Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

RESEARCH IN THE PSYCHOLOGY OF RELIGION AND


SPIRITUALITY

Mata Kuliah : Psikologi Agama


Dosen Pengampu : Dr. Najmi Hayati, S.Pd.I., M.Ed.

Di Susun Oleh:
Yuni Oktaviana siregar (202410063)

UNIVERSITAS ISLAM RIAU (UIR)


FAKULTAS AGAMA ISLAM
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2023
I. KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Alhamdulillahi Robbil‘alamin. Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan
nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulisan
makalah yang berjudul Research In The Psychology Of Religion and Spirituality ini dapat
selesai tepat pada waktunya. Shalawat serta salam saya hanturkan kepada baginda nabi
Muhammad SAW semoga kita semua mendapat syafa’at beliau di akhirat kelak. Aamiin ya
robbal ‘alamin.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas dari dosen pengampu
mata kuliah psikologi agama yaitu ibu Dr. Najmi Hayati, S.Pd.I., M.Ed. Selain itu makalah ini
juga bertujuan menambah wawasan untuk memahami tentang kaitan dan hubungan antara
psikologi agama dan spiritualitas.

Dalam penulisan makalah ini saya sadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan
dalam penulisannya, maka dari itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Pekanbaru, 31 Maret 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................................2
DAFTAR ISI.................................................................................................................................................3
BAB I.............................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN........................................................................................................................................4
A. Latar Belakang Masalah....................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................................4
C. Tujuan................................................................................................................................................5
BAB II...........................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN...........................................................................................................................................6
1.1 Konsep Psikologi Agama dan Spiritualitas...................................................................................6
1. Pengertian Psikologi Agama..........................................................................................................6
2. Spiritual..........................................................................................................................................8
3. Agama dan Spiritualitas...............................................................................................................10
1.2 Memahami Dasar Spiritualitas Dalam Psikologi.........................................................................13
1.3 Hubungan Religiusitas dan Spiritualitas......................................................................................15
BAB III........................................................................................................................................................17
PENUTUP...................................................................................................................................................17
Kesimpulan..............................................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................................18
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Persoalan spiritualitas tidak saja menjadi kebutuhan dasar manusia, tapi juga bisa
menjadi alternatif tertentu dalam penanganan persoalan psikologis seseorang. Hal inilah
yang juga menjadi alasan mengapa spiritualitas harus ditumbuhkan, dipelajari, dan
dikembangkan, terlepas dari sumber spiritualitas itu sendiri atau apapun pemaknaan yang
diberikan terhadapnya. Orang bisa saja memaknai spiritualitas hanya dalam perspektif
dan batasan keagamaan. Lalu orang juga bisa memaknai spiritualitas bukan semata
spiritualitas yang bersifat personal, mendalam dan subjektif seperti dalam konteks
religius atau keagamaan tersebut, melainkan spiritualitas yang dijalankan dengan
kesadaran bahwa setiap diri sangat terhubung dan bergantung pada lingkungan sosial
tempat di mana ia tumbuh dan berkembang.
Keberagaman atau heterogenitas ini sejatinya merupakan ruang yang bernilai
untuk menempa kematangan kesadaran beragama seseorang. Semakin matang kesadaran
spiritual seseorang, maka akan semakin tinggi tingkat pemahamannya bahwa perbedaan
tidak harus disikapi dengan rasa permusuhan dan kebencian. Dengan demikian
spiritualitas tidak melulu sebuah perihal yang abstrak, sebab ia juga harus dijalankan
melaluin tindakan praksis, terutama berbuat kebajikan sesuai dengan tuntunan nilai-nilai
kebajikan yang ada dalam diri.
Spiritualitas yang dimaknai sebagai pencarian yang bertujuan untuk
meningkatkan dan memperdalam makna kehidupan yang dijalani. Perlu ditekankan juga
bahwa keberadaan anggota masyarakat dengan tingkat intelektual yang mapan serta
kepedulian pada persoalan moral-etika, pada dasarnya belum mencukupi. Sebab
persoalan spiritualitas, sebagai nadi yang menggerakkan kemanusiaan, juga menjadi
prioritas utama dalam membangun setiap pribadi dalam masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dari psikologi agama dan spiritualitas?
2. Bagaimana pemahaman dasar spiritualitas dalam psikologi?
3. Bagaimana hubungan religiusitas dan spiritualitas?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dari psikologi agama dan spiritualitas.
2. Untuk mengetahui pemahaman dasar spiritualitas dalam psikologi.
3. Untuk mengetahui hubungan religiusitas dan spiritualitas?
BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Konsep Psikologi Agama dan Spiritualitas


1. Pengertian Psikologi Agama
Secara harfiyah psikologi berasal dari kata psyche artinya jiwa dan logos
yang berarti ilmu. Dalam mitologi Yunani, Psyche adalah seorang gadis cantik
bersayap seperti kupu-kupu. Di sini jiwa pun digambarkan seperti seorang gadis
cantik dan kupu-kupu sebagai simbol keabadian. Dengan demikian psikologi
dapat diartikan sebagai "ilmu pengetahuan tentang jiwa" atau "ilmu jiwa" akan
tetapi karena jiwa itu bersifat abstrak sedangkan ilmu itu harus empirik maka
yang menjadi objek psikologi dalam hal ini adalah tingkah laku manusia, karena
tingkah laku manusia itu menggambarkan atau manifestasi dari sisi kejiwaannya.
Oleh karena itu psikologi dapat dimaknai sebagai ilmu tentang tingkah laku
manusia. Sebagaimana Ahyadi mengatakan bahwa psikologi adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan
lingkungannya. (Ahyadi, 1991:24). Namun dalam perkembanganya psikologi
mengalami trasformasi makna, sehingga pengertian psikologi adalah ilmu yang
mempelajari tingkah laku individu dalam interaksi dengan lingkungannya.
Sedangkan agama berasal bahasa Sansekerta (Masganti Sitorus: 2011, 2)
terdiri dari dua kata a dan gama, a artinya tidak dan gama artinya kacau,
semerawut, berantakan dan hancur. Bila kita satukan makna agama adalah tidak
kacau, tidak semeraut, tidak berantakan dan tidak hancur. Selanjutnya dalam
pengertian secara istilah bahwa agama adalam seperangkat aturan, hukum,
undang-undang, keyakinan, tatanan kehidupan manusia serta pedoman kehidupan
manusia dalam mengarungi kehidupan di dunia sampai akhirat.
Agama berasal dari bahasa latin yaitu kata religion yang dapat diartikan
sebagai obligation atau kewajiban beragama. Dalam Encyclopedia of Philosophy,
agama menurut James Martineau didefinisikan dengan kepercayaan kepada Tuhan
yang selalu hidup, yakni kepada jiwa dan kehendak Ilahi yang mengatur alam
semesta dan mempunyai hubungan moral dengan umat manusia. Sedangkan F.H.
Bradley memaknai agama sebagai upaya menggungkapkan realitas sempurna
tentang kebaikan melalui setiap aspek wujud adanya kita. Agama merupakan
suatu pengalaman dunia yang terdapat pada diri seseorang tentang ketuhanan
yang disertai dengan keimanan dan peribadatan.
Psikologi agama adalah ilmu yang mempelajari psikis manusia dalam
kaitanya dengan manifestasi keagamaannya, yaitu kesadaran agama (religious
consciousness) dan pengalaman agama (religious experience) (Zakiah Daradjat:
1970, 3). Menurut Prof. Dr. Hj Zakiah Daradjat psikologi agama meneliti
pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku orang atau mekanisme
yang bekerja dalam diri seseorang, karena cara seseorang berpikir, bersikap,
berkreasi, dan bertingkah laku tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena
keyakinan masuk dalam kontribusi kepribadiannya. Kesadaran agama, hadir
dalam pikiran dan dapat dikaji dengan introspeksi. Pengalaman agama, perasaan
yang hadir dalam keyakinan sebagai buah dari amal keagamaan semisal
melazimkan zikir, solat, doa dan sebagainya. Jadi, obyek studinya dapat berupa:
(1) Gejala-gejala psikis manusia yang berkaitan dengan tingkah laku keagamaan;
dan (2) Proses hubungan antara psikis manusia dan tingkah laku keagamaannya.
Psikologi agama tidak bermaksud untuk melakukan penilaian (to evaluate)
atau kritik (to criticize) terhadap ajaran agama tertentu, tetapi semata untuk
memahami dan melukiskan (to describe) tingkah laku keagamaan sebagai
ekspresi dari alam pikiran, perasaan dan sebagainya akibat adanya keyakinan
agama. Jadi psikologi agama tidak mencampuri dasar-dasar keyakinan agama
tertentu. Tidak melakukan penilaian benar-salah, baik-buruk, masuk akal atau
tidaknya suatu kepercayaan tertentu.
Secara operasional, psikologi agama dapat dikatakan sebagai: “Cabang
psikologi yang meneliti dan mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungan
dengan pengaruh keyakinan terhadap agama yang dianutnya serta dalam
kaitannya dengan perkembangan usia masingmasing. Upaya tersebut dilakukan
melalui pendekatan psikologi, jadi merupakan kajian empiris”. Sementara itu
masih terdapat isu perdebatan seputar istilah psychology of religion dan religious
psychology. Yang pertama dirujuk pada corak aliran yang memberi penekanan
pada bagaimana psikologi seharusnya mencerahkan pemahaman kita tentang
agama. Sedangkan yang kedua lebih menekankan pada interpretasi keagamaan
tentang psikologi.
Jadi psikologi agama adalah cabang dari psikologi yang meneliti dan
menelaah kehidupan beragama seseorang maupun kelompok masyarakat dan
mempelajari seberapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap dan
tingkah laku serta keadaan hidup pada umumnya yang dilihat dari gejala-gejala
dan ekspresi kejiwaan individu yang ditampilkan lewat anggota fisik atau tubuh
manusia secara keseluruhan (Ramadan Lubis, 2019: 5). Dengan ungkapan lain,
psikologi agama adalah ilmu yang meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan
tingkah laku seseorang atau mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang yang
menyangkut tata cara berpikir, bersikap, berkreasi dan bertingkah laku yang tidak
dapat dipisahkan dari keyakinan yang masuk ke dalam konstruksi kepribadiannya.
2. Spiritual
Spiritualitas merupakan suatu hal yang berhubungan dengan jiwa,
roh dan sukma pada manusia (Effendi, 2019:1). Dari pernyataan
tersebut dapat diartikan bahwa spiritual merupakan suatu hal yang
mempelajari tentang jiwa, roh , ataupun sukma yang ada pada diri setiap
manusia dari perspektif agama yaitu hubungan antara manusia dengan
Tuhan. Menurut Tualeka (2015:7) berpendapat bahwa spiritual merupakan
sebuah ilmu dan pengenalan tentang identitas manusia serta lingkungan
hidupberdasarkan makna hakiki, komitmen moral dan kemampuan untuk
terhubungdalam perilakupada diri manusia. Hal tersebut dapat diartikan
bahwa spiritual implementasi manusia terhadap agama dalam kehidupan.
Keterkaitan antara agama dan spiritualitas juga dapat ditemui dalam
fenomena transatau trance. Trans atautranceberarti suatu keadaan mirip tidur
dari disosiasi, dengan pengurangan ketidakpekaan terhadap perangsang yang
sangat jelas. Kondisi trance juga dapat diartikan sebagai keadaan hipnotik
(Chaplin dalam Saifudin, 2019:248). Adapun dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia Edisi Kelima versi daring yang diterbitkan oleh Badan Pengembangan
dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, trans atau trance berarti keadaan seseorang yang terputus hubungan
dengan sekelilingnya. Selain itu, trans dapat dikatakan suatukeadaan tidak
sadar (karena kerasukan dan sebagainya) sehingga mampu berbuat sesuatu
yang tidak masuk akal.
Dalam perjalanan spiritual terdapat kebutuhan-kebutuhan untuk
aktualisasi diri. Menurut Maslow (2021) bahwa untuk menuju ke jenjang yang
lebih tinggi, manusia diharuskan memenuhi kebutuhan yang paling utama.
Sehingga bisa mengaktualisasikan diri. Maslow mengatakan bahwa dalam
mencapai aktualisasi diri, manusia mempunyai suatu kebutuhan-kebutuhan
yang harus dipenuhi secara nyata yaitu kebutuhan biologis/fisiologis,
kebutuhan rasa aman, kebutuhan kasih sayang,dan kebutuhan penghargaan
(alwisol dalam Saifuddin, 2019:147). Maslow mengemukakan bahwa
kepribadian manusia terbentuk karena faktor internal dalam diri manusia. Faktor
ini yang kemudian membawa manusia pada aktualisasi diri. kepribadian
manusia terbentukkarena dipengaruhi oleh faktor internal dalam diri manusia
yang menjadi prasyarat untuk menuju aktualisasi diri dan pengalaman puncak
yaitu kebutuhan psikologis/biologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan akan
kasih sayang, kebutuhan kasih sayang, dan kebutuhan akan sebuah
penghargaan.
Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan tingkat yang paling
dasar, kebutuhan manusia yang nampak jelas dan kuat dalam
mempertahankan hidup, antara lain yaitu kebutuhan untuk makan, minum,
tempat berteduh, seks, tidur, oksigendan kepuasan terhadap kebutuhan-
kebutuhan yang sangat penting dalam keberlangsungan hidup . Dapat
dikatakan bahwa kebutuhan Fisiologis merupakan kebutuhan paling utama dalam
mencapai aktualisasi diri pada manusia. Kebutuhan Keamanan (SafetyNeeds)
merupakan Kebutuhan-kebutuhan yang termasuk dalam kebutuhan keamanan
yaitu sebuah kestabilan, ketergantungan, perlindungan, bebas dari rasa takut
dan ancaman. Selain itu ada jugakebutuhan dalam mengikuti peraturan secara
terstruktur, peraturan dantata tertib, undang-undang hinggabatasan-batasan
tertentu. Sehingga dapat dikatakan bahwa kebutuhan keamanan muncul ketika
terjadi sebuah ancaman dari luar diri untuk mendapatkan sebuah
perlindungan dan bebas dari rasa takut pada ancaman tersebut. Kebutuhan Sosial
(Social and Belongingness Needs) adalah kebutuhan yang berhubungan
dengan orang lain, adanya rasa kesepian dan terisolasi dari pergaulan
terhadap individu. Individu akan membutuhkan teman dan perhatian dari orang
lain. Dapat dikatakan bahwa kebutuhan sosial yakni membutuhkan orang lain
untuk keberlangsungan hidup. Kebutuhan penghargaan adalah sebuah
pemenuhan ego untuk meraih prestasi diri dari kemampuan sendiri.
Contoh kebutuhan penghargaan menurut Maslow, adalah kebutuhantentang
status, pengakuan, reputasi, martabat, bahkan dominasi. Sehingga
kebutuhan penghargaan dapat dikatakan sebagai sebuah pengakuan
terhadap kemampuan yang dimiliki individu.
3. Agama dan Spiritualitas
Istilah spiritualitas seringkali digunakan dalam pengertian yang hampir
sama dengan religiusitas, meskipun di antara keduanya sebenarnya terdapat
perbedaan yang cukup tajam dalam hal lingkup makna dan titik tekan terkait
agama. Spiritualitas berasal dari kata spirit yang diambil dari bahasa Latin
Spiritus, yang berarti nafas, atau dari kata kerja Spirare, yang berarti bernafas.
Dalam perkembangannya, kata spirit ini diartikan secara lebih luas lagi. Para
filosuf, mengonotasikan spirit dengan beberapa hal berikut, yaitu: (1) kekuatan
yang menganimasi dan memberi energi pada kosmos; (2) kesadaran yang
berkaitan dengan kemampuan, keinginan, dan intelegensi; (3) makhluk immaterial
(abstrak); (4) wujud ideal akal pikiran (intelektualitas, moralitas, kesucian atau
keilahian).
Secara psikologis, istialh spirit ini diartikan oleh para ahli sebagai soul
(ruh), atau suatu makhluk yang bersifat nirbendawi (immaterial being). Spirit juga
berarti makhluk adikodrati yang tidak bisa dilihat secara kasat mata. Karena itu
dari perspektif psikologis, spiritualitas terhubung dengan berbagai realitas alam
pikiran dan perasaan yang bersifat adikodrati, nir-bendawi, dan melampaui ruang
dan waktu (timeless and spaceless). Apa yang termasuk ke dalam jenis spirit ini
adalah Tuhan, jin, setan, hantu, roh-halus, nilai-moral, nilai-estetik dan
sebagainya. Spiritualitas agama (religious spirituality, religious spiritualness),
dalam hal ini berkenaan dengan kualitas mental (kesadaran), perasaan, moralitas,
dan nilai-nilai luhur lainnya yang bersumber dari ajaran agama. Spiritualitas
agama bersifat Ilahiah, bukan bersifat humanistik lantaran berasal dari Tuhan.
Melihat pada asal kata spirit sebelumnya, maka terdapat kaitan makna
bahwa setiap diri pada dasarnya bersifat spiritual, karena diri yang bernyawa
membutuhkan tindakan bernafas untuk hidup. Memiliki nafas artinya memiliki
spirit atau menjadi hidup. Menjadi spiritual berarti mempunyai ikatan yang lebih
kepada hal yang bersifat kerohanian atau kejiwaan dibandingkan hal yang bersifat
fisik atau material. Spiritual merupakan kebangkitan atau pencerahan diri dalam
mencapai makna hidup dan tujuan hidup. Spiritualitas merupakan bagian esensial
dari keseluruhan kesehatan dan kesejahteraan seseorang dalam hidupnya (Hasan,
2016).
Spiritualitas dalam pengertian luasnya adalah sesuatu yang berhubungan
dengan spirit. Sesuatu yang bersifat spiritual berarti memiliki kebenaran yang
abadi yang berhubungan dengan tujuan hidup manusia, yang juga sering
dilawankan dengan sesuatu yang bersifat duniawi dan sementara. Dalam istilah
spiritualitas, terdapat kepercayaan terhadap kekuatan supernatural seperti dalam
ajaran agama. Namun spiritualitas memiliki penekanan terhadap pengalaman
pribadi. Spiritualitas dapat merupakan eksperesi dari kehidupan yang
dipersepsikan lebih tinggi, lebih kompleks atau lebih terintegrasi dalam
pandangan hidup seseorang,dan lebih dari pada hal yang bersifat indrawi. Salah
satu aspek dari menjadi spiritual adalah memiliki arah tujuan, yang secara terus
menerus meningkatkan kebijaksanaan dan kekuatan berkehendak dari seseorang,
mencapai hubungan yang lebih dekat dengan ketuhanan dan alam semesta dan
menghilangkan ilusi dari gagasan salah yang berasal dari alat indra , perasaan, dan
pikiran. Pihak lain mengatakan bahwa aspek spiritual memiliki dua proses, yakni:
Pertama, proses ke atas yang merupakan tumbuhnya kekuatan internal yang
mengubah hubungan seseorang dengan Tuhan; dan Kedua, proses ke bawah yang
ditandai dengan peningkatan realitas fisik seseorang akibat perubahan internal.
Konotasi lain perubahan akan timbul pada diri seseorang dengan meningkatnya
kesadaran diri, di mana nilai-nilai ketuhanan yang ada dalam diri akan
termanifestasi melalui pengalaman dan kemajuan diri.
Perbedaan utama antara spiritualitas dengan agama ádalah bahwa
spiritualitas lebih merujuk pada kesadaran diri atau kesadaran individu tentang
asal, tujuan dan nasib. Sedangkan agama ádalah kebenaran mutlak dari kehidupan
yang memiliki manifestasi fisik di atas dunia. Agama merupakan praktek prilaku
tertentu yang dihubungkan dengan kepercayaan yang dinyatakan oleh institusi
tertentu yang dihubungkan dengan kepercayaan yang dinyatakan oleh institusi
tertentu yang dianut oleh anggota-anggotanya. Agama memiliki kesaksian iman,
komunitas dan kode etik. Dalam hal ini, jika agama memberikan jawaban apa
yang harus dikerjakan seseorang (prilaku atau tindakan), maka spiritualitas akan
melengkapi ajaran agama dengan memberikan jawaban siapa dan apa seseorang
itu (keberadaan dan kesadaran).
Membangun spiritualitas berarti melakukan refreshing mental atau ruhani
terkait upaya meningkatkan keyakinan atau iman, kesadaran ketuhanan, dan rasa
kedekatan atau keterhubungan dengan Dzat yang Maha Kuasa. Dalam sejarah
panjang peradaban manusia, diketahui bahwa tradisi keagamaan merupakan
sumber ajaran spiritual yang mengakar kuat dan mempengaruhi pola kehidupan
pemeluknya. Untuk memahami fenomena spiritualitas, agaknya perlu memahami
ajaran agama itu sendiri. Masing-masing agama memiliki ajaran spiritual berbeda
walau hakekatnya berkecenderungan tidak jauh berbeda.
Spiritualitas memiliki keterkaitan yang besar dengan kecenderungan
manusia untuk memeluk atau meyakini agama tertentu. Namun demikian, meski
manusia secara lahiriyah tidak memeluk agama atau memutuskan untuk
meninggalkan agama tertentu, namun sisi spiritual dalam dirinya akan terus hidup
dan menuntut untuk dimanifestasikan. Kondisi seperti ini disebabkan agama lebih
berbicara tentang seperangkat nilai dan aturan perilaku yang telah melalui proses
kodifikasi. Sementara spiritualitas lebih berurusan dengan makna dan gerak jiwa
yang paling dalam, hakiki, substansi diri, kesucian, bebas merambah kemana saja,
dan di dalamnya bersemayam sifat-sifat Ilahi (ketuhanan) yang lembut dan
mencintai. Hal inilah yang membuat seharusnya agama dan spiritualitas saling
melengkapi satu sama lain. Spiritualitas dapat menghadirkan perasaan mendalam
dan rasa pengabdian yang tulus pada ajaran agama. Orang yang mengamalkan
ajaran agamanya dengan baik juga dapat membangun spiritualitas dalam dirinya.
Dalam hal ini, ajaran-ajaran agama ataupun ritualritual ibadah menjadi medium
bagi seseorang untuk mendekatkan diri atau membangun hubungan dan
meningkatkan kesadaran tentang kehadiran Tuhan dalam diri dan hidupnya.
Spiritualitas adalah pencarian dan renungan terdalam pada diri manusia
yang menyadari bahwa kehidupan tidak sepenuhnya berisikan hal-hal negatif, tapi
juga kebaikan yang merefleksikan kehadiran Tuhan dalam kehidupan. Sementara
manusia dalam dirinya sendiri juga memiliki kecenderungan pada hal-hal yang
bersifat mendalam, dan memberikan makna pada kehidupannya. Makna ini
penting agar seseorang punya orientasi dan tidak kehilangan tujuan dalam
hidupnya. Melalui makna dan rasa keterhubungan dengan hal-hal baik atau pusat
kebaikan (Tuhan), manusia bisa membangun eksistensinya di dunia.

1.2 Memahami Dasar Spiritualitas Dalam Psikologi


Dalam banyak kajian Psikologi tentang spiritualitas, seringkali didiskusikan
dengan berfokus pada aspek tertentu dari spiritualitas itu sendiri, yakni perannya terhadap
resiliensi individu, hubungan antara praktik spiritual dengan kesehatan mental,
spritualitas sebagai sumber kemampuan coping atau reduksi stress dan tekanan hidup.
Pengukuran spiritualitas yang banyak digunakan dalam penelitian umumnya memandang
spiritualitas ini sebagai sesuatu yang berada di luar diri manusia, yakni sebagai kebiasaan,
preferensi, atau pilihan personal.
Pemaknaan spiritualitas sebagai bagian dari konsep diri yang lebih bisa dikaji
dalam Psikologi ini, pada akhirnya memang menghadirkan perbedaan perspektif dan
makna dari spiritualitas dalam perspektif keagamaan. Namun demikian, dengan cara ini
juga, spiritualitas lebih bisa dikaji, diamati, dan bahkan diukur, khususnya untuk
mengetahui bagaimana pengaruhnya terhadap perkembangan diri seseorang dalam
kehidupannya. Karena itu, dalam kajian Psikologi secara umum, spiritualitas bukan
ditekankan pada pemaknaannya dalam hal kehadiran rasa ilahiyah dalam diri, tapi lebih
pada kesadaran diri dalam memandang perihal asal, tujuan, nasib dan penerimaan atas
kondisi-kondisi hidup yang semua itu pada gilirannya akan membentuk konsep diri
secara utuh.
Persoalan spiritualitas tidak saja menjadi kebutuhan dasar manusia, tapi juga bisa
menjadi alternatif tertentu dalam penanganan persoalan psikologis seseorang. Hal inilah
yang juga menjadi alasan mengapa spiritualitas harus ditumbuhkan, dipelajari, dan
dikembangkan, terlepas dari sumber spiritualitas itu sendiri atau apapun pemaknaan yang
diberikan terhadapnya. Orang bisa saja memaknai spiritualitas hanya dalam perspektif
dan batasan keagamaan. Lalu orang juga bisa memaknai spiritualitas bukan semata
spiritualitas yang bersifat personal, mendalam dan subjektif seperti dalam konteks
religius atau keagamaan tersebut, melainkan spiritualitas yang dijalankan dengan
kesadaran bahwa setiap diri sangat terhubung dan bergantung pada lingkungan sosial
tempat di mana ia tumbuh dan berkembang.
Dalam konteks kajian Psikologi Agama secara khusus, terdapat penekanan bahwa
setiap masyarakat beragama, pada akhirnya harus menyatakan kesetujuan bahwa
spiritualitas adalah inti kehidupan beragama. Tanpa dimensi spiritualitas, kehidupan
beragama akan menjadi kering dan kaku. Meskipun spiritualitas seringkali dikaitkan
dengan persoalan mistisisme, seseorang tidak perlu memperdebatkannya sedemikian rupa
karena pada dasarnya terdapat jenis mistisisme yang juga menekankan pencarian
individualistik sehingga sisi praksis atau dimensi sosial dari agama menjadi terabaikan.
Apabila itu berlaku, kehidupan atau praktis keagamaan, betapapun lekat unsur
mistisismenya, ia sejatinya telah membelakangi aspek spiritualitasnya yang inklusif.
Spiritualitas yang individualistik dan menyendiri adalah kecenderungan narsistik.
Sebuah kecenderungan yang timbul dari jiwa keagamaan yang belum sepenuhnya
matang. Orang seperti ini biasanya hanya meyakini bahwa dirinyalah yang paling benar,
dan menolak pemikiran tentang kebenaran lain di luar dirinya. Ia bahkan seringkali hanya
melaksanakan segala hal yang diyakininya bisa membawa keselamatan, namun tanpa
hirauan akan pertanggungjawaban sosial yang telah diamanahkan kepadanya sebagai
khalifah Tuhan di bumi. Padahal tradisi perjuangan kenabian justru sangat menekankan
pentingnya memahami dan melaksanakan dimensi sosial dari agama itu sendiri.
Perjuangan seseorang dalam pencarian akan kebenaran dalam perihal keagamaan tidak
harus menyebabkan seseorang melupakan tugasnya dalam lingkungan komunitas di mana
ia hidup. Sebab lingkungan inilah yang membuat pribadinya utuh sebagai manusia. Tidak
ada kesadaran beragama yang matang tanpa kerelaan dan ketulusan untuk ikut terlibat
dalam penegakan nilai-nilai kebaikan pada sesama.

1.3 Hubungan Religiusitas dan Spiritualitas


Sikap dan aktivitas religiusitas yang berisikan doktrin, praktik keagamaan, ajaran,
dan pengamalan ajaran akan membantuk membentuk keyakinan spiritualitas dalam diri
seseorang. Bentuk spiritualitas yang perngharapan pada Tuhan, akan dibentuk dalam
penghayatan dan pengamalan pada ajaran-ajaran dogma, dengan tidak meninggalkan
ritualitas religus. Selain itu bentuk spiritualitas yang membangun harmonisasi dengan
alam semesta sebagai satu kesatuan, tidak terlepas dari aktivitas religius yang
berpatokan pada ajaran-ajaran nilai agama, dan penghayatan terhadap nilai dalam
ajaran agama tersebut. Dogma dikonstruksi menjadi sebuah sikap hidup yang tidak
memisahkan ajaran agama dan perilaku sehari-hari. Berikutnya dimensi spiritual
humanistik dibentuk oleh keyakinan pada Tuhan dan kepatuhan pada ajaran-ajarannya.
Dalam berbagai penelitian ditemukan bahwa kehidupan religiusitas yanng taat, akan
berakibat pada tingginya tingkat spirititualitas.
Religiusitas diyakini mampu memberikan kontribusi dalam meningkatkan
kemampuan spiritualitas dalam kehidupan individual. Dalam mengembangkan
spiritualitas, peran religiusitas cukup penting, karena perkembangan spiritualitas sangat
mempengaruhi pemahaman dan penemuan diri seseorang. kompetensi spiritualitas
mampu mengarahkan seseorang untuk mampu mengontrol perilakunya, mengatasi
masalah dan mencari makna dalam setiap peristiwa. Dan untuk meningkatkan
kompetensi tersebut diperlukan sebuah aktivitas yang menstimulus kompetensi
tersebut. Dan aktivitas itu adalah religiusitas, yang mana akan membuat individu
mampu beradaptasi dan selalu mendapatkan nili-nilai yang positif untuk membentuk
spiritualitasnya.
Religiusitas dapat membentuk spiritualitas dan mengontrol psikologi
individu. Hal ini akan membantu mereka dalam memahami keberadaan mereka
didalam dunia dan diantara manusia lainnya. Selain itu juga akanmemberikan
memandu spiritualitas untuk diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari
dimanapun individu tersebut berada.Hal inilah yang membuat religiusitas tidak
memiliki perbedaan yang jauh dari spiritualitas, karena dalam spiritualitas ada komponen-
komponen institusi, fungsi, dan substansi dari religiusitas. Aktivitas religiusitas seperti
beribadah, menjalankan ritual keagamaan, membaca kitab suci, belajar ajaran dan nilai
keagamaan, menghayati doktrin dan ritus keagamaan, pada akhirnya akan membentuk
diri untuk mengenal jati diri, memahami keterhubungan diri dengan lingkungan
sekitar, dan berakhir pada eksistensi sikap sebagai bagian dari eksistensi spiritualitas
yang terjadi didalam diri.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Psikologi agama merupakan ilmu yang meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan
tingkah laku seseorang atau mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang yang menyangkut tata
cara berpikir, bersikap, berkreasi dan bertingkah laku yang tidak dapat dipisahkan dari keyakinan
yang masuk ke dalam konstruksi kepribadiannya. Psikologi agama adalah ilmu yang meneliti
pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku seseorang atau mekanisme yang bekerja dalam
diri seseorang yang menyangkut tata cara berpikir, bersikap, berkreasi dan bertingkah laku yang
tidak dapat dipisahkan dari keyakinan yang masuk ke dalam konstruksi kepribadiannya.
Perbedaan utama antara spiritualitas dengan agama ádalah bahwa spiritualitas lebih merujuk
pada kesadaran diri atau kesadaran individu tentang asal, tujuan dan nasib. Sedangkan agama
ádalah kebenaran mutlak dari kehidupan yang memiliki manifestasi fisik di atas dunia. Dalam
hal ini, agama memberikan jawaban apa yang harus dikerjakan seseorang (prilaku atau tindakan),
maka spiritualitas akan melengkapi ajaran agama dengan memberikan jawaban siapa dan apa
seseorang itu (keberadaan dan kesadaran).
DAFTAR PUSTAKA

Effendi, Irmansyah. (2019). Spiritualitas: Makna, Perjalanan Yang Telah Dilalui, dan Jalan
yang Sebenarnya. Jakarta: PT Gramedia.

Hasan, A. B. P. (2016). Psikologi Perkembangan Islam: Menyingkap Rentang Kehidupan


Manusia dari Pra Kelahiran hingga Pasca Kematian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Huda, Mustofa. 2020. Psikologi Agama. Surabaya: FTK UIN Sunan Ampel.

Lubis Ramadan. 2019. Psikologi Agama Dalam Bingkai Ke-Islaman Sebagai Pembentukan
Kepribadian Seorang Islam. Medan: Perdana Publishing.

Maslow, Abraham. (2021). Psikologi tentang pengalaman religius: Sebuah Visi Integratif
tentang Agama, Sains, dan Spiritualitas. Terjemahan: Afthonul Afif. Yogyakarta:
IRCISoD.

Nasrudin, Endin dan Ujam Jaenuddin. 2021. Psikologi Agama dan Spiritualitas. Bandung:
Lagood’s Publishing.

Najoan, D. (2020). Memahami hubungan religiusitas dan spiritualitas di era milenial. Educatio
Christi, 1(1), 64-74.

Rohmah, Noer. 2020. Psikologi Agama. Surabaya: CV. Jakad Media

Publishing. Saifuddin, Ahmad. 2019. Psikologi Agama. Jakarta: Prenada Media

Group.

Sulistiawati, S., & Ahmadi, A. (2020). Perjalanan Spiritual Pada Prinsip Hidup Tokoh Utama
Chénxuánzàng Dalam Film《 西遊· 降魔篇》 Xīyóu· Jiàngmó Piān Produksi Stephen
Chow (Kajian Perspektif Psikologi Agama). Jurnal Pendidikan Bahasa Mandarin
Unesa, 3(2).

Tualeka, Basa Alim. (2014). Nilai Agung Kepemimpinan Spiritual: Memimpin Dan
Menggerakkan. Surabaya: Elex Media Komputindo.

Anda mungkin juga menyukai