Dosen pengampuh :
Rudi Hartono, S.sos.I, M. Pem. I
Disusun oleh :
1. KHAIRUNISA : 22.02.0044
2. DILA PUSPITA SARI : 22.02.0046
3. TIA ISNANI PUTRI : 22.02.0061
4. ARIF RAMADHAN : 22.02.0062
PEMATANG SIANTAR
TA. 2023
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT. Tuhan semesta alam, berkat Rahmat,
Taufik, Hidayah dan Inayah-Nyalah, makalah ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam
semoga tetap terlimpah pada Nabi kita Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabatnya dan
kepada seluruh umat Islam yang sholeh dan sholehah.
Makalah yang kami susun ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Filsafat Ilmu
yang berjudul Filsafat Pengetahuan Dan Ilmu di Sekolah Tinggi Agama Islam UISU
Pematang Siantar.
Dalam penyusunan makalah ini, kami selaku penyusun masih banyak mendapat
tantangan dan hambatan, akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa
teratasi. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusuan makalah ini, semoga bantuannya
mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan makalah kami selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.
Wassalamu’alaikum wr.wb
Pemakalah
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ada tiga hal yang menjadi alat bagi manusia untuk mencari kebenaran, yaitu filsafat, ilmu
dan agama. Walaupun tujuan ketiga aspek ini untuk mencari kebenaran, namun ketiganya
tidak dapat dikategorikan sebagai sesuatu yang sama (sinonim). Secara umum, filsafat
dianggap sesuatu yang sangat bebas karena ia berpikir tanpa batas. Sedangkan agama, lebih
mengedepankan wahyu/ilham dari zat yang dianggap Tuhan.1Segala sesuatu yang berasal
dari Tuhan, dalam perspektif agama adalah sebuah kebenaran yang tidak dapat ditolak.
Sedangkan ilmu adalah sebuah perangkat metode untuk mencari kebenaran. Antara filsafat
dan Ilmu, sama-sama tidak memiliki tokoh sentral sebagaimana agama yang mensentralkan
Tuhan. Dengan kata lain, dapat dikatakan setiap masalah yang dihadapi manusia, maka
mereka akan menggunakan tiga macam alat untuk mencapai penyelesaiannya. Sebagian ahli
agama menjadikan filsafat dan ilmu sebagai alat untuk mempertajam pemahaman terhadap
agama, sehingga kebenaran terhadap agama semakin kuat.2
Sedangkan ahli filsafat melihat agama dengan pemikiran yang mendalam, sehingga
seorang filosof mendapat kebenaran yang paling hakiki. Sedangkan ilmu pengetahuan,
sebenarnya sebuah alat yang sangat sederhana, karena ia dapat digunakan oleh semua orang
dalam kapasitas dan kemampuan masing-masing manusia. Pemahaman terhadap ketiga
aspek ini, cukup urgen bagi setiap orang, karena semua orang pasti membutuhkan
pemahaman terhadap persoalan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
B. Rumusan Masalah
1
Loren Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia, 1996), hal. 13
2
Daniel Djuned, ‘’Konflik Keagamaan dan Solusinya” dalam Syamsul Rijal et.al, Filsafat,Agama
dan Realitas Sosial, (Banda Aceh: Fakultas Ushuluddin IAIN Ar- Raniry, 2004), hal. 81-82.
1
6.Bagaimana hubungan filsafat dan ilmu?
C. Tujuan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN FILSAFAT
Istilah filsafat berasal dari bahasa Arab “falsafah” yang diarabisasi dari kata Yunani
philosophia3. Kata philosophia terdiri atas kata philein yang berarti cinta (love) dan sophia
yang berarti kebijaksanaan (wisdom), sehingga secara etimologi filsafat berarti cinta
kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang sedalam- dalamnya. Seorang filsuf adalah
pecinta atau pencari kebijaksanaan. Kata filsafat pertama kali digunakan oleh Pythagoras
(582-496 SM). Arti filsafat pada saat itu belum begitu jelas, kemudian pengertian filsafat itu
diperjelas seperti halnya yang banyak dipakai sekarang ini oleh para kaum sophist dan juga
oleh Socrates (470-399 SM). (Lasiyo dan Yuwono, 1985, hlm. 1)
2. Arti Terminologi
Arti terminologi maksudnya arti yang dikandung oleh istilah atau statemen 'filsafat'.
Lantaran batasan filsafat itu banyak, maka sebagai gambaran dikenalkan beberapa batasan.
a. Plato
Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran
yang asli.
b. Aristoteles
Filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang terkandung di
dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan
estetika (filsafat keindahan).
c. Al Farabi
3
Poedjawidjatna, Pembimbing ke Alam Filsafat, Djakarta: Pembangunan,1974,h.1
3
Filsafat adalah ilmu (pengetahuan) tentang alam maujud bagaimana hakikat yang
sebenarnya.
d. Rene Descartes
Filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan di mana Tuhan, alam, dan manusia
menjadi pokok penyelidikan.
e. Immanuel Kant
Filsafat adalah ilmu (pengetahuan) yang menjadi pokok pangkal dari segala
pengetahuan, yang di dalamnya tercakup masalah epistemologi (filsafat
pengetahuan) yang menjawab persoalan apa yang dapat kita ketahui.
f. Langeveld
Filsafat adalah berpikir tentang masalah-masalah yang akhir dan yang
menentukan, yaitu masalah-masalah yang mengenai makna keadaan, Tuhan,
keabadian, dan kebebasan.
g. Hasbullah Bakry
Ilmu filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam
mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan
pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal
manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mencapai
pengetahuan itu. (Abbas Hamami M., 1976, hlm. 2-3)
h. N. Driyarkara
Filsafat adalah permenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab-sebab 'ada'
dan 'berbuat' permenungan tentang kenyataan (reality) yang sedalam-dalamnya,
sampai ke 'mengapa' yang penghabisan.
i. Notonagoro
Filsafat itu menelaah hal-hal yang menjadi objeknya dari sudut intinya yang
mutlak dan yang terdalam, yang tetap dan yang tidak berubah, yang disebut
hakikat.
j. Ir. Poedjawijatna
Filsafat adalah ilmu yang berusaha untuk mencari sebab yang sedalam-dalamnya
bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka. (Lasiyo dan Yuwono, 1985, hlm.
11)
4
B. PENGERTIAN PENGETAHUAN
Ditinjau dari segi etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa Inggris,
yaitu Knowledge. Dalam Encyclopedia of philosophy dijelaskan bahwa definisi
pengetahuan adalah kepercayaan yang benar. Sedangkan dari segi terminology menurut Sidi
Gazalba dalam kitab Sistematika Filsafat Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui atau
hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti
dan pandai. Pengetahuan itu adalah semua milik pukiran. Dengan demikian pengetahuan
adalah merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.
C. PENGERTIAN ILMU
Ilmu (Science) Salah satu corak pengetahuan ialah pengetahuan yang ilmiah, yang
lazim disebut ilmu pengetahuan atau singkatnya ilmu yang sama artinya dengan science
dalam bahasa Inggris dan Prancis "wissenchaf" dalam bahasa Jerman "wetenchap".
Ternyata, filsafat telah memenangkan tempat berpijak bagi kegiatan keilmuan (Sumantri,
1985: 33). Lalu filsafat ilmu berangkat dari obyek ilmu itu sendiri, wilayahnya lebih luas
mencapai hal yang transendetal dari wujud ilmu itu sendiri. Secara umum manusia
senantiasa bekerja dan mengejar pengetahuan.
5
Jadi pengetahuan (knowledge) adalah proses dan hasil serapan tahu manusia secara
umum. Setelah ini semua disistematisasikan, disusun rapi dan ditata menurut metode dan
sistematika tertentu, maka disebut ilmu pengetahuan (science dalam arti luas) (Lubis, 2001:
89). Dengan begitu dapat dipahami bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang diperoleh
dengan metode ilmiah. Dijelaskan oleh Semiawan, et al, (1999: 45) bahwa ilmu itu
merupakan salah satu dari sekian banyak pengetahuan yang juga disebut pengetahuan ilmiah
(scientific knowledge), karena metode untuk memperolehnya dilakukan melalui metode
ilmiah.
Sedangkan filsafat ilmu pada dasarnya adalah ilmu yang berbicara tentang ilmu
pengetahuan (Science of science) yang kedudukannya berada di atas ilmu lainnya.
Pengetahuan yang ilmiah, yang lazim disebut ilmu pengetahuan atau singkatnya ilmu yang
sama artinya dengan science dalam bahasa Inggris dan Prancis, wissenchaf dalam bahasa
Jerman dan Wetenchap Bahasa Belanda (Anshari, 1982). Ilmu adalah hasil dari pengalaman
manusia dari suatu penelitian dengan melalui penelitian, dan eksperimen yang akhirnya
mengambil suatu hipotesis lalu menentukan suatu kesimpulan deduktif dan induktif.
D. PENGERTIAN KEBUDAYAAN
Kata kebudayaan berasal dari kata Sanskerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi
yang berarti budi atau akal. Dengan demikian ke-budaya-an dapat diartikan hal-hal yang
bersangkutan dengan akal. Ada sarjana lain yang mengupas kata budaya sebagai suatu
perkembangan dari majemuk budi-daya, yang berarti daya dari budi. Oleh karena itu,
mereka membedakan budaya dari kebudayaan. Demikian budaya adalah daya dari budi yang
berupa cipta, karsa, dan rasa itu. (Koentjaraningrat, 1986) Definisi kebudayaan dari para ahli
sangat beragam, sehingga pemilihan definisi kebudayaan yang tepat sangat sukar. Berikut
ini beberapa pengertian kebudayaan dari para ahli baik dari budayawan Indonesia atau pun
dari bangsa di luar Indonesia.
a. Ki Hajar Dewantoro
6
b. Sutan Takdir Alisyahbana
c. Koentjaraningrat
e. Malinowski
7
Sedangkan ilmu kebudayaan, seperti ilmu antropologi budaya, misalnya,
merupakan bidang ilmu yang bertujuan untuk mempelajari, melukiskan, dan
menguraikan kebudayaan secara khusus. Sesungguhnya ilmu ini termasuk ilmu
pengetahuan yang bersifat ideografis yang dapat melukiskan, membuat analisis dan
sintesis, tetapi tidak berwenang untuk menetapkan kaidah, norma dan pedoman. Ilmu-
ilmu kebudayaan mengumpulkan fakta dan cara pelaksanaannya, mengambil darinya
keseragaman dan perbedaan, menetapkan hukum empiris, dan secara induktif menyusun
definisi tersebut pada taraf metafisika menurut norma-norma transenden. Tegasnya, ilmu
kebudayaan mempelajari peristiwa dan bentuk-bentuk kebudayaan yang terdapat dalam
kesatuan-kesatuan sosial yang berbeda-beda menurut dimensi ruang dan waktu,
sedangkan filsafat kebudayaan mendekati hakikat kebudayaan sebagai sifat esensi
manusia yang untuk sebagian mengatasi ruang dan waktu empiris, dimensi sejarah dan
setempat (Bakker, 1984: 11-13).
E. PENGERTIAN AGAMA
Kata agama kadangkala diidentikkan dengan kepercayaan, keyakinan dan sesuatu
yang menjadi anutan. Dalam konteks Islam, terdapat beberapa istilah yang merupakan
padanan kata agama yaitu: al-Din, al-Millah dan al-Syari’at. Ahmad Daudy menghubungkan
makna al-Din dengan kata al-Huda (petunjuk).4 Hal ini menunjukkan bahwa agama
merupakan seperangkat pedoman atau petunjuk bagi setiap penganutnya. Muhammad
Abdullah Darraz mendefinisikan agama (din) sebagai: “keyakinan terhadap eksistensi
(wujud) suatu dzat –atau beberapa dzatghaib yang maha tinggi, ia memiliki perasaan dan
kehendak, ia memiliki wewenang untuk mengurus dan mengatur urusan yang berkenaan
dengan nasib manusia. Keyakinan mengenai ihwalnya akan memotivasi manusia untuk
memuja dzat itu dengan perasaan suka maupun takut dalam bentuk ketundukan dan
pengagungan”. Secara lebih ringkas, ia mengatakan juga: bahwa agama adalah “keyakinan
(keimanan) tentang suatu dzat (Ilahiyah) yang pantas untuk menerima ketaatan dan ibadah
(persembahan).5 Sedangkan Daniel Djuned mendevinisikan agama sebagai: tuntutan dan
tatanan ilahiyah yang diturunkan Allah melalui seorang rasul untuk umat manusia yang
4
Ahmad Daudy, Kuliah Aqidah Islam, ( jakarta :Bulan Bintang,1997), hal.12
5
Yusuf al-Qaradhawy, Pengantar Kajian Islam, Suatu Analisis Komprehensif tentang
Pilar-Pilar Substansial, Karakteristik, Tujuan dan Sumber Acuan Islam, terj. Setiawan Budi
Utomo, Lc. (Jakarta: Al-Kautsar, 2000), hal. 15.
8
berakal guna kemaslahatannya di dunia dan akhirat. Fungsi agama salah satunya adalah
sebagai penyelamat akal.6
Dari definisi di atas, dapat dijelaskan bahwa pokok dan dasar dari agama adalah
keyakinan sekelompok manusia terhadap suatu zat (Tuhan). Keyakinan dapat dimaknai
dengan pengakuan terhadap eksistensi Tuhan yang memiliki sifat agung dan berkuasa secara
mutlak tanpa ada yang dapat membatasinya. Dari pengakuan tentang eksistensi Tuhan
tersebut, menimbulkan rasa takut, tunduk, patuh, sehingga manusia mengekpresikan
pemujaan (penyembahan) dalam berbagai bentuk sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan
oleh suatu agama.Makna lainnya dari agama bila dirujuk dalam bahasa Inggris
Relegion(yang diambil dari bahasa Latin: Religio). Ada yang berpendapat berasal dari kata
Relegere (kata kerja) yang berarti “membaca kembali” atau “membaca berulangulang”.
Sedangkan pendapat lainnya mengatakan berasal dari kata Religare yang berarti
mengikat dengan kencang. Dalam makna tersebut penekanannya ada dua, yaitu pada adanya
ikatan antara manusia dengan Tuhan, dan makna membaca, dalam arti adanya ayat-ayat
tertentu yang harus menjadi bacaan bagi penganut suatu agama. Esensi agama adalah untuk
pembebasan diri manusia dari penderitaan, penindasan kekuasaan sang tiran untuk
kedamaian hidup. Islam, seperti juga Abrahamic Religious keberadaannya untuk manusia
(pemeluknya) agar dapat berdiri bebas di hadapan Tuhannya secara benar yang
diaktualisasikan dengan formulasi taat kepada hukum-Nya, saling menyayangi dengan
sesama, bertindak adil dan menjaga diri dari perbuatan yang tidak baik serta merealisasikan
rasa ketaqwaan. Dasar penegasan moral keagamaan tersebut berlawanan dengan sikap
amoral. Dalam implementasinya institusi sosial keagamaan yang lahir dari etika agama
sejatinya menjadi sumber perlawanan terhadap kedhaliman, ketidak-adilan, dan sebagainya.
Dari ungkapan di atas, dapat dipahami bahwa agama juga mengandung pemahaman tentang
adanya unsur agama yang memiliki peran penting untuk mengharmoniskan kehidupan
manusia. Dengan agama, suatu komunitas menjadi saling menyayangi sesama manusia
walaupun memeluk agama yang saling berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa agama tidak
semata-mata interaksi manusia dengan Tuhan, tetapi juga menuntut sikap yang saling
menyayangi sesama manusia, walaupun berbeda agama sekalipun. Untuk itu makna agama
dapat dikatakan sangat luas, termasuk juga sebagai wadah membina sikap saling sayang
menyayangi sesama manusia.
6
Daniel Djuned, "Konflik Keagamaan..., hal. 82.
9
F. HUBUNGAN FILSAFAT DAN ILMU
Hubungan Filsafat dengan Ilmu Meskipun secara historis antara ilmu dan filsafat
pernah merupakan suatu kesatuan, namun dalam perkembangannya mengalami divergensi,
dimana dominasi ilmu lebih kuat mempengaruhi pemikiran manusia, kondisi ini mendorong
pada upaya untuk memposisikan ke duanya secara tepat sesuai dengan batas wilayahnya
masing-masing, bukan untuk mengisolasinya melainkan untuk lebih jernih melihat
hubungan keduanya dalam konteks lebih memahami khazanah intelektual manusia
Harold H. Titus mengakui kesulitan untuk menyatakan secara tegas dan ringkas
mengenai hubungan antara ilmu dan filsafat, karena terdapat persamaan sekaligus perbedaan
antara ilmu dan filsafat, di samping di kalangan ilmuwan sendiri terdapat perbedaan
pandangan dalam hal sifat dan keterbatasan ilmu, demikian juga di kalangan filsuf terdapat
perbedaan pandangan dalam memberikan makna dan tugas filsafat.7
Adapun persamaan (lebih tepatnya persesuaian) antara ilmu dan filsafat adalah
bahwa keduanya menggunakan berpikir reflektif dalam upaya menghadapi/memahami
fakta-fakta dunia dan kehidupan, terhadap hal-hal tersebut baik filsafat maupun ilmu
bersikap kritis, berpikiran terbuka serta sangat konsen pada kebenaran, di samping
perhatiannya pada pengetahuan yang terorganisir dan sistematis.
Sementara itu perbedaan filsafat dengan ilmu lebih berkaitan dengan titik tekan,
dimana ilmu mengkaji bidang yang terbatas, ilmu lebih bersifat analitis dan deskriptif dalam
pendekatannya, ilmu menggunakan observasi, eksperimen dan klasifikasi data pengalaman
indra serta berupaya untuk menemukan hukum hukum atas gejala-gejala tersebut,
sedangkan filsafat berupaya mengkaji pengalaman secara menyeluruh sehingga lebih
bersifat inklusif dan mencakup hal- hal umum dalam berbagai bidang pengalaman manusia,
filsafat lebih bersifat sintetis dan kalaupun analitis maka analisanya memasuki dimensi
kehidupan secara menyeluruh dan utuh, filsafat lebih tertarik pada pertanyaan kenapa dan
bagaimana dalam mempertanyakan masalah hubungan antara fakta khusus dengan skema
masalah yang lebih luas, filsafat juga mengkaji hubungan antara temuan temuan ilmu
dengan klaim agama, moral serta seni.
7
Harold H Titus, Living Issues in Philosophy, (New York, American Book, 1959), Yang dikutip oleh
Uhar Suharsaputra, dalam Filsafat Ilmu, Jilid I, (Jakarta : Universitas Kuningan,2004), hal. 88
10
bisa dijawab oleh ilmu, maka filsafat berupaya mencari jawabannya, bahkan ilmu itu sendiri
bisa dipertanyakan atau dijadikan objek kajian filsafat (Filsafat Ilmu), namun demikian
filsafat dan ilmu mempunyai kesamaan dalam menghadapi objek kajiannya yakni berpikir
reflektif dan sistematis, meski dengan titik tekan pendekatan yang berbeda.
Dengan demikian, Ilmu mengkaji hal-hal yang bersifat empiris dan dapat dibuktikan,
filsafat mencoba mencari jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh
Ilmu dan jawabannya bersifat spekulatif, sedangkan Agama merupakan jawaban terhadap
masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh filsafat dan jawabannya bersifat
mutlak/dogmatis. Menurut Sidi Gazalba, Pengetahuan ilmu lapangannya segala sesuatu
yang dapat diteliti (riset dan/atau eksperimen); batasnya sampai kepada yang tidak atau
belum dapat dilakukanpenelitian. Pengetahuan filsafat : segala sesuatu yang dapat
dipikirkan oleh budi (rasio) manusia yang alami (bersifat alam) dan nisbi; batasnya ialah
batas alam namun demikian ia juga mencoba memikirkan sesuatu yang di luar alam, yang
disebut oleh agama “Tuhan”. Sementara itu Oemar Amin Hoesin mengatakan bahwa ilmu
memberikan kepada kita pengetahuan, dan filsafat memberikan hikmat. 8 Dari sini nampak
jelas bahwa ilmu dan filsafat mempunyai wilayah kajiannya sendiri-sendiri.
Filsafat, sebagai sebuah metode berpikir yang sistematis merupakan salah satu
pendekatan tersendiri dalam memahami kebenaran. Dalam konteks keagamaan, pemikiran
tentang berbagai hal dan urusan. Karenanya dalam filsafat juga dibicarakan bagaimana
keberadaan Tuhan, dan juga persoalan kenabian, kedudukan dan fungsi akal dan wahyu,
8
Oemar Amin Hoesan, Filsafat Islam, (Jakarta :Bulan Bintang, 1964), hal.65.
11
penciptaan manusia serta ibadah yang dilakukan oleh manusia. Secara lebih jelas, hal ini
dapat dilihat pada uraian tentang objek filsafat, yaitu antara lain sebagai berikut:
5.Apa jiwa itu, jiwa itu ada, apakah jiwa manusia itu abadi atau musnah?
6.Dan masih ada pertanyaan-pertanyaan yang lain.9
Para ulama Islam memikirkan sesuatu dengan jalan filsafat. Ada yang lebih berani
dan lebih bebas daripada pemikiran-pemikiran mereka yang biasa dikenal dengan nama
filosuf-filosuf Islam. Di mana perlu diketahui bahwa pembahasan ilmu Kalam dan Tasawuf
banyak terdapat pikiran dan teori-teori yang tidak kalah teliti daripada filosuf-filosuf Islam.
9
HA Mustofa, Filsafat Islam, (Bandung : Pustaka Setia,2007), hal. 19
12
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Filsafat adalah proses berfikir secara radikal, sistematik, dan universal terhadap
segala yang ada dan yang mungkin ada. Dengan kata lain, berfilsafat berarti berfikir secara
radikal (mendasar, mendalam, sampai ke akar-akarnya), sistematik (teratur, runtut, logis,
dan tidak serampangan) untuk mencapai kebenaran universal (umum, terintegral, dan tidak
khusus serta tidak parsial).
Ilmu pengetahuan itu adalah filsafat, ilmu pengetahuan itu masih bersifat
sementara, dan membuutuhkan penyempurnaan dan perbaikan. Persamaan dan perberdaan
filsafat, ilmu, dan agama ialah Ketiganya mencari rumusan yang sebaik-baiknya
menyelidiki obyek selengkap-lengkapnya sampai ke-akar-akarnya, Ketiganya memberikan
pengertian mengenai hubungan atau koheren yang ada antara kejadian-kejadian yang kita
alami dan mencoba menunjukkan sebab-akibatnya. Perbedaan filsafat,ilmu, dan agama ialah
Filsafat memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam berdasarkan pada pengalaman
realitas sehari-hari, sedangkan ilmu bersifat diskursif, yaitu menguraikan secara logis, yang
dimulai dari tidak tahu menjadi tahu.
B. SARAN
13
DAFTAR PUSTAKA
Djuned Daniel, ‘’Konflik Keagamaan dan Solusinya” dalam Syamsul Rijal et.al,
Filsafat,Agama dan Realitas Sosial, (Banda Aceh: Fakultas Ushuluddin IAIN Ar-
Raniry, 2004)
Hoesan Oemar Amin, Filsafat Islam, (Jakarta :Bulan Bintang, 1964)
Mustofa HA, Filsafat Islam, (Bandung : Pustaka Setia,2007)
Pilar-Pilar Substansial, Karakteristik, Tujuan dan Sumber Acuan Islam, terj.
Setiawan BudiUtomo, Lc. (Jakarta: Al-Kautsar, 2000)
Poedjawidjatna, Pembimbing ke Alam Filsafat, Djakarta: Pembangunan,1974
14