Moh Kamil, Moh Luthfi AS, Mufaddalun Agil Al Harisy, Fitriyatul Maulidia, Lina
Nabila, Siti Aliza
Institut Agama Islam Negeri Madura,
kamilningsih@gmail.com, lutfias257@gmail.com agilalharisy37@gmail.com
fitriyatul.maulidia@gmail.com linanabila493@gmail.com
alizahaqqi225@gmail.com
ABSTRACT
This paper tries to trace the study of the psychology of religion in the context
of culture in the following scope: (1) The history of the psychology of religion;
(2) the development of religious spirit in adults and the elderly; (3) religious
attitudes in adults and the elderly as well as Islamic views on the psychology
of religion;(4) The influence of culture on the religious spirit; (5) The
relationship between culture and religion; (6) Globalization with religious
attitudes. Through descriptive research, this research reveals that the
existence of religion cannot be separated from the influence of the
surrounding reality. Often religious practices in a society are developed from
the doctrines of religious teachings and then adapted to the cultural
environment. The meeting between religious doctrine and cultural reality is
seen very clearly in the practice of religious rituals.
ABSRAK
Tulisan ini mencoba mengkaji perkembangan psikologi agama dalam konteks
budaya dalam lingkup sebagai berikut: (1) Sejarah psikologi agama; (2)
perkembangan jiwa keagamaan pada dewasa dan lansia; (3) Sikap keagamaan
pada dewasa dan lansia serta pandangan islam mengenai psikologi agama; (4)
Pengaruh kebudayaan terhadap jiwa keagamaan; (5) Hubungan antara budaya
dengan keagamaan; (6) Globalisasi dengan sikap keagamaan. Melalui
penelitian deskriptif, penelitian ini mengungkapkan bahwa bahwa keberadaan
agama tidak lepas dari pengaruh realitas di sekelilingnya. Seringkali praktik-
praktik keagamaan pada suatu masyarakat dikembangkan dari doktrin ajaran
agama dan kemudian disesuaikan dengan lingkungan budaya. Pertemuan
antara doktrin agama dan realitas budaya terlihat sangat jelas dalam praktik
ritual agama.
PENDAHULUAN
Kata kebudayaan berasal dari kata Sanskerta buddhayah, yaitu bentuk
jamak dari buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Dengan demikian kebudayaan
dapat diartikan: “hal-hal yang bersangkutan dengan akal”. Ada sarjana lain yang
mengupas kata budaya sebagai suatu perkembangan dari kata majemuk budi-daya,
1
berarti “daya dan budi”. Karena itu mereka membedakan “budaya” dan
“kebudayaan”. Demikianlah “budaya” adalah “daya dan budi” yang berupa cipta,
karsa, dan rasa. Sedangkan “kebudayaan” adalah hasil dari cipta, karsa, dan rasa
itu sendiri.
Kata “kebudayaan” memiliki persamaan arti dengan kata asing, yakni
culture. Kata kultur berasal dari kata Latin yakni colere yang berarti “mengolah,
mengerjakan” terutama mengolah tanah atau bertani. Dari arti ini berkembang arti
culture sebagai “segala daya upaya serta tindakan manusia untuk mengolah tanah
dan mengubah alam”.1 Selanjutnya menurut ilmu Antropologi, kebudayaan adalah
keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.2
Kebudayaan yang merupakan cetak biru bagi kehidupan atau pedoman
bagi kehidupan masyarakat, adalah seperangkat acuan yang berlaku umum dan
menyeluruh dalam menghadapi lingkungan untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan masyarakat pendukung kebudayaan tersebut. Dalam kebudayaan
terdapat perangkat-perangkat dan keyakinan-keyakinan yang dimiliki oleh
pendukung kebudayaan tersebut. Perangkat-perangkat pengetahuan itu sendiri
membentuk sebuah sistem yang terdiri dari satuan-satuan yang berbeda secara
bertingkat yang fungsional hubungannya satu sama lain secara keseluruhan.
Dari hal tersebut terlihat bahwa kebudayaan dalam suatu masyarakat
merupakan sistem nilai tertentu yang dijadikan pedoman hidup oleh warga yang
mendukung kebudayaan tersebut. Karena dijadikan kerangka acuan dalam
bertindak dan bertingkah laku maka kebudayaan cenderung menjadi tradisi dalam
suatu masyarakat.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif dengan pendekatan Deskriptif Kualitatif. Penelitian kualitatif
digunakan dalam penelitian ini karena metode tersebut dapat mengeksplorai atau
Ibid., 144.
2
2
menekankan pada suatu fenomena terpenting.3 Djam’an menyatakan bahwa
penelitian kualitatif menekankan pada quality suau fenomena atau kejadian.4
Sedangkan penelitian deskriptif kualitatif merupakan suatu metode
penelitian yang menggambarkan karakteristik populasi atau fenomena yang
sedang diteliti. Sehingga metode penelitian satu ini fokus utamanya adalah
menjelaskan objek penelitiannya. Sehingga menjawab apa peristiwa atau apa
fenomena yang terjadi. Metode penelitian ini kemudian berbeda dengan metode
lain yang cenderung lebih fokus pada pembahasan kenapa suatu peristiwa atau
fenomena terjadi. Dimana peristiwa dan fenomena yang dimaksudkan disini
adalah objek penelitian. Hasil penelitiannya tentu saja akan menggambarkan
objek penelitian dengan detail. Proses pengumpulan data dilakukan dengan
tekhnik observasi, wawancara, dan studi kepustakaan. Observasi yakni melakukan
peninjauan langsung perkembangan psikologi agama dalam konteks agama,
wawancara yakni dengan memberikan beberapa pertanyaan kepada masyarakat
baik aktifis maupun mahasiswa sebagai bentuk data primer penelitian ini,
selanjutnya data yang dudah terkumpul akan dilakukan analisis data.
3
Emna Laisa dan Nurul Qomariyah, Tradisi Baca Burdah Sebagai Penguat Kesehatan Mental
Santri di Tengah Pndemi Covid-19, Proceding ICONIS 2021.
4
Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2009),
22.
3
saintis asal inggris yang berminat pada psikologi mengadakan kajian kritis dan
objektif tentang efektifitas doa. Selain Sir Francis Galton, Edwin Diller Starbuck
menulis buku yang berjudul The Psychology Of Religion: An Empirical Study Of
Growth Of Religion Counsciousness yang berisi hasil kajian dan penelitian
Starbuck tentang konversi agama dan proses perkembangan agama secara umum
dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.5
Sementara di dunia timur (islam) kajian psikologi agama sudah terlebih
dahulu dilakukan. Hal ini terbukti dari adanya karya para tokoh filsafat dan
tasawuf yang menuliskan pengalaman spiritualnya menjadi sebuah kitab.
Meskipun pengalaman spiritual tersebut tidak pernah di tindak lanjuti melalui
penelitian ilmiah. Karya-karya yang masih bisa di rasakan sampai saat ini seperti
kitab Syaikh Abdul Qadir al-Jilani dengan judul Ghuyat al-Thalibin, Sir al-Asrar
dan Futuh al-Ghayab. Dan juga kitan Imam Abu Hamid al-Ghazali salah satunya
Kimiya al-Sa’adat yang berisi cara menggapai kebahagiaan spiritual dengan
mengelola kejiwaan.6 Sedangkan psikologi agama di Indonesia di populerkan oleh
Prof. Dr. Zakiah Daradjat dengan beberapa bukunya yang terbit tahun 1970 salah
satunya berjudul Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental. Lalu generasi-
generasi selanjutnya lahirlah para penulis buku psikologi agama sebut saja
Jalaluddin Rahmat, Bambang Syamsul Arifin, dan Subandi.
Kemudian, dari hasil wawancara yang dilakukan bersama Ustadz Febri
Hariaji lulusan STAIN Pamekasan 2017 bertempat di lembaga pendidikan al-
Ghazali ia menuturkan pengetahuannya terkait sejarah psikologi agama sebagai
suatu disiplin ilmu yang meneliti perilaku-perilaku seseorang dengan korelasi
ketuhanannya yang berkembang secara pesat di dunia barat meskipun dunia timur
melakukannya jauh-jauh sebelum dunia barat berkonsentrasi pada hal-hal berbau
agama (spiritual).7
Perkembangan Jiwa Keagamaan pada Dewasa dan Lansia
Masa dewasa merupakan kelanjutan dari masa remaja dan pada periode ini
5
Ahmad Saifuddin, PSIKOLOGI AGAMA: Implementasi Psikologi Untuk Memahami Perilaku
Agama (Jakarta: Kencana, 2019), 32-33.
6
Ibid., 32.
7
Febri Hariaji, Alumni S1 STAIN Pamekasan, Wawancara Langsung (20 Oktober 2022 pada
pukul 14.35)
4
biasanya manusia sudah mapan secara psikologis. Dari segi perkembangan jiwa
keagamaan pada usia ini belum banyak diungkapkan oleh para ahli, pada
umumnya yang banyak dibahas secara fisik dalam bentuk pertumbuhan sudah
berakhir pada masa ini dan umumnya mereka sudah meninggalkan bangku
pendidikan menengah.8
Elizabeth menjelaskan saat telah menginjak usia dewasa terlihat ada
kematangan jiwa mereka, “saya hidup dan saya tau untuk apa,” menggambarkan
bahwa di usia dewasa orang sudah memiliki tanggung jawab serta sudah
menyadari makna hidup. Dengan kata lain, orang dewasa menilai yang dipilihnya
berusaha untuk mempertahankan nilai-nilai tersebut. Elizabeth juga menjelaskan
bahwa masa dewasa terdiri dari tiga bagian yaitu dewasa wal, dewasa madya, dan
masa lanjut usia.9
8
Hayati Nizar, Psikologi Agama (Padang: IAIN IB Pres, 2003), 66.
9
Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan (Jakarta: Erlangga, 1980), 51.
5
3. Masa lanjut usia (lansia)
Periode selama usia lanjut, ketika kemunduran fisik dan mental
terjadi secara perlahan-lahan dan bertahap dikenal sebagai “senescence”
yaitu masa proses menjadi tua. Usia lanjut adalah periode penutup dalam
rentang hidup seseorang, yaitu suatuperiode di mana seorang telah
beranjak jauh dari pada periode terdahulu Masa ini dimulai dari umur 60
sampai mati, yang ditandai dengan adanya perubahan yang bersifat fisik
dan psikologis yang semakin menurun.
10
Abdurrahman, Guru SD Tolontoraja 5 Pasean, Wawancara Langsung ( di Rumah) (21 Oktober
2022 pada pukul 14.00)
11
Bambang Syamsul Arifin. Psikologi Agama (Bandung: Pustaka Setia, 2008), 118.
6
hidupnya. Begitu juga ketika dengan orang yang beragama, maka dia akan
membuat nilai-nilai agama menjadi pandangan hidupnya. Sikap keagamaan akan
terlihat dalam pola hidupnya, karena sikap tersebutlah yang akan dipertahankan
sebagai identitas dan kepribadiannya.
Sejalan dengan tingkat perkembangan usianya, maka.sikap keberagamaan
pada orang dewasa antara lain memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
7
agama yang dianutnya serta dalam kaitannya dengan perkembangan usia masing-
masing.12 Dan terkait pandangam islam tentang psikologi agama, islam juga
memiliki keilmuan psikologi agamanya sendiri yaitu psikologi islam.
12
Jalaludin Rahmat, Psikologi Agama (Bandung: Mizan Pustaka, 2003), 30.
13
Psikologi islam mengintegritaskan ilmu dan iman, artikel UIN Syarif Hidayatullah Jakrta, 2010,
https://www.uinjkt.ac.id/psikologi-islam-mengitegrasikan-ilmu-dan-iman/
14
Abdurrohman, Wawancara Langsung.
8
Tradisi menurut Parsudi Suparlan, Ph.D merupakan unsur sosial budaya
yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat dan sulit berubah. Meredith
Mc Guire melihat bahwa dalam masyarakat pedesaan umumnya tradisi erat
kaitannya dengan mitos dan agama. Menurut Parsudi Suparlan, para sosiolog
mengidentifikasikan adanya pranata primer. Menurut Rodaslav A. Tsanoff,
pranata keagamaan ini mengandung unsur-unsur yang berkaitan dengan ke-
Tuhanan atau keyakinan, keagamaan, perasaan yang bersifat mistik. Dengan
demikian, tradisi keagamaan sulit berubah karena selain didukung oleh
masyarakat juga memuat sejumlah unsur-unsur yang memiliki nilai-nilai luhur
yang berkaitan dengan keyakinan masyarakat. Tradisi keagamaan (bagi agama
samawi) bersumber dari norma-norma yang termuat dalam kitab suci. Bila
kebudayaan sebagai cetak biru bagi kehidupan (Kluckhohn) atau sebagai pedoman
bagi kehidupan masyarakat (Parsudi Suparlan). Dengan demikian, hubungan
antara tradisi keagamaan dengan kebudayaan terjalin sebagai hubungan timbal
balik. Makin kuat tradisi keagamaan, makin terlihat peran akan makin dominan
pengaruhnya dalam kebudayaan. Sebaliknya, makin sekuler suatu masyarakat
maka pengaruh tradisi keagamaan dalam kehidupan masyarakat akan kian
memudar15
https://www.academia.edu/33275924/PENGARUH_KEBUDAYAAN_TERHADAP_JIWA_KE
15
AGAMAAN
9
ganda, yaitu bagi masyarakat maupun individu. Fungsi yang pertama, sebagai
kekuatan yang mampu membuat kestabilan dan keterpaduan masyarakat maupun
individu. Sedangkan fungsi yang kedua, tradisi keagamaan berfungsi sebagai agen
perubahan dalam masyarakat atau dari individu, bahkan dalam situasi terjadinya
konflik sekalipun. Dalam konteks pendidikan, tradisi keagamaan merupakan isi
pendidikan yang bakal diwariskan generasi tua ke generasi muda.16
Dalam hal ini, sesuai dengan wawancara kepada mahasiswi IAIN Madura,
Insiyatun Nafisah pada Senin, 24 Oktober 2022 bertempat di Cafe, ia
memaparkan bahwasanya adanya hubungan antara tradisi keagamaan dengan
sikap keagamaan. Ketika seseorang yang memiliki sikap keagamaan ikut serta
dalam tradisi kegamaan, maka hal yang dilakukan memperkuat terbentuknya
tradisi kegamaan. Dan sebaliknya, apabila tidak ada dukungan dari masyarakat
yang memiliki sikap keagamaan terhadap tradisi keagamaan maka hal tersebut
dapat memudarkan tradisi keagamaan yang sudah terbentuk sebelumnya.
Begitupun dengan adanya tradisi keagamaan dapat membentuk sikap keagamaan
pada diri seseorang.17
10
menunjuk “keseluruhan kompleks dari ide dan segala sesuatu yang dihasilkan
manusia dalam pengalaman historinya”. Termasuk disini ialah “pengetahuan,
kepercayaan, seni, moral, hokum, kebiasaan, dan kemampuan serta perilaku
lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Menurut Robert H.
Lowie, kebudayaan adalah “segala sesuatu yang diperoleh oleh individu dari
masyarakat, mencakup kepercayaan, adat-istiadat, norma-norma artistic,
kebiasaan makan, keahlian yang diperoleh bukan karena kreativitasnya sendiri
melainkan merupakan warisan masa lampau yang dapat melalui pendidikan
formal atau imformal”. Menurut Clyde Kluckhohn, mendefisikan kebudayaan
sebagai “total dari cara hidup suatu bangsa, warisan sosial yang diperoleh individu
dari grupnya”. Gillin, beranggapan bahwa “kebudayaan terdiri dari kebiasaan-
kebiasaan yang terpola dan secara fungsional salingb bertautan dengan individu
tertentu yang membentuk grup-grup atau kategori sosial tertentu. sedangkan
menurut Koentjaraningrat, kebudayaan adalah “keseluruhan system gagasan.
tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik diri manusia dengan belajar.20
Tradisi
Tradisi adalah kebiasaan atau adat istiadat yang dilakukan turun temurun
oleh masyarakat. Sebagaimana diketahui bahwa sebelum Islam datang,
masyarakat Nusantara sudah mengenal berbagai kepercayaan dan memiliki
beragam tradisi lokal. Melalui kehadiran Islam maka kepercayaan dan tradisi di
Nusantara tersebut membaur dan dipengaruhi nilai-nilai Islam. Karenanya
muncullah tradisi Islam Nusantara sebagai bentuk akulturasi antara ajaran Islam
dengan tradisi lokal Nusantara.
Tradisi Islam di Nusantara digunakan sebagai metode dakwah para ulama
zaman itu. Para ulama tidak memusnahkan secara total tradisi yang telah ada di
masyarakat. Mereka memasukkan ajaran-ajaran Islam ke dalam tradisi tersebut,
dengan harapan masyarakat tidak merasa kehilangan adat dan ajaran Islam dapat
diterima. Seni budaya, adat, dan tradisi yang bernapaskan Islam tumbuh dan
20
Rafael Raga Maran, Manusia Dan Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar (Jakarta:
Rineka Cipta, 2007), 26.
11
berkembang di Nusantara. Tradisi ini sangat bermanfaat bagi penyebaran Islam di
Nusantara. Untuk itulah, kita sebagai generasi muda Islam harus mampu merawat,
melestarikan, mengembangkan dan menghargai hasil karya para ulama terdahulu.
Mengingat zaman modern sekarang ini ada sebagian kelompok yang
mengharamkan dan ada sebagian yang menghalalkan. Mereka yang
mengharamkan beralasan pada zaman Rasulullah saw. tidak pernah ada. Mereka
yang membolehkan dengan dasar bahwa tradisi tersebut digunakan sebagai sarana
dakwah dan tidak bertentangan dengan syariat Islam. Kita sebagai generasi
penerus Islam kita harus bijaksana dalam menyikapi tradisi tersebut. Memang
harus diakui ada tradisi-tradisi lokal yang tidak sesuai dengan Islam. Tradisi
seperti ini harus kita tolak, dan buang supaya tidak ditiru oleh generasi berikutnya.
Para ulama dan wali pada zaman dahulu tentu telah mempertimbangkan
tradisi-tradisi tersebut dengan sangat matang baik dari segi madharatmafsadat
maupun halal-haramnya. Mereka sangat paham hukum agama, sehingga tidak
mungkin mereka menciptakan tradisi tanpa pertimbanganpertimbangan tersebut.
Banyak sekali tradisi atau budaya Islam yang berkembang hingga saat ini.
Semuanya mencerminkan kekhasan daerah atau tempat masing-masing. Berikut
ini ada dua tradisi atau budaya Islam dimaksud.
Halal bihalal dilakukan pada Bulan Syawal, berupa acara saling bermaaf-
maafan. Tujuan halal bihalal selain saling bermaafan adalah untuk menjalin tali
silaturahim dan mempererat tali persaudaraan. Sampai saat ini tradisi ini masih
dilakukan di semua lapisan masyarakat.
Seni adalah penjelmaan rasa indah yang terkandung dalam jiwa manusia.
Seni lahir melalui perantaraan alat komunikasi ke dalam bentuk yang dapat
12
ditangkap oleh indera pendengaran (seni suara), maupun indra penglihatan (seni
lukis) atau gerak (seni tari, drama, dll).21
Hubungannya
Ada beberapa unsur yang terdapat dalam kebudayaan, dimana kita sebut
sebagai cultural universals, yang meliputi: peralatan dan perlengkapan hidup
manusia, mata pencaharian hidup dan system-sistem ekonomi, sistem
kemasyarakatan, bahasa (lisan dan tulisan), kesenian, sistem pengetahuan, dan
religi (system kepercayaan).22 jika kita tinjau dalam perkembangan budaya daerah
terlihat betapa nilai-nilai budaya Islam telah menyatu dengan nilai-nilai budaya di
sebagian daerah di tanah air, baik dalam wujud seni budaya, tradisi, maupun
peninggalan pisik. Sementara itu dalam pengembangan budaya nasional, peran
Islam dalam terbentuknya wawasan persatuan dan kesatuan bangsa telah
21
http://moraref.kemenag.go.id/documents/article
22
Zidny, Ustadz Mushollah Dinniyah Gapura, Wawancara Lewat Telepon (20 Oktober 2022 pada
pukul 13.00)
13
dibuktikan dalam sejarah. Islam dapat menjadi penghubung bagi berbagai
kebudayaan daerah yang sebagian besar masyarakatnya adalah Muslim.23
23
ibid
24
Murdan, “Islam dan Tantangan Globalisasi,” AL - JAMI Jurnal Ilmiah Keagamaan, Pendidikan,
dan Dakwah 7,no.1 ( Januari –Juni,2001) : 141,
https://idr.uinantasari.ac.id/6717/1/Islam%20dan%20Tantangan%20Globalisasi.pdf
25
Ahmad Wahid,dkk. Globalisasi dalam Timbangan Islam, ( Solo : Era Intermedia, 2002), 13.
26
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,1998), 183.
27
Ibid., 34.
14
perubahan sikap dari seseorang atau masyarakat akan terjadi apabila menurut
pengetahuan mereka, kemajuan teknologi yang dialaminya di era globalisasi
sejalan atau bahkan sesuai dengan pengetahuan dan pemikirannya.
Adapun Dampak Positif dari adanya Globalisasi yakni adanyaperubahan
tata nilai dan sikap masyarakat yang semula irasional menjadi rasional,
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan kemudahan kepada
masyarakat dalam beraktivitas, dan mendorong untuk berpikir lebih maju dan
tingkat kehidupan yang lebih baik. Namun dibalik dampak positif, juga ada
dampak negatif dari adanya globalisasi yakni berkembangnya sifat individualis,
meningkatnya sifat materialistis, meningkatnya sifat konsumerisme dan sifat
hedonisme.
Berdasarkan Hasil Wawancara dengan salah satu Mahasiswa IAIN
Madura Juga Menyinggung terkait adanya dampak positif dan dampak negatif
dari Globalisasi yang mengatakan bahwa salah satu dampak positif dari adanya
Globalisai yakni bisa mempermudah dalam melakukan komunikasi dan bisa
memperoleh informasi serta ilmu pengetahuan yang meluas dan cepat dari adanya
Tekonologi yang mendukung arus Globalisasi. Sedangkan dampak negatif dari
Globalisasi khususnya anak muda yakni mudah terpengaruh oleh budaya /
kebiasaan barat yang tidak sesuai dengan ajaran islam. Sehingga, bisa dikatakan
peranan Agama dalam penanaman sikap dan Nilai Keagamaan sangat dibutuhkan
penerapan dan penekanan kembali melihat perkembangan atau arus globalisasi
yang mudah masuk di kalangan muda. Contoh nyatanya dilihat dari cara
berpakaian remaja sekarang yang cendeerung meniru selebritis, tingkah laku
remaja yang tidak sopan dan cenderung tidak ada rasa peduli terhadap lainnya
serta banyak lagi dampak negatif lainnya. 28
Dari hal itu, Bisa dikatakan bahwa Globalisasi sangat erat atau sangat
berpengaruh pada Nilai Keagamaan. yang mana, Agama memiliki peranan dan
peluang yang besar dalam mewujudkan suatu tatanan dunia baru yang
berwawasan etika. Adanya Kekuatan etika, moral dan spiritual agama-agama
28
Fahmi Imam Khalis, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam, Wawancara Lewat
Telepon (20 Oktober 2022 pada pukul 14.40)
15
dapat berfungsi baik sebagai penilaian atau penyaringan terhadap berbagai
dampak negatif dari modemisasi dan globalisasi, maupun sebagai pendorong
kemajuan peradaban manusia khususnya pada anak remaja yang tergolong
sifatnya labil dan mudah terpengaruh pada hal baru yang dianggap unik dan
menurutnya baik tanpa mempertimbangkan itu sesuai dengan ajaran islam
ataupun tidak.
KESIMPULAN
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Psikologi lintas agama
dan budaya adalah studi ilmiah tentang perilaku manusia dan implikasinya, yang
muncul dan dipengaruhi oleh kekuatan sosial, agama dan budaya yang tampil
secara bersama-sama dan memunculkan varian, perilaku, pengalaman dan
penghayatan.
Kesulitan mempelajari agama dengan pendekatan budaya, dengan
mempelajari wacana, pemahaman dan tingkah laku manusia dalam hubungannya
dengan ajaran agama, dirasakan juga oleh mereka yang beragama. Kesulitan itu
terjadi karena ketakutan untuk membicarakan masalah agama yang sakral dan
bahkan mungkin tabu untuk dipelajari. Persoalan itu ditambah lagi dengan
keyakinan bahwa agama adalah bukan hasil rekayasa intelektual manusia, tetapi
berasal dari wahyu suci Tuhan. Sehingga realitas keagamaan diyakini sebagai
sebuah takdir sosial yang tidak perlu lagi dipahami. Namun sesungguhnya harus
disadari bahwa tidak dapat dielakkan meluas ke seluruh manusia. Penyebaran
agama sangat terkait dengan usaha manusia untuk menyebarkannya ke wilayah-
wilayah lain dan usaha-usaha manusia, jika dalam Islam bisa dilihat peran para
sahabat, menerjemahkan dan mengkonstruksi ajaran agama ke dalam suatu
kerangka sistem yang dapat diikuti oleh manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009.
Emna Laisa dan Nurul Qomariyah, Tradisi Baca Burdah Sebagai Penguat
Kesehatan Mental Santri di Tengah Pndemi Covid-19, Proceding ICONIS
2021.
16
Satori, Djam’an dan Aan Komariah. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:
Alfabeta, 2009.
Saifuddin. Ahmad. PSIKOLOGI AGAMA: Implementasi Psikologi Untuk
Memahami Perilaku Agama. Jakarta: Kencana, 2019.
Hariaji, Febri. Alumni S1 STAIN Pamekasan, Wawancara Langsung. 20 Oktober
2022 pada pukul 14.35.
Nizar, Hayati. Psikologi Agama. Padang: IAIN IB Pres, 2003.
Hurlock, Elizabeth B. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga, 1980.
Abdurrahman. Guru SD Tolontoraja 5 Pasean, Wawancara Langsung ( di Rumah)
21 Oktober 2022 pada pukul 14.00.
Arifin, Bambang Syamsul. Psikologi Agama. Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Rahmat, Jalaludin. Psikologi Agama. Bandung: Mizan Pustaka, 2003.
Psikologi islam mengintegritaskan ilmu dan iman, artikel UIN Syarif Hidayatullah
Jakrta, 2010, https://www.uinjkt.ac.id/psikologi-islam-mengitegrasikan-
ilmu-dan-iman/
Nafisah, Insiyatun. Mahasiswi IAIN Madura. Wawancara Langsung (25 Oktober
2022 pada pukul 15.50.
Sahar, Santri. Pengantar Antropologi: Integrasi Ilmu Dan Agama. Makassar: Cara
Baca, 2015.
Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers, 2012.
Maran, Rafael Raga. Manusia Dan Kebudayaan Dalam Perspektif Ilmu Budaya
Dasar. Jakarta: Rineka Cipta, 2007.
http://moraref.kemenag.go.id/documents/article
Murdan. Islam dan Tantangan Globalisasi. AL - JAMI Jurnal Ilmiah Keagamaan,
Pendidikan, dan Dakwah 7, no.1. Januari–Juni,2001.
https://idr.uinantasari.ac.id/6717/1/Islam%20dan%20Tantangan%20Global
isasi.pdf
Wahid, Ahmad, dkk. Globalisasi dalam Timbangan Islam. Solo : Era Intermedia,
2002.
Jalaluddin. Psikologi Agama. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,1998.
17
Khalis, Fahmi Imam. Mahasiswa Program Studi Pendidikan Agama Islam,
Wawancara Lewat Telepon. 20 Oktober 2022 pada pukul 14.40.
18