Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

HUBUNGAN AGAMA DAN PSIKOLOGI

DIBUAT OLEH :

SISCA HANDAYANI
190901079

UNIVERSITAS UIN AR-RANIRY

JURUSAN PSIKOLOGI

BANDA ACEH

2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................................................................i
BAB I.....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................................................2
C. Tujuan Masalah.........................................................................................................................2
BAB II...................................................................................................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................................................3
A. Pengertian Agama.....................................................................................................................3
B. Fungsi Agama............................................................................................................................3
C. Pengertian Psikologi..................................................................................................................4
D. Hubungan Agama dan Psikologi...............................................................................................4
Dalam hubungan agama dengan psikologi, Allah SWT berfirman :...............................................5
E. Hubungan Psikologi Agama dengan Lingkungan Sosial Budaya.............................................7
BAB III..................................................................................................................................................9
KESIMPULAN.....................................................................................................................................9
A. Kesimpulan................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................10

i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah suatu mahluk somato-psiko-sosial dan karena itu maka suatu pendekatan
terhadap manusia harus menyangkut semua unsur somatiK, psikologik, dan social. Manusia
merupakan makhluk historis. Hakekat manusia sendiri adalah sejarah, suatu peristiwa yang
bukan semata-mata dating. Hakekat manusia hanya dapat dilihat dalam perjalanan sejarah
bangsa manusia. Menurut sastraprateja bahwa apa yang kita peroleh dari pengalaman atas
pengalaman manusia adalah suatu rangkaian antrhropological constanta yaitu dorongan-
dorongan dan orientasi yang tetap dimiliki manusia. Dengan demikian hubungan manusia
dengan suatu yang dianggap kodrati memang memiliki latar belakang sejarah yang sudah
lama dan cukup panjang.
Secara konsepsional sebenarnya manusia dan Agama merupakan dua hal yang berbeda
dan dapat dipisahkan. Dalam kajian psikologi manusia dipandang makhluk hidup yang
kehadirannya dibekali aspek fisik dan mental. Aspek fisik melibatkan semua organ tubuh
yang nampak dan melekat pada manusia, sehingga dapat diraba dan diamati, seperti kepala,
tangan, kaki dan sebagainya, sampai kedaerah yang mengalir ke seluruh tubuhnya. Sedang
aspek mental,  seperti telah dibahas terdahulu merupakan organ hidup manusia yang tidak
dapat diraba dan diamati, tapi diyakini keberadaannya, karena justru dapat mengendalikan
kegiatan yang bersifat fisik. Dilihat dari perwujudannya aspek mental ini meliputi ingatan,
pikiran, perasaan,persepsi, motivasi, mimpi dan keyakinan (Crider, at all, 1983 :5). Sementara
itu Agama dapat dibatasi sebagai system institusional mengenai keyakinan symbol-symbol,
nilai-nilai dan praktek-praktek ibadah tertentu yang dipegangi oleh sekelompok orang untuk
menyelasaikan dan mengatasi persoalan hidup mereka dalam menghadapi akhir hayatnya
(Clock & Stark, 1965 : 17). Walaupun batasan ini mengisyaratkan bahwaeksitensi Agama itu
bergantung pada manusia sebagai subjek pemiliknya, namun secara teoritik, setidak-tidaknya
mempertimbangkan kronologis proses hubungan antara keduanya.
Psikologi secara etimologi memiliki arti “ilmu tentang jiwa”. Dalam Islam, istilah “jiwa”
dapat disamakan istilah al-nafs, namun ada pula yang menyamakan dengan istilah al-ruh,
meskipun istilah al-nafs lebih populer penggunaannya daripada istilah al- nafs. Psikologi
dapat diterjamahkan ke dalam bahasa Arab menjadi ilmu al-nafs atau ilmu al-ruh. Penggunaan

1
masing-masing kedua istilah ini memiliki asumsi yang berbeda. Psikologi menurut Plato dan
Aristoteles adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang hakikat jiwa serta prosesnya
sampai akhir.Menurut Wilhem Wundt (tokoh eksperimental) bahwa psikologi merupakan
ilmu pengetahuan yang mempelajari pengalaman-pengalaman yang timbul dalam diri manusia
, seperti penggunaan pancaindera, pikiran, perasaan, feeling dan kehendaknya. Menurut Prof.
Dr. Zakiah Darajat bahwa psikologi agama meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan
tingkah laku orang atau mekanisne yang bekerja dalam diri seseorang, karena cara seseorang
berpikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya,
karena keyakinan itu masuk dalam kostruksi pribadi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Agama?
2. Apa yang dimaksud dengan Psikologi?
3. Apa hubungan antara Agama dan Psikologi?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui apa itu Agama
2. Untuk mengetahui apa itu psikoligi.
3. Untuk mengetahui hubungan antara agama dan psikologi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Agama
Secara sederhana, pengertian agama dapat di lihat dari sudut kebahasaan (etimologis) dan
sudut istilah (terminologis). Mengartikan agama dari sudut kebahasaan akan terasa lebih
mudah di bandingkan mengartikan agama dari sudut istilah, karena pengertian agama dari
sudut istilah ini sudah mengandung muatan subjektivitas dari orang yang mengartikannya,
atas dasar ini maka tidak mengherankan jika muncul beberapa ahli yang tidak tertarik
mendefinisikan agama. James H. Leuba misalnya, berusaha mengumpulkan semua definisi
yang pernah di buat orang tentang agama, tak kurang dari 48 teori. Namun akhirnya ia
berkesimpulan bahwa usaha untuk membuat definisi agama itu tidak ada gunanya karena
hanya kepandaian bersilat lidah
Pernyataan diatas sengaja di kemukakan pada makalah ini sebelum memasuki pengertian
agama lebih lanjut, dengan tujuan agar tidak memandang bahwa  suatu pengertian agama yang
dikemukakan. Seorang ahli dianggap lebih unggul dibandingkan dengan  pengertian agama
yang diberikan yang lainnya sehingga lebih superior dan tertutup untuk menerima pendapat
orang lain yang justru merugikan
Dari beberapa definisi yang kami temukan kami memilih dari Harun Nasution yang
mendefinisikan agama sebagai ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia. Ikatan ini
mempunyai pengaruh besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari. Ikatan itu berasal
dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia. Satu kekuatan gaib yang tidak dapat
ditangkap oleh panca indra.

B. Fungsi Agama
Masalah agama tak akan mungkin dipisahkan dari kehidupan bermasyarakat. Dalam
prakteknya fungsi agama dalam masyarakat menurut jalaluddin antara lain :
1. Sebagai edukatif, agama mengarahkan dan membimbing penganutnya menjadi baik dan
terbiasa dengan yang baik menurut ajaran agama masing-masing.
2. Sebagai penyelamat, dimanapun manusia berada dia selalu menginginkan dirinya
selamat. Dalam mencapai keselamatan itu, agama mengajarkan para penganutnya
melalui: pengenalan kepada masalah sakral, berupa keimanan kepada tuhan.

3
3. Sebagai pendamaian, penganut agama dapat mencapai kedamaian batin melalui tuntunan
agamanya, rasa berdosa dan rasa bersalah akan segera menjadi hilang dari batinnya
apabila seseorang telah menebus dosanya melalui: tobat, pensucian ataupun penebusan
dosa.

C. Pengertian Psikologi
Psikologi berasal dari bahasa yunani Psyche yang artinya jiwa dan logos yang artinya
ilmu pengetahuan. Secara etimologi psikologi artinya ilmu yang mempelajari jiwa, baik
macam-macam gejalanya, prosesnya maupun latarbelakangnya.
Psikologi Agama merupakan cabang ilmu psikologi yang meneliti dan mempelajari
tingkah laku manusia dalam hubungan dengan pengaruh keyakinan terhadap agama yang
dianutnya serta dalam kaitannya dengan pengaruh usia masing-masing. Upaya untuk
mempelajari tingkah laku keagamaan tersebut dilakukan melalui pendekatan Psikologi.
Tegasnya psikologi agama mempelajari dan meneliti fungsi-fungsi jiwa yang memantul dan
memperlihatkan diri dalam prilaku dan kaitannya dengan kesadaran dan pengalaman agama
manusia. Psikologi agama berbeda dari cabang-cabang psikologi yang lainya, karena
dihubungkan dengan dua bidang pengetahuan yang berlainan. Sebagian harus tunduk kepada
agama dan sebagian lainnya tunduk kepada ilmu jiwa (psikologi). Sebagaimana telah
diketahui bahwa psikologi agama sebagai salah-satu cabang dari psikologi, merupakan ilmu
terapan.

D. Hubungan Agama dan Psikologi


Psikologi dengan agama merupakan dua hal yang berhubungan erat. Mengingat agama
sendiri diturunkan kepada umat manusia dengan dasar-dasar yang disesuaikan oleh kondisi
psikologi dan situasi psikologi. Tanpa dasar, agama akan sulit diterima oleh manusia. Karena
didalam agama mengajarkan tentang bagaimana agar manusia tanpa paksaan bersedia menjadi
seorang hamba yang patuh dan taat pada ajaran agama.
Dalam agama, penuh dengan unsur-unsur paedagogis yang merupakan essensi pokok dari
tujuan agama yang diturunkan oleh tuhan kepada manusia. Unsur paedagogis dalam agama
tidak mempengaruhi manusia kecuali bila disampaikan sesuai petunjuk psikologis. Setiap
orang dapat menghayati perasaan keagamaan dirinya dan dapat meneliti keberagaman orang

4
lain. Makna agama dalam psikologis pasti berbeda-beda pada tiap orang. Bagi sebagian orang,
agama adalah ritual ibadah, seperti sholat dan puasa. Bagi agama lain adalah pengabdian
kepada sesama makhluk atau pengorbanan untuk suatu keyakinan.
Hubungan psikologi dengan agama mempelajari psikis manusia dalam hubungannya
dengan manifestasi keagamaan, yaitu kesadaran agama dan pengalaman agama. Kesadaran
agama hadir dalam pikiran dan dapat dikaji dengan intropeksi. Pengalaman agama sendiri
merupakan perasaan yang hadir dalam keyakinan sebagai buah dari amal keagamaan semisal
melazimkan dzikir. Jadi obyek studinya dapat berupa gejala-gejala psikis manusia yang
berkaitan dengan tingkah laku keagamaan dan proses hubungan antara psikis manusia dengan
tingkah laku keagamaan.
Antara psikologi dengan agama tidak bermaksud untuk melakukan penelitian/kritik
terhadap ajaran agama tertentu, tapi semata untuk memahami dan melukiskan tingkah laku
keagamaan sebagai ekspresi dalam alam pikiran, perasaan, dan sebagainya akibat adanya
keyakinan agama tertentu.
Contoh bahwa psikologi dengan agama mempunyai hubungan erat dalam memberikan
bimbingan manusia adalah jika manusia melanggar norma-norma agama dipandang dosa.
Perasaan berdosa inilah yang mengakibatkan perasaan nestapa dalam dirinya meskipun tidak
diberikan hukuman lahiriyah. Psikologi memandang bahwa orang yang berdosa telah
menghukum dirinya sendiri karena berbuat pelanggaran. Jiwa mereka tertekan dan dihantui
perasaan besalah. Dan bila yang bersangkutan tidak dapat mensublimasikan perasaannya,
akan mengakibatkan semacam penyakit jiwa yang merugikan dirinya sendiri. Dalam hal
demikian itulah penuduk agama sangat diperlukan untuk memberikan jalan sublimatif serta
katharisasi mengingat hubungan antara keduanya.

Dalam hubungan agama dengan psikologi, Allah SWT berfirman :


1. Allah berfirman dalam QS. Al-A’raf ayat 31:

5
Artinya :
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid, Makan
dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebih-lebihan.

Dalam firman Allah tersebut, Allah menyuruh anak Adam ketika masuk ke mesjid
mengenakan pakaian yang rapi dan sopan akibat dari kesadaran beragama seseorang.
Minum dan makan yang tidak berlebihan merupakan cerminan bagi orang yang memiliki
kesadaran agama. dengan adanya kesadaran beragama akan menimbulkan tingkah laku
atau sikap yang baik.

2. Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah ayat 21:

Artinya :
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang
sebelummu, agar kamu bertakwa.

Dalam firman Allah di atas, bahwa salah satu bentuk kesadaran beragama
seseorang menampilkan sikap atau tingkah laku takwa yaitu berusaha semaksimal
mungkin melaksanakan perintah Allah dan berusaha semaksimal mungkin meninggalkan
larangan Allah. Orang yang memiliki kesadaran agama takut meninggalkan sholat dan
lega ketika sudah melaksanakan ibadah sholat.

E. Hubungan Psikologi Agama dengan Lingkungan Sosial Budaya


Seperti halnya kebudayaan agama sangat menekankan makna dan signifikasi sebuah
tindakan. Karena itu sesungguhnya terdapat hubungan yang sangat erat antara kebudayaan dan

6
agama bahkan sulit dipahami kalua perkembangan sebuah kebudayaan dilepaskan dari
pengaruh agama. Sesunguhnya tidak ada satupun kebudayaan yang seluruhnya didasarkan
pada agama. Untuk sebagian kebudayaan juga terus ditantang oleh ilmu pengetahuan,
moralitas secular, serta pemikiran kritis. Meskipun tidak dapat disamakan, agama dan
kebudayaan dapat saling mempengarui. Agama mempengaruhi system kepercayaan serta
praktik-praktik kehidupan. Sebaliknyakebudayaan pun dapat mempengaruhi agama,
khususnya dalam hal bagaimana agama di interprestasikan/ bagaimana ritual-ritualnya harus
dipraktikkan. Tidak ada agama yang bebas budaya dan apa yang disebut Sang –Illahi tidak
akan mendapatkan makna manusiawi yang tegas tanpa mediasi budaya, dlam masyarakat
Indonesia saling mempengarui antara agama dan kebudayaan sangat terasa.
Praktik inkulturasi dalam upacara keagamaan hamper umum dalam semua agama.
Budaya yang digerakkan agama timbul dari proses interaksi manusia dengan kitab yang
diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu agama tapi dikondisikan oleh konteks hidup
pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan beberapa kondisi yang objektif.Budaya agama
tersebut akan terus tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan kesejarahan dalam
kondisi objektif dari kehidupan penganutnya. Hubungan kebudayaan dan agama tidak saling
merusak, kuduanya justru saling mendukung dan mempengruhi. Ada paradigma yang
mengatakan bahwa ” Manusia yang beragma pasti berbudaya tetapi manusia yang berbudaya
belum tentu beragama”.
Jadi agama dan kebudayaan sebenarnya tidak pernah bertentangan karena kebudayaan
bukanlah sesuatu yang mati, tapi berkembang terus mengikuti perkembangan jaman.
Demikian pula agama, selalu bisa berkembang di berbagai kebudayaan dan
peradaban dunia.Jika kita teliti budaya Indonesia, budaya itu terdiri dari 5 lapisan. Lapisan itu
diwakili oleh budaya agama pribumi, Hindu, Buddha, Islam dan Kristen (Andito, ed,1998:77-
79).
Lapisan pertama adalah agama pribumi yang memiliki ritus-ritus yang berkaitan dengan
penyembahan roh nenek moyang yang telah tiada atau lebih setingkat yaitu Dewa-dewa suku
seperti sombaon di Tanah Batak, agama Merapu di Sumba, Kaharingan di Kalimantan.
Berhubungan dengan ritus agama suku adalah berkaitan dengan para leluhur menyebabkan
terdapat solidaritas keluarga yang sangat tinggi. Oleh karena itu maka ritus mereka berkaitan

7
dengan tari-tarian dan seni ukiran, Maka dari agama pribumi bangsa Indonesia mewarisi
kesenian dan estetika yang tinggi dan nilai-nilai kekeluargaan yang sangat luhur.
Lapisan kedua dalah Hinduisme, yang telah meninggalkan peradapan yang menekankan
pembebasan rohani agar atman bersatu dengan Brahman maka dengan itu ada solidaritas
mencari pembebasan bersama dari penindasan sosial untuk menuju kesejahteraan yang utuh.
Solidaritas itu diungkapkan dalam kalimat Tat Twam Asi, aku adalah engkau.
Lapisan ketiga adaalah agama Buddha, yang telah mewariskan nilai-nilai yang menjauhi
ketamakan dan keserakahan. Bersama dengan itu timbul nilai pengendalian diri dan mawas
diridengan menjalani 8 tata jalan keutamaan.
Lapisan keempat adalah agama Islam yang telah menyumbangkan kepekaan terhadap tata
tertib kehidupan melalui syari’ah, ketaatan melakukan shalat dalam lima waktu,kepekaan
terhadap mana yang baik dan mana yang jahat dan melakukan yang baik dan menjauhi yang
jahat (amar makruf nahi munkar) berdampak pada pertumbuhan akhlak yang mulia. Inilah
hal-hal yang disumbangkan Islam dalam pembentukan budaya bangsa.
Lapisan kelima adalah agama Kristen, baik Katholik maupun Protestan. Agama ini
menekankan nilai kasih dalam hubungan antar manusia. Tuntutan kasih yang dikemukakan
melebihi arti kasih dalam kebudayaan sebab kasih ini tidak menuntut balasan yaitu kasih
tanpa syarat. Kasih bukan suatu cetusan emosional tapi sebagai tindakan konkrit yaitu
memperlakukan sesama seperti diri sendiri. Atas dasar kasih maka gereja-gereja telah
mempelopori pendirian Panti Asuhan, rumah sakit, sekolah-sekolah dan pelayanan terhadap
orang miskin. Apakah gunanya menggunakan pendekatan kebudayaan terhadap agama. Yang
pertama adalah kegunaannya sebagai alat metodologi untuk memahami corak keagamaan
yang dipunyai oleh sebuah masyarakat dan para warganya. Kegunaan kedua, sebagai hasil
lanjutan dari kegunaan utama tersebut, adalah untuk dapat mengarahkan dan menambah
keyakinan agama yang dipunyai oleh para warga masyarakat tersebut sesuai dengan ajaran
yang benar menurut agama tersebut, tanpa harus menimbulkan pertentangan dengan para
warga masyarakat tersebut.

8
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
1. Psikologi berasal dari bahasa yunani Psyche yang artinya jiwa dan logos yang artinya ilmu
pengetahuan. Secara etimologi psikologi artinya ilmu yang mempelajari jiwa, baik
macam-macam gejalanya, prosesnya maupun latarbelakangnya
2. Hubungan psikologi dengan agama mempelajari psikis manusia dalam hubungannya
dengan manifestasi keagamaan, yaitu kesadaran agama dan pengalaman agama.
Kesadaran agama hadir dalam pikiran dan dapat dikaji dengan intropeksi. Pengalaman
agama sendiri merupakan perasaan yang hadir dalam keyakinan sebagai buah dari amal
keagamaan semisal melazimkan dzikir. Jadi obyek studinya dapat berupa gejala-gejala
psikis manusia yang berkaitan dengan tingkah laku keagamaan dan proses hubungan
antara psikis manusia dengan tingkah laku keagamaan
3. agama dan kebudayaan sangat erat berkaitan satu sama lain. Saat budaya atau agama
diartikan sesuatu yang terlahir di dunia yang manusia mau tidak mau harus menerima
warisan tersebut. Berbeda ketika sebuah kebudayaan dan agama dinilai sebagai sebuah
proses tentunya akan bergerak kedepan menjadi sebuah pegangan, merubah suatu keadaan
yang sebelumnya menjadi lebih baik.
4. Ketika agama dilihat dengan kacamata agama maka agama akan memerlukan kebudayaan.
Maksudnya agama (islam) telah mengatur segala masalah dari yang paling kecil
contohnya buang hajat hingga masalah yang ruwet yaitu pembagian harta waris dll.
Sehingga disini diperlukan sebuah kebudayaan agar agama (islam) akan tercemin dengan
kebiasaan masyarakat yang mencerminkan masyarakat yang beragama, berkeinginan kuat
untuk maju dan mempunyai keyakinan yang sakral yang membedakan dengan masyarakat
lainnya yang tidak menjadikan agama untuk dibiasakan dalam setiap kegiatan sehari-hari
atau diamalkan sehingga akan menjadi akhlak yang baik dan menjadi kebudayaan
masyarakat tersebut.

9
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim.2013. Hubungan Psikologi dengan Ilmu Lain Bagian 1, [online], (http://psikologiber


bicara.blogspot.co.id/2013/11/hubungan-psikologi-dengan-ilmu-lain-bagian1.html, diakses 16
Januari 2021.

2. Anonim. Hubungan Psikologi dengan Ilmu Pengetahuan Lain [online], (http://


www.rangkumanmakalah.com/hubungan-psikologi-dengan-ilmu-pengetahuan-lain/, diakses
16 januari 2021)

3. Jalaluddin, 2005, Psikologi Agama, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada


Ali Ashraf, Horison, 1993 Pendidikan IslamJakarta: Pustaka Firdaus
Jalaludin, 2005, Psikologi Agama Jakarta: PT Rajawali Grafindo.

4. Al-Maududi, Abu A’la. 1985. Prinsip-Prinsip Islam, terj. Abdullah Suhaili. Bandung: Al-
Ma’arif. Al-Qur’an Al-Karim.

10

Anda mungkin juga menyukai