidak ada alat dan tenaga utama yang
berada dalam diri manusia. Tiga alat dan tenaga utama manusia adalah akal
pikiran, rasa, dan keyakinan.

Dengan satu ungkapan dapat dikatakan bahwa filosof agama mestilah dari
penganut dan penghayat agama itu sendiri. Lebih jauh, filosof-filosof hakiki
adalah pencinta-pencinta agama yang hakiki. Sebenarnya yang mesti menjadi
subyek pembahasan di sini adalah agama mana dan aliran filsafat yang
bagaimana memiliki hubungan keharmonisan satu sama lain. Adalah sangat
mungkin terdapat beberapa ajaran agama, karena ketidaksempurnaannya,
bertolak belakang dengan kaidah-kaidah filsafat, begitu pula sebaliknya,
sebagian konsep-konsep filsafat yang tidak sempurna berbenturan dengan
ajaran agama yang sempurna.

2
Karena asumsinya adalah agama yang sempurna bersumber dari hakikat
keberadaan dan mengantarkan manusia kepada hakikat itu, sementara filsafat
yang berangkat dari rasionalitas juga menempatkan hakikat keberadaan itu
sebagai subyek pengkajiaannya, bahkan keduanya merupakan bagian dari
substansi keberadaan itu sendiri. Keduanya merupakan karunia dari Tuhan
yang tak dapat dipisah-pisahkan. Filsafat membutuhkan agama (wahyu)
karena ada masalah-masalah yang berkaitan dengan dengan alam gaib yang
tak bisa dijangkau oleh akal filsafat. Sementara agama juga memerlukan
filsafat untuk memahami ajaran agama. Berdasarkan perspektif ini, adalah
tidak logis apabila ajaran agama dan filsafat saling bertolak belakang.

Dalam sebuah ungkapan ada kalimat yang sangat menarik, yang, “Saya
beriman supaya bisa mengetahui. Apabila kalimat ini kita balik akan menjadi:
jika saya tidak beriman, maka saya tak dapat mengetahui. Tak dapat
disangkal bahwa dapat diyakini bahwa keimanan agama adalah sumber
motivasi dan pemicu yang kuat untuk mendorong seseorang melakukan
penelitian dan pengkajian yang mendalam terhadap ajaran-ajaran doktrinal
agama, lebih jauh, keimanan sebagai sumber inspirasi lahirnya berbagai ilmu
dan pengetahuan. Kesempurnaan iman dan kedalaman pengahayatan
keagamaan seseorang adalah berbanding lurus dengan pemahaman
rasionalnya terhadap ajaran-ajaran agama, semakin dalam dan tinggi
pemahaman rasional maka semakin sempurna keimanan dan semakin kuat
apresiasi terhadap ajaran-ajaran agama. Baik agama maupun filsafat pada
dasarnya mempunyai kesamaan dalam tujuan, yakni mencapai kebenaran
yang sejati. Agama yang dimaksud di sini adalah agama Samawi.

Manusia membutuhkan rasionalisasi dalam semua aspek kehidupannya,


termasuk dalam doktrin-doktrin keimanannya, karena akal dan rasio adalah
hakikat dan substansi manusia, keduanya mustahil dapat dipisahkan dari
wujud manusia, bahkan manusia menjadi manusia karena akal dan rasio.
Tolok ukur kesempurnaan manusia adalah akal dan pemahaman rasional.
Akal merupakan hakikat manusia dan karenanya agama diturunkan kepada
umat manusia untuk menyempurnakan hakikatnya. Penerimaan, kepasrahan

3
dan ketaatan mutlak kepada ajaran suci agama sangat berbanding lurus
dengan rasionalisasi substansi dan esensi ajaran-ajaran agama.

Substansi dari semua ajaran agama adalah keyakinan dan kepercayaan


terhadap eksistensi Tuhan, sementara eksistensi Tuhan hanya dapat
dibuktikan secara logis dengan menggunakan kaidah-kaidah akal-pikiran
(baca: kaidah filsafat) dan bukan dengan perantaraan ajaran agama itu sendiri.
Walaupun akal dan agama keduanya merupakan ciptaan Tuhan, tapi karena
wujud akal secara internal terdapat pada semua manusia dan tidak seorang
pun mengingkarinya, sementara keberadaan ajaran-ajaran agama yang
bersifat eksternal itu tidak diterima oleh semua manusia.

Dengan demikian, hanya akallah yang dapat kita jadikan argumen dan
dalil atas eksistensi Tuhan dan bukan ajaran agama. Seseorang yang belum
meyakini wujud Tuhan, lantas apa arti agama baginya. Kita mengasumsikan
bahwa ajaran agama yang bersifat doktrinal itu adalah ciptaan Tuhan,
sementara belum terbukti eksistensi Pencipta dan pengenalan sifat-sifat
sempurna-Nya, dengan demikian adalah sangat mungkin yang diasumsikan
sebagai "ciptaan Tuhan" sesungguhnya adalah "ciptaan makhluk lain" dan
makhluk ini lebih sempurna dari manusia (sebagaimana manusia lebih
sempurna dari hewan dan makhluk-makhluk alam lainnya). Lantas bagaimana
kita dapat meyakini bahwa seluruh ajaran agama itu adalah berasal dari
Tuhan. Walaupun kita menerima eksistensi Tuhan dengan keimanan dan
membenarkan bahwa semua ajaran agama berasal dari-Nya, tapi bagaimana
kita dapat menjawab soal bahwa apakah Tuhan masih hidup? Kenapa
sekarang ini tidak diutus lagi Nabi dan Rasul yang membawa agama baru?
Dan masih banyak lagi soal-soal seperti itu yang hanya bisa diselesaikan
dengan kaidah akal-pikiran. Berdasarkan perspektif ini, akal merupakan
syarat mendasar dan mutlak atas keberagamaan seseorang, dan inilah rahasia
ungkapan yang berbunyi: Tidak ada agama bagi yang tidak berakal.

4
B. Rumusan Masalah

Adapun masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :

1. Apa pengertian dari filsafat agama?


2. Apa yang dimaksud agama dan kepercayaan?
3. Apa saja argumen tentang tuhan?
4. Bagaimana Agama dalam masyarakat modern?
5. Apa saja konsep agama islam?

C. Tujuan Penulisan

Adapun manfaat penbuatan makalah ini adalah :

 Agar mahasiswa mampu mengetahui pengertian filsafat dan agama


 Agar mahasiswa dapat menjelaskan apa saja perbedaan dan hubungan
antara filsafat dan agama.
 Mahasiswa mampu menjabarkan apa saja masalah-masalah yang timbul
dalam masalah filsafat dan agama.

D. Metode Penulisan

Metode yang digunakan penulis adalah metode kepustakaan yaitu


memberikan gambaran tentang materi-materi yang berhubungan dengan
permasalahan melalui literatur buku-buku yang tersedia, tidak lupa juga
penulis ambil sedikit dari media massa/internet. Dan diskusi mengenai
masalah yang dibahas dengan teman-teman.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian filsafat agama


Setelah diketahui pengrtian filsafat dan agama, maka defenisi
filsafat agama diperoleh dari gabungan keduanya, yaitu sebagai suatu
usaha membahas tentang unsur-unsur pokok agama secara mendalam,
rasional, menyeluruh, sistematis, logis, dan bebas. Harun Nasution
mengemukakan bahwa filsafat agama adalah berfikir tentang dasar-dasar
agama menurut logika yang bebas. Pemikiran ini terbagi menjadi dua
bentuk, yaitu:
Pertama membahas dasar-dasar agama secara analitis dan kritis
tanpa terikat kepada ajaran agama, dan tanpa tujuan untuk menyatakan
kebenaran suatu agama. Kedua membahas dasar-dasar agama secara
analitis dan kritis dengan maksud untuk menyatakan kebenaran suatu
ajaran agama atau sekurang-kurangnya untuk menjelaskan bahwa apa
yang diajarkan agama tidaklah mustahil dan tidak bertentangan dengan
logika. Dasar-dasar agama yang dibahas antara lain pengiriman rasul,
ketuhanan, roh manusia, keabadian hidup, hubungan manusia dengan
Tuhan, soal kejahatan, dan hidup sesudah mati dan lain-lain. Oleh sebab
itu pengertian filsafat agama adalah berfikir secara kritis dan analitis
menurut aturan logika tentang agama secara mendalam sampai kepada
setiap dasar-dasar agama itu.
Menurut C.D. Mulder, filsafat agama merupakan bagian dari
filsafat ketuahanan. Filsafat ketuhanan termasuk filsafat sistematis yang
mempelajari kosmos, manusia dan Tuhan. Geddes Mac Gregor
menekankan pembahasan filsafat agama pada kejelasan perbedaan antara
hal yang menarik hati dalam agama dan berfikir tentang agama. Yang
pertama adalah aktifitas hati, sedangkan yang kedua adalah aktifitas akal.
Selanjutnya, Gregor mengatakan bahwa pendekata intelektual terhadap
agama tidak akan memuaskan hati karena pendekatan intelektual akan
memuaskan akal.

6
B. Agama dan Kepercayaan
Kepercayaan adalah salah satu konsep yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Setiap orang memiliki kepercayaan masing-masing yang
memengaruhi perilaku dan pandangan hidupnya. Namun, apa sebenarnya
yang dimaksud dengan kepercayaan? Bagaimana kepercayaan memengaruhi
perilaku manusia dan bagaimana konsep kepercayaan terkait dengan agama
dan keyakinan?
Dalam perspektif filsafat, kepercayaan dapat didefinisikan sebagai
keyakinan atau pandangan yang diyakini oleh seseorang. Kepercayaan bisa
berasal dari pengalaman, pendidikan, maupun pengaruh lingkungan.
Kepercayaan juga bisa berbeda-beda antara satu orang dengan yang lain,
bergantung pada latar belakang dan pengalaman hidupnya.
Kepercayaan juga memengaruhi perilaku manusia. Kepercayaan bisa
menjadi motivasi bagi seseorang untuk melakukan suatu tindakan, atau
bahkan menjadi landasan moral yang mengatur perilaku seseorang.
Kepercayaan juga bisa memengaruhi cara pandang seseorang terhadap
dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya.
Dalam konteks agama dan keyakinan, kepercayaan menjadi salah satu
konsep yang sangat penting. Agama sering dihubungkan dengan kepercayaan
terhadap keberadaan Tuhan atau kekuatan yang lebih tinggi. Keyakinan
dalam agama juga bisa memengaruhi perilaku manusia dalam kehidupan
sehari-hari, seperti dalam hal melakukan perbuatan baik atau mematuhi
perintah agama. Namun, kepercayaan juga bisa berbeda-beda dalam setiap
agama atau keyakinan. Ada yang mengandalkan iman dan keyakinan dalam
menjalani kehidupannya, sementara yang lain mengandalkan pengalaman
atau bukti-bukti empiris dalam menentukan kepercayaannya.
Dalam akhirnya, kepercayaan adalah konsep yang kompleks dan
melibatkan banyak faktor yang memengaruhi. Namun, dengan memahami
konsep kepercayaan dari perspektif filsafat, kita dapat memahami lebih dalam
bagaimana kepercayaan memengaruhi perilaku manusia dan bagaimana
konsep kepercayaan terkait dengan agama dan keyakinan.Apa pengertian dari
filsafat agama?

7
C. Argumen Tentang Tuhan
Pada esensinya, Tuhan dipahami sebagai zat Mahakuasa. Beragam konsep
tentang Tuhan yang tidak mengarah kepada kesepakatan konsensus ini yang
mengarahkan kepada banyaknya gagasan tentang siapa sosok Tuhan dari
beragam kalangan atau perspektif dalam sejarah babakan manusia.
Beragam aliran konsep tentang ketuhanan tersebut, pertama, dinamisme,
yang berasal dari bahasa Yunani “dynamis” yang berarti kekauatan. Konsep
yang digunakan oleh kebanyakan manusia primitive dengan tingkat
kebudayaan masih rendah ini menganggap bahwasannya tiap-tiap benda di
sekelilingnya memiliki kekuatan yang misterius. Kedua, animisme, dari
bahasa latin “anima” yang berarti jiwa, juga dianut oleh masyarakat primitif
yang menganggap semua benda baik yang bernyawa dan tak bernyawa
memiliki jiwa atau roh tersebut. Ketiga, politeisme, dari bahasa Yunani “poli”
yakni banyak, bahwasannya mereka percaya dan menyembah tuhan-tuhan
dengan wilayah kekuatannya masing-masing. Keempat, henoteisme yang
dalam perkembangannya menyembah satu dewa saja di antara tuhan-tuhan
lainnya. Kelima, dari bahasa Yunani “monos” artinya tunggal, aliran konsep
ini menyembah pada Tuhan yang pertama dan satusatunya.
Monoteisme ini ada yang berbentuk deisme dan teisme, yang sama-sama
menganggap Tuhan dalam perspektif natural atau agama natural. bedanya,
deisme berpandangan bahwa Tuhan membiarkan secara mekanis ala mini
berjalan sendiri tanpa campur tangan-Nya setelah menciptakan alam ini.
Sedangkan, teisme sebaliknya, bahwa Tuhan transenden sekaligus immanen.
Keenam, panteisme, dari bahasa Yunani “pan” berarti semua, bahwasannya
seluruh kosmos ialah Tuhan. Ketujuh, ateisme, yang menyangkal keberadaan
Tuhan. Kedelapan, naturalisme, bahwa alam yang diciptakan Tuhan ini
menurut pada hukum-hukm tabiat atau sebab dan musabahnya. Jadi, alam
tidaklah bergantung pada kekuatan gaib atau supernatural. Kesembilan,
agnostisisme, kepercayaan ini tidak dnegan tegas menolak keberadaan Tuhan
layaknya ateisme, orang dalam kepercayaan ini berpotensi antara percaya dan
tidak dengan meletakkan sikap skeptisisme atau ragu-ragu dalam melihat
keberadaan Tuhan.

8
Tema ketuhanan dalam perbincangan di ranah filosofis sendiri menjadi
salah satu tema besar dalam sejarah perkembangan filsafat. Immanuel Kant
sendiri menyatakan bahwa kebenaran yang terkandung dalam keberadaan
Tuhan ini ialah kebenaran yang postulat, yakni kebenaran yang tertinggi
dalam tingkat kebenaran, kebenaran yang tidak terbantahkan dan kebenaran
yang sifatnya sendiri berada di luar jangkauan kebenaran indra ataupun ilmu
pengetahuan. Adanya beragam gagasan dari berbagai tokoh ataupun
pandangan kultural ini membuat jalan-jalan kebenaran untuk mengetahui
siapa sosok Tuhan lewat agama yang kita kenal hingga saat ini. Dalam
diskursus wacana filsafat agama sendiri, ada berbagai proposisi argumentatif
dengan beberapa karakteristik dalam upaya membuktikan keberadaan sosok
Tuhan, di antaranya argumen dalam aspek ontologis, kosmologis, teologis
dan argumen moral. Sebagian besar para filosof sendiri lebih fokus dalam
menggunakan tiga argumen dalam aspek: ontologis, kosmologis, dan
teleologi. Argumen ontologis yang mencoba untuk membuktikan bahwa
“ketiadaan” Tuhan merupakan sesuatu yang mustahil, sebaliknya
keberadaannya menjadi niscaya. Lalu, argumen kosmologis mencoba untuk
membuktikan batasan antara yang general dan spasial-temporal dalam alam
semesta sebagai sesuatu yang ada dan mengalami perubahan, dan itu
menunjukkan keharusan kebenaran postulasi adanya Tuhan untuk
menerangkannya. Serta argumen teologis yang mencoba untuk membuktikan
bahwa keberadaan Tuhan, keindahan dan keberangkaiannya, menunjukkan
adanya proses pemikiran tentang suatu rancangan, yang berarti ada “sesuatu”
yang merancangnya.
Lebih lanjut, dalam tulisan ini akan dipaparkan beberapa argumen beserta
tokoh-tokoh yang mewakili di dalamnya untuk menjelaskan eksistensi tuhan
lewat jalan argumen yang sebelumnya sudah dipaparkan, yakni ontologis,
kosmologis, teleologis, dan argumen moral.

9
 Argumen Ontologis

Pembahasan argumen tentang keberadaan Tuhan yang pertama ini


akan dilihat secara ontologis. Kata ontologi sendiri berasal dari bahasa
Latin “ontos” berarti “berada (yang ada)”. Obyek telaah ontologi adalah
yang ada tidak terikat pada satu perwujudan tertentu, ontologi membahas
tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang
dimuat setiap kenyataan yang meliputi segala realitas dalam semua
bentuknya.

1. Argumen ontologis ini pertama kali di pelopori oleh Plato (428-348


SM) dengan teori alam idenya. Alam semesta ini merupakan
memesis (peniruan) dari alam ide.Alam ide berada di luar alam nyata
dan ide-ide itu kekal. Benda-benda yang tampak dialam nyata dan
senantiasa berubah, bukanlah sebuah hakikat tetapi hanya bayangan.
Yang mutlakbaik (the absolute good ) itu adalah sumber, tujuan dan
sebab dari segala yang ada. Yangmutlak baik itu disebut Tuhan.
2. Argumen ontologis kedua dikembangkan oleh Agustinus (354-430
M). Menurut Agustinus, manusia mengetahui dari pengalamannya
bahwa dalam alam ini ada kebenaran.Akal manusia mampu
mengetahui adanya kebenaran. Dengan kata lain, akal manusia
mengetahui bahwa diatasnya masih ada suatu kebenaran tetap.
Kebenaran yang tidak berubah-ubah itulah yang menjadisumber dan
cahaya bagi akal dalam mengetahui apa yang benar.Kebenaran tetap
dan kekal itu merupakan kebenaran mutlak dan kebenaran mutlak itu
yang disebut dengan Tuhan.
 Argumen Kosmologis

Argumen kosmologis ini disebut sebagai argumen dalam ranah


sebab-musabab atau sebab-akibat yang muncul dari paham bahwa alam
bersifat mungkin (mumkin-contingent) dan bukan bersifat wajib dalam
wujudnya. Dengan kata lain alam adalah akibat dan setiap akibat tentu
ada sebabnya. Alam menjadi lebih wajib adanya ketimbang akibat dan
sekaligus mendahului alam. Zat yang menyebabkan alam tidak mungkin

10
alam itu sendiri. Sebab itu harus ada zat yang lebih sempurna dari alam,
Dia yang menjadi awal dan yang terakhir. Argumen kosmologis tentang
keberadaan Tuhan ini pertama kali juga dicetuskan oleh Plato dengan
melakukan sebuah pembuktian adanya Tuhan berdasarkan dua macam
gerakan yang ada di dunia ini, yakni gerakan asli dan gerakan yang
digerakan. Gerakan asli hanya bisa dilakukan oleh wujud yang hidup,
sedangkan gerakan yang digerakan tergantung pada gerakan dari wujud
yang hidup. Plato menyatakan bahwa seluruh gerak alam semesta ini
secara mutlak disebabkan oleh aktivitas sesuatu yang berjiwa. Dan wujud
inilah yang mengatur dan memelihara sehingga disebut sebagai Yang
Maha Pemelihara dan bersifat Maha Bijaksana.

 Argumen Teologis

Argumen teologis merupakan pembuktian yang lebih spesifik dari


pembuktian kosmologis.Pembuktian ini pada dasarnya berangkat dari
kenyataan tentang adanya aturan-aturan yang terdapat dalam alam
semesta yang tertib, tapih dan bertujuan. Secara sederhana pembuktian
ini beranggapan bahwa:

1) Serba teraturnya alam memiliki tujuan,

2) Serba teraturnya dan keharmonisan ala mini tidaklah oleh kemampuan


alam itu sendiri,

3) Di balik ala mini ada sebab yang Maha Bijak.

William Paley (1743 – 1805 M.), seorang teolog Inggris,


menyatakan bahwa alam ini penuh dengan keteraturan. Di balik itu
semua ada Pencipta Yang Maha Kuasa. Tuhan menciptakan itu semua
ada tujuan tertentu. Seperti halnya Tuhan menciptakan mata bagi
makhluknya.

Dalam paham teleologi, segala sesuatu dipandang sebagai


organisasi yang tersusun dari bagian – bagian yang mempunyai
hubungan erat dan saling bekerja sama. Tujuan dari itu semua adalah

11
untuk kebaikan dunia dalam keseluruhan. Alam ini beredar dan
berevolusi bukan karena kebetulan, tetapi beredar dan berevolusi kepada
tujuan tertentu, yaitu kebaikan universal, dan tentunya ada yang
menggerakkan menuju ke tujuan tersebut dan membuat alam ini beredar
maupun berevolusi ke arah itu. Zat inilah yang dinamakan Tuhan.

 Argumen Moral

Argumen ini bertanya tentang tujuan dari hukum moral:


Kemanakah keberlakuan mutlak hukum ini terarah? Oleh karena makna
dari suatu tindakan pada akhirnya ditentukan oleh tujuannya juga, maka
kiranya bisa dikatakan bahwa argumen kedua ini mau bertolak dari
makna tindakan kita yang bebas dan bertanggungjawab. Ia bertanya
tentang makna hidup manusia secara keseluruhan sebagai hidup yang
berada di bawah hukum kebebasan. Dalam kaitannya dengan masalah ini,
di dalam buku Kritik der reinen Vernunft (Kritik atas Rasio Murni, 1781)
Kant untuk pertama kali mengembangkan cara yang khas bagi
pembuktian eksistensi Tuhan lewat jalan moral.

D. Agama Dalam Masyarakat Modern


Agama dalam ruang publik dan Agama dalam masyarakat modern dalam
pemikiran Jürgen Habermas merupakan dua sisi yang berbeda, tetapi
memiliki substansi yang sama, di mana agama ditempatkan pada ruang publik
bukan pada ruang privat. Masyarakat modern yang selalu ditandai dengan
demokrasi, sekularisasi, dan pluralisme menempatkan agama pada posisi
untuk dilakukan pembacaan lain dan pendekatan pada interpretasi yang
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban modern.
Diferensiasi fungsional yang mendorong ke arah individualisasi agama tidak
secara niscaya mengimplikasikan hilangnya pengaruh dan relevansi agama,
baik dalam arena politik, budaya masyarakat, maupun tingkah laku sehari-
hari.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tak dapat dipisahkan dari


masyarakat dan kebudayaan di mana ia tumbuh. Pengetahuan hanya bisa

12
berkembang bila ada “kesadaran” untuk mengembangkan, memanfaatkan dan
memaknainya dalam kehidupan sehari-hari. Karenanya, pengetahuan tidak
hanya persoalan epistemologis, tetapi juga persoalan sosial dan kebudayaan.
Dalam konteks sosial, pengetahuan dikatakan “dikonstruksi secara sosial’
(social construction of knowledge). Dengan perkataan lain, struktur sosial,
mentalitas dan nilai-nilai budaya yang tumbuh di dalam sebuah masyarakat
sangat menentukan bentuk, pertumbuhan dan arah perkembangan
pengetahuan. Relevan dengan apa yang terjadi pada kondisi sekarang ini,
terutama agama dan masyarakat, diibaratkan seperti ikan dan air, keduanya
tidak dapat dipisahkan. Masih relevankah sekarang membahas agama di
ruang publik atau masyarakat modern sekarang ini?, untuk membahas
pertanyaan tersebut, salah satunya adalah pandangan Jurgen Habermas.

E. Konsep Agama Islam

Tidak ada satupun definisi agama yang dapat diterima secara umum. Para
filosof, sosiolog, psikolog dan teolog telah merumuskan definisi tentang
agama menurut caranya masing-masing. Tidak adanya definisi agama yang
dapat diterima secara umum itu, antara lain dikarenakan memberikan definisi
atau pengertian agama itu merupakan ha! yang cukup sulit, sebagaimana
dijelaskan Mukti Ali dalam ceramahnya berjudul "Agama, Universitas dan
Pembangunan" di IKIP Bandung pada tanggal 04 Desember 1971.

Paling sedikit ada tiga alasan untuk hal ini. Pertama karena pengalaman
agama itu adalah soal bathin dan subyektif, juga sangat individualistis .Alasan
kedua ialah, bahwa barangkali tidak ada orang yang berbicara begitu
bersemangat dan emosional lebih daripada membicarakan agama. maka
dalam membahas tentang arti agama selalu ada emosi yang kuat sekali hingga
sulit memberikan arti kalimat agama itu. Alasan ketiga ialah, bahwa konsepsi
tentang agama akan dipengaruhi oleh tujuan orang yang memberikan
pengertian tentang agama itu. Para ahli telah banyak yang membuat definisi
mengenai agama, di antaranya ada yang mengemukakan bahwa agama
identik dengan religion dalam bahasa Inggris.

13
Dalam arti teknis, kata religion (bahasa lnggris), sama dengan religie
(bahasa Belanda), din (bahasa Arab), dan agama (bahasa Indonesia).
Kemudian, baik religion (bahasa lnggrjs) maupun religie (bahasa Belanda),
kedua-duanya berasal dari bahasa induk kedua bahasa termaksud, yaitu
bahasa Latin : "relegere, to treat carefully, relegare, to bind together; atau
religare, to recover". Religi dapat juga diartikan mengumpulkan dan
membaca. Agama memang merupakan kumpulan c.ara-c.ara mengabdi
kepada Tuhan, yang dibaca dari sebuah kumpulan berbentuk kitab suci.

Ditinjau dari bahasa sanskrit, kata agama dapat diartikan dari susunannya
yaitu, “a” artinya tidak, dan “gama” artinya pergi, jadi tidak pergi. Artinya
tetap ditempat; diwarisi turun temurun. Dalam istilah Fachroed.Din al-Kahiri,
agama diartikan dengan a berarti tidak, gama berarti kocar-kacir, berantakan,
chaos (Griek). Ini artinya tidak berantakan, tidak kocar-kacir. Ada juga yang
mengartikan agama itu teks atau kitab suci.

Secara terminologis, Harun Nasution memberikan definisi definisi tentang


agama sebagai berikut:

1. Pengakuan adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang


harus dipatuhi.
2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia
3. Mengikat diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan
pada suatu sumber yang berada di Iuar diri manusia dan yang
mempengaruhi perbuatan manusia.
4. Suatu sistem tingkah laku (code of conduct) yang berasal dari
kekuatan gaib.
5. Kepercayaan kepada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara
hidup tertentu.
6. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini
bersum-ber dari suatu kekuatan gaib.
7. Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah
dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat pada
alam sekitar manusia.

14
8. Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui
seorang Rasul.

Harun Nasution mengemukakan unsur-unsur penting yang ada dalam agama,


yaitu sebagai berikut:

1. Kekuatan gaib: Manusia merasa dirinya lemah dan berhajat kepada


kekuatan gaib tersebut sebagai tempat meminta tolong.
2. Keyakinan manusia bahwa kesejahteraannya di dunia danhidupnya di
akhirat tergantung pada adanya hubungan dengan kekuatan gaib
dimaksud.
3. Respon yang bersifat emosional dari manusia.
4. Paham adanya yang kudus (sacred) dan suci, dalam bentuk kekuatan
gaib dalam kitab yang mengandung ajaran-ajaran agama bersangkutan
dan dalam bentuk tempat-tempat tertentu.
1. Ruang Lingkup dan Pembidangan Agama

Secara umum, ruang lingkup suatu agama meliputi unsur unsur


sebagai berikut, yaitu: substansi yang disembah, kitab suet, pembawa
ajaran, pokok-pokok ajaran, dan aliran-alirannya.

1. Substansi yang disembah

Dalam setiap agama, esensi dari keagamaan adalah


penyembahan pada sesuatu yang dianggap berkuasa. Substansi
yang disembah menjadi pembeda dalam kategorisasi agamanya.
Ada yang memusyrikkan Allah dan ada yang mentauhidkan Allah.

2. Kitab Suci

Kitab suci merupakan salah satu ciri khas dari agama. Bila suatu
agama tidak memiliki kitab suci, maka sulit untuk dikatakan
sebagai suatu agama. Adapun kitab suci agama yang ada di dunia
ini dikelompokkan menjadi kitab agama Samawi dan kitab agama
Tabi'i. Agama Samawi seperti: agama Yahudi berkitabkan Taurat;
agama Nasrani berkitabkan lnjil; dan agama Islam berkitabkan Al

15
Qur'an. Sedangkan yang termasuk kategori agama Tabi'i seperti
agama Hindu berkitabkan Wedha (Veda) atau disebut pula dengan
"Himpunan Sruti". Sruti dan Veda artinya tahu atau pengetahuan.
Agama Budha kitabnya Tripitaka. Sedangkan agama-agama seperti
Shinto, Tao, Khong Hucu bersumber dari aturan-aturan yang
dihimpun dalam buku-buku (kitab-kitab) pedoman masing masing.

3. Pembawa Ajaran
Pembawa ajaran suatu agama bagi agama samawi disebut nabi
(rasul). Para nabi atau para rasul menerima wahyu dari Allah dan
yang menyampaikan kepada masyarakat berdasarkan wahyu yang
diterimanya.
Dalam agama tabi'i, proses kenabian kadang-kadang melalui proses
evolusi yang dihasilkan berdasarkan sebuah julukan yang sengaja
dikatakan untuk (sebagai J penghormatan tanpa adanya pengakuan
berdasarkan wahyu dari Allah SWT.
4. Pokok-pokok ajaran
Setiap agama, baik agama wahyu maupun agama ardi/tabi'i,
mempunyai pokok-pokok ajaran atau prinsip ajaran yang wajib
diyakini bagi pemeluknya. Pokok ajaran ini sering disebut dengan
istilah "dogma", yakni setiap ajaran yang baik percaya atau tidak,
bagi pemeluknya wajib untuk mempercayainya.
5. Aliran-aliran

Setiap agama yang ada di dunia ini baik agama Samawi ataupun
agama Tabi'i memiliki aliran-aliran yang berkembang pada agama
masing-masing yang diakibatkan karena adanya perbedaan
pandangan. Perbedaan pandangan baik perorangan maupun secara
kelompok, mengakibatkan timbulnya suatu aliran yang masing
masing kelompok memperkuat pendapat paham kelompoknya.
Perkembangan ajaran Islam, tidak terlepas dari adanya aliran aliran
(paham-paham). Walupun tidak sampai pada berubahnya hal-hal
pokok dalam ajaran, dalam Islam perbedaan merupakan rahmat.

16
Sedangkan dalam agama selain Islam, perkembangan aliran sering
menjadikan agama tersebut berubah pada masalah masalah pokok.
Seperti berubahnya paham ketuhanan dalam agama Tauhid menjadi
agama yang musyrik (syirik kepada Allah).

2. Pembidangan dalam Agama Islam

Bidang-bidang agama dalam ajarari Islam, secara garis besar meliputi


tiga hal, yaitu : Aqidah, Syari'ah dan Akhlak. Berikut ini adalah
uraiannya.

1. Aqidah

Kata aqidah berasal dari kata 'aqada, yaqidu, aqdan atau


aqidatan, yang berarti mengikatkan. Sedangkan secara istilah,
pengertian aqidah sering disamakan dengan pengertian keimanan.

2. Syari'ah

Dalam konteks kajian hukum Islam, yang dimaksud syari'ah


adalah kumpulan norma hukum yang merupakan hasil dari tasyri '.
Kata tmyri' juga merupakan bentuk masdar dan syari'ah, yang berarti
menciptakan dan menetapkan syari'ah.

3. Akhlak

Secara etimologi, kata akhlak berasal dari bahasa Arab yang


berarti budi pekerti. Sinonimnya etika dan moral. Etika berasal dari
bahasa Latin, etas yang berarti kebiasaan. Moral berasal dari bahasa
Latin, mores, juga berarti kebiasaan. Dalam masyarakat Indonesia,
istilah yang sering digunakan ialah budi pekerti.

Kata akhlak yang berasal dari kata khulqun atau khuluqun


mengandung segi-segi persesuaian dan erat hubungannya dengan
khalik dan mahluk. Karena memang akhlak juga mengatur hubungan
(tata hubungan) manusia dengan Tuhannya, manusia dengan
manusia lainnya (mahluk hidup), dan manusia dengan alam semesta.

17
4. Islam Sebagai Agama

Islam adalah satu-satunya agama Samawi yang ada dan asli,


karena agama Nasrani dan agama Yahudi sudah tidak mumi lagi dan
keluar dari bentuknya yang asli sebagai agama Samawi. Y ahudi dan
Nasrani dalam bentuknya yang ash dahulu menurut pandangan AI
Qur'an adalah Islam. Bahkan menurut Al-Qur'an, agama yang dianut
oleh semua Nabi-Nabi Allah SWT itu seluruhnya adalah agama
Islam.

Secara etimologi, Islam berasal dari bahasa Arab. Berasal dari


kata salima yang berarti selamat sentosa.Pendapat ini dipegangi oleh
hampir semua ahli, khususnya para ulama Islam. Selanjutnya dari
kata salima yang berarti selamat sentosa diatas, dibentuk muta'adi
(transitif) menjadi aslama yang artinya memelihara diri, tunduk
patuh dan taat. Orang yang melakukan aslama atau masuk Islam
dinamakan Muslim. Berarti orang itu telah menyatakan dirinya telah
taat, menyerahkan diri, dan patuh kepada Allah SWT. Dengan
melakukan aslama, selanjutnya orang itu terjamin keselamatan
hidupnya didunia dan diakhirat.

Islam adalah agama Allah yang diwahyukan kepada Rasul-


rasulNya guna diajarkan kepada manusia. Ia dibawa secara
kontinium dari suatu generasi ke generas iselanjutnya. Ia adalah
rahmat, hidayah dan petunjuk bagi manusia yang berkelana dalam
kehidupan duniawi, sebagai perwujudan dari sifat rahman dan rahim
Allah. Ia juga merupakan agama yang telah sempuma
(penyempuma) terhadap agama (syari'at-syari'at) yang ada
sebelumnya.

18
5. Islam sebagai Agama Terakhir

Sebagai agama terakhir, Islam merupakan agama yang universal.


Keuniversalan tersebut sebagaimana dikemukakan di atas,antara lain
bahwa Islam memenuhi unsur-unsur sebagai agama dunia (universal)
dan agama kemanusiaan, sebagaimana dikemukakan Hasbi Ash
Shiddieqi dan dikemukakan kembali oleh Abuy Shadikin dengan
unsur pokok yaitu Pertama, mempunyai daya hidup sepanjang masa,
berkembang dan dapat terns berjalan melalui perkembangan sejarah
dari masa ke masa hingga akhir zaman. Kedua, mempunyai daya
cakup dan melengkapi segala kebutuhan kemanusiaan dalam bidang
hukurn dan tata aturan.

Islam sebagai agama dibuktikan oleh sejarah sebagai satu satunya


agarna yang universal. Ajarannya mempunyai ruang lingkup yang
mampu memberikan jawaban terhadap segala persoalan rnanusia dan
kemanusiaan. Dalarn ajaran agama Islam bersumber segala aturan
dan tata nilai serta pedoman hidup bagi manusia berasal dari kitab
suci.

19
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan

Dari keterangan-keterangan di atas, penyusun dapat simpulkan :

1. Filsafat adalah sikap berfikir yang melibatkan usaha untuk memikirkan


masalah hidup dan alam semesta dari semua sisi yang meliputi kesiapan
menerima hidup dalam alam semesta sebagaimana adanya dan mencoba
melihat dalam keseluruhan hubungan. Sikap filosofik dapat ditandai
misalnya dengan sikap kritis, berfikir terbuka, toleran dan mau melihat
dari sisi lain.
2. Agama adalah kumpulan cara-cara mengabdi kepada Tuhan, agama juga
diartikan dengan mengikat. Ajaran-ajaan agama memang mempunyai
sifat mengikat bagi manusia pemeluknya.
3. Filsafat dan agama ternyata mempunyai beberapa hubungan yang tidak
dapat dipisahkan, dikarnakan objek materia filsafat yang tidak dapat
diteliti oleh sains.
4. Filsafat dan agama juga mempunyai beberapa perbedaan, diantaranya di
dalam filsafat untuk mendapatkan kebenaran yang hakiki, manusia harus
mencarinya sendiri dengan mempergunakan alat yang dimilikinya berupa
segala potensi lahir dan batin. Sedangkan dalam agama, untuk
mendapatkan kebenaran yang hakiki manusia tidak hanya mencarinya
sendiri, melainkan harus menerima hal-hal yang diwahyukan Tuhan,
dengan kata lain percaya atau iman.
B. Saran

Dari pembahasan yang penulis susun, mungkin di dalam makalah ini ada
terdapat kesalahan, karena tidak ada suatu hal pun yang sempurna, selain
Allah. Maka oleh sebab itu penyusun meminta maaf dan memohon kririk dan
sarannya yang bersifat membangun, karena sanagt berguna bagi penyusun
untuk perbaikan makalah-makalah selanjutnya. Terimakasih.

20
DAFTAR PUSTAKA

Drs. Usiono, M.A, Pengantar Filsafat Pendidikan, Jakarta : Hijri Pustaka Utama,
2006.

Siddi Gazalba, Sistematika Filsafat, Jakarta : Bulan Bintang, 1992.

Drs. H. Ahmad Syadali, M.A, & Drs. Mudzakir, Filsafat Umum, Bandung :
Pustaka Setia, 1999.

Prof. Dr. Juhaya S. Praja, Aliran-aliran Filsafat dan Etika, Jakarta : Prenada
Media, 2003.

H.A. Dardiri, Humaniora, Filsafat dan Logika, Jakarta : Rajawali Press, 1986.

Dr. Nur Ahmad fadhil Lubis, MA, Pengantar Filsafat Umum, Medan : IAIN
Press, 2001.

Harun Nasution, Filsafat Agama, Jakarta : Bulan Bintang, 1983.

Hamzah Ya`qub, Filsafat Agama, Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1991.

Jujun S Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Jakarta : Sinar


Harapan, 1995.

Soejono Soemargono, Pengantar Filsafat, Yogyakarta : Tiara Wacana, 1992.

Harun Nasution,Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta: Universitas


Indonesia Press, 1979.

http://sites.google.com/site/afrizalmansur/filsafat-agama

Anda mungkin juga menyukai