Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara psikologis setiap orang memiliki corak keimanan yang berbeda dalam
kehidupannya.1 Para psikolog menyebut hal itu dengan orientasi keagamaan (religious
orientation) untuk membedakan corak keimanan yang berbeda.2 Menjadi seorang
beragama yang hidup dalam nilai-nilai dan ritus agama menjadi hal yang baik karena sudah
mencapai hidup yang diajarkan oleh agama, akan tetapi hidup di dalam agama menjadi
suatu perihal yang perlu dipertanyakan. Menurut Sigmund Freud dalam tulisan Ahmad
Maghfur bahwa manusia cenderung lari pada agama karena ketidakberdayaan menghadapi
bencana, dan kekuatiran yang berarti agama menjadi tempat pelarian manusia dari dunia
yang tidak berpengharapan.3 Skiner mengatakan kegiatan keagamaan menjadi faktor
penguat sebagai perilaku yang meredakan ketegangan.4 Jadi agama memberikan
pertolongan pada penganutnya dalam menghadapi masalah-masalah trauma dan persoalan
realita kehidupan baik masalah eksternal dan internal.
Mengenai orientasi beragama, Allport dan Ross dalam buku Fahmi L. Farzen
membagi menjadi dua jenis orientasi beragama yaitu orientasi intrinsik dan orientasi
ekstrinsik. Orientasi intrinsik yaitu apabila penganut agama (seseorang) menjadikan agama
sebagai hal yang utama dan sebagai penggerak kehidupan, sehingga segala aspek
kehidupan di validasi oleh agama yang dianut. Sedangkan orientasi ekstrinsik yaitu apabila
seseorang memperlakukan agama bukan sebagai hal yang utama, melainkan sebagai alat
untuk memenuhi kebutuhan lainya, misalnya kenyamanan, status sosial, dan keamanan. 5
Secara teoretis, jika alasan itu tidak ada lagi maka penganut agama tersebut akan
meninggalkan agamanya, jadi keberagamaannya ditentukan oleh suatu keuntungan yang

1
Roni Ismail. "Keberagamaan koruptor menurut psikologi (Tinjauan orientasi keagamaan dan psikografi
agama)." ESENSIA: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin 13.2 (2012): 293
2
Ismail, ”Keberagamaan koruptor menurut psikologi (Tinjauan orientasi keagamaan dan psikografi
agama).” 293
3
Ahmad, Maghfur. "Agama dan Psikoanalisa Sigmund Freud." Religia (2017): 209
4
Bambang Syamsul Arifin “psikologi agama” (Bandung: Pustaka Setia, 2008): 128-130
5
Fahmi Luttif Farzeen (2016). Hubungan antara Orientasi Religius dengan Psychological Well-being
pada Remaja Panti Asuhan Salatiga, Fakultas Psikologi, Jurnal: Universitas Kristen Satya Wacana, 6-7

1
didapat dari beragama itu.6 Disimpulkan bahwa orientasi keagamaan intrinsik dengan
ekstrinsik memiliki perbedaan secara esensial, dapat dilihat dari cara seseorang (penganut)
bertingkah laku dan cara menyikapi problematik yang ada. Jadi untuk mengetahui jenis
orientasi keagamaan seseorang maka tentu tidak lepas dengan kesejahteraan spiritual
karena kedua variabel ini saling memengaruhi.
Membahas kesejahteraan spiritual Gomez dan Fisher mendefinisikan hal tersebut
sebagai suatu keadaan yang merefleksikan perasaan positif, perilaku dan kognisi dari
hubungan dengan diri sendiri dan orang lain, serta hubungan dengan yang Maha Kuasa
(transcendent) dan alam, yang pada akhirnya memberikan individu suatu rasa identitas,
keutuhan, kepuasan, suka cita, rasa puas, keindahan, cinta, rasa hormat, sikap positif,
kedamaian dan keharmonian batin, serta tujuan dan arah dalam hidup. 7 Secara etimologi
kesejahteraan spiritualitas berasal dari dua kata yaitu kesejahteraan dan spiritualitas.
Jalaludin mengatakan bahwa spiritualitas berasal dari bahasa Latin yaitu spirit atau spiritus
yang berarti bernafas.8 Seorang tokoh psikologi William Irwin Thomson mengatakan
bahwa spiritualitas adalah cara hidup yang didasari dengan nilai-nilai keagamaan sebab
manusia tidak terlepas akan kebutuhan pertolongan dari yang Maha Kuasa pada saat
kesusahan, ketertekanan dan berbagai hal masalah.9 Jadi kesejahteraan spiritual adalah
sejauh mana penganut agama hidup dalam keharmonisan berkaitan dengan makna, tujuan
dan nilai-nilai kehidupan, jadi pada konteks ini kesejahteraan spiritual mengindikasikan
kualitas hidup.
Kaitan orientasi keagamaan dengan kesejahteraan spiritualitas yaitu, bahwa agama
memiliki pengaruh terhadap kesejahteraan spiritualitas. Kemantapan beragama akan dapat
dilihat dari kesejahteraan spiritual. Melalui orientasi religius turut berpengaruh secara
signifikan terhadap kesejahteraan spiritual. Hal ini diterangkan oleh Pollner sebagai
berikut: (1) Agama dapat menyediakan sumber-sumber untuk menjelaskan dan
menyelesaikan situasi problematik; (2) Agama meningkatkan perasaan berdaya dan

6
Ismail, ”Keberagamaan koruptor menurut psikologi (Tinjauan orientasi keagamaan dan psikografi
agama), 294
7
Handayani, Fitrias Putri, and Endang Fourianalistyawati. "Depresi dan Kesejahteraan Spiritual pada
Ibu Hamil Risiko Tinggi." Jurnal Psikologi Teori dan Terapan 8.2 (2018): 145-153.
8
. Na'imah, Tri, and Tukiran Tanireja. "Student well-being pada remaja Jawa." Psikohumaniora: Jurnal
Penelitian Psikologi 2.1 (2017): Hlm 8-9
9
Sriyanti, Ni Putu, Warjiman Warjiman, and Mohammad Basit. "Hubungan Kesejahteraan Spiritual
Dengan Kualitas Hidup Pasien Pasca Stroke." Jurnal Keperawatan Suaka Insan (JKSI) 1.2 (2016), hlm
2

2
mampu (efikasi) pada diri seseorang; (3) Agama menjadi landasan perasaan bermakna,
memiliki arah, dan identitas personal, serta secara potensial menanamkan peristiwa asing
yang berarti.10 Dari sini dapat dilihat bahwa orientasi beragama memiliki manfaat bagi
perilaku yang pada akhirnya memengaruhi kesejahteraan spiritualitas seseorang.
Menurut penelitian Kurniawati kesejahteraan spiritual memberikan kontribusi
terhadap kualitas hidup. Kemampuan seseorang dapat dilihat dari kualitas dalam memaknai
peluang yang diperoleh dalam hidupnya, sebagai hasil interaksi dengan lingkungan dan
pencapaian keselarasan hidup. Salah satunya keselarasan meyakini adanya sang pencipta,
yaitu kebutuhan untuk mendalami spiritual. Kesejahteraan spiritual mengarahkan sejauh
mana orang hidup dalam harmoninya berkaitan dengan makna, tujuan dan nilai-nilai
kehidupan. Semuanya menunjukan kualitas hidup, setiap individu memiliki kualitas hidup
yang berbeda tergantung dari masing-masing individu dalam menyikapi permasalahan
yang terjadi dalam dirinya. Jika menghadapi dengan positif maka akan baik pula kualitas
hidupnya.11 Dari hasil penelitian ini maka dapat disimpulkan agama memengaruhi
kesejahteraan spiritual seseorang.
Mengenai agama bangsa Indonesia adalah salah satu bangsa yang memiliki
keragaman agama atau kepercayaan yang dipeluk dan diyakini oleh penduduknya. Dengan
kata lain di Indonesia agama atau aliran kepercayaan, tidaklah tunggal namun beragam. 12
Sebelum Nusantara disebut Indonesia ternyata telah banyak lahir agama-agama lokal
(aliran kepercayaan) misalnya agama Parmalim yang lahir di tanah Batak, Kaharingan dari
Kalimantan, Kejawen dari Jawa, Tolotang dari Sulawesi Selatan, Aluk To Dolo dari Toraja
dan masih banyak lagi yang tetap eksis hingga saat ini.13 Selanjutnya sejak hadirnya
bangsa kolonial di Nusantara ini lahirlah agama-agama baru (non lokal) misalnya agama
Kristen Protestan, Katolik, Islam, Hindu, Budha, dan Konghucu yang tetap eksis hingga
saat ini.

10
3Chamberlain, K & Zika.S. 1992. Religiosity, Meaningin Life, & Psychological Well‐Being. Dalam
Schumaker J.F. Religion and Mental Health. New York: Oxford University Press. Dikutip dalam
(S.A.G. Amawidyati & M.F. Utami (2007). Religiusitas dan Psychological Well‐Being Pada Korban
Gempa.Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Jurnal Psikologi, Vol. 34, No. 2, 164 – 176)
11
Sapriyanti, Sapriyanti, Dhea Natasha, and Dewi Gayatri. "Kesejahteraan Spiritualitas (Spiritual
Well being) dan Kualitas Hidup Pasien Penyakit Jantung Koroner di Rumah Sakit."Jurnal Penelitian
Kesehatan" SUARA FORIKES"(Journal of Health Research" Forikes Voice") 12 (2021): Hlm 78-82.
12
Hasan, M. Abdul Khaliq. "Merajut Kerukunan dalam Keragaman Agama di Indonesia (Perspektif
Nilai-Nilai Al-Quran)." Profetika: Jurnal Studi Islam 14.1 (2016). Hlm 6.
13
Wibisono, M. Yusuf, Adeng M. Ghozali and Siti Nurhasanah. "Keberadaan agama lokal di Indonesia
dalam perspektif moderasi." Digital Library UIN Sunan Gunung Djati Bandung (2020).

3
Secara sosiologis agama merupakan fenomena universal yang selalu melekat pada
diri manusia, karenanya kajian tentang agama akan terus berkembang dan tetap menjadi
sebuah kajian penting seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan.14 Menurut
Daradjat kehadiran agama merupakan suatu proses interaksi manusia dengan sesuatu yang
transenden dan dipercayai ada suatu realitas tertinggi yang tidak dapat dijangkau oleh
manusia.15 Menurut Émile Durkheim dalam tulisan Shonhaji agama adalah suatu sistem
yang kompleks, final dan tidak terlepas dengan praktik atau ritus yang menghubungkan
antara propan dengan yang sakral atau suci. Teolog melihat agama sebagai seperangkat
aturan yang datang dari “Tuhan” sedangkan bagi para psikolog, antropolog dan sosiolog
melihat agama sebagai ekspresi manusia dalam merespon terhadap permasalahan yang
melingkupi kehidupan.16 Jadi agama merupakan suatu konstruksi masyarakat yang lahir
dari perjalanan sejarah manusia dalam memahami yang transendental, sehingga
menjadikan sebagai sumber-sumber norma, perekat masyarakat yang multikultural, dan
sumber harapan dan jawaban bagi manusia dalam realitas kehidupan.
Keberadaan agama ini memberikan pengaruh yang signifikan bagi pemeluknya.
Casey menjelaskan bahwa agama memiliki dua manfaat bagi pemeluknya secara individu
dan sosial. Manfaat agama pada ranah individu agama dapat mempengaruhi kesehatan
mental psikologi seseorang, dalam hal ini diantaranya dapat mengurangi kecemasan,
frustasi, trauma dan syok. Sedangkan pengaruh agama di ranah sosial, agama bermanfaat
pada pengontrolan dan pengendalian perilaku-perilaku yang erat dengan kejahatan maupun
perilaku yang berisiko misalnya pembunuhan, diskriminasi sosial, tindakan kekerasan,
penipuan, pemerkosaan, dan penganiayaan.17
Mengenai agama dalam konteks masyarakat Sumatera Utara, terdapat agama lokal
yang sampai saat ini tetap eksis yaitu agama Malim. Agama lokal ini lahir di Sumatera
Utara dari etnis Batak Toba. Lahirnya agama Malim dimulai atas gerakan masyarakat
Batak demi mempertahankan adat dan budaya dari kolonialisme dan imperialisme bangsa

14
Shonhaji. ”Agama Sebagai Perekat Social Pada Masyarakat Multikultural”, Al-Adyan: Jurnal Studi
Lintas Agama 7.2 (2012): 9
15
Risalatul Muawanah ”Hubungan antara tingkat religiusitas dengan berpacaran pada mahasiswa
semester VI Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang” (Universitas
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim 2014), 23
16
Shonhaji ” Agama Sebagai Perekat Social Pada Masyarakat Multikultural”, 3-4
17
Haryanto, Handrix Chris. "Apa Manfaat Dari Agama?(Studi Pada Masyarakat Beragama Islam Di
Jakarta)." Insight: Jurnal Ilmiah Psikologi 18.1 (2016): 19-3

4
Belanda. Jadi kehadiran agama ini mendorong masyarakat Batak memegang teguh adat
dan budaya dengan bentuk berpakaian, cara bertingkah laku yang bersumber dari hukum
adat yang dipercayai diberikan langsung oleh Mulajadi Na Bolon (Tuhan).18
Agama Malim atau yang sering disebut Parmalim merupakan suatu kepercayaan
yang percaya terhadap sosok yang transenden yang sering disebut sebagai Debata Mulajadi
Nabolon (Tuhan Yang Maha Esa) dan dipercayai sebagai sumber ajaran kebenaran,
pencipta manusia, langit, bumi dan segala isi alam semesta.19 Sama halnya bagaimana
agama-agama Abrahamik yang memiliki iman kepada Allah sebagai sumber segala
sesuatu.
Pada penelitian Mangido Nainggolan mengungkapkan bahwa penganut agama
Parmalim mengalami marginalisasi atau ketidakadilan dari lingkungan sosial bahkan dari
negara. Dapat dilihat dari hasil pengakuan penganut agama Parmalim bahwa ana-anak
mereka pada saat melamar pekerjaan dan diterima disuatu perusahaan namun ketika
mengetahui identitas keagaman sebagai penganut Parmalim langsung di pecat dengan
berbagai alasan yang tidak masuk akal. Kasus selanjutnya anak-anak dari penganut agama
tersebut sering mengalami penganiayaan baik secara verbal di sekolah dengan
mengemukakan tuduhan sebagai penyembah roh-roh nenek moyang (si pele begu).20
Dalam penelitian ini penulis mengangkat judul orientasi keagamaan dan
kesejahteraan spiritual pada konteks penganut agama lokal (Parmalim) dalam tinjauan
psikologi agama. Hal ini berbeda dengan peneletian yang telah disebutkan di atas.
Perbedaan itu meliputi: Pertama, penelitian mengenai hubungan orientasi keagamaan dan
kesejahteraan spiritual dalam konteks agama Parmalim belum ditemukan. Kedua,
penelitian ini dilakukan dalam konteks agama lokal karena selama ini penelitian mengenai
orientasi keagamaan dan kesejahteraan spiritual hanya dilakukan di konteks agama non
lokal (Islam, Kristen, Hindu) sedangkan penelitian terhadap penganut agama lokal
(Parmalim) yang mengalami ketidakadilan di tengah-tengah masyarakat dan negara belum
pernah ditemukan. Ketiga, penelitian ini dilakukan dengan tinjauan psikologi agama,

18
Suharyanto, Agung. "Makna Ritual Marari Sabtu Pada Ruas Ugamo Malim." Jurnal Ilmiah
Sosiologi Agama (JISA) 2.1 (2019) (14) pkl 02:30
19
Sinaga, Delfiana. Gondang Hasapi Pada Upacara Ritual Parmalim Si Pahasada Di Huta Tinggi
Kecamatan Laguboti Kabupaten Toba Samosir (Kajian Bentuk Penyajian Dan Fungsi). Diss.
UNIMED, 2015.
20
Mangido Nainggolan. "Eksistensi Penganut Agama Parmalim Dalam Negara Demokrasi
Indonesia." Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS) 4.1 (2021). Hlm 500

5
karena penulis beranggapan bahwa orientasi keagamaan dan kesejahteraan spiritual hanya
dapat dilihat dengan psikologi agama. Hal ini bertujuan untuk menganalisis dan menelaah
tujuan kehidupan beragama pada seseorang dan mempelajari seberapa besar pengaruh
keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku serta keadaan hidup secara netral,21 pada
penganut agama Parmalim yang mengalami ketidakadilan oleh karena identitas
keagamaan.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana hubungan antara orientasi keagamaan dengan kesejahteraan spiritual
agama pada penganut agama Parmalim di Huta Tinggi, kecamatan Laguboti, kabupaten
Toba, provinsi Sumatera Utara dengan tinjauan Psikologi agama.?
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mendeskripsikan dan menganalisis hubungan orientasi keagamaan dan
kesejahteraan spiritual/agama pada penganut agama Parmalim di Huta Tinggi, kecamatan
Laguboti, kabupaten Toba, Provini Sumatera Utara, dari perspektif psikologi agama.
1.4 Manfaat Penelitian
A. Manfaat teoretis
Penelitian ini di harapkan dapat memberikan pemahaman baru dan sumbangan
pemikiran mengenai topik hubungan orientasi keagamaan dan kesejahteraan
spiritual/agama pada penganut agama Parmalim.
B. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan kontribusi baru pada dunia
akademik dalam kaitan orientasi keagamaan dan kesejahteraan spiritual/agama pada
penganut agama Parmalim di Huta Tinggi, kecamatan Laguboti, kabupaten Toba, Provini
Sumatera Utara. Manfaat praktis lainya bahwa sejauh ini di Indonesia belum pernah di
lakukan penelitian terhadap orientasi religius dan kesejahteraan spritualitas pada
penganut agama Parmalim.

1.5 Metode Penelitian


A. Jenis penelitian

21
Masganti Sitorus. "Psikologi Agama." (2011). Hlm 10

6
Penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi. Pada prinsipnya metode penelitian ini adalah suatu cara untuk
menghasilkan sejumlah penjelasan konkret tentang apa yang akan ditulis dan apa
yang diucapkan oleh orang yang menjadi sasaran penelitian secara deskripsi
mengenai perilaku, sikap mereka yang dapat diamati, sehingga data yang dihasilkan
bukan data yang berbentuk angka-angka melainkan kata-kata yang bersifat
deskriptif. Metode ini digunakan untuk meneliti suatu kondisi objek yang bersifat
alamiah, peneliti sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara
triangulasi (observasi, wawancara, dokumentasi), dan hasil penelitian kualitatif
bersifat memahami makna, keunikan, mengkontruksi fenomena, dan menemukan
hipotesis22
Sedangkan pendekatan fenomenologi adalah suatu pendekatan untuk
melihat gejala merupakan dasar dan syarat mutlak untuk semua aktivitas ilmiah.
Pendekatan fenomenologi bertujuan untuk mengajak dan menyaksikan langsung
fenomena yang bersangkutan, atau untuk menunjukannya melalui bahasa. Seperti
yang dikatakan Husserl penedekatan fenomenologi merupakan sebuah upaya
memahami kesadaran sebagaimana dialami dari sudut pandang orang yang
mengalami sendiri. 23
Penggunaan penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan
fenomenologi ini bertujuan untuk menghubungkan orientasi keagamaan dan
kesejahteraan spiritual pada penganut agama Parmalim. Adapun yang hendak
dihubungkan oleh peneliti adalah apakah orientasi keagamaan dan kesejahteraan
spritual memengaruhi penganut agama Parmalim untuk tetap menganut agama
tersebut, dan apa dasar-dasar keagamaan yang memengaruhi kedua varibel tersebut.
Maka menurut hemat penulis pemilihan metode kualitatif deskriptif dengan
pendekatan fenomenologi ini sangat relevan digunakan, dengan alasan bahwa jenis
penelitian ini telah sejalan dengan tujuan dalam penelitian, yaitu untuk mengetahui
bagaimana orientasi keagamaan dan kesejahteraan spritual pada penganut agama
Parmalim.

22
Salim &Syahrum “ Metodologi Penelitian Kualitatif, Konsep dan Aplikasi dalam Ilmu social,
keagamaan dan Pendidikan” (Bandung: Citapustaka, 2012): 147
23
O. Hasbiansyah. "Pendekatan fenomenologi: Pengantar praktik penelitian dalam Ilmu Sosial dan
Komunikasi." Mediator: Jurnal Komunikasi 9.1 (2008): 165

7
B. Karakteristik partisipan
Karakteristik partisipan dalam penelitian ini adalah,
1. Penganut agama Parmalim
2. Berusia 17 tahun ke atas
3. Bisa berkomunikasi secara lancar dan baik dengan menggunakan bahasa Batak Toba
atau bahasa Indonesia
4. Bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini dengan mengisi formulir informed
consent.
C. Teknik pengambilan data
Dalam peneletian ini, kualitas penelitian sangat tergantung pada kualitas dan
kelengkapan data yang dihasilkan. Adapun pertanyaan yang harus diperhatikan dalam
pengumpulan data adalah apa, dimana, bagaimana, dan kapan. Adapun teknik dalam
pengumpulan data harus meliputi sebagai berikut:
a. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu teknik yang harus digunakan untuk
mengumpulkan data penelitian. Secara sederhana wawancara suatu proses interaksi
antar pewawancara dengan partisipan (sumber informasi) melalui komunikasi.
Wawancara ini bertujuan untuk mencatat opini, perasan, emosi dan hal lain yang
berkaitan dengan partisipan.
b. Observasi
Observasi merupakan suatu teknik dalam pengumpulan data secara
langsung dari lapangan. Menurut Zainal Arifin observasi adalah suatu proses yang
didahului dengan pengamatan kemudian pencatatan yang bersifat sitematis, logis,
objektif dan rasional terhadap berbagai macam fenomena dalam situasi yang
sebenarnya.
c. Dokumentasi
Metode dokumentasi sangat lazim digunakan dalam penelitian kualitatif.
Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang berarti tertulis, metode dokumentasi
adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menelusuri data historis.
Dalam hal itu keberhasilan dalam pengumpulan data sangat ditentukan oleh
kemampuan peneliti dalam menghayati situasi sosial yang dijadikan fokus

8
penelitian.24 Jadi dari uraian ketiga teknik pengumpulan data yang diatas, maka
penulis akan menggunakan ketiga teknik tersebut karena melalaui penggunaan
ketiga teknik ini akan menolong peneliti menjawab rumusan masalah, dan
mempertanggungjawabkan keabsahan hasil penelitian.
D. Teknik Analisis Data
Menurut Bogdan dan Biklen menjelaskan bahwa analisis data ialah proses
mencari dan mengatur secara sistematis transkip wawancara, catatan lapangan dan
bahan-bahan lain yang telah dikumpulkan untuk menambah pemahaman sendiri
mengenai bahan-bahan lain yang telah dikumpulkan untuk menambah pemahaman
sendiri tersebut sehingga memungkinkan temuan tersebut dilaporkan kepada pihak lain.
Dengan kata lain menganalisis data yaitu suatu proses untuk mengerjakan data,
menatanya, membagi menjadi satuan-satuan yang dapat dikelola, mensintesisnya,
mencari pola, menemukan apa yang penting dan apa yang akan dipelajari dan
memutuskan apa yang akan dilaporkan25. Dalam penelitian ini, peneliti akan
menganilisis kata-kata dan gambar untuk menguraikan fenomena sentral penelitian,
karena dalam penelitian kualitatif terdiri dari teks atau gambar sehingga akan ada
perbedaan pendekatan dalam analisis hasil penelitian.26 Untuk itu data yang didapat
kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis data kualitatif model interaktif dari
Miles dan Huberman yang terdiri dari: reduksi data, penyajian data dan kesimpulan
dimana prosesnya berlangsung secara sirkuler selama peneletian berlangsung.27 Pada
tahap awal pengumpulan data, fokus peneletian masih melebar dan belum tampak jelas,
sedangkan observasi masih bersifat umum dan luas. Setelah fokus semakin jelas maka
peneliti menggunakan observasi yang lebih berstruktur untuk mendapatkan data yang
lebih spesifik.28

Sistematika Penulisan

Penulis memberikan sistematika penulisan ini ke dalam beberapa bagian, yaitu:


Pertama, memberikan penjelasan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah,

24
Farida Nugrahai, 114-124
25
Salim & Syahrum 144
26
Nadiyah Abdullah103
27
Farida Nugrahai, 124
28
Farida Nugrahai, 125

9
tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian atas penjelasan secara umum
mengenai penelitian dan sistematika penelitian. Kedua memaparkan teori terkait
orientasi keagmaan dan kesejahteraan spritual. Ketiga, menguraikan hasil. Keempat
berisi tentang pembahasan dan analisis yang meliputi kajian terhadap orientasi
keagamaan dan kesejahteraan spritual dan menghubungkan kedua variabel dari tinjauan
psikologi agama. Kelima berisi penutup yang meliputi kesimpulan yang diperoleh dari
hasil penelitian di Huta Tinggi, kecamatan Laguboti, kabupaten Toba, provinsi
Sumatera Utara disertai saran dan masukan-masukan mengenai orientasi keagamaan
dan kesejahteraan spritual pada penganut agama Parmalim.

BAGIAN II

LANDASAN TEORI

Pada bab ini, peneliti akan menjelaskan teori yang digunakan sebagai acuan dalam
penelitian ini. Pertama, peneliti akan membahas konsep ajaran agama Parmarmalim dan
masalah yang dialami oleh penganut agama Parmalim dari lingkungan sosial. Kedua,
akan menjelaskan teori orientasi keagamaan. Ketiga, akan memaparkan teori
kesejahteraan spritual. Adapun di bagian akhir, akan dijelaskan mengenai keterkaitan
mengenai kedua variabel tersebut, yaitu bagaimana hubungan orientasi keagamaan dan
kesejahteraan spritual.

1. Agama Parmalim
Mengenai agama dalam konteks masyarakat Sumatera Utara, terdapat agama lokal
yang sampai saat ini tetap eksis yaitu agama Malim. Agama lokal ini lahir di Sumatera
Utara dari etnis Batak Toba. Lahirnya agama Malim dimulai atas gerakan masyarakat
Batak demi mempertahankan adat dan budaya dari kolonialisme dan imperialisme bangsa
Belanda. Jadi kehadiran agama ini mendorong masyarakat Batak memegang teguh adat
dan budaya dengan bentuk berpakaian, cara bertingkah laku yang bersumber dari hukum
adat yang dipercayai diberikan langsung oleh Mulajadi Na Bolon (Tuhan).29

29
Suharyanto, Agung. "Makna Ritual Marari Sabtu Pada Ruas Ugamo Malim." Jurnal Ilmiah
Sosiologi Agama. 2.1 (2019) (14) pkl 02:30

10
Sama halnya dengan agama-agama Abrahamik yang memiliki iman kepada Allah
sebagai sumber segala sesuatu yang ada. Agama Malim atau yang sering disebut Parmalim
juga suatu kepercayaan yang percaya terhadap sosok yang transenden yang sering disebut
sebagai Debata Mulajadi Nabolon (Tuhan Yang Maha Esa) dan dipercayai sebagai sumber
ajaran kebenaran, pencipta manusia, langit, bumi dan segala isi alam semesta 30. Dalam
kebiasan beragama, Agama Parmalim memilki ritus keagamaan khusus dilakukan untuk
menyembah dan memaknai kuasa Debata Mulajadi Nabolon.
Mengenai ritus keagamaan agama Parmalim, ada sembilan upacara ritual khusus
sebagai penganut agama parmalim yaitu upacara marari sabtu (upacara yang dilakukan
setiap hari Sabtu), martutu aek (upacara kelahiran anak), pasahat tondi (upacara
kematian), mardebata (upacara sembah Tuhan), mangan na paet (upacara memakan yang
pahit), sipaha sada (upacara kelahiran Simarimbulubosi), sipaha lima (upacara
persembahan sesaji besar), mamasu-masu (upacara memberkati perkawinan) dan
manganggir (upacara pensucian diri). Semua upacara ini masih tetap diamalkan oleh
penganut agama Malim hingga kini. Dari kesembilan upacara tersebut, ada tiga bentuk
upacara ritual sebagai upacara besar agama parmalim yang harus diiringi dengan gondang
(musik) dan tortor (tarian) batak pada ritus dilangsungkan, yakni; mardebata, sipaha sada
dan sipaha lima. Penggunaan gondang dan tortor dimaknai sebagai bagian integral dalam
ketiga jenis upacara itu. Keduanya wajib dilaksanakan jika ingin upacara peribadatan itu
mendapatkan nilai yang paripurna. 31
Salah satu upacara ritual rutin dilakukan oleh parmalim yang sarat dengan budaya
Batak Toba adalah marari sabtu. Hal ini dapat dilihat jika marari sabtu dilaksanakan maka
semua umat harus memakai busana kebudayaan Batak Toba. Kaum laki-laki harus
menggunakan ulos Batak dan kain putih yang diikatkan di kepala sedangkan kaum
perempuan/ibu memakai kebaya dan ulos serta sanggul (konde). Ulos tidak dapat
dipisahkan dari ritual marari sabtu karena dipercaya memiliki dimensi spiritual. Bukan
hanya itu, pada pelaksanaan upacara berlangsung posisi duduk laki-laki dan perempuan
harus terpisah. Menurut kebiasaan Parmalim kaum laki-laki harus duduk di sebelah kanan

30
Sinaga, Delfiana. Gondang Hasapi Pada Upacara Ritual Parmalim Si Pahasada Di Huta Tinggi
Kecamatan Laguboti Kabupaten Toba Samosir (Kajian Bentuk Penyajian Dan Fungsi). Diss.
UNIMED, 2015.
31
Wiflihani, Wiflihani, and Agung Suharyanto. "Upacara Sipaha Sada Pada Agama Parmalim Di
Masyarakat Batak Toba Dalam Kajian Semiotika." JUPIIS: Jurnal Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial
3.1 (2011): 104

11
sedangkan kaum perempuan disebelah kiri, hal ini dilakukan untuk menjaga kesucian umat
agar tidak berdosa serta mengarahkan umat untuk tetap fokus pada Debata Mulajadi
Nabolon yang disembah.32 Jadi makna dan tujuan marari sabtu dilakukan untuk menaikan
doa permohonan kepada agar diberi kesehatan, keselamatan, keamanan, dan kemakmuran.
Adapun tempat perkumpulan setiap hari Sabtu yaitu di Bale Partonggoan, Bale Pasogit di
pusat maupun di rumah parsantian di cabang/daerah. Dari kesempatan itu para jemaat akan
diberi poda (khotbah) atau bimbingan agar lebih tekun berprilaku dan menghayati identitas
dirinya sebagai Parmalim.33
Berbicara mengenai agama Parmalim, pada penelitian Mangido Nainggolan
mengungkapkan bahwa penganut agama Parmalim mengalami marginalisasi atau
ketidakadilan dari lingkungan sosial bahkan dari negara. Dapat dilihat dari hasil pengakuan
penganut agama Parmalim bahwa anak-anak mereka pada saat melamar pekerjaan dan
diterima disuatu perusahaan namun ketika mengetahui identitas keagaman sebagai
penganut Parmalim langsung di pecat dengan berbagai alasan yang tidak masuk akal.
Kasus selanjutnya anak-anak dari penganut agama tersebut sering mengalami
penganiayaan baik secara verbal di sekolah dengan mengemukakan tuduhan sebagai
penyembah roh-roh nenek moyang (si pele begu).34 Dalam kasus ini sangat terlihat bahwa
penganut agama Parmalim mengalami tekanan dari masyarakat bahkan dari tempat kerja
oleh karena agama yang di anut yaitu agama Parmalim.
2. Orientasi keagamaan
Dalam ilmu psikologi setiap orang memiliki orientasi beragama yang berbeda,
bahkan faktor lain yang memengaruhi kedisiplinan beribadah adalah orientasi keagamaan,
hal tersebut dapat memengaruhi individu dalam melaksanakan penyembahan/ibadah
karena akan terlihat seseorang memposisikan agama dalam kehidupan sehari-hari.35 Dalam
melakukan pembahasan tentang masalah orientasi keagamaan tersebut, tulisan ini akan

32
Dapot Siregar & Yurulina Gulo. "Eksistensi Parmalim Mempertahankan Adat Dan Budaya Batak Toba
Di Era Modern." Anthropos: Jurnal Antropologi Sosial Dan Budaya Journal of Social and Cultural
Anthropology 6.1 (2020) 49
33
Suharyanto, Agung. "Makna Ritual Marari Sabtu Pada Ruas Ugamo Malim." Jurnal Ilmiah Sosiologi
Agama (Jisa) 2.1 (2019): 24
34
Mangido Nainggolan. "Eksistensi Penganut Agama Parmalim Dalam Negara Demokrasi Indonesia."
Journal of Education, Humaniora and Social Sciences, 4.1 (2021): 500
35
Roni Ismail. "Keberagamaan koruptor menurut psikologi (Tinjauan orientasi keagamaan dan
psikografi agama)." ESENSIA: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin 13.2 (2012) Hlm 293

12
memaparkan beberapa teori orientasi keagamaan yang akan digunakan untuk mengetahui
orientasi keagmaaan penganut agama Parmalim dengan pengkajian psikologi agama.
Orientasi agama adalah suatu sikap manusia atau penganut agama tersebut dan
tingkat keterikatan individu terhadap agamanya36. Hal ini menunjukkan bahwa individu
telah menghayati dan menginternalisasikan ajaran agamanya sehingga berpengaruh dalam
segala tindakan dan pandangan hidupnya. Allport dan Ross melihat orientasi keagamaan
merupakan komitmen individu dalam kehidupan yang menjadikan agama sebagai titik
pandangan atau kerangka referensi. Menurut Paloutzian dalam tulisan Abdillah Havi Al
Hilmi, bahwa orientasi keagamaan akan mempengaruhi sikap, perilaku sehari-hari dan
sikap keagamaannya.37 Dalam hal sikap, orientasi keagamaan menentukan sikap yang
secara moral relevan (morally relevant attitude), misalnya dalam bentuk prasangka
terhadap pihak lain dari sikap yang secara moral relevan ini pada gilirannya akan
melahirkan perilaku sosial yang secara moral relevan (morally relevant action). Secara
definitif orientasi beragama merujuk agama dalam kehidupan seseorang. Mengingat
orientasi keberagamaan setiap manusia berbeda-beda, maka Paloutzin membedakan
orientasi beragama dalam dua kategori, yaitu orientasi intrinsik dan orientasi ekstrinsik.38
Jadi orientasi agama mencerminkan tingkat keterikatan individu terhadap agamanya, yang
mempengaruhi sikap, perilaku sehari-hari, dan pandangan hidup, sehingga dapat dibedakan
menjadi orientasi intrinsik dan orientasi ekstrinsik.
Orientasi intrinsik adalah orang yang hidup berdasarkan agama, jadi agama
dijadikan sebagai, pengontrol, jalan dan tujuan hidup yang berujung pada ketaatana secara
mutlak terhadap setiap ajaran agama.39 Orientasi intrinsik ini dimotivasi atau lahir dari
dirinya tanpa ada intervensi dari luar. Sedangkan orientasi ekstrinsik yaitu seseorang
memposisikan agama sebagai alat untuk memuasakan diri demi kepentingan pribadi
bahkan agama bukanlah sebagai motif utama melainkan sebagai senjata dalam memenuhi

36
Suminta, Rini Risnawita. "Hubungan Antara Tipe Kepribadian Dengan Orientasi Religiusitas."
Fikrah: jurnal ilmu aqidah dan studi keagamaan 4.2 (2016): 214-215
37
Abdillah Havi Al Hilmi, Orientasi agama Manusia: 1, diakses 27 juli 2022,
https://id.scribd.com/document/477261061/Orientasi-Agama-untuk-Manusia
38
Aryani, Sekar Ayu. “Orientasi, Sikap dan Perilaku Keagamaan (Studi Kasus Mahasiswa Salah
Satu Perguruan Tinggi Negeri di DIY).” Religi: Jurnal Studi Agama-Agama 11.1 (2015): 60-61
39
Aryani, Sekar Ayu. “Orientasi, Sikap dan Perilaku Keagamaan (Studi Kasus Mahasiswa Salah
Satu Perguruan Tinggi Negeri di DIY).” 61

13
keinginan, keperluan pribadi. Jadi orientasi beragama akan menciptkan berbagai macam
sikap dan tindakan keagamaan.40
Allport dan Ross membagi orientasi keagmaan menjadi dua yaitu orientasi
keagamaan intrinsik atau ekstrinsik.41 Seseorang yang memiliki orientasi keagamaan
intrinsik maka akan menjadikan agama sebagai suatu yang penting, akan terlihat dari
bentuk penghayatan perjalanan kehidupan dengan menjadikan agama sebagai sumber
kekuatan yang dapat meyakinkan untuk menghadapi kehidupan karena agama dianggap
mampu memberikan harapan dan pengarahan serta bantuan dalam pemecahan setiap
konflik kehidupan. 42Hal ini dipahami sebagai suatu keputusan yang lahir dalam diri tanpa
ada pengaruh lingkungan. Sedangkan seseorang dengan orientasi keagamaan yang
ekstrinsik akan melihat agama sebagai suatu alat yang dapat dimanfaatkan demi
kepentingan pribadi sehingga agama cendrung dipahami sebagai kerangka kegunaan dan
mengembangkan keyakinan agama secara selektif. Dari pandangan Allport dan Ross
searah dengan pandanagan Paloutzin mengenai orientasi keagamaan.
Dalam terminologi Skinnerian dikatakan bahwa orang yang memiliki orientasi
keagamaan ekstrinsik ini ikut dalam dalam ritus-ritus keagamaan karena ada keuntungan
secara instan semacam penguatan nyata (reinforcement) hal itulah yang menjadi menarik
keikut-sertaannya dalam agama.43 Secara teoretis, jika tidak ada keuntungan dari agama
tersebut maka secara pasti ia akan meninggalkan agamanya, artinya keputusan
beragamanya ditentukan oleh ada tidaknya keuntungan yang didapat dari beragama itu. 44
Dengan ungkapan lain ada motif non-agama dari perilaku orang beragama. Berbeda halnya
dengan orientasi keagamaan intrinsik, yaitu orang yang hidup berdasarkan keimanan
yang ada di percayai di dalam agama yang dianutnya. Ide keimanan yang dimotivasi
secara intrinsik bermakna bahwa. Cendrung orang yang memilki orientasi keagmaan
intrinsik adalah orang yang telah mencapai tingkat kematangan pribadi dan integritas
tertentu. Ia mengembangkan kapasitas untuk membuat komitmen terhadap agamanya tanpa

40
Google, Abdillah Havi Al Hilmi,
41
Wibisono, Susilo, and Muhammad Taufik. "Orientasi keberagamaan ekstrinsik dan
fundamentalisme agama pada mahasiswa Muslim: Analisis dengan Model Rasch." Jurnal
Psikologi Sosial 15.1 (2017): 2
42
Wibisono, Susilo, and Muhammad Taufik. "Orientasi keberagamaan ekstrinsik dan
fundamentalisme agama pada mahasiswa Muslim: 3-4
43
Ismail, Roni. “Keberagamaan koruptor menurut psikologi (Tinjauan orientasi keagamaan dan
psikografi agama).” ESENSIA: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin 13.2 (2012): 293
44
Ismail, Roni. “Keberagamaan koruptor menurut psikologi (Tinjauan orientasi keagamaan dan
psikografi agama). 294

14
syarat dengan membuat keputusan secara independen. Sedangkan orang ekstrinsik
mempunyai kebutuhan pribadi tertentu yang secara parsial dipenuhi melalui orientasi
agama yang utilitarian yang dapat berbentuk kebutuhan untuk peningkatan diri,
keamanan, kenyamanan, status atau dukungan sosial.45
3. Kesejahteraan Spritualitas
Dalam ilmu psikologi agama kesejahteraan spiritual menurut Gomez dan Fisher,
merupakan konsep mengenai keadaan bawaan, yang didorong oleh motivasi atau dorongan
untuk memahami hingga sampai pada kesadaran akan tujuan hidup, sifatnya tidak terikat
dan subyektif, serta berpusat pada suatu keunikan tertentu yang kemudian diyakini sebagai
kebenaran.46 Kesejahteraan spiritual ini memiliki tindakan nyata berhubungan dengan
esensi keberadaan, pengalaman batin tertinggi dan keyakinan tertentu.47 Menurut Maslow,
Sandhu, dan Painter dalam tulisan Aam Imaddudin mengatakan kesejahteraan spiritual
juga dapat dimaknai sebagai konsep transendensi yang merupakan suatu pencapaian
tertinggi dalam perkembangan individu yang berfungsi sebagai motivasi yang mendorong
dan menginspirasi individu dalam mencari makna dan tujuan hidup.48 Bander dan Painter
mengatakan konsep pencapaian tertinggi ini sebagai ciri kemanusiaan yang membedakan
individu dengan makhluk yang lainnya dan sebagai dimensi kemanusiaan yang dapat
menjadi indikator tingkat kesehatan mental seseorang. Menurut Chowdhury dan Fernando,
kesejahteraan spiritual merupakan suatu perangkuhan kepuasan atas pengenalan diri
terhadap ke realitas transenden dalam menemukan kebahagiaan atas suatu dasar dari
kesejahteraan spiritual dalam hidup yang berakhir pada mengaplikasikan. 49 Jadi
kesejahteraan spiritual adalah sejauh mana penganut agama hidup dalam keharmonisan

45
Ismail, Roni. “Keberagamaan koruptor menurut psikologi (Tinjauan orientasi keagamaan dan
psikografi agama).” 294-295
46
Endang Fourianalistyawati, “Kesejahteraan Spiritual Dan Mindfulness Pada Majelis Sahabat
Shalawat,” Psikis-Jurnal Psikologi Islami Vol. 3 No. 2 (2017): 80
47
Endang Fourianalistyawati, “Kesejahteraan Spiritual Dan Mindfulness Pada Majelis Sahabat
Shalawat,” 81
Https://Www.Researchgate.Net/Publication/323170468_KESEJAHTERAAN_SPIRITUAL_DAN
_MINDFULNESS_PADA_MAJELIS_SAHABAT_SHALAWAT

48
Imaddudin, Aam, “Pengembangan Konstruk Kesejahteraan Spiritual Mahasiswa.” Universitas
Islam Bandung, 6-7 November (2015): 4
Https://Www.Researchgate.Net/Profile/Aam-
Imaddudin/Publication/336914219_Pengembangan_Konstruk_Kesejahteraan_Spiritual_Mahasisw
a/Links/5dba321ba6fdcc2128f0ccb7/Pengembangan-Konstruk-Kesejahteraan-Spiritual-
Mahasiswa.Pdf
49
Imaddudin, Aam. “Pengembangan Konstruk Kesejahteraan Spiritual Mahasiswa”; 4

15
berkaitan dengan makna, tujuan dan nilai-nilai kehidupan, jadi pada konteks ini
kesejahteraan spiritual mengindikasikan kualitas hidup.
Dalam tulisan Kurniawati Fisher memetakan ada 4 aspek kesejahteraan spiritual,
yaitu:
a). Domain perorangan, merujuk pada personal, yaitu menemukan makna hidup, atas
tujuan dan nilai-nilai kehidupan. Pencapain domain personal ini yaitu merujuk pada
kesadaran diri secara pribadi yakni mendorong diri demi terwujudnya harga diri.
b). Domain kolektif, kemampuan pribadi membangun relasi, berkaitan dengan sosialitas,
moralitas dan kepercayaan, menannamkan rasih kasih dari nilai-nilai agama, nilai-nilai
budaya, keimanan, pengampunan serta harapan terhadap realitas transenden
c). Domain Environmental, keterkaitan lingkungan secara natural, menikmati keindahan
alam, mengalami puncak kepuasan pengalaman (peak experience), menjaga lingkungan.
d). Domain Transcendental, menjalin hubungan harmonis terhadap yang Illahi, yang
melibatkan keimanan dan kepercayaan akan adanya Tuhan dengan melibatkan ritus-ritus
keagamaan yang sacral melalaui pemujaan dan penyembahan terhadap realitas yang
transenden. 50
Jadi Gomez dan Fisher menyimpulkan bahwa kesejahteraan spiritual
mengarahkan manusia hidup dalam kedamaian yang berkaitan dengan nilai-nilai keagmaan
yang termanifestasi di dalam diri. Hal ini dapat dilihat dari makana pemaknaan dan
pemeliharaan mengenai dunia fisik, perasaan dan keharmonisan dengan lingkungan
kesemuanya mengindikasikan kualitas hidup.
4. Keterkaitan Orientasi Keagamaan dan Kesejahteraan Spiritual
Kaitan orientasi keagamaan dengan kesejahteraan spiritualitas yaitu, bahwa
agama memiliki pengaruh terhadap kesejahteraan spiritualitas. Kemantapan beragama
akan dapat dilihat dari kesejahteraan spiritual. Melalui orientasi religius turut
berpengaruh secara signifikan terhadap kesejahteraan spiritual. Hal ini diterangkan oleh
Pollner sebagai berikut: (1) Agama dapat menyediakan sumber-sumber untuk
menjelaskan dan menyelesaikan situasi problematik; (2) Agama meningkatkan perasaan
berdaya dan mampu (efikasi) pada diri seseorang; (3) Agama menjadi landasan perasaan
bermakna, memiliki arah, dan identitas personal, serta secara potensial menanamkan

50
Kurniawati, Henie, “Studi Meta Analisis Spiritual Wellbeing Dan Quality Of Life.” Seminar
Psikologi dan Kemanusiaan 2015 Psychology Forum Umm. 2015: 143

16
peristiwa asing yang berarti.51 Dari sini dapat dilihat bahwa orientasi beragama memiliki
manfaat bagi perilaku yang pada akhirnya memengaruhi kesejahteraan spiritualitas
seseorang. Untuk mengetahui jenis orientasi keagamaan seseorang maka tentu tidak
lepas dengan kesejahteraan spiritual karena kedua variabel ini saling memengaruhi.

BAGIAN III

HASIL PENELITIAN

Pada bab ini, peneliti memaparkan hasil analisis terhadap data yang telah dikumpulkan.
Pertama, peneliti menjelaskan gambaran umum tentang lokasi penelitian, memaparkan
identitas partisipan dalam penelitian ini, dan terakhir, mendeskripsikan kategori atau tema
yang ditemukan.

A. Gambaran Umum Tempat Penelitian dan Data Partisipan


Hutatinggi adalah salah satu kampung di kecamatan Laguboti, kabupaten Toba,
Sumatera Utara.52 Desa Hutatinggi terkenal sebagai kampung Parmalim yang menjadi
untuk beribadah sekaligus tempat yang suci bagi umat Parmalim. Sejak lama, aktivitas
ritual agama Parmalim telah berpusat di desa Hutatinggi setelah raja Sisingamangaraja
mewariskan kuasa kepada murid setianya, yaitu raja Mulia Naipospos, untuk mengajarkan,
mempertahankan, dan melanjutkan penyebaran agama Parmalim untuk masa depan.53 Saat
ini, diperkirakan jumlah penganut agama Parmalim sekitar 22.000 jiwa (7.500 kepala
keluarga), dan sekitar 1.500 orang dari mereka tinggal di sekitar Hutatinggi.54
Jika dilihat dari peta administrasi pemerintahan, Hutatinggi terletak di desa
Pardomuan Nauli, sebuah desa yang memiliki luas 3,95 km2 atau sekitar 5,34% dari
kecamatan Laguboti. Ketika membahas Kampung Hutatinggi, nama kampung ini memiliki
makna yang khusus bagi penganut agama Parmalim karena merupakan pusat ibadah agama
Parmalim di seluruh dunia yang sering disebut sebagai Bale Parsaktian. Dalam tradisi

51
3Chamberlain, K & Zika.S. 1992. Religiosity, Meaningin Life, & Psychological Well‐Being. Dalam
Schumaker J.F. Religion and Mental Health. New York: Oxford University Press. Dikutip dalam
(S.A.G. Amawidyati & M.F. Utami (2007). Religiusitas dan Psychological Well‐Being Pada Korban
Gempa.Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Jurnal Psikologi, Vol. 34, No. 2, 165
52
Hasil wawancara dengan M.N, 29 Maret 2023, Pkl 13-16 Wib
53
Hasil wawancara dengan M.N, 29 Maret 2023
54
Asnawati, Asnawati. "Komunitas Ugamo Malim Atau Parmalim (Di Desa Tomok Dan Desa
Hutatinggi Prov. Sumatera Utara)." Harmoni 12.2 (2013): Hlm l58

17
agama Parmalim, Bale Parsaktian dianggap sebagai rumah ibadah atau tempat di mana
semua ritual agama Parmalim dilakukan.55
Dalam sejarahnya, Bale Parsaktian di Hutatinggi Laguboti dibangun pada tahun
1921 dengan bahan kayu. Namun, saat ini Bale Parsaktian telah direnovasi menjadi
bangunan yang megah dan luas.56 Kompleks Bale Parsaktian di Hutatinggi terdiri dari
empat bangunan dengan arsitektur Batak, yaitu Bale Partonggoan (balai doa), Bale
Perpiatan (balai sakral), Bale Pangaman (balai pertemuan), dan Bale Parhobasan (balai
pekerjaan dapur).57 Pada atap Bale Parsaktian terdapat simbol yang terdiri dari tiga ekor
ayam dengan warna hitam, putih, dan merah, yang melambangkan keimanan dalam tradisi
agama Parmalim. Setiap warna ayam memiliki makna tersendiri dalam tradisi agama
Parmalim. Ayam hitam (manuk jarum bosi) melambangkan kebenaran yang sering
diartikan sebagai lambang kebenaran. Ayam putih (manuk nabontar) melambangkan
kesucian yang sering diartikan sebagai lambang kesucian. Ayam merah (manuk narara)
melambangkan kekuasaan.58 Sebagai pusat peribadatan bagi penganut agama Parmalim,
seringkali di sekitar Bale Parsaktian dijumpai penganut agama Parmalim yang menjadi
partisipan penelitian mengenai orientasi keagamaan dan kesejahteraan spiritual bagi
penganut agama Parmalim, adapun profil singkat partisipan yang dijumpai di Hutatinggi
seperti dibawah ini

55
Katimin, Katimin. "Pertumbuhan Dan Perkembangan Parmalim Di Sumatera Tahun 1885-
Sekarang." Journal Analytica Islamica 1.2 (2012): Hlm 199
56
Asnawati, Asnawati. "Komunitas Ugamo Malim Atau Parmalim (Di Desa Tomok Dan Desa
Hutatinggi Prov. Sumatera Utara)." Harmoni 12.2 (2013): 159
57
Simamora, Eska Romauli, And Diana Martiani Situmeang. "Wisata Religi Sebagai Tradisi
Masyarakat Parmalim." Jurnal Pendidikan Sosial Dan Humaniora 2.3 (2023). Hlm 5
58
Nainggolan, Mangido. "Eksistensi Penganut Agama Parmalim Dalam Negara Demokrasi
Indonesia."( Vol 4, No. 1, Agustus 2021: 494-502) Hlm 495

18
No Partisipan Nama/inisial JenisKelamin Usia Jabatan Partisipan dalam
agama Parmalim

1 Partisipan 1 MN Laki-laki 68 tahun Raja malim,

2 Partisipan 2 RH Laki-laki 65 tahun Ulu punguan (ketua sektor)

3 Partisipan 3 GS Laki-laki 59 tahun Ruas (jemaat)

4 Partisipan 4 PS Laki-laki 40 tahun Ruas (jemaat)

5 Partisipan 5 H.S Laki-laki 57 tahun Ruas (jemaat)

Tabel 1. Profil singkat partisipan


B. Tema
b.1. Fungsi Agama Parmalim dalam Kehidupan
Kelima partisipan memiliki pandangan yang sama mengenai fungsi dan
pentingnya agama Parmalim dalam kehidupan manusia. Mereka setuju bahwa agama
Parmalim berperan sebagai media komunikasi dengan Tuhan yang mengarahkan manusia
untuk hidup dalam keteraturan, kedamaian, dan penuh harapan. Agama ini juga membantu
manusia menemukan tujuan hidup dan memberikan panduan dalam menjalani kehidupan
sehari-hari dengan prinsip-prinsip yang benar. Bagi mereka, agama Parmalim bukan hanya
kepercayaan atau praktik spiritual semata, tetapi menjadi landasan yang memberikan arah,
tujuan, dan makna hidup yang lebih dalam, serta memenuhi tanggung jawab terhadap Tuhan.
Ajaran agama ini juga mengajarkan perilaku yang benar, memahami eksistensi Tuhan, dan
mendorong nilai-nilai moral yang tinggi. Partisipan juga menganggap bahwa ajaran
Parmalim membantu mereka dalam menahan amarah dan keinginan jahat, serta
mengingatkan akan pentingnya melakukan kebaikan. Dengan demikian, agama Parmalim
dianggap penting dalam mencapai tujuan hidup dan menemukan kebahagiaan.
namanya juga agama, untuk mengatur. Jadi tujuan agama ia untuk mengatur dan membimbing manusia
untuk melakukan yang baik sesuai yang dia imani. (M.N 1-3)
Ya Jelas ada, apa rupanya tujuan hidup ini kalau tidak ingin hidup nyaman, ketentraman, dan
kedamaian. Kalau kita lihat banyak orang bilang tujuan. Nah di dalam agama inilah saya mampu
merasakan dan menemukan cara damai, nyaman dan ketentraman. Jika kita baik bertuhan pasti hati
ini damai. Enggak ada lagi pertengkaran dan kekuatiran. (M.N 26-30)59

59
Hasil wawancara dengan M.N, 29 Maret 2023,

19
saya sadari bahwa agama membantu saya untuk menjalani hidup, dan membuka pikiran untuk
melakukan kebaikan kebaikan suatu tanggung jawab kepada Debata (Tuhan). (R.H 381-383)60
saya lihat agama itu memberikan ajaran supaya kita tahu untuk melakukan hal hal yang benar sesuai
yang diinginkan oleh tuhan. (G.S 700-702)
Ya, tentulah, karena di dalam agama kami ini mengajarkan kami apa itu tujuan hidup. Kalau
kami itu tujuan hidup saya untuk menjadi orang besar yang akan datang, bahagia, dan punya kasih.
Nah di dalam ajaran agama kami ini, memberikan pengajaran ke kamar.. Karena disitu menanamkan
pengharapan sama Tuhan. (G.S. 721-724)
Ia betul. Agama parmalim membantu saya untuk mencapai tujuan hidup saya. Karena ajaran parmalim
ini mengajarkan saya agar saya hidup damai, berbelas kasih, bijak. Tujuan hidup saya itu ingin
memperkenalkan budaya batak bahwa budaya batak ini bukan salah, bukan menyembah roh nenek
moyang, baru saya ingin hidup bahagia dan damai. Dengan cara apa saya bisa mendapatkannya saya
belajar agama saya, begitu. (G.S 800-804)
Kalau agama itu memang penting karena yang jelas di dalam agama ada peraturan, aturan, titah
(patik) dan norma yang membantu manusia berjalan ke arah yang benar atau mengembalikan manusia
kembali ke jalan yang benar. (G.S 1032-135)61
Ya jelas bisa, sebab melalui keyakinan saya merasa adanya pengharapan untuk mencapai sesuatu yang
hendak akan saya capai. (H.S 1661-1665)
Bagi saya agama parmalim sangat penting bagi saya. agama parmalim memberikan ajaran kebenaran
yang dapat dirasakan secara pribadi, dan kehidupan bermasyarakat. Agama Parmalim juga
mengajarkan saya mengenai bertingkah laku yang selayaknya manusia memiliki akal. (HS 1168-1170)
Ia betul. Agama Parmalim sangat membantu saya. (H.S 1186-1189)
Parmalim tidak pernah mengajarkan perbuatan yang jahat, ajaran parmalim juga menjaga adat batak
yang begitu kental. Nah ajaran parmalim ini juga mengajarkan agar kita bangsa batak tetap
mengingatkan kita kepada nenek moyang kita, orang tua kita. Nah, jangan salah ya, agama Parmalim
itu pemberian Tuhan. (HS 1246-1250)62

b. 2. Motivasi dan Tujuan Hidup Melakukan Praktik Agama Parmalim


Partisipan pertama, M.N, memiliki motivasi yang kuat dalam praktik agama
Parmalim. Baginya, melakukan praktik keagamaan Parmalim bukan dipengaruhi oleh
faktor eksternal, melainkan pilihan pribadi. Salah satu tujuan dalam melakukan praktek ini
adalah mewujudkan nilai-nilai spiritual yang diyakini dan merawat dimensi spiritual dalam
diri. Partisipan melaksanakan praktik ini dengan kesadaran dan ketulusan hati,
menganggapnya sebagai tanggung jawab terhadap Tuhan. Baginya, pengorbanan penuh
dalam segala aspek kehidupan merupakan bagian integral dari praktik ini. Konsistensi

60
Hasil wawancara dengan R.H , 30 Maret 2023,
61
Hasil wawancara dengan G.S 1 April 2023
62
Hasil wawancara dengan H.S. 2 April 2023

20
dalam menjalankan ritual menjadi dasar tingkah laku partisipan, yang pada akhirnya
mengarah pada pencapaian tujuan hidup, yaitu kedamaian, ketenangan, dan penyatuan
dengan Tuhan.63
Ya jelas, saya berpartisipasi dengan konsisten tanpa ada faktor yang lain. Karena ingin membuktikan
apa yang saya anut dalam nilai nilai spiritual itu. Kalau motivasi karena ini, ana, tidak ada. Artinya
menjalankan praktik agama, orang yang peduli terhadap pertumbuhan spiritual kita. (M.N 10-15)
Bukan kata termotivasi tidak. sejak lahir sampai besar kita itu sudah disitu jadi bukan karena ada
motivasi dan dorongan sana sini. menjadi Parmalim ya motifnya sudah terbentuk dan sudah menjadi
pilihan sendiri dan keputusan diri sendiri tanpa ada pengaruh yang lain bahkan keluarga, apalagi
lingkungan sekitar. (M.N. 19-23)
Melakukan semua praktik keagamaan itu dari hati, itu suatu tanggung jawab yang harus kepada Tuhan.
Seperti yang saya katakan tadi, persembahkan semua yang ada padamu hati, pikiran dan tubuhmu
bahkan hartamu untuk tuhan. (M.N 66-70)
Tidak ada yang paksa saya dalam melakukan ritual agama saya, malahan saya mengajak teman teman
parmalim. (M.N 78-79)
saya tidak perlu penghargaan orang lain. Namanya juga itu suatu kewajiban yang harus dilakukan.
Jadi agar saya hidup hari esok dengan baik saya harus mulai dari sekarang. (MN 89-90)64

R.H sebagai partisipan kedua memiliki motivasi kuat dalam praktik agama
Parmalim. R.H merasa bahwa melaksanakan praktik agama Parmalim adalah tanggung
jawab dan panggilan jiwa yang harus dilakukan, tanpa dipengaruhi oleh faktor eksternal.
Motivasinya adalah untuk menjaga kehidupan rohani agar tetap hidup dan berkembang,
serta merawat dan melestarikan budaya Batak yang asli dan otentik. Bagi mereka, praktik
agama Parmalim adalah bentuk tanggung jawab terhadap Tuhan dan sarana mencapai
tujuan hidup, yaitu hidup bahagia dan penuh kasih.65 G.S sebagai partisipan ketiga
menjelaskan bahwa faktor eksternal tidak memengaruhi pilihannya untuk menjadi
penganut agama Parmalim dan melaksanakan ritual keagamaan secara konsisten. Bagi
G.S, menjadi seorang Parmalim adalah pilihan sendiri yang harus dilakukan secara
bertanggungjawab dalam bentuk ungkapan syukur kepada Tuhan serta mendekatkan diri
kepada-Nya. G.S menyadari pentingnya merawat agama Parmalim karena jumlah
penganutnya semakin berkurang. Jadi praktik keagamaaan kedua partisipan G.S dan R.H
menjalankannya sebagai pilihan pribadi tanpa dipengaruhi faktor eksternal. Mereka merasa
yamanan dan bertanggung jawab dalam mengungkapkan syukur kepada Tuhan serta
menjaga hubungan dengan-Nya. Mereka juga meyakini pentingnya merawat agama

63
Hasil wawancara dengan M.N, 29 Maret 2023
64
Hasil wawancara dengan M.N, 29 Maret 2023,
65
Hasil wawancara dengan R.H , 30 Maret 2023

21
Parmalim dan melestarikan budaya Batak sebagai bentuk tanggung jawab terhadap Tuhan,
menuju hidup bahagia dan penuh kasih.

diakui mulanya dari orang tuaJadi ketika sudah dewasa saya menjadikan agama saya menjadi
landasan hidup, karena saya sudah mengerti dan saya pikir ini juga tanggung jawab saya (R.H 351-
359)
sebagai penganut agama parmalim yang memegang teguh dan merawat kebudayaan batak itu sesuai
yang telah disampaikan oleh leluhur kita batak. Ini adalah tanggung jawab kami supaya tidak hilang,
karena budaya batak itu sangat bernilai tinggi bagi kami. (R.H 373-378)
ajaran itu menuntun saya menjadi seseorang yang bakal bisa bermanfaat. (R.H 434-437)
seperti yang saya jelaskan tadi jadi panggilan jiwa semua. Tapi kalau didasari dengan panggilan jiwa.
Maksudnya itu lahir dari hati dan merasa bahwa itu suatu keharusan. (R.H 443-447
itu adalah pemberian Tuhan, untuk menjadi pedoman hidup dan itu juga identitas kami. (R.H 461-
465)66
Kalau bicara motivasi, saya tidak ada motivasi yang lain atau karena teman. Tapi memang saya ingin
agama saya parmalim tetap hidup dan ada. Jadi kalau bukan kami pemuda yang akan memelihara
parmalim dan kebudayaan batak yang asli, siapa lagi. Nah saya tidak ingin agama saya ini hilang. (GS
714-718)
keputusan saya jadi Parmalim ada pilihan saya, bukan karena siapa lagi saya tetap jadi Parmalim,
karena saya sudah nyaman disana. (GS 727-730)
Tidak, ini bukan hanya kebiasaan, tapi ini sebagai tanggung jawab dan kewajiban yang harus
dilakukan. (GS 753-756)
Bukan diharuskan atau dipaksa lae, tapi ini sudah menjadi kewajiban saya dan harus,. (GS 760-762)
Bukan, saya ikut membantu dan mempersembahkan waktu, tenaga dan pikiran saya bukan karena
disuruh orang tua atau mencari muka. Tapi memang murni dari hati saya. Tapi saya mengerjakannya
karena saya ingin mempersembahkan hidup saya untuk tuhan, begitu. (GS 764-767)67

Partisipan keempat, P.S, menjelaskan bahwa motivasi dalam melakukan praktik


agama Parmalim tidak berasal dari paksaan orang lain atau tuntutan sosial, melainkan
sebagai suatu keharusan dan tanggung jawab. Bagi partisipan, ritual keagamaan merupakan
sebuah wujud ungkapan syukur kepada Tuhan dan menyadari tujuan hidupnya yaitu hidup
dalam kasih dan cinta. Partisipan meyakini bahwa melaksanakan ritual keagamaan dapat
membantu mencapai tujuan hidup tersebut.68 Selain itu, partisipan H.S, mengatakan bahwa
motivasinya dalam berpartisipasi dalam praktik agama Parmalim adalah karena ia merasa
bahagia dan rindu berada di tempat ibadah serta ikut dalam acara ritual. Partisipan
melakukannya dengan sepenuh hati karena ia ingin mengerti apa yang diinginkan oleh
Tuhan. Agama Parmalim mengajarkan perbuatan baik dan membantu partisipan mencapai
tujuan hidup, yaitu menjadi orang yang bahagia tanpa pikiran jahat dan dengan hati yang
damai. Partisipan melakukan ritual keagamaan bukan hanya karena tradisi keluarga, tetapi

66
Hasil wawancara dengan R.H , 30 Maret 2023,
67
Hasil wawancara dengan G.S 1 April 2023
68
Hasil wawancara dengan P.S 1 April 2023

22
karena ia peduli terhadap tujuan hidupnya yang sesuai dengan nilai-nilai spiritual, seperti
hidup dalam damai, pikiran yang baik, dan kerendahan hati.69
Ya, ikut berpartisipasi secara teratur. Motivasi saya karena kebaikan dan kasih Tuhan, Ya, ikut
berpartisipasi secara teratur. Motivasi saya karena kebaikan dan kasih Tuhan, dan partisipasi saya
itulah sebagai respon ungkapan syukur.
Motivasi saya adalah karena ajaran adalah suatu perintah yang harus dilakukan di dalam kehidupan
sosial (PS 1006-109)
Saya melakukan praktek agama karena spaya merasa ini suatu bentuk respon untuk mensyukuri
kebaikan dan kasih Tuhan (PS 1019-1020)
Ya semula saya mengerti agama adalah warisan dari leluhur. agama adalah sebuah tanggung jawab
iman yang harus dipertanggungjawabkan secara pribadi dan dilakukan dalam kehidupan sehari-hari
(PS 1036-1039)
Ya jelas bisa, sebab melalui keyakinan saya merasa adanya pengharapan untuk mencapai sesuatu
yang hendak akan saya capai. (PS 1063-1065)
Ya tentu,kalau ditanya mengenai tujuan hidup saya, kalau saya hidup saya ini penuh cinta, kebaikan
dan cinta kasih. Sebenarnya inilah tujuan hidup (PS. 1077-1078)70
ajaran parmalim ini juga mengajarkan agar kita bangsa batak tetap mengingatkan kita kepada nenek
moyang kita, orang tua kita. Nah, jangan salah ya, agama Parmalim itu pemberian Tuhan. (HS 1246-
1250)
Ia betul. Dibalik agama Parmalim mengajarkan ajaran perbuatan yang baik. Maka tujuan hidup saya
ia untuk menjadi orang yang bahagia. Bahagia yang saya maksud itu saya bisa hidup tanpa adanya
kejahatan di dalam pikiran dan hati saya.(HS 1260-1263)71

Korelasi pendapat antara partisipan M.N, R.H, G.S, P.S, dan H.S mengenai motivasi
dan tujuan dalam melakukan praktik agama Parmalim terlihat dalam beberapa aspek.
Pertama, semua partisipan memiliki motivasi yang kuat dan internal untuk melaksanakan
praktik keagamaan tersebut. Mereka menganggapnya bukan hasil pengaruh eksternal, tetapi
pilihan pribadi yang dilakukan dengan kesadaran dan ketulusan hati. Kedua, motivasi
mereka dalam menjalankan praktik keagamaan adalah untuk menjaga dan merawat aspek
spiritual dalam diri, serta sebagai bentuk tanggung jawab dan ungkapan syukur kepada
Tuhan. Ketiga, mereka melihat praktik agama Parmalim sebagai sarana untuk mencapai
tujuan hidup yang diinginkan, seperti hidup dalam damai, kasih, dan kesatuan dengan Tuhan.
Keempat, mereka juga memiliki motivasi untuk menjaga dan melestarikan budaya Batak,
yang dianggap memiliki nilai yang tinggi dan tanggung jawab terhadap Tuhan. Korelasi
pendapat ini menunjukkan kesamaan dalam motivasi dan tujuan hidup mereka dalam
menjalankan praktik agama Parmalim.

b.3. Motivasi beragama terhadap relasi dan tanggung jawab dengan sesama

69
Hasil wawancara dengan H.S. 2 April 2023
70
Hasil wawancara dengan P.S 1 April 2023 Pkl
71
Hasil wawancara dengan H.S. 2 April 2023

23
Dalam jawaban partisipan M.N, terlihat bahwa motivasi beragama mereka terkait
erat dengan hubungan sosial dan tanggung jawab terhadap sesama. Mereka menganggap bahwa
dalam perkumpulan agama, terdapat hubungan iman dan sosial yang saling terkait. Mereka
mengaktualisasikan ajaran agama mereka dengan memberikan bantuan kepada sesama, seperti
memberikan minum, makanan, perlindungan dari cuaca, dan memenuhi kebutuhan orang lain.
Motivasi ini didasarkan pada ajaran Parmalim yang mengajarkan hidup dalam kasih, damai,
dan saling mendukung. Mereka juga menekankan pentingnya saling percaya, saling
mendukung, dan saling menolong dalam komunitas agama.72 Sementara itu, dalam jawaban
partisipan R.H, terlihat bahwa motivasi beragama mereka juga terkait dengan relasi dan
tanggung jawab terhadap sesama. Mereka melihat agama Parmalim sebagai komunitas yang
melatih mereka untuk saling peduli, mendengarkan, dan menyelesaikan masalah bersama.
Mereka menganggap anggota komunitas agama sebagai keluarga dan merasa bertanggung
jawab dengan memberikan dukungan dalam bentuk motivasi, doa, dan bantuan materi kepada
sesama, karena mereka meyakini bahwa saling mendukung adalah hal yang penting dalam
hidup.73
Dalam motivasi beragama partisipan M.N dan R.H terhadap relasi dan tanggung
jawab terhadap sesama, terlihat kesamaan dalam pandangan mereka terhadap agama Parmalim
sebagai komunitas yang saling peduli, mendukung, dan menolong. Mereka mengaktualisasikan
ajaran agama dalam tindakan nyata, seperti memberikan bantuan dan mendengarkan sesama,
serta menjaga hubungan harmonis dalam komunitas agama. Motivasi ini didasarkan pada nilai-
nilai kasih, kepedulian, dan saling mendukung yang dijunjung tinggi dalam ajaran Parmalim.
Secara keseluruhan, partisipan tersebut memperkuat hubungan sosial melalui motivasi
beragama yang mengarah pada tanggung jawab dan keterlibatan aktif dalam membantu sesama
dalam kehidupan sehari-hari.

Mengaktualisasikan ajaran agama saya. Misalnya kalau datang ini ku kasih minum, kutawarkan
makanan, kalau ada datang minta makan saya kasih, jika ada orang kedinginan kena hujan saya
kasih payung dan kain penghangat.kalau ada kebutuhanmu yang saya bisa penuhi saya pasti penuhi.
(MN 38-40)
Ketika saya hidup dalam kasih kepada semua orang. Darimana saya dapat itu dari ajaran parmalim,
bukan dari mana-mana. Artinya selalu mengaktualisasikan ajaran agama itu. Jadi kita harus
berdamai damai. (MN 60-63)
Karena satu keyakinan ada di dalam perkumpulan itu. Ya memang di dalam perkumpulan itu ada
relasi iman dan sosial di dalam perkumpulan itu.(MN 06-07)

72
Hasil wawancara dengan M.N, 29 Maret 2023,
73
Hasil wawancara dengan R.H , 30 Maret 2023,

24
Iyalah, namanya juga komunitas. Nah begitulah hidup, harus saling menolong dan saling mendukung.
Jangan Cuma aku yang hidup,dan bahagia tapi semua orang.(MN 176-185)
Ia, seperti tadi yang saya jelaskan. Dukungan materi, perhatian. Karena sesama manusia kan,
jangankan sesama parmalim, orang kristen aja kita tolong. (RH 568-570)
Ia, karena kulihat kamu beda maka aku ingin mengenal. Namanya juga komunitas, komunitas ada
karena ada rasa saling percaya dan saling mendukung. Nah itulah hubungan saling percaya dan
saling mendukung. (MN 171-173)74
Ia, jelas. Jadi hidup ini jangan hanya memikirkan diri sendiri, dan hanya menjaga perasaan sendiri
ya harus juga menjaga perasaan orang lain. Saling percaya itu pastilah. (RH 562-565)
Ruang agama kami saling sharing dan sama sama memecahkan masalah. Apalagi di pestakan, itu
perlu saling mengajar memberikan masukan. (RH 577-579)75

Dalam jawaban partisipan G.S, terlihat bahwa partisipan menekankan pentingnya


saling mendukung dan membantu sesama dalam praktik keagamaan Parmalim. Partisipan
menjalin hubungan yang erat dengan sesama pemuda Parmalim, saling memberikan dukungan
dalam mencari pekerjaan, dan saling mengajak untuk beribadah. Hal ini menunjukkan adanya
motivasi beragama yang mendorong untuk menjalin hubungan yang positif dan saling
mendukung terhadap sesama.76 Partisipan P.S juga menyatakan bahwa praktik keagamaan
Parmalim mendorong untuk melakukan cinta kasih terhadap sesama dan menjaga hubungan
yang harmonis. Ia merasa memiliki tanggung jawab untuk melakukan kebaikan terhadap
sesama sebagai bagian dari keterikatannya dengan Tuhan.77 Disamping itu jawaban partisipan
H.S, terlihat bahwa agama Parmalim mendorong partisipan untuk hidup dalam damai,
menghindari tindakan negatif, dan mencintai sesama. Ia menekankan pentingnya menghindari
penghakiman langsung terhadap orang lain, memberikan dukungan kepada sesama, dan
menciptakan rasa komunitas yang saling mendukung, dan mengasihi. Hal ini menunjukkan
bahwa motivasi beragama dalam agama Parmalim memengaruhi relasi dan tanggung jawab
terhadap sesama.78
Dalam pandangan partisipan G.S, P.S, dan H.S, terdapat titik temu yang signifikan
mengenai motivasi beragama terhadap hubungan dan tanggung jawab terhadap sesama dalam
praktik agama Parmalim. Ketiga partisipan melihat bahwa praktik keagamaan Parmalim
mendorong sikap kasih, saling mendukung, dan saling menolong terhadap sesama. Mereka
mengakui bahwa sebagai penganut agama Parmalim, mereka memiliki tanggung jawab untuk
membantu dan memberikan kontribusi positif dalam kehidupan sesama, baik secara spiritual
maupun praktis. Selain itu, partisipan menyadari pentingnya menjaga hubungan yang harmonis

74
Hasil wawancara dengan M.N, 29 Maret 2023,
75
Hasil wawancara dengan R.H , 30 Maret 2023
76
Hasil wawancara dengan G.S 1 April 2023
77
Hasil wawancara dengan P.S 1 April 2023
78
Hasil wawancara dengan H.S. 2 April 2023

25
dengan sesama dan menghindari tindakan negatif, juga menekankan pentingnya cinta kasih,
menghormati, dan memberikan perhatian kepada sesama sebagai ekspresi dari ajaran agama
Parmalim. Secara keseluruhan, partisipan sepakat bahwa praktik keagamaan Parmalim
menciptakan ikatan kuat dalam komunitas dan melahirkan tanggung jawab untuk berkontribusi
positif dalam kehidupan bersama, dengan menjalankan nilai-nilai kasih, toleransi, dan rasa
komunitas.
Ia punya, kami itu punya kumpulan pemuda parmalim, jadi disitu kami saling support, saling
mendukung. Jadi kami selalu diajarkan kalau kami harus saling membantu, kami diajarkan juga
bahwa orang lain itu adalah diriku juga. Kalau dalam beribadah, kami selalu saling mengajak, dan
mengingatkan, supaya kami sama sama melakukan ritual agama. (G.S 853-860)
Ia pasti, harus saling percayalah karena kan yang berpanitia ini atau berorganisasi ini ya harusnya
kan saling percaya, saling mendukung seperti tadi yang saya jelaskan kan. (G.S 863-868)
biasa dukungan yang kita beri mendoakan dia dan mendengar keluhan dia. Misalnya masalah
pekerjaan, pendidikan, dan masalah sosial. (G.S 869-871)79
Ya ada, contohnya dalam melakukan cinta kasih terhadap sesama dan melakukan hubungan yang
harmonis. (PS 1100-1101)
Sekiranya ini adalah bentuk bahwa saya dekat dengan Tuhan dan saya memiliki tanggung jawab
untuk melakukan kebaikan terhadap sesama (PS1024-1025)80
untuk hidup damai, menghindari kemarahan, pencurian, dan kebohongan. Kepedulian terhadap
sesama adalah hal yang penting dalam agama ini. bahwa kita harus tetap mencintai orang jahat
sekalipun. Rasa saling mendukung dan toleransi adalah hal yang penting dalam menjalankan ajaran
Parmalim, dimana kita saling belajar, membantu, mengasihi, memperbaiki, dan berpraktik bersama.
Memiliki rasa komunitas ya. Saya menjadi agama Parmalim dan melakukan ritual keagamaan saya
karena saya memiliki rasa komunitas. (HS 1013-1016)
kami sama sama ingin melakukan ajaran agama kami, supaya kami bisa hidup lebih baik setelah
kehidupan. Rasa terbuka, ia pasti, toleransi ia pasti. Kalau tidak ada itu maka hancur itu semua
parmalim, kalau perasaan itu tidak ada. Nah itulah salah satu perbuatan mengasihi (HS 1340-1345)
Orang batak pasti terhubung dengan orang lain, melalui bahasa, kerjasama, berpesata. Itu saya
lakukan karena itu tadi karena saya ingin mencukupkan kebutuhan spiritual saya. (HS 1313-1316)81
Kami sama sama belajar dan sama sama melakukan praktik agama kami, dan saling membantu,
saling mengasihi, saling memperbaiki dan banyak lagi. (HS 1351-1352)82

b.4. Fungsi Komunitas Agama Parmalim Terhadap Merawat Alam Sekitar

Menurut M.N, menjaga dan melestarikan alam sekitar merupakan tugas penting
yang memerlukan kesadaran individu. M.N telah berusaha melakukan beberapa langkah untuk
menjaga lingkungan, seperti penggunaan plastik secukupnya dan produksi pupuk organik
untuk mengurangi penggunaan pestisida berbahan kimia yang dapat merusak ekosistem. Bagi
M.N, komunitas agama Parmalim memainkan peran penting dalam kelestarian alam sekitar,
karena di dalamnya terdapat kesempatan untuk belajar dan berdiskusi tentang cara menjaga
lingkungan. Dalam komunitas ini, ada pemahaman bersama bahwa alam adalah saudara bagi

79
Hasil wawancara dengan G.S 1 April 2023,
80
Hasil wawancara dengan P.S 1 April 2023
81
Hasil wawancara dengan H.S. 2 April 2023
82
Hasil wawancara dengan H.S. 2 April 2023

26
manusia. Dengan demikian, menurut M.N, perlunya merawat alam sekitar adalah karena
ketergantungan manusia pada lingkungan alam.83

kami membuat suatu kegiatan untuk bergotong royong bersama dalam membersihkan ruang
lingkup Parmalim dan merancang kegiatan pembuatan pupuk organik. Kegiatan ini kami lakukan
sebagai salah satu upaya untuk menjaga kestabilan tanah. (MN 276-278)
saya selalu mengatakan bahwa alam itu adalah saudara kita dan mereka adalah sahabat kita.
Kita harus menyayangi mereka seperti diri sendiri. Ini bukan hanya ajaran agama, tetapi juga
logika, karena alam adalah penopang utama kita untuk bertahan hidup. (MN 281-284)
Saya pernah dipanggil sebagai salah satu pembicara acara pelestarian danau Toba, dan dalam
kesempatan itu, saya menyampaikan pesan sederhana. Alam akan bertanggung jawab sendiri
pada dirinya dan mereka akan memperbaiki diri sendiri, asalkan kita tidak membunuh binatang
secara berlebihan. (MN 292-295)
Saya hanya memulai dari diri sendiri, keluarga, dan jemaat Parmalim. Saya tidak ikut serta
seperti teman-teman yang lain, tapi saya memberi pesan agar tidak membunuh burung itu secara
berlebihan. (MN 300-303)

Menurut R.H, menjaga alam merupakan tanggung jawab individu yang harus
dilaksanakan secara aktif. Dalam komunitas agama Parmalim, terdapat pemahaman bahwa
alam memiliki status sebagai saudara pertama yang perlu dijaga dengan baik.84 P.S
memberikan contoh tindakan konkret yang dapat dilakukan untuk menjaga alam, seperti
penggunaan plastik yang bijaksana, penghindaran penebangan pohon yang sembarangan,
pelaksanaan penanaman kembali pohon, dan pengurangan penggunaan bahan kimia.
Partisipan juga menyadari bahwa kelangsungan hidup manusia sangat tergantung pada
kelestarian alam. Dalam kehidupan sehari-hari, pendidikan mengenai pentingnya menjaga
alam telah ditanamkan dalam komunitas agama, sehingga terbentuk kesadaran bersama akan
nilai berharga yang dimiliki oleh alam dalam mendukung kehidupan manusia. Contoh nyata
dari pemahaman ini tercermin dalam praktik komunitas Parmalim yang melibatkan
penggunaan pupuk organik dan praktik daur ulang bahan bekas organik dan non-organik
sebagai bagian dari kegiatan kolektif mereka.85
Kebiasaan saya adalah menjaga dan merawat lingkungan sebagai tanggung jawab saya. Ajaran
Sebagai seorang petani, saya selalu berusaha menggunakan pestisida secukupnya dan sering
menggunakan pupuk organik. Saya juga berupaya menggunakan plastik secukupnya dan tidak
membuangnya begitu saja. Saat menebang pohon, saya selalu menggantinya dengan menanam lebih
banyak pohon baru dari yang saya ambil. (RH 610-623)
Saya merasa terhubung dengan alam karena sebagai petani, makanan saya berasal dari alam. Jika
alam rusak, saya tidak akan bisa makan. Saya menganggap alam sebagai saudara saya dan saya
merasa menjadi bagian darinya. Keterhubungan saya dengan alam membuat saya merasakan
dampak dari perubahan lingkungan seperti panas yang tidak biasa, dan hal ini membuat saya sadar
bahwa itu disebabkan oleh perilaku manusia. Saya merasa kasihan dengan tumbuhan, tanah yang
semakin gersang, dan air yang semakin sedikit. Oleh karena itu, saya memiliki niat untuk

83
Hasil wawancara dengan M.N, 29 Maret 2023,
84
Hasil wawancara dengan R.H , 30 Maret 2023,
85
Hasil wawancara dengan R.H , 30 Maret 2023

27
mengurangi pemakaian bahan kimia yang berlebihan dan barang-barang plastik agar lingkungan
tidak mengalami kerusakan. (RH 624-637)
Tentu saja, ajaran agama saya juga mengajarkan saya untuk menjaga lingkungan. Saya ikut
mengontrol keluarga saya agar menggunakan bahan-bahan secukupnya saja sebagai tanda
kepuasan dan kecintaan saya terhadap lingkungan saya. (RH 639-643)86
saya merasakan bahwa alam itu adalah tempat saya untuk hidup, ia adalah ibu bagi saya. Ia yang
melahirkan dan memelihara saya dari hasil yang ia berikan. Hubungan saya, maka saya teramat
durhaka jika saya menyakiti alam dengan perbuatan saya yang tidak sewajarnya terhadap
alam.(PS 1119-1125)
Tentu ada, dalam kesadaran sumber daya alam sekarang telah rusak parah, saya berusaha untuk
menghasilkan kreasi baru melalui anak cucu saya. Kebiasaan saya lebih baik saya menggunakan
bahan pupuk organik daripada pupuk berbahan kimia,saya tidak asal menggunakan bahan plastik
dengan sembarangan, biasa kalau bungkus indomie itu langsung dibuang kan, kalau saya tidak saya
simpan itu mungkin di suatu kesempatan bungkus indomie itu bisa saya gunakan misalnya membuat
kreativitas cucu saya.(PS 1127-1134)
rasa bersyukur atas keindahan alam itu ada dan sudah kita nikmati. Rasa penghargaan akan alam
itu dimulai akan kesadaran. kalau dari saya mulai dari anak-anak kita telah diajari bahwa alam itu
adalah wujud dari tuhan itu. Jadi agama Parmalim itu sangat erat dengan alam, agama Parmalim
itu sangat dilarang keras untuk merusak alam. Beda merusak alam dengan memanfaatkan alam.
Misalnya saya membangun rumah dari berbahan kayu, itu bukan merusak tapi memanfaatkanya
asalkan kita punya hati dan inisiatif menggantikan pohon itu.(PS 1140-1156)87

Partisipan G.S menyatakan bahwa komunitas agama Parmalim memiliki pengaruh


yang signifikan terhadap pola pikirnya dalam menjaga alam. G.S berpendapat bahwa alam
merupakan entitas yang terpadu dengan identitas diri manusia, dan ketergantungan manusia
pada alam merupakan hal yang melekat secara bawaan. G.S mengakui bahwa sebagai manusia
yang bergantung pada alam, penting bagi individu untuk bertanggung jawab dalam menjaga
alam sebagaimana menjaga diri sendiri. Dampak kerusakan alam akan berimbas pada manusia
karena keberlangsungan hidup manusia tidak dapat dipisahkan dari alam. Oleh karena itu, G.S
menyadari tanggung jawabnya dalam menjaga kelestarian alam dimulai dari diri sendiri,
keluarga, dan komunitasnya. Selain itu, partisipan ini juga mencatat beberapa tindakan
konkret yang dilakukan untuk menjaga stabilitas alam, seperti melakukan penanaman pohon
secara bersama-sama, menghindari perburuan hewan secara sembarangan, serta mengurangi
penggunaan bahan kimia dan plastik. Melalui pemahaman ini, G.S menjelaskan bahwa
kesadaran akan pentingnya menjaga alam mendorongnya untuk mengambil tanggung jawab
atas kerusakan alam yang terjadi di sekitarnya.88
Ia ada, saya rasa bahwa alam itu adalah bagian dari saya, saya butuh alam, dari situ saya makan,
jangan makanan saya dapat oksigen dari alam jga, jadi kalau alam itu sakit saya juga sakit. Kalau roh
saya sakit badan saya juga sakit, Jadi alam itu bagian dari saya. (GS 917-920)

86
Hasil wawancara dengan R.H , 30 Maret 2023
87
Hasil wawancara dengan P.S 1 April 2023 Pkl
88
Hasil wawancara dengan G.S 1 April 2023,

28
Ia saya sadar, dan saya punya tanggung jawab. Karena saya juga yang menikmati alam itu jika sehat,
dan saya juga akan merasakan jika alam itu rusak. Karena saya punya tanggung jawab. Makanya saya
itu menjaga lingkungan saya kalipun perbuatan saya sederhana. Sebenarnya tidak ngaruh ngaruh kali
sih, tapi pokoknya saya sadar.(GS 923-926)89

Partisipan kelima, H.S, mengungkapkan bahwa komunitas agama Parmalim memiliki


peran penting dalam merawat alam sekitar melalui pendekatan yang sederhana namun
berdampak signifikan. Ajaran agama Parmalim memberikan pengajaran tentang pentingnya
menjaga lingkungan dengan tidak melakukan penggunaan berlebihan terhadap sumber daya
alam dan memanfaatkannya secara etis. Individu dalam komunitas ini menjunjung tinggi nilai
kepuasan dan cinta terhadap lingkungan dengan menjaga dan mengendalikan penggunaan
bahan-bahan secara bijak dan proporsional. Selain itu, komunitas juga mendorong individu
untuk merefleksikan keberadaannya di alam dan mengasah empati terhadap keindahan yang
ada di sekitar mereka. Selain upaya menjaga lingkungan untuk diri sendiri dan keluarga,
partisipan juga berkomitmen untuk memperjuangkan keadilan, baik dalam diri sendiri
maupun melalui pendidikan yang diberikan kepada anak-anak dan pemuda dalam komunitas
Parmalim, dengan tujuan mencegah perilaku egois terhadap alam.90
Bagi saya simpel, kenal alam itu apa dan siapa, kenal dirimu siapa. Jadi merawat lingkungan itu
simple jangan menggunakan segala sesuatunya berlebihan, beretikalah untuk memanfaatkan semua
yang ada. (HS 1357-1359)
Ia pastilah, karena ajaran agama saya juga mengajarkan saya harus menjaga lingkungan. Makanya
saya seperti yang saya jelaskan tadi, saya menjaga dan ikut mengontrol keluarga saya supaya
menggunakan bahan bahan secukupnya saja. Ini saya rasa tanda kepuasan dan kecintaan saya
terhadap lingkungan saya. (HS 1366-1369)
Kadang itu kalau kita ke lapangan terbuka dan melihat alam yang begitu luas dan indah seakan saya
ingin memeluk mereka, karena kasihan melihat tingkah laku manusia yang hanya dirinya
dipentingkan. Ada tapi biasanya untuk diri sendiri dan keluarga. (HS 1372-1376)91

b.5. Kesadaran Diri dan Pengenalan Akan Tuhan Dalam Menghayati Spiritual.

Partisipan MN, RH, GS, PS dan HS memberikan pandangan yang beragam namun
saling melengkapi tentang menghayati Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. M.N.
menekankan pentingnya membersihkan diri dari pikiran negatif dan kemampuan mengelola
pikiran agar tidak merusak hubungan dengan Tuhan. Mereka juga menyoroti betapa
pentingnya rasa syukur, penghargaan, dan kenyamanan dalam menghayati Tuhan. Di sisi
lain,92 R.H. mengungkapkan bahwa kesadaran diri yang menyeluruh dan tindakan konkret

89
Hasil wawancara dengan G.S 1 April 2023
90
Hasil wawancara dengan H.S. 2 April 2023
91
Hasil wawancara dengan H.S. 2 April 2023
92
Hasil wawancara dengan M.N, 29 Maret 2023

29
seperti menjalankan ikhlas diri dan melaksanakan ritual keagamaan menjadi langkah penting
dalam menghayati Tuhan.93 G.S. memperhatikan aspek merawat pikiran dan hati, serta
pentingnya mengikuti ajaran agama Parmalim dan menunjukkan kasih kepada sesama
sebagai bagian dari hubungan yang baik dengan Tuhan.94 H.S. menegaskan pentingnya
kesadaran diri yang mendalam, menjaga spiritualitas sesuai ajaran agama Parmalim, dan
merasakan keterhubungan dengan Tuhan melalui penerapan ajaran dan menjalankan ritual,
serta membersihkan diri dari perbuatan buruk. Dalam keseluruhan pandangan partisipan,
terlihat bahwa kesadaran diri, pemahaman, dan komitmen terus-menerus dalam
mengembangkan hubungan yang kokoh dan mendalam dengan Tuhan menjadi faktor kunci
dalam menghayati Tuhan dalam kehidupan sehari-hari.95

bahwa ketika saya merasa dipelihara oleh Tuhan dan memiliki hubungan baik dengan-Nya, saya
akan menghayati setiap kejadian dan tidak menyalahkan Tuhan, melainkan berefleksi dalam setiap
saat.. (MN 312-317)
Biasa saja, karena saya tahu bahwa Tuhan itu maha kuasa, dan maha penjaga. Ya jelaslah Tuhan
bisa menjadikan itu semua. (MN 319-320)
Ia, setiap saat. Ketika saya sadar bahwa semua ini dan hidup saya adalah karena Tuhan. (MN 325-
327)
bahwa jika saya mengenal Tuhan sebagai Yang Berkuasa dan Mengetahui segalanya, maka saya
merasa nyaman dan berserah diri kepadanya. (MN330-332)
bahwa "saya" merasa nyaman dan berserah diri kepadanya (Tuhan) dengan konsisten melakukan
ritual keagamaan, mengamalkan ajaran-ajaran agama, dan selalu berintrospeksi, Meditasi juga
merupakan salah satu cara untuk mencapai hal tersebut.(MN 340-346)96
"saya" merasa terhubung dengan Tuhan melalui kesucian-Nya dan merasa layak melakukan ritual
keagamaan jika hidup sesuai dengan ajaran agama "saya" dalam kehidupan sehari-hari. "Saya"
merasa kagum dengan apa yang Tuhan lakukan. rasa kekaguman ini mendorong "saya" untuk
melakukan ritual keagamaan. (RH 669-675)
"saya" merasakan adanya hubungan dengan Tuhan melalui kegiatan keagamaan dan perbuatan
dalam kehidupan sehari-hari. "Saya" selalu belajar dan merasa bahwa Tuhan memberikan
pengharapan dalam hidupnya. (RH 513-516)
Ya saya memiliki perasaan demikian, ketika saya yakin sepenuhnya dengan kuasa Tuhan
saya merasakan kenyamanan, keraguan dan kepastian hidup terhadap pengharapan saya kepada
Tuhan.(RH 532-535)97
"saya" mengenal spiritual saya dengan baik dan merawatnya dengan hidup sesuai dengan ajaran
agama. Hal ini mencakup melakukan ritual keagamaan, berdoa, dan membersihkan diri dari pikiran
negatif. (GS 806-809)
bahwa untuk menghargai hidup, "saya" berusaha menjaga kesehatan tubuh dan bersyukur atas apa
yang telah terjadi. "Saya" tidak ingin menyiksa hidup dengan pikiran negatif dan menyadari bahwa
"saya" bisa ada dan sehat karena adanya berkat dari Tuhan.. (GS 811-815)
Kalau yang saya rasakan ya, ketika saya dapat berbuat baik, dan mampu mengontrol pikiran saya
dan ada aja kerinduan untuk melakukan ritual keagamaan saya. Jadi saya merasa tidak nyaman
aja kalau saya tidak melakukan ritual keagamaan saya. (GS 821-824)

93
Hasil wawancara dengan G.S 1 April 2023
94
Hasil wawancara dengan R.H , 30 Maret 2023,
95
Hasil wawancara dengan H.S. 2 April 2023
96
Hasil wawancara dengan M.N, 29 Maret 2023
97
Hasil wawancara dengan R.H , 30 Maret 2023,

30
Kalau berdoa itu saya percaya aja dan tidak ragu akan jawaban yang diberikan tuhan. Pokoknya
saya sepenuhnya berharap kepada tuhan. (GS 825-826)98
"saya" sadar akan apa yang sebaiknya "saya" lakukan untuk kebaikan diri sendiri. Merawat
spiritualitas "saya" berarti hidup dalam ajaran agama "saya", dimana ajaran agama Parmalim
berbicara tentang cinta kasih dan ketaatan dalam melakukan praktik agama.. (HS 1264-1269)
"saya" selalu bersyukur dalam kehidupan. "Saya" menyadari bahwa banyak orang sering tidak
mensyukuri apa yang ada dalam hidup mereka, termasuk "saya" sendiri, tapi "saya" berusaha
langsung berefleksi dan menyalahkan diri jika "saya" tidak dapat bersyukur..(HS 1271-1275
saya terhubung dengan Tuhan, ketika saya bisa melakukan ajaran Tuhan. Disitulah saya
bisa merasakan terhubung dengan Tuhan. (HS 1287-1290)
Ia, saya sebagai parmalim, ngapain ragu sama yang namanya kekuatan Tuhan. mengenai
nyaman pada kekuatan Tuhan, ia pasti nyaman. Maka dari itu saya tetap menjadi parmalim untuk
mempelajari ajaran Tuhan, dan berbuat ajaran Tuhan. (HS 1300-1306)99

b.6. Sikap Dan Kenyamanan Terhadap Keputusan Bersandar Kepada Tuhan Dalam
Menjalani Hidup Dalam Hubungan Spiritual
Berdasarkan pandangan partisipan M.N, terdapat beberapa sikap dan kenyamanan
yang terkait dengan keputusan untuk mengandalkan Tuhan dalam menghayati kehidupan
spiritual. Salah satu sikap yang ditekankan oleh partisipan M.N adalah kepercayaan pada
pemeliharaan Tuhan. Partisipan memiliki kesadaran dan pengalaman pribadi bahwa dirinya
dipelihara oleh Tuhan, sehingga mampu menghayati setiap peristiwa dalam hidupnya.
Partisipan memilih untuk melakukan introspeksi diri saat menghadapi situasi yang tidak
diinginkan, daripada menyalahkan Tuhan. Keyakinan akan kuasa Tuhan membawa
partisipan untuk menghadapi kehidupan dengan sikap yang tenang, karena mereka meyakini
bahwa Tuhan adalah Maha Kuasa dan mampu mengubah segala sesuatu menjadi baik.
Kesadaran akan eksistensi Tuhan ini memberikan kenyamanan bagi partisipan untuk
mengandalkan Tuhan. Dalam mencapai tahap ini, partisipan menekankan pentingnya
konsistensi dalam menjalankan ritual-ritual keagamaan dan mengikuti ajaran agama dalam
kehidupan sehari-hari.100

kalau hubungan dengan Tuhan ketika saya dapat sadar dan merasakan bahwa saya itu dipelihara
oleh tuhan. Maka dari itu saya harus menghayati setiap kejadian yang terjadi. Mungkin saja kita
yang membuat kesalahan, tapi yang kita salahkan adalah Tuhan. melainkan berefleksi di setiap
saat. (MN 313-318)
“Biasa saja, karena saya tahu bahwa Tuhan itu maha kuasa, dan maha penjaga. Ya jelaslah Tuhan
bisa menjadikan itu semua.” (MN 320-322)
Ia, setiap saat. Ketika saya sadar bahwa semua ini dan hidup saya adalah karena Tuhan. (MN 327-
328)
“Ia, karena saya tidak ragu sama Tuhan. Karena saya bersandar kepada Tuhan.” (MN 330-331)

98
Hasil wawancara dengan G.S 1 April 2023
99
Hasil wawancara dengan G.S 1 April 2023

100
Hasil wawancara dengan M.N, 29 Maret 2023

31
“Ia, visi saya saya harus konsisten untuk melakukan ritual ritual keagamaan saya, dan melakukan
ajaran ajarannya dalam hidup ini, (MN 335-337)
“Ada, dan itu setiap saat dan setiap melakukan ritual ritual keagamaan saya. Setiap saat maksudnya
saya harus hidup dalam keteraturan perbuatan saya sesuai dengan ajaran agama saya.” (MN 342-
344)101

Menurut partisipan kedua, R.H., terdapat metode yang digunakan untuk


terhubung dengan Tuhan yaitu melalui doa dan tarian (manortor). Partisipan menjelaskan
bahwa mereka merasakan keterhubungan yang signifikan dengan Tuhan saat berdoa dan
menari. Aktivitas ini partisipan benar-benar merasakan keterhubungan yang dalam dengan
Tuhan. Bagi partisipan, tarian adat Batak merupakan bentuk persembahan atau meditasi
yang digunakan untuk membangun hubungan dengan Tuhan. Tarian ini mencerminkan sikap
pengabdian dan kenyamanan dalam bersandar kepada Tuhan melalui aktivitas spiritual yang
dilakukan. Partisipan juga menekankan bahwa kepercayaan dan penyerahan diri kepada
Tuhan dapat membentuk rasa kenyamanan dalam bergantung kepada Tuhan. Sikap ini
menunjukkan bahwa kepercayaan yang kuat membawa kenyamanan dan keyakinan dalam
mengandalkan Tuhan. Oleh karena itu, konsistensi dalam menjalankan ritual menjadi bukti
dari komitmen untuk menjalankan tanggung jawab terhadap Tuhan dan hubungan
spiritual.102

"saya" merasakan keterhubungan dengan Tuhan saat berdoa dan menari, terutama dalam
menari adat Batak. "Saya" merasa bahwa menari adat Batak adalah persembahan dan mediasi
untuk menjalin hubungan dengan Tuhan. Setiap gerakan dalam tarian "saya" menjadi cara
"saya" berbicara atau menghubungkan diri dengan Tuhan. Selain itu, "saya" merasa terhubung
dengan Tuhan ketika "saya" mampu memberikan cinta kasih dan mengasihi semua orang,
meskipun mereka berbeda dengan "saya" (RH669-676)
saya percaya akan kekuatan Tuhan. Rasa percaya dan berserah kepada Tuhan membuat saya
nyaman. motivasi untuk nyaman untuk bertuhan karena memang Tuhan itu ada dan maha
pengasih,. (RH 685-690))
Ia pastilah, kalau saya sudah berdoa dan melakukan ritual keagamaan dan berserah ia kalau
saya pribadi ya harus percaya.
saya tetap berjuang untuk tetap konsisten melakukan ritual dan mengajarkan kepada keturunan
saya. Ini salah satu cara untuk tetap melakukan tanggung jawab saya kepada Tuhan. (RH 693-
695)103

Partisipan ketiga, G.S., mengungkapkan bahwa partisipan dapat


menghubungkan diri dengan Tuhan melalui pelaksanaan ritual keagamaan. Sejauh ini Ia
merasakan ketidaknyamanan jika tidak melaksanakan ritual tersebut. Melalui keterhubungan
dengan Tuhan, partisipan mengembangkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan dan

101
Hasil wawancara dengan M.N, 29 Maret 2023
102
Hasil wawancara dengan R.H , 30 Maret 2023
103
Hasil wawancara dengan R.H , 30 Maret 2023

32
menyadari bahwa Tuhan memiliki kemampuan luar biasa untuk menciptakan segala sesuatu.
Keyakinan ini memberikan rasa kenyamanan dan kepercayaan dalam bergantung kepada
Tuhan. Partisipan juga menyatakan bahwa jawaban atas doa memberikan kepastian dan
keyakinan bahwa Tuhan hadir dan terlibat dalam kehidupan manusia. Pengalaman ini
membawa ketenangan dan meyakinkan tanpa keraguan terhadap Tuhan. Partisipan meyakini
bahwa jika berdoa dan bergantung kepada Tuhan, Tuhan akan memberikan jawaban. Sikap
ini memberikan kenyamanan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Menurut partisipan,
untuk mencapai tahap ini, diperlukan komitmen dalam melaksanakan ritual keagamaan.
Partisipan dengan tekad menyatakan kesetiaan pada pelaksanaan ritual keagamaan. Sikap ini
menunjukkan komitmen dalam menjalani kehidupan spiritual dan memberikan kenyamanan
dalam melaksanakan praktik-praktik keagamaan.104
ketika saya dapat berbuat baik, dan mampu mengontrol pikiran saya dan ada aja kerinduan
untuk melakukan ritual keagamaan saya. (GS 966-968)
"saya" merasa Tuhan luar biasa karena mampu menciptakan segala sesuatu. Saya merasa
bahwa doa saya dijawab oleh Tuhan, terutama saat saya dalam keadaan santai atau sedang
menghadapi pergumulan. Saya juga merasa senang saat mendengar ceramah dari raja
Parmalim karena merasa mendapatkan solusi dari pengajaran yang diberikan. (GS 971-977)
Kalau berdoa itu saya percaya dan tidak ragu akan jawaban yang diberikan tuhan. Pokoknya
saya sepenuhnya berharap kepada tuhan. saya sudah mengalaminya, saya berdoa dan doa saya
itu dijawab oleh tuhan, Saya mengerjakan pekerjaan ku, dan saya berdoa. Biarkan tuhan
menjawabnya. Asalkan kita jangan ragu akan tuhan itu. (GS 971-972)
Ia, ada, jadi saya sudah tekatkan didalam diri saya saya akan tetap jadi parmalim yang
sesungguhnya parmalim dengan setia pada ritual ritual keagamaan saya. Nah didalam berdoa
saya sering berefleksi akan perbuatan ku yang telah berlalu.(GS 981-983)105

Partisipan P.S. merasa terhubung dengan Tuhan melalui kesucian hidup yang
diperoleh dengan menerapkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Partisipan
mengungkapkan adanya rasa kagum terhadap Tuhan. Pengalaman partisipan menunjukkan
bahwa apa yang Tuhan lakukan jauh melampaui kemampuan manusia, dan rasa kagum ini
mendorongnya untuk melaksanakan ritual keagamaan. Partisipan merasakan kenyamanan
dan kelegaan saat ia sepenuhnya mempercayai kuasa Tuhan dan menaruh harapannya
kepada-Nya. Secara keseluruhan, sikap partisipan terhadap Tuhan mencakup kesucian,
kagum, harapan, keyakinan, makna, dan kesadaran akan kekuatan Tuhan. Sikap-sikap ini
memberikan kenyamanan dan menjadi dasar bagi keputusan partisipan untuk bersandar
kepada Tuhan dalam menjalani kehidupan dengan hubungan spiritual yang kuat.106

104
Hasil wawancara dengan G.S 1 April 2023
105
Hasil wawancara dengan G.S 1 April 2023
106
Hasil wawancara dengan P.S 1 April 2023

33
Menjaga hidup supaya hidup ini badia (suci) dan pikiran yang tidak baik, dan tinggi hati. Jadi
harus rendah hati. beribadah konsistenlah lakukanlah ajaran ajaran agama itu. (PS 229-230)
lewat dari kehidupan saya jika saya melakukan hal yang positif sesuai dengan ajaran agama itu
cara saya memberikan rasa penghargaan terhadap diri sendiri. Kalau soal bersyukur pasti
bersyukur sekalipun ada semacam ketidakterimaan jika ada masalah, tapi pastinya saya selalu
berusaha menjaga pikiran dan hati saya supaya tetap bersyukur.(PS 504-508)
saya merasa bahwa tuhan itu luar biasa ya. Mampu menciptakan ini semua. Baru kalau saya
berdoa, apa yang saya doakan itu dijawab oleh tuhan. (PS 970-973)107

Partisipan H.S. mengungkapkan bahwa dalam menjalani kehidupan spiritual, ia


menunjukkan sikap yang berani dan penuh keyakinan terhadap Tuhan. Partisipan merasa
nyaman dan mengandalkan pada kekuatan Tuhan, dengan keyakinan bahwa Tuhan memiliki
pengetahuan yang paling utama mengenai apa yang terbaik bagi diri mereka. Mereka tidak
meragukan kekuatan Tuhan dan meyakini bahwa tidak ada yang dapat melampaui pemikiran
Tuhan. Sikap ini memungkinkan partisipan untuk menjalani kehidupan dengan baik dan
tetap berkomitmen dalam komunitas agama Parmalim untuk terus mempelajari dan
menerapkan ajaran Tuhan.108

jangan banyak tuntutan sama Tuhan. kita itu bisa menjalani hidup ini dengan baik. Mengenai
kekuatan Tuhan, ia kita berharap dan bersandar sama kekuatan Tuhan. keberanian untuk menjalani
hidup ini tidak jauh karena kita kan berjalan pada aturan Tuhan. (GS 1414-1418 )
Kita tidak dapat melampaui apa yang Tuhan Pikirkan. Kalau mengenai nyaman pada kekuatan
Tuhan, ia pasti nyaman. Maka dari itu saya tetap menjadi parmalim untuk mempelajari ajaran Tuhan,
dan berbuat ajaran Tuhan. (GS1423-1426)109

Berdasarkan pendapat partisipan yang disampaikan, terdapat beberapa titik temu


pandangan mengenai kesadaran diri dan pengenalan akan Tuhan dalam menghayati
kehidupan spiritual. Pertama, partisipan M.N. menekankan pentingnya kepercayaan pada
pemeliharaan Tuhan, mengakui bahwa Tuhan adalah Maha Kuasa yang mampu mengubah
segala sesuatu menjadi baik. Partisipan R.H. menunjukkan bahwa keterhubungan dengan
Tuhan dapat terjadi melalui doa dan tarian, yang mencerminkan sikap pengabdian dan
kenyamanan dalam bersandar kepada Tuhan. Partisipan G.S. menegaskan pentingnya
menjalankan ritual keagamaan sebagai cara untuk menghubungkan diri dengan Tuhan,
dengan keyakinan bahwa Tuhan memiliki pengetahuan yang paling utama dan dapat
menjawab doa. Selain itu, partisipan P.S. menekankan pentingnya menerapkan ajaran agama

107
Hasil wawancara dengan P.S 1 April 2023
108
Hasil wawancara dengan H.S. 2 April 2023
109
Hasil wawancara dengan G.S 1 April 2023

34
dalam kehidupan sehari-hari sebagai cara untuk merasakan kesucian hidup dan mengalami
keterhubungan dengan Tuhan. Terakhir, partisipan H.S. juga mengungkapkan sikap yang
berani dan penuh keyakinan terhadap Tuhan, mengandalkan pada kekuatan Tuhan dan tanpa
keraguan akan pemikiran-Nya. Secara keseluruhan, titik temu pandangan partisipan
mencakup kepercayaan pada pemeliharaan Tuhan, penggunaan doa dan ritual sebagai sarana
keterhubungan, pentingnya menerapkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari, dan
keyakinan tanpa keraguan terhadap Tuhan.

BAGIAN IV

PEMBAHASAN

Dalam bagian ini, peneliti menghubungkan hasil-hasil penelitian yang telah


dipaparkan sebelumnya dengan teori-teori dan temuan penelitian yang relevan. Teori yang
digunakan adalah teori orientasi beragama dan kesejahteraan spiritual. Di samping
memanfaatkan teori dari tokoh-tokoh yang disebutkan sebelumnya, peneliti juga
menggunakan beberapa pandangan dari pemikir lain serta hasil penelitian yang relevan
dengan konteks penelitian ini.

A. Orientasi Beragama dan Kesejahteraan Spiritual

a.1 Ritus Keagamaan Agama Parmalim

Jika ditinjau mengenai ritus keagamaan agama Parmalim, ritus keagamaan dalam
agama Parmalim menggambarkan keterkaitan erat antara dimensi spiritual dan identitas
budaya. Komunitas Parmalim menerapkan sembilan upacara ritual khusus, yaitu marari
sabtu, martutu aek, pasahat tondi, mardebata, mangan na paet, sipaha sada, sipaha lima,
mamasu-masu, dan manganggir. Meskipun beragam dalam tujuan dan pelaksanaannya,
upacara-upacara ini secara konsisten dijalankan.110 Salah satunya adalah marari sabtu,
yang berakar dalam tradisi budaya Batak Toba. Upacara ini tidak hanya menekankan
pakaian adat Batak Toba, tetapi juga menghubungkan dimensi spiritual dengan tujuan
memperkuat hubungan spiritual melalui doa untuk kesehatan, keselamatan, keamanan,

110
Wiflihani, Wiflihani, and Agung Suharyanto. "Upacara Sipaha Sada Pada Agama Parmalim Di
Masyarakat Batak Toba Dalam Kajian Semiotika." JUPIIS: Jurnal Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial
3.1 (2011). Hlm 104

35
dan kemakmuran. Pada kesempatan itu para jemaat akan diberi poda (khotbah) atau
bimbingan agar lebih tekun berperilaku dan menghayati identitas dirinya sebagai
Parmalim.111

Menurut partisipan peran agama Parmalim dalam membimbing kehidupan


manusia menuju keteraturan, kedamaian, dan harapan serta mempertahankan budaya dari
pengaruh budaya modern dianggap sangat penting. Analisis ini sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa agama Parmalim muncul sebagai respons terhadap kolonialisme dan
imperialisme Belanda, sehingga memiliki peran signifikan dalam mempertahankan adat
dan budaya masyarakat Batak.112 Selain itu, makna dalam Agama Parmalim juga menjadi
fokus penting dalam analisis ini. Partisipan dalam penelitian ini melihat agama Parmalim
bukan hanya sebagai aspek spiritual semata, melainkan juga sebagai landasan yang
memberikan makna mendalam dan tujuan hidup. Respons partisipan juga menegaskan
bahwa agama Parmalim memberikan arah hidup dan nilai-nilai yang penting dalam
kehidupan sehari-hari, termasuk tujuan hidup dan kebahagiaan. Keyakinan ini
mencerminkan pandangan bahwa agama Parmalim memiliki dampak signifikan pada
berbagai aspek kehidupan individu dan masyarakat, termasuk aspek moral, budaya,
emosi, dan tujuan hidup. 113

Pemahaman ini konsisten dengan teori yang menggambarkan agama Parmalim


sebagai kepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa, pencipta manusia, langit, bumi, dan
alam semesta, yang membawa pemahaman tentang eksistensi Tuhan dan nilai-nilai
moral.114 Tidak hanya itu Pengaruh Agama Parmalim dalam mengendalikan emosi
negatif dan dorongan jahat juga mendapat perhatian dalam analisis ini. Hasil penelitian
mencerminkan pemahaman bahwa agama Parmalim mampu membantu individu
mengendalikan emosi negatif dan dorongan jahat, dan dengan demikian, membimbing
perilaku yang baik. Temuan ini sejalan dengan teori yang menggambarkan agama sebagai
panduan moral.115 Selanjutnya, analisis ini juga menyoroti hubungan erat antara dimensi

111
Suharyanto, Agung. "Makna Ritual Marari Sabtu Pada Ruas Ugamo Malim." Jurnal Ilmiah
Sosiologi Agama (Jisa) 2.1 (2019): Hlm 24
112
Suharyanto, Agung. "Makna Ritual Marari Sabtu Pada Ruas Ugamo Malim." Hlm 24
113
Suharyanto, Agung. "Makna Ritual Marari Sabtu Pada Ruas Ugamo Malim." Hlm 24
114
Sinaga, Delfiana. Gondang Hasapi Pada Upacara Ritual Parmalim Si Pahasada Di Huta Tinggi
Kecamatan Laguboti Kabupaten Toba Samosir (Kajian Bentuk Penyajian Dan Fungsi). Diss.
UNIMED, 2015.
115
Suharyanto, Agung. "Makna Ritual Marari Sabtu Pada Ruas Ugamo Malim." Hlm 24

36
spiritual dan identitas budaya dalam agama Parmalim. Partisipan mengidentifikasi
bagaimana upacara ritual mencerminkan identitas budaya Batak Toba melalui pakaian
tradisional, tata cara duduk, dan tempat pertemuan. Hal ini konsisten dengan teori yang
menjelaskan bahwa agama ini muncul sebagai respons terhadap upaya kolonialisasi dan
memiliki peran penting dalam mempertahankan budaya Batak.116

a.2. Orientasi beragama


Kelima partisipan, M.N, R.H, G.S, P.S, dan H.S, memiliki motivasi yang kuat
dalam melaksanakan praktik agama Parmalim. Motivasi ini tidak terpengaruh oleh faktor
eksternal, melainkan murni berasal dari pilihan pribadi dan komitmen terhadap agama.
Kelima partisipan menganggap melakukan praktik agama Parmalim sebagai tanggung
jawab terhadap Tuhan, panggilan jiwa, dan sarana untuk mewujudkan nilai-nilai spiritual,
menjaga kehidupan rohani, melestarikan budaya Batak, dan mencapai tujuan hidup yang
melibatkan hidup bahagia, penuh kasih, serta ketaatan terhadap ajaran agama.

Hal ini berkaitan dengan bagaimana individu mengintegrasikan agama dalam


kehidupan sehari-hari. Dalam upaya memahami orientasi keagamaan penganut agama
Parmalim, tulisan ini menggunakan beberapa teori orientasi keagamaan dari perspektif
psikologi agama. Teori tersebut menjelaskan bahwa orientasi agama mencakup sikap
individu terhadap agama dan sejauh mana mereka terikat dengan agama tersebut. Individu
yang menghayati dan menginternalisasikan ajaran agama cenderung memandang agama
sebagai landasan dan panduan dalam tindakan dan pandangan hidupnya.117 Menurut
pandangan Allport dan Ross, orientasi keagamaan mencerminkan komitmen individu
terhadap agama yang membentuk kerangka pandangan atau referensi dalam hidupnya.
Sikap keagamaan ini juga mempengaruhi perilaku sehari-hari, termasuk dalam hal sikap
moral yang dapat melahirkan tindakan sosial yang sejalan dengan nilai-nilai agama.118
Dari teori Allport dan Ross orientasi beragama berdampak pada kedisiplinan
dalam menjalankan ibadah dan bagaimana agama diintegrasikan dalam kehidupan sehari-
hari.119 Data menggambarkan bahwa Partisipan H.S merasa bahagia berpartisipasi dalam

116
Suharyanto, Agung. "Makna Ritual Marari Sabtu Pada Ruas Ugamo Malim." Hlm 24
117
Abdillah Havi Al Hilmi, Orientasi agama Manusia: 1, diakses 27 juli 2022,
https://id.scribd.com/document/477261061/Orientasi-Agama-untuk-Manusia
118
Abdillah Havi Al Hilmi, Orientasi agama Manusia
119
Roni Ismail. "Keberagamaan koruptor menurut psikologi (Tinjauan orientasi keagamaan dan
psikografi agama)." ESENSIA: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin 13.2 (2012) Hlm 293

37
praktik agama Parmalim karena ingin memahami kehendak Tuhan. Ini menunjukkan
bahwa orientasi keagamaannya memiliki pengaruh positif pada motivasinya dalam
menjalankan praktik agama. Pandangan Partisipan H.S tentang agama Parmalim sebagai
pengajar kebaikan yang membantu mencapai tujuan hidup yang damai dan bahagia sesuai
dengan orientasi intrinsik. Ia memandang agama sebagai landasan dan panduan dalam
mencapai kebaikan dan tujuan hidupnya. Pandangan ini sejalan dengan teori bahwa
individu yang menginternalisasikan ajaran agama cenderung melihat agama sebagai
sumber kekuatan untuk menghadapi kehidupan dan mencapai tujuan hidup yang lebih
tinggi.120

Penelitian ini menunjukkan bahwa praktik agama yang dilakukan partisipan


sebagai sarana untuk mewujudkan nilai-nilai spiritual, merawat dimensi spiritual dalam
diri, dan menjaga keseimbangan hidup rohani. Selanjutnya, kelima partisipan juga
sepakat bahwa praktik agama merupakan landasan penting dalam hidup. Meskipun
pandangan psrtisipan tentang praktik agama bisa bervariasi dari tanggung jawab terhadap
Tuhan hingga panggilan jiwa, dan dari sarana menjaga kehidupan rohani hingga
melestarikan budaya Batak, titik temu utama adalah bahwa agama memiliki peran sentral
dalam membimbing tujuan hidup. Kesamaan yang paling menonjol adalah penekanan
pada motivasi internal dan komitmen terhadap ajaran agama sebagai pendorong utama
dalam menjalankan praktik agama. Semua partisipan menghadirkan pandangan bahwa
praktik agama adalah suatu bentuk ketaatan yang melampaui faktor eksternal atau motif
pribadi. Kelima partisipan mewujudkan nilai-nilai agama dalam tindakan sehari-hari
mereka, menciptakan konsistensi dalam melaksanakan ritual sebagai refleksi dari
kesadaran dan ketulusan mereka dalam mencapai tujuan hidup spiritual. Jadi orientasi
keagamaan intrinsik menjadi dasar kuat dalam praktik agama Parmalim di kalangan
partisipan. Meskipun mereka mungkin memiliki latar belakang dan pandangan yang
berbeda, kesamaan dalam komitmen mendalam terhadap nilai-nilai agama mengikat
mereka dalam penghayatan yang mendalam terhadap praktik agama tersebut.

120
Abdillah Havi Al Hilmi, Orientasi agama Manusia

38
a.3. Kesejahteraan Spiritual
a.3.1 Domain personal
Partisipan MN dalam praktik agama Parmalim menunjukkan ciri-ciri
kesejahteraan spiritual ini dengan melaksanakan praktik dengan kesadaran dan
ketulusan hati. Baginya, praktik agama merupakan tanggung jawab terhadap
Tuhan, dan ia mengintegrasikan pengorbanan penuh dalam segala aspek
kehidupannya sebagai bagian integral dari praktek tersebut. Tindakan konsistensi
dalam menjalankan ritual mencerminkan usaha dalam mencapai tujuan hidupnya,
yaitu kedamaian, ketenangan, dan penyatuan dengan Tuhan. Dalam kerangka
konsep kesejahteraan spiritual, praktik agama menjadi motivasi yang mendorong
dan menginspirasinya dalam mencari makna dan tujuan hidup.121 Pengorbanan dan
konsistensi MN dalam praktik agama juga menjadi indikator tingkat kesejahteraan
mentalnya. Dalam domain personal yang merujuk pada penemuan makna hidup dan
nilai-nilai kehidupan,122 partisipan MN mencapai domain personal ini dengan
kesadaran diri secara pribadi. Upaya MN dalam menjalankan praktik agama
menggambarkan usahanya untuk meraih kesejahteraan spiritual melalui
pemahaman diri dan terwujudnya harga diri, sesuai dengan konsep domain personal
dalam teori kesejahteraan spiritual.
Partisipan R.H dalam pandangan agamanya mengaitkan praktik agama
sebagai tanggung jawab terhadap Tuhan dan sarana untuk mencapai tujuan hidup
yang mencakup hidup bahagia dan penuh kasih. Pandangan ini sesuai dengan
konsep kesejahteraan spiritual yang menunjukkan bahwa individu diberi motivasi
untuk mencari makna dan tujuan hidup melalui pencapaian transendensi.123
Pandangan R.H tentang praktik agama sebagai bentuk pencapaian tertinggi yang
membedakan manusia dengan makhluk lain mencerminkan dimensi kemanusiaan
yang dapat mempengaruhi kesehatan mental individu. Selain itu, pandangan ini

121
Imaddudin, Aam, “Pengembangan Konstruk Kesejahteraan Spiritual Mahasiswa.” Universitas
Islam Bandung, 6-7 November (2015): 4
Https://Www.Researchgate.Net/Profile/Aam-
Imaddudin/Publication/336914219_Pengembangan_Konstruk_Kesejahteraan_Spiritual_Mahasisw
a/Links/5dba321ba6fdcc2128f0ccb7/Pengembangan-Konstruk-Kesejahteraan-Spiritual-
Mahasiswa.Pdf
122
Imaddudin, Aam, “Pengembangan Konstruk Kesejahteraan Spiritual Mahasiswa.”
123
Imaddudin, Aam, “Pengembangan Konstruk Kesejahteraan Spiritual Mahasiswa.”

39
juga dapat dihubungkan dengan konsep domain personal dalam teori kesejahteraan
spiritual yang merujuk pada upaya individu dalam menemukan makna hidup dan
nilai-nilai kehidupan124. Dengan demikian, pandangan R.H tentang praktik agama
Parmalim dapat dianalisis sebagai refleksi dari konsep kesejahteraan spiritual yang
menghubungkan keharmonisan hidup individu dengan makna, tujuan, dan nilai-
nilai kehidupan, yang pada akhirnya berkontribusi pada kualitas hidup individu itu
sendiri.
Pandangan G.S dan P.S terhadap praktik agama Parmalim mencerminkan
usaha mereka untuk mencapai kesejahteraan spiritual melalui pemahaman makna
hidup, tujuan, dan nilai-nilai kehidupan. G.S dengan sadar mengambil tanggung
jawab atas pilihannya sebagai penganut Parmalim dan mengintegrasikan ajaran
agama dalam kehidupan sehari-hari, menunjukkan usaha dalam meraih kesadaran
tentang tujuan hidup serta ungkapan syukur kepada Tuhan. P.S juga melihat ritual
keagamaan sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup yang lebih tinggi, yaitu
hidup dalam kasih dan cinta, dan mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam
tindakan sehari-hari. Keduanya mencerminkan prinsip domain personal dalam teori
kesejahteraan spiritual yang menekankan pada pemahaman diri dan integrasi nilai
agama untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik dan kesehatan mental yang
lebih tinggi.125 Dalam kerangka ini, pandangan mereka mengindikasikan usaha
dalam mencapai kesadaran dan kebahagiaan yang lebih tinggi melalui pemahaman
diri dan penghayatan nilai agama.
Pandangan Partisipan H.S terhadap praktik agama Parmalim dapat
dianalisis melalui teori “Domain Peroranga” yang menitikberatkan pada upaya
individu dalam menemukan makna hidup, tujuan, dan nilai-nilai kehidupan secara
pribadi.126 Data mengindikasikan bahwa pandangan H.S tentang berpartisipasi
dalam praktik agama sejalan dengan konsep ini, dengan kebahagiaan dan rindu saat
beribadah mencerminkan usaha dalam memahami tujuan hidup dan mencari makna
melalui praktik agama. Dalam perspektif kesejahteraan spiritual, yang fokus pada
pemahaman diri dan pencapaian kesadaran akan tujuan hidup, pandangan H.S

124
Kurniawati, Henie, “Studi Meta Analisis Spiritual Wellbeing Dan Quality Of Life.” Seminar
Psikologi dan Kemanusiaan 2015 Psychology Forum Umm. 2015: 143
125
Imaddudin, Aam. “Pengembangan Konstruk Kesejahteraan Spiritual Mahasiswa” Hlm 4
126
Kurniawati, Henie, “Studi Meta Analisis Spiritual Wellbeing Dan Quality Of Life.” Hlm 143

40
tentang kebahagiaan dan keterlibatan dalam praktik agama dapat diartikan sebagai
langkah menuju kesejahteraan spiritual. Upaya H.S untuk memahami nilai-nilai
agama dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari mencerminkan pencapaian
dalam “Domain Perorangan”. Secara keseluruhan, pandangan H.S mencerminkan
usaha untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan mental melalui
pemahaman diri, penghayatan nilai-nilai agama, dan kesadaran akan tujuan hidup
yang lebih tinggi.

a.3.2. Domain kolektif

Partisipan M.N dan R.H dapat dianalisis melalui konsep kesejahteraan


spiritual dan domain kolektif. Konsep kesejahteraan spiritual menitikberatkan pada
motivasi individu untuk memahami tujuan hidup, kesadaran akan makna hidup,
serta keterkaitannya dengan pengenalan diri terhadap dimensi transenden. 127
Motivasi agama mereka yang berfokus pada hubungan sosial dan tanggung jawab
terhadap sesama sesuai dengan konsep domain kolektif yang mencakup sosialitas,
moralitas, dan kepercayaan. Partisipan ini melihat agama Parmalim sebagai
komunitas saling peduli, mendukung, dan menolong, yang merefleksikan upaya
mencapai kesejahteraan spiritual melalui hubungan sosial yang harmonis,
berdasarkan nilai-nilai agama dan kepercayaan. Pandangan mereka juga
mencerminkan ciri kemanusiaan yang membedakan individu dengan makhluk
lainnya, serta menjadi potensi indikator kesehatan mental, sejalan dengan teori
kesejahteraan spiritual.128 Secara keseluruhan, partisipan M.N dan R.H melalui
motivasi agama mereka menunjukkan pemahaman dan penerapan nilai-nilai agama
dalam hubungan sosial dan tanggung jawab terhadap sesama, yang dapat dianalisis
melalui kerangka konsep kesejahteraan spiritual dan domain kolektif, dengan
kesejahteraan spiritual mereka tercermin dalam usaha untuk mencapai hubungan
sosial yang harmonis dan kualitas hidup yang lebih baik melalui penghayatan nilai-
nilai agama dalam tindakan sehari-hari.129

127
Imaddudin, Aam. “Pengembangan Konstruk Kesejahteraan Spiritual Mahasiswa”; hlm 4

128
Imaddudin, Aam. “Pengembangan Konstruk Kesejahteraan Spiritual Mahasiswa” Hlm 4

129
Kurniawati, Henie, “Studi Meta Analisis Spiritual Wellbeing Dan Quality Of Life.” Hlm 143

41
Konsep kesejahteraan spiritual, yang melibatkan pemahaman tujuan hidup
dan dimensi transenden, tampak tercermin dalam motivasi beragama partisipan
G.S, P.S, dan H.S dalam praktik agama Parmalim. Pandangan mereka sejalan
dengan konsep domain kolektif yang menekankan pentingnya hubungan sosial
yang positif, moralitas, dan kepercayaan. Motivasi untuk saling mendukung,
mencintai, dan menjaga hubungan harmonis dengan sesama dalam praktik agama
mencerminkan penerapan nilai-nilai dalam domain kolektif. Kesamaan pandangan
ini juga mencerminkan ciri kemanusiaan yang membedakan individu dengan
makhluk lain dan indikator tingkat kesehatan mental, sebagaimana dijelaskan
dalam teori. Partisipan G.S, P.S, dan H.S mengilustrasikan bagaimana praktik
agama Parmalim mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam hubungan sosial yang
positif, mengacu pada konsep kesejahteraan spiritual dan domain kolektif.
Keseluruhan, mereka berusaha untuk menciptakan hubungan yang harmonis, penuh
kasih, dan saling mendukung dalam komunitas agama, yang berkontribusi pada
kualitas hidup individu dan hubungan sosial yang lebih baik.

a.3.3. Domain environmental

Partisipan M.N, R.H, dan P.S dalam pandangan mereka tentang menjaga
lingkungan alam, mencerminkan penerapan konsep kesejahteraan spiritual dan
domain environmental yaitu keterkaitan lingkungan secara natural, menikmati
keindahan alam, mengalami puncak kepuasan pengalaman (peak experience),
menjaga lingkungan.130 Konsep kesejahteraan spiritual, yang melibatkan
pemahaman tujuan hidup dan pengenalan diri terhadap dimensi transenden,131 dapat
dilihat dalam tindakan nyata mereka untuk menjaga alam. Partisipan ini merasakan
kebutuhan untuk merawat lingkungan sebagai bagian dari tanggung jawab terhadap
makna dan tujuan hidup yang lebih tinggi. Pandangan mereka sejalan dengan
konsep domain environmental, di mana keindahan alam dan pengalaman puncak
kepuasan pengalaman menjadi bagian penting dari kesejahteraan spiritual. 132
Partisipan M.N, R.H, dan P.S secara aktif berkontribusi dalam menjaga alam
dengan mengambil tindakan konkret seperti mengurangi penggunaan plastik,

130
Kurniawati, Henie, “Studi Meta Analisis Spiritual Wellbeing Dan Quality Of Life. Hlm 143
131
Imaddudin, Aam. “Pengembangan Konstruk Kesejahteraan Spiritual Mahasiswa”. Hlm 4
132
Kurniawati, Henie, “Studi Meta Analisis Spiritual Wellbeing Dan Quality Of Life. Hlm 143

42
menerapkan praktik daur ulang, dan memproduksi pupuk organik. Tindakan ini
mencerminkan hubungan yang lebih harmonis dengan lingkungan alam dan
kemampuan untuk menikmati keindahannya. Pandangan mereka tentang alam
sebagai saudara yang perlu dijaga juga mengindikasikan pemahaman akan nilai-
nilai ekologis dan keterkaitan dengan lingkungan. Pandangan partisipan ini juga
menggambarkan konsep domain environmental dalam konteks komunitas agama
Parmalim. Mereka mencerminkan pemahaman bersama tentang pentingnya
menjaga alam sebagai tanggung jawab kolektif. Partisipan ini mengaitkan praktik
menjaga lingkungan dengan ajaran agama dan nilai-nilai yang diterapkan dalam
komunitas. Kesamaan pandangan partisipan ini menggambarkan bagaimana praktik
agama dan pemahaman nilai-nilai spiritual dalam komunitas agama Parmalim turut
memotivasi individu untuk menjaga lingkungan alam dan mengintegrasikan nilai-
nilai tersebut dalam tindakan nyata, yang sejalan dengan konsep kesejahteraan
spiritual dan domain environmental.

Partisipan G.S dan H.S dalam pandangan mereka tentang menjaga


lingkungan alam merefleksikan konsep kesejahteraan spiritual dan dapat
dikonfirmasi dengan konsep domain environmental yaitu keterkaitan lingkungan
secara natural, menikmati keindahan alam, mengalami puncak kepuasan
pengalaman (peak experience), menjaga lingkungan.133 Konsep kesejahteraan
spiritual yang melibatkan pemahaman tentang tujuan hidup dan hubungan dengan
134
dimensi transenden terlihat dalam pandangan G.S dan H.S tentang pentingnya
menjaga alam. Pandangan mereka bahwa manusia memiliki ketergantungan yang
bawaan pada alam dan bahwa kerusakan alam akan berdampak pada manusia
mencerminkan pemahaman akan hubungan yang mendalam dengan esensi
keberadaan. Tindakan nyata yang mereka lakukan untuk menjaga alam
mencerminkan konsep tindakan nyata dalam kesejahteraan spiritual, di mana
mereka menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Konsep
domain environmental juga terkonfirmasi melalui tindakan konkret partisipasi
dalam menjaga lingkungan. Mereka mengambil tindakan untuk merawat alam,
seperti penanaman pohon bersama dan pengurangan penggunaan plastik dan bahan

133
Kurniawati, Henie, “Studi Meta Analisis Spiritual Wellbeing Dan Quality Of Life. Hlm 143
134
Imaddudin, Aam. “Pengembangan Konstruk Kesejahteraan Spiritual Mahasiswa” Hlm 4

43
kimia, yang mencerminkan keterkaitan dengan lingkungan alam dan kepuasan dari
pengalaman positif dalam menjaga lingkungan. Pandangan mereka tentang
keberadaan alam sebagai entitas yang perlu dijaga dan dipelihara juga sesuai
dengan konsep domain environmental yang menghargai keindahan alam dan
tanggung jawab manusia untuk menjaganya. Kesimpulannya, partisipan G.S dan
H.S melalui pandangan dan tindakan mereka terhadap menjaga alam
mencerminkan integrasi konsep kesejahteraan spiritual dan domain environmental
dalam konteks komunitas agama Parmalim.

a.3.4 Domain transcendental

Dimensi ini membahas mengenai hubungan harmonis dengan yang Ilahi


melibatkan keyakinan dan penghormatan terhadap Tuhan melalui ritus-ritus
keagamaan yang sacral, termasuk pemujaan dan penyembahan terhadap realitas
yang transenden.135 Data yang diperoleh menunjukkan usaha individu untuk
mencapai kualitas hidup yang lebih baik melalui hubungan yang mendalam dengan
Tuhan. Aspek-aspek seperti membersihkan pikiran dari pemikiran negatif,
kesadaran diri yang menyeluruh, mengambil tindakan konkret, mengikuti ajaran
agama, menunjukkan kasih kepada sesama, dan memiliki pemahaman mendalam
tentang ajaran agama, semuanya merupakan upaya untuk mencapai keharmonisan
dan kualitas hidup melalui hubungan spiritual dengan Tuhan. Pandangan ini
mencakup pemahaman tentang tujuan hidup, makna eksistensi, dan nilai-nilai
kehidupan, yang sesuai dengan konsep kesejahteraan spiritual yang menekankan
pentingnya keharmonisan dengan makna, tujuan, dan nilai-nilai dalam kehidupan.
Tindakan partisipan yang melibatkan aktifitas penyembahan dan pemujaan juga
mencerminkan upaya mereka untuk menghormati realitas transenden, sejalan
dengan teori domain Transcendental yaitu menjalin hubungan harmonis terhadap
yang Illahi, yang melibatkan keimanan dan kepercayaan akan adanya Tuhan dengan
melibatkan ritus-ritus keagamaan yang sacral melalaui pemujaan dan penyembahan
terhadap realitas yang transenden.136 Selanjutnya, dalam penelitian ini

135
Raja Olan Tumanggor. Analisa Konseptual Model Spiritual Well Being Menurut Ellison Dan
Fishher. 50.
136
Kurniawati, Henie, “Studi Meta Analisis Spiritual Wellbeing Dan Quality Of Life.” Seminar
Psikologi dan Kemanusiaan 2015 Psychology Forum Umm. 2015: 143

44
mengungkapkan bahwa setiap partisipan memiliki cara yang unik dalam
membangun hubungan pribadi dengan Tuhan melalui praktik agama dan komitmen
terhadap ajaran agama. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan positif dengan
Tuhan dapat terwujud melalui berbagai bentuk penghayatan dan praktik agama
yang disesuaikan dengan keyakinan dan pemahaman individu. Konsep ini sesuai
dengan hasil penelitian Fauzan Adhim yang menekankan bahwa agama
mengajarkan tentang moral yang mencakup interaksi dengan lingkungan, sesama
manusia, makhluk lain, dan Tuhan. Oleh karena itu, meskipun ajaran moral dalam
beragam agama memiliki kesamaan, penelitian menegaskan bahwa individu
menginterpretasikan makna-makna ajaran tersebut dengan cara yang bervariasi,
mencerminkan perbedaan dalam tingkat religiusitas mereka. Hal ini menegaskan
bahwa setiap individu memiliki pengalaman religiusitas yang unik.137 Selain itu,
pandangan yang disampaikan dalam penelitian Putu Ronny Angga Mahendra dan I
Made Kartika menambahkan dimensi bahwa pengembangan karakter adalah
metode implementasi ajaran agama yang bertujuan untuk memperkuat hubungan
yang lebih dalam dengan Tuhan, yang juga sejalan dengan ide bahwa praktik agama
yang disesuaikan secara pribadi dapat menjadi alat untuk mencapai hubungan yang
lebih substansial dengan Tuhan.138

B. Hubungan Orientasi Beragama Dengan Kesejahteraan Spiritual


Domain personal: Data menunjukkan bahwa kelima mengalami kesejahteraan
spiritual pada domain personal melalui pemahaman diri, penghayatan nilai-nilai agama, dan
pemahaman makna hidup. Teori menyebutkan bahwa agama dapat memberikan sumber-
sumber untuk menjelaskan dan menyelesaikan situasi problematik.139 Hal ini dapat terlihat
dalam data di mana partisipan menggunakanJJI pemahaman agama untuk merawat dimensi
spiritual dalam diri mereka dan mencapai tujuan hidup yang lebih tinggi.

137
Fauzan, Fauzan. "Pengaruh religiusitas terhadap prestasi kerja pegawai alumni dan bukan
alumni pesantren (studi pada kantor Depag Kabupaten Bangkalan)." Jurnal Ekonomi
Modernisasi 5.2 (2009): Hlm. 127-128
138
Mahendra, Putu Ronny Angga, and I. Made Kartika. "Membangun Karakter Berlandaskan Tri
Hita Karana Dalam Perspektif Kehidupan Global." Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan
Undiksha 9.2 (2021): Hlm. 430.
139
Chamberlain, K & Zika.S. 1992. Religiosity, Meaningin Life, & Psychological Well‐Being. Dalam Schumaker
J.F. Religion and Mental Health. New York: Oxford University Press. Dikutip dalam (S.A.G. Amawidyati & M.F.
Utami (2007). Religiusitas dan Psychological Well‐Being Pada Korban Gempa.Fakultas Psikologi Universitas
Gadjah Mada. Jurnal Psikologi, Vol. 34, No. 2. Hlm 169

45
Domain Kolektif: Data menunjukkan bahwa partisipan mengalami kesejahteraan
spiritual pada domain kolektif melalui hubungan sosial yang harmonis dan dukungan dalam
komunitas agama. Teori menyebutkan bahwa agama dapat meningkatkan perasaan berdaya
pada diri seseorang.140 Dalam hal ini, partisipan mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam
hubungan sosial mereka, yang mencerminkan penghayatan nilai-nilai dalam hubungan sosial.
Domain Environmental: Data menunjukkan bahwa semua partisipan mengalami
kesejahteraan spiritual pada domain environmental melalui tindakan nyata untuk menjaga
lingkungan alam. Teori mengatakan bahwa agama dapat memberikan landasan perasaan
bermakna dan arah.141 Dalam hal ini, pandangan partisipan tentang alam sebagai tanggung
jawab terhadap tujuan hidup dan nilai-nilai agama tercermin dalam upaya mereka untuk
menjaga lingkungan alam.
Domain Transcendental: Data menunjukkan bahwa semua partisipan berupaya
menghayati Tuhan dalam kehidupan sehari-hari melalui pemahaman makna hidup dan nilai-
nilai agama. Teori menyebutkan bahwa agama memiliki potensi untuk menanamkan peristiwa
asing yang berarti.142 Dalam hal ini, partisipan menunjukkan pemahaman yang mendalam
tentang hubungan mereka dengan Tuhan dan bagaimana nilai-nilai agama mempengaruhi
pandangan hidup dan tindakan mereka.
Dari analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa data yang disajikan mendukung
teori bahwa praktik agama memiliki dampak positif pada kesejahteraan spiritual dalam
berbagai domain. Orientasi beragama yang kuat dan penghayatan nilai-nilai agama menjadi
faktor penting dalam mencapai kesejahteraan spiritual pada berbagai aspek kehidupan. Praktik
agama juga berkontribusi pada integrasi nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari,
menjaga hubungan sosial yang harmonis, serta memiliki dampak positif pada lingkungan alam
dan hubungan dengan Tuhan.

140
Chamberlain, K & Zika.S. 1992. Religiosity, Meaningin Life, & Psychological Well‐Being. Hlm 169
141
Chamberlain, K & Zika.S. 1992. Religiosity, Meaningin Life, & Psychological Well‐Being. Hlm 169
142
Chamberlain, K & Zika.S. 1992. Religiosity, Meaningin Life, & Psychological Well‐Being. Hlm 169

46
BAGIAN V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara keseluruhan, praktik agama Parmalim memberikan landasan yang


kuat bagi pencapaian kesejahteraan spiritual pada berbagai aspek kehidupan
penganutnya. Orientasi beragama yang kuat dan penghayatan nilai-nilai agama menjadi
faktor penting dalam mencapai kesejahteraan spiritual dalam komunitas ini. Praktik
agama juga memberikan dampak positif pada hubungan sosial, lingkungan alam, dan
hubungan dengan Tuhan, yang semuanya menjadi bagian integral dari kesejahteraan
spiritual penganut agama Parmalim. Melalui penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa
terdapat keterkaitan erat antara orientasi beragama dan kesejahteraan spiritual pada
penganut agama Parmalim di Huta Tinggi, Kecamatan Laguboti, Kabupaten Toba,
Provinsi Sumatera Utara. Hubungan ini tercermin melalui empat domain kesejahteraan
spiritual yang signifikan: pertama, pada domain personal, penganut agama Parmalim
mengalami peningkatan kesejahteraan spiritual melalui pemahaman diri yang mendalam,
penghayatan nilai-nilai agama, dan pemahaman makna hidup. Mereka memandang
agama sebagai pedoman untuk mencapai tujuan hidup yang lebih tinggi, seperti
kedamaian, ketenangan, dan penyatuan dengan Tuhan. Kedua, dalam domain kolektif,
komunitas agama Parmalim menampilkan hubungan sosial yang harmonis dan dukungan
sesama yang berperan dalam mewujudkan kesejahteraan spiritual kolektif. Penganut
agama ini saling mendukung dan merawat hubungan yang positif berdasarkan prinsip-
prinsip agama mereka. Ketiga, di domain environmental, partisipan secara aktif menjaga
lingkungan alam sebagai tanggung jawab mereka terhadap Tuhan dan makna hidup yang
lebih tinggi. Mereka melihat alam sebagai sesuatu yang perlu dilestarikan dan dilindungi,
mencerminkan pemahaman akan nilai-nilai ekologis dan keterkaitan dengan lingkungan.
Keempat, pada domain transcendental, partisipan berupaya untuk mendalami hubungan
mereka dengan Tuhan melalui pemahaman makna hidup dan penghayatan nilai-nilai
agama. Agama menjadi pijakan untuk mencapai harmoni dengan makna, tujuan, dan
nilai-nilai dalam kehidupan. Jadi secara keseluruhan, praktik agama Parmalim
memberikan dasar yang kuat bagi kesejahteraan spiritual dalam berbagai aspek kehidupan

47
individu. Orientasi beragama yang kuat dan penghayatan nilai-nilai agama menjadi faktor
kunci dalam mencapai kesejahteraan spiritual dalam komunitas ini. Praktik agama ini
juga memberikan dampak positif pada hubungan sosial, lingkungan alam, dan hubungan
dengan Tuhan, semuanya menjadi bagian penting dari kesejahteraan spiritual penganut
agama Parmalim.

B. Kelemahan dan Saran

Peneliti menyadari bahwa dalam penelitian ini masih terdapat banyak


kekurangan dan keterbatasan. Adapun keterbatasan tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, pembatasan dalam perolehan informasi terjadi karena kurangnya relasi khusus
antara peneliti dan partisipan. Kedua, potensi bias dalam proses terjemahan bahasa asli
Batak yang berbentuk syair Batak dapat berdampak pada hasil penelitian dengan
menginterpretasikan pandangan dan opini partisipan. Ketiga, pemahaman yang terbatas
tentang praktik atau upacara agama Parmalim yang diselidiki secara langsung, terutama
karena observasi penelitian hanya dilakukan selama sepuluh hari dan hanya mengikuti
satu upacara ibadah Parmalim marari Sabtu. keempat, tidak memiliki kontak telefon
atau media komunikasi terhadap partisipan hal ini mengakibatkan kesulitan dalam
menghubungi partisipan sehingga mempersulit peneliti dalam proses verifikasi jawaban
partisipan ketika membuat transkrip penelitian.

Saran untuk Penelitian Selanjutnya:

1. Sebelum memulai penelitian, sebaiknya diberikan waktu yang cukup untuk


membangun hubungan yang kuat dengan partisipan melalui kegiatan sosial,
dan membangun komunikasi melalui masyarakat setempat.

2. Untuk mengurangi potensi bias dalam proses terjemahan syair Batak,


kolaborasi dengan penerjemah yang memiliki kompetensi dalam bahasa dan
budaya Batak sangat dianjurkan. Selain itu, proses terjemahan juga
sebaiknya melibatkan partisipan agar makna asli tetap terjaga.

3. Memberikan waktu yang banyak untuk melakukan observasi dapat


meningkatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang praktik dan
upacara agama Parmalim dan relasi yang cukup demi ketercapaian kualiatas

48
penelitian Observasi yang lebih luas dan mencakup berbagai aspek ibadah
dan praktik agama dapat memberikan gambaran yang lebih akurat.

4. Pentingnya mendapatkan media komunikasi, seperti nomor telepon,


WhatsApp, atau akun media sosial, untuk membantu komunikasi antara
peneliti dan partisipan dalam proses transkripsi dan verbatim penelitian.

49
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Bambang Arifin Syamsul “Psikologi Agama” (Bandung: Pustaka Setia, (2008).

Chamberlain, K. & Zika, S. “Religiosity, Meaning in Life, & Psychological


Well-Being.” Dalam Schumaker J.F. Religion and Mental Health. New
York: Oxford University Press. (1992).

Nugrahai Farida. “Metode Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan Bahasa


Indonesia.” Surakarta (2014).

Syahrum Salim. "Metodologi Penelitian Kualitatif, Konsep dan Aplikasi dalam


Ilmu Sosial, Keagamaan, dan Pendidikan." Bandung: Citapustaka, (2012).

Sitorus, Masganti. “Psikologi Agama.” Medan (2011).

Jurnal

Abdullah Nadiyah. “Penelitian Kualitatif dalam Psikologi.” Magistra No. 72 Th.


XXII (Juni 2010): 98-108

Haryanto Handrix Chris . “Apa Manfaat Dari Agama? (Studi Pada Masyarakat
Beragama Islam Di Jakarta.” Insight: Jurnal Ilmiah Psikologi 18.1 (2016):
19-31

Adhim Fauzan. "Pengaruh Religiusitas terhadap Prestasi Kerja Pegawai Alumni


dan Bukan Alumni Pesantren (Studi pada Kantor Depag Kabupaten
Bangkalan)." Jurnal Ekonomi Modernisasi 5.2 (2009): 127-128.

Hasbiansyah, O. “Pendekatan Fenomenologi: Pengantar Praktik Penelitian dalam


Ilmu Sosial dan Komunikasi.” Mediator: Jurnal Komunikasi 9.1 (2008):
163- 180

Handayani Putri Fitrias, and Fourianalistyawati Endang. “Depresi dan


Kesejahteraan Spiritual pada Ibu Hamil Risiko Tinggi.” Jurnal Psikologi Teori dan
Terapan 8.2 (2018). 145-153

50
Ismail Roni. "Keberagamaan koruptor menurut psikologi (Tinjauan orientasi
keagamaan dan psikografiagama)." ESENSIA: Jurnal Ilmu-Ilmu
Ushuluddin 13.2 (2012): 289-304

Mahendra, Angga Ronny Putu, dan Kartika Made I. "Membangun Karakter


Berlandaskan Tri Hita Karana Dalam Perspektif Kehidupan Global."
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan Undiksha 9.2 (2021): 423-430

Nainggolan, Mangido. “Eksistensi Penganut Agama Parmalim Dalam Negara


Demokrasi Indonesia.” Journal of Education, Humaniora and Social
Sciences (JEHSS) 4.1 (2021): 494-501

Sapriyanti, dkk. “Kesejahteraan Spiritualitas (Spiritual Well-being) dan Kualitas


Hidup Pasien Penyakit Jantung Koroner di Rumah Sakit.” Jurnal
Penelitian Kesehatan Suara Forikes (Journal of Health Research" Forikes
Voice") 12 (2021): 78-82

Siregar, Dapot, and Yurulina Gulo. “Eksistensi Parmalim Mempertahankan Adat


dan Budaya Batak Toba di Era Modern.” Anthropos: Jurnal Antropologi
Sosial dan Budaya (Journal of Social and Cultural Anthropology). 6 1
(2020): 41-51

Sriyanti Putu Ni, & Warjiman. “Hubungan Kesejahteraan Spiritual dengan Kualitas
Hidup Pasien Pasca Stroke.” Jurnal Keperawatan Suaka Insan (JKSI) 1.2
(2016):1-7

Suminta, Risnawita Rini & dkk. “Hubungan Antara Orientasi Religiusitas Dengan
Kepuasan Hidup.” TAZKIYA Journal of Psychology 6.1 (2018). 109-
121

Na'imah Tri & Tanireja Tukiran. “Student well-being pada remaja Jawa.”
Psikohumaniora: Jurnal Penelitian Psikologi 2.1 (2017): 1-11

Skripsi

Farzeen, Fahmi Luttif. Hubungan antara Orientasi Religius dengan Psychological


Well-Being pada Remaja Panti Asuhan Salatiga. Diss. Program Studi
Psikologi FPSI-UKSW, 2016.

51
Muawanah Risalatul. “Hubungan antara Tingkat Religiusitas dengan Berpacaran
pada Mahasiswa Semester VI Fakultas Psikologi Universitas Islam
Negeri

Wibisono Yusuf. M, Ghozali M Adeng, and Nurhasanah Siti. ”Keberadaan


agama lokal di Indonesia dalam perspektif moderasi.” Digital Library UIN
Sunan Gunung Djati Bandung, 2020.

52

Anda mungkin juga menyukai