Anda di halaman 1dari 14

ETIKA BERAGAMA

“PERAN DAN MANFAAT PSIKOLOGI AGAMA DALAM KEHIDUPAN MANUSIA”


Pengampu : DR. Abu Bakar, M.Pd

Oleh :
1. Lidia Mendrawati / 11730323126
2. Fadila Nursyafitri / 11730323357
3. Annisa Diah Rahayu / 11730323521
4. Juni Astuti / 11730323083
5. Irfan Kandesfa

PRODI STUDI AGAMA-AGAMA


FAKULTAS USHUUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
T.A 2020-2021

1
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin. Puji syukur penulis panjatkan kesyukuran atas nikmat yang
telah Allah berikan kepada penulis, sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Shalawat beriring salam penulis hadiahkan kepada nabi junjungan alam dengan
mengucapkan “Allahumma sholli’ala Muhammad wa’ala alihi Muhammad. Assalamu’alaika yaa
rasulullah assalamu’alaika ya habiballah.

Penulis ucapkan terimakasih kepada pengampu atas tugas yang telah di berikan kepada
penulis, semoga apa yang ada di dalam makalah ini bermanfaat untuk kita semua.
Aamiin..aamiin ya robbal’alamin.
Makalah ini berjudul PERAN DAN MANFAAT PSIKOLOGI AGAMA DALAM
KEHIDUPAN MANUSIA yang semoga nantinya dapat bermanfaat untuk siapa saja yang
membacanya.

Pekanbaru, 16 November 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

BAB I PENDAHULUAN 4

A. Latar Belakang 4

B. Rumusan Masalah 4

C. Tujuan Penulisan 4

BAB II ISI 5

A. Pengertian Psikologi Agama 5


B. Agama Dalam Kehidupan Individu 6
C. Fungsi Agama Dalam Kehidupan Masyarakat 8
D. Solusi Agama Atas Problematika Psikis Manusia 10

BAB III PENUTUP 13

A. Simpulan 13

B. Saran Masukkan 13

DAFTAR PUSTAKA 14

3
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia pada dasarnya adalah homo religious (mahluk beragama). Agama merupakan
pengalaman dunia-dalam diri seseorang tentang ketuhanan disertai keimanan dan peribadatan
untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.1 Selain itu, agama menjadi ikatan suci yang
harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan yang dimaksud berasal dari suatu

Agama memiliki peran penting bagi kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu
dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan bermakna, damai, dan bermartabat, menyadari betapa
pentingnya peran agama bagi kehidupan umat manusia maka, internalisasi nilai-nilai agama
dalam setiap kehidupan priadi menjadi sebuah keniscayaan yang pasti ditempuh oleh manusia.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas penulis merumuskan beberapa rumusan masalah yang akan
dibahas sebagai berikut.

1. Bagaimana peran agama dalam kehidupan?


2. Apa saja fungsi psikologi agama dalam kehidupan?
C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk membahas apa saja yang menjadi pertanyaan
dalam rumusan masalah, guna sebagai bahan presentasi, dan menambah ilmu dan
pengetahuan kita.

1
Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama Kepribadian Muslim Pancasila, (Bandung: Sinar Baru, 1991), h.46

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Psikologi Agama

Psikologi agama terdiri dari kata psikologi dan agama. Psikologi berarti studi ilmiah atas
gejala kejiwaan manusia. Sebagai kajian ilmiah, psikologi jelas mempunyai sifat teoritikempirik,
dan sistematik. Sementara agama bukanlah ilmu dalam pengrtian kajian ilmiah. Agama
merupakan suatu aturan yang menyangkut cara-cara bertingkat laku, berperasaan dan
berkeyakinan secara khusus. Setidaknya agama menyangkut keilahi-an. Maksudnya, agama
menyangklut segala sesuatu yang bersifat ketuhanan. Sebaliknya psikologi menyangkut manusia
dan lingkungannya. Agama bersifat transenden, psikologi bersifat profan. Oleh karena itu,
psikologi tidak bisa memasuki wilayah ajaran keagamaan. Alasannya, psikologi dengan watak
keprofanannya itu sangat terikat dengan pengalaman dunia, sementara agama merupaka urusan
Tuhan yang sudah tentu mengatasi semua pengalaman tersebut.

Agama dalam Encyclopedia of Philosophy adalah percayaan kepada Tuhan yang selalu
hidup, yakni kepada jiwa dan kehendak ilahi yang mengatur alam semesta dan mempunyai
hubungan moral dengan umat manusia (James Martineau)2. Agama seseorang adalah ungkapan
dari sikap akhirnya pada alam semesta, makna, dan tujuan singkat dari seluruh kesadarannya
pada segala sesuatu, (Edward Caird)3. Agama hanyalah upaya mengungkapkan realitas sempurna
tentang kebaikan melalui setiap aspek wujud kita (F.H Bradley).4

Agama adalah pengalaman dunia dalam seseorang tentang ke-Tuhanan disertai keimanan dan
peribadatan.5 Jadi agama pertama-tama harus dipandang sebagai pengalaman dunia dalam
individu yang mengsugesti esensi pengalaman semacam kesufian, karena kata Tuhan berarti
sesuatu yang dirasakan sebagai supernatural, supersensible atau kekuatan diatas manusia. Hal ini

2
Jalaluddin Rakhmat , Psikologi Agama sebuah pengatar, Mizan, 2004, h. 50
3
Ibid. H. 51
4
Ibid. H. 50
5
A. Aziz Ahyadi , Psikologi Agama,Bandung: penerbit Martiana, h. 17

5
lebih bersifat personal /pribadi yang merupakan proses psikologis seseorang. Yang kedua adalah
adanya keimanan, yang sebenarnya intrinsik ada pada pengalaman dunia dalam seseorang.

B. Agama Dalam Kehidupan Individu

Agama dalam kehidupan individu berfungsi sebagai suatu sistem nilai yang memuat norma-
norma tertentu. Secara umum norma-norma tersebut menjadi kerangka acuan dalam bersikap dan
bertingkah laku agar sejalan dengan keyakinan agama yang dianutnya. Sebagai sistem nilai
agama memiliki arti yang khusus dalam kehidupan individu serta dipertahankan sebagai bentuk
ciri khas.6

Dapat disaksikan dan bahkan dilihat dalam pengalaman kehidupan nyata bahwa, betapa besar
perbedaan antara orang beriman yang hidup menjalankan agamanya, dengan orang yang tidak
beragama atau acuh tak acuh kepada agamanya. Pada rawud wajah orang yang hidup denhgan
berpegang teguh dengan keyakinan agamanya terlihat ketentraman pada batinnya , sikapnya
selalu tenang. Mereka tidak merasa gelisah atau cemas, kelakuan dan perbuatannya tidak ada
yang akan menyengsarakan atau menyusahkan orang lain. Lain halnya dengan orang yang
hidupnya terlepas dari ikatan agama. Mereka biasanya mudah terganggu oleh kegoncangan dan
suasana galau vyang senanhtiasa menghiyasi pikiran dan perasaanya. Perhatiannya hanya tertuju
kepada diri dan golongannya; tingkah laku dan sopan santun dalam hidup biasanya diukur atau
dikendalikan oleh kesenangan-kesenangan lahiriyah yang mengacu kepada pemenuhan dan
kepuasan hawa nafsu belaka.

Dalam keadaan senang, dimana segala sesuatu berjalan lancar dan menguntungkannya,
seorang yang tidak beragama akan terlihat gembira, senang dan bahkan mungkin lupa daratan.
Tetapi apabila ada bahaya yang mengancam, kehidupan susah, banyak problema yang harus
dihadapinya, maka kepanikan dan kebingungan akan menguasai jiwanya, bahkan akan
memuncak sampai kepada terganggunya kesehatan jiwanya, bahkan lebih jauh mungkin ia akan
bunuh diri atau membunuh orang lain.7

Selanjutnya, berdasarkan perangkat informasi yang diperoleh seseorang dari hasil belajar dan
sosialisasi tadi meresap dalam dirinya. Sejak itu perangkat nilai itu menjadi sistem yang menyatu
dalam membentuk identitas seseorang. Ciri khas ini terlihat dalam kehidupan sehari-hari,
6
Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2008), hlm. 143
7
Zakiah Darajat, Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: PT Toko Agung, 1996), hlm. 56

6
bagaimana sikap, penampilan maupun untuk tujuan apa yang berpartisipasi dalam dalam suatu
kegiatan tertentu8

membentuk sistem nilai dalam diri individu adalah agama. Segala bentuk simbol-simbol
keagamaan, mukjizat, magis maupun upacara tual sangat berperan dalam proses pembentukan
sistem nilai dalam diri seseorang. Setelah terbentuk, maka seseorang secara serta-merta mampu
menggunakan sistem nilai ini dalam memahami, mengevaluasi serta menafsirkan situasi dan
pengalaman. Dengan kata lain sistem nilai yang dimilikinya terwujud dalam bentuk norma-
norma tentang bagaimana sikap diri. Misalnya seorang sampai pada kesimpulan: saya berdosa,
saya seorang yang baik, saya seorang pahlawan yang sukses ataupun saya saleh dan sebagainya.

Pada garis besarnya, menurut Mc. Guire sistem nilai yang berdasarkan agama dapat memberi
individu dan masyarakat perangkat sistem nilai dalam bentuk keabsahan dan pembenaran dalam
mengatur sikap individu dan masyarakat. Pengaruh sistem nilai terhadap kehidupan individu
karena nilai sebagai realitas yang abstrak dirasakan sabagai daya dorong atau prinsip yang
menjdi
pedoman hidup. Dalam relaitasnya nilai memiliki pengaruh dalam mengatur pola tingkah laku,
pola pikir, dan pola bersikap.9

Agama berpengaruh sebagai motivasi dalam mendorong individu untuk melakukan suatu
aktivitas, karena perbuatan yang dilakukan dengan latar belakang keyakinan agama dinilai
mempunyai unsur kesucian, serta ketaan. Keterkaitan ini akan memberi pengaruh diri seseorang
untuk berbuat sesuatu. Sedangkan agama sebagai nilai etik karena dalam melakukan sesuatu
tindakan seseorang akan terikat kepada ketentuan antara mana yang boleh dan mana yang tidak
boleh menurut ajaran agama yang dianutnya. Sebaliknya agama juga sebagai pemberi harapan
bagi pelakunya. Seseorang yang melaksanakan perintah agama umumnya karena adanya suatu
harapan terhadap pengampunan atau kasih sayang dari sesuatu yang ghaib (supernatual).

Agama dalam kehidupan individu juga berfungsi sebagai :10

a. Sumber Nilai Dalam Menjaga Kesusilaan:

8
Jalaludin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005), hlm. 254
9
Jalaludin, Ibid., hlm. 255
10
Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia:, 2002), hlm. 225-227

7
Di dalam ajaran agama terdapat nilainilai bagi kehidupan manusia. Nilai-nilai inilah yang
dijadikan sebagai acuan dan sekaligus sebagai petunjuk bagi manusia. Sebagai petunjuk
agama menjadi kerangka acuan dalam berpikir, bersikap, dan berperilaku agar sejalan
dengan keyakinan yang dianutnya. Sistem nilai yang berdasarkan agama dapat memberi
pedoman bagi individu dan masyarakat. Sistem nilai tersebut dalam bentuk keabsahan
dan pembenaran dalam kehidupan individu dan masyarakat.

b. Agama Sebagai Sarana Untuk Mengatasi Frustasi

Menurut pengamatan psikolog bahwa keadaan frustasi itu dapat menimbulkan tingkah
laku keagamaan. Orang yang mengalami frustasi tidak jarang bertingkah laku religius
atau keagamaan, untuk mengatasi frustasinya. Karena seseorang gagal mendapatkan
kepuasan yang sesuai dengan kebutuhannya, maka ia mengarahkan pemenuhannya
kepada Tuhan. Untuk itu ia melakukan pendekatan kepada Tuhan melalui ibadah, karena
hal tersebut yang dapat melahirkan tingkah laku keagamaan.

c. Agama Sebagai Sarana Untuk Memuaskan Keingintahuan

Agama mampu memberikan jawaban atas kesukaran intelektual kognitif, sejauh


kesukaran itu diresapi oleh keinginan eksistensial dan psikologis, yaitu oleh keinginan
dan kebutuhan manusia akan orientasi dalam kehidupan, agar dapat menempatkan diri
secara berarti dan bermakna ditengah-tengah alam semesta ini.

C. Fungsi Agama Dalam Kehidupan Masyarakat


a. Berfungsi Penyelamat

Keselamatan yang diberikan oleh agama kepada penganutnya adalah


keselamatan yang meliputi dua alam yaitu: duni dan akhirat dalam mencapai
keselamatan itu agama mengajarkan para penganutnya untuk mengenal
terhadap sesuatu yang sakral yang disebut supernatural.

Berkomunikasi dengan supernatural dilaksanakan dengan berbagai cara sesuai dengan


ajaran itu sendi ri, diantaranya: (1) mempersatukan diri dengan Tuhan (pantheisnae), (2)
pembebasan dan pensucian diri (penebusan dosa) dan (3) kelahiran kembali (reinkarnasi)11

11
Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta, Pt, kalam mulia, 2002), h. 229

8
b. Berfungsi Sebagai Kedamaian

Melalui agama seseorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai kedamaian batin
melalui tuntunan agama rasasa berdosa dan rasa-rasa bersalah akan segera menjadi hilang
dari batinnya apabila seseorang yang bersalah telah menebus dosanya melalui: tobat,
pensucian jiwa, ataupun penebusan dosa. Contohnya agama agama mengajarkan arti dan
tujuan hidup, agama menganjurkan untuk menjauhi masalah, agama dapat membawa harapan
baik, agama dapat menemukan tempat untuk berbagi dan agama dapat membawa efek
tenang.

c. Berfungsi Sebagai Social Control

Para penganutnya agama sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya terikat batinnya
kepada Tuhan ajaran tersebut, baik secara pribadi maupun secara kelompok. Ajaran agama
sebagai penganutnya dianggap sebagai norma-norma dalam kehidupan, sehingga dalam hal
ini agama dapat berfungsi sebagai pengawas baik secara individu maupun secara
kelompok.8ajaran agam membentuk penganutnya makin peka terhadap masalah-masalh
sosial seperti: kemaksiatan, kemiskinan keadilan, kesejahteraan dan kemanusian. Contohnya:
kepekaan ini mendorong untuk tidak bisa terdiam diri menyaksikan kebatilan yang merasuki
system kehidupan yang ada

d. Berfungsi Sebagai Pemupuk Rasa Solidaritas

Para penganut agama yang sama secara psikologis akan merasakan memeliki kesamaan
dalam satu kesatuan dalam Iman dan kepercayaan. Rasa kesatuan ini akan menimbukan rasa
solidaritas dalam kelompok maupun perorangan, bahkan dapat membina rasa saudaraan yang
kokoh. Contohnya gotong royong didasarkan pada persamaan tujuan untuk mencapai sesuatu
dalam kehidupan sehari-hari seperti kerja bakti lingkungan, keikut sertaan dalam acara
keagamaan ditemapat tinggalnya dan dukungan terhadap orang lain maupun kelompok
seperti memperjuangkan hak mendapatkan keadilan.

e. Berfungsi Transmotif

Ajaran agama dapat merubah kehidupan seseorang atau klompok menjadi kehidupan baru
sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya. Kehidupan yang diterimannya berdasarkan

9
ajaran agama yang dipeluknya mampu mengubah kesetiaanya kepada adat atau norma
kehidupan yang dianutnya sebelumnya.Contohnya: Dengan agama umat manusia mampu
menciptakan karya-karya seni besar, seperti candi, masjid dan berhubungan dengan
keagamaan.

f. Berfungsi sublimatif

Ajaran agama mengkuduskan segala usaha Manusia yang bersifat ukhrawi dan duniawi.
Segala usaha Manusia selama tidak bertentanagan dengan norma-norma agama, bila
dilakukan dengan ikhlaskarena Allah merupakan ibadah. Ibadah tersebut ada yang bercorak
ritual seperti sholat, puasa dan sebagainya, dan adapun yang bercorak non ritual seperti
gotong royong menyantuni fakir miskin, dan sebagainya.12

D. Solusi Agama Atas Problematika Psikis Manusia

Setiap tingkah laku manusia merupakan manifestasi dari beberapa kebutuhan yang ditujukan
untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan kata lain bahwa setiap tingkah laku manusia
selalu terarah pada obyek atau tujuan yang hendak dicapainya, tingkah laku adalah satu kesatuan
perbuatan yang berarti bagi manusia untuk memenuhi kebutuhannya.

Setiap tingkah laku manusia merupakan manifestasi dari beberapa kebutuhan yang ditujukan
untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan kata lain bahwa setiap tingkah laku manusia
selalu terarah pada obyek atau tujuan yang hendak dicapainya, tingkah laku adalah satu kesatuan
perbuatan yang berarti bagi manusia untuk memenuhi kebutuhannya.

Justru itu keberadaan agama bagi manusia merupakan sesuatu yang sangat penting untuk
mengatasi problematika kejiwaan dan mendapatkan pengobatan kejiwaan atau kesehatan mental,
yaitu :

a. Setiap individu selalu memiliki dorongan-dorongan atau kebutuhan pokok yang bersifat
organis (fisis dan psikhis) kebutuhan-kebutuhan dan dorongan-dorongan itu menuntut
kepuasan. Dalam pencapian kebutuhan itu timbullah ketegangan-ketegangan, namun
ketegangan akan menurun jika kebutuhannya terpenuhi. Sebaliknya ketegangan akan
meningkat jika mengalami frustrasi atau hambatan-hambatan untuk memperolehnya.

12
Ibid, h. 228-231

10
b. Setiap orang menginginkan kepuasan, baik yang bersifat jasmaniah maupun yang bersifat
psikhis. Dia ingin merasa kenyang, aman, terlindung, ingin puas dalam seksnya, ingin
mendapat simpati dan diakui harkatnya. Lalu timbulah sence of impottancy dan sence of
matery (kesadaran arti dirinya dan kesadaran pengusaan).
c. Setiap individu selalu berusaha mencari posisi dan status dalam lingkungan sosialnya.
Tiap manusia membutuhkan cinta kasih dan simpati. Sebab cinta kasih dan simpati
menumbuhkan rasa dari rasa aman/ assurance dan menumbuhkan harapan-harapan di
masa mendatang.13

Terapi agama dalam perspektif psikologi agama sejalan dengan konsep kesehatan mental
dalam penyembuhan gangguan jiwa (neurose) atau gejala-gejala penyakit jiwa (psychose). Yaitu
terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi kejiwaan dan terciptanya
penyesuaian diri antara sesama manusia dan lingkungannya, berlandaskan keimanan dan
ketaqwaan, serta bertujuan untuk mencapai hidup yang bermakna dalam masyarakat. Agama
sebagai dasar pembinaan kesehatan mental dimana orang-orang yang menganut agama dan
mengaplikasikan konsep ajaran agamanya dalam kehidupan masyarakat serta menjadikannya
sebagai sumber dalam kehidupan mereka. Terapi Agama mengatasi problematika psikis manusia
sebagai kerangka acuan yang dipergunakan dalam membina, memberdayakan atau
pengembangan psikis individu dengan mengacu kepada kitab suci dan aspek-aspek kejiwaan
manusia.

Secara psikologis, keberadaan agama merupakan tanggapan manusia terhadap Tuhan


sebagai pencipta alam semesta atau sebagai Suatu Realitas Mutlak yang terdapat dalam dirinya.
Dengan agama manusia menyadari hakekat keberadaannya di dunia ini. Di samping itu agama
menawarkan keselamatan dan ketenangan hidup bagi manusia.

Thomas F.’Odea menulis bahwa Agama yang menyangkut kepercayan serta prakteknya,
merupakan masalah-masalah sosial. Dalam masyarakat yang sudah mapan, agama merupakan
salah satu struktur penting yang melengkapi seluruh sistem kehidupan sosial.10. Masalah inti dari
agama tampaknya menyangkut kepada sesuatu yang transendental yang tidak dapat dilihat,
menyangkut dengan dunia luar (the beyond), hubungan dan sikap manusia terhadap dunia luar
itu, di amplikasikan dalam kehidupan manusia, sehingga terlihat fungsi agama dalam

13
Kartini Kartono, Mental Hygiene ( Kesehatan Mental ) Bandung: Penerbit Alumni, Cet. V, 1983, hal. 20

11
masyarakat. Menurut Hendro bahwa aliran fungsionalis agama melihat masyarakat sebagai suatu
equilibrium sosial dari semua institusi yang ada didalamnya. Sebagai keseluruhan sistem social
masyarakat menciptakan pola-pola kelakuan yang terdiri atas norma-norma yang dianggap syah
dan mengikat oleh anggota-anggotanya yang menjadi pengambil bagian (partisipasi) dari sistem
itu.14

Istilah fungsi menunjukkan kepada bentuk-bentuk atau peranan yang diberikan agama atau
lembaga sosial lainnya, untuk mempertahankan (keutuhan) masyarakat sebagai usaha yang aktif
berjalan terus-menerus. Dengan demikian, pikiran diatas, menggambarkan bahwa agama hanya
merupakan suatu bentuk tindak langkah manusia yang dilembagakan berada diatas lembaga-
lembaga sosial lainnya.

BAB III

PENUTUP
14
Thomas F. O’Dea, Sosiologi Agama Suatu Pengenalan awal, Terj. Tim Penerjemah YASOGAMA, Jakarta :
Penerbit CV. Rajawali, Cet. I, 1985, hal. 1

12
A. Kesimpulan

Dalam kehidupan sehari-hati manusia kerap diterpa berbagai problematika kehidupa, baik
dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam hal ini agama mampu
menjadi solusi dalam kesembuhan mental seseorang atau psikologi agama dalam diri seseorang.
Solusi-solusi yang diberikan dalam psikologi agama dalam mengatasi permasalan bisa
diterapkan dalam kehidupan pribadi maupun dlaam kehidupan bermasyarakat agar masalah atau
problematika yan tengah dihadapi dapat teratasi dengan baik.

B. Saran dan Masukkan

Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kesalahan dna kekurangan dalan pembuatan
makalah ini maka dari itu penulis dan team menerima saran dan masukan yang seluas-luasnya
dari pengampu dan teman kelompok lainnuya.

DAFTAR PUSTAKA

13
Ahyadi, Abdul Aziz. 1991. “Psikologi Agama Kepribadian Muslim Pancasila”. Bandung: Sinar
Baru

Rakhmat, Jalaluddin. 2004. “Psikologi Agama sebuah pengatar”. Mizan

Ahyadi, A. Aziz. “Psikologi Agama”. Bandung: penerbit Martiana

Syamsul Arifin, Bambang. 2008. “Psikologi Agama”. Bandung: CV. Pustaka Setia
Darajat, Zakiah. 1996. “Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental”. Jakarta: PT Toko Agung

Jalaludin, “Psikologi Agama”. 2005. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada


Ramayulis. “Psikologi Agama”. 2002. Jakarta: Kalam Mulia:,

Ramayulis. “Psikologi Agama”. 2002. Jakarta: Pt, kalam mulia.

Kartono, Kartini. “Mental Hygiene ( Kesehatan Mental )”. 1983. Bandung: Penerbit Alumni.

14

Anda mungkin juga menyukai