Anda di halaman 1dari 25

HUBUNGAN TASAWUF DENGAN PSIKOLOGI AGAMA

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Agama

Dosen Pengampu :

Prof. Dr. Sokip, M.Pd.I.

NIP : 197104202000031004

Disusun Oleh :
Muhammad Syaiful Ansori Anam (126201203293)
PAI 5A

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SAYYID ALI RAHMATULLAH
TULUNGAGUNG
AGUSTUS 2022
PRAKATA

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa atas
berkat, rahmat, hidayah, dan karunia-Nya. Shalawat serta salam selalu tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari jalan
jahiliyah menuju jalan Islamiyah. Tujuan pembuatan makalah untuk memenuhi
tugas Mata Kuliah Psikologi Agama dengan judul "Hubungan Tasawuf Dengan
Psikologi Agama " ini, kami rasa masih jauh dari kata sempurna. Melalui
kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. H. Maftukhin, S.Pd., M.Ag. selaku Rektor UIN SATU Tulungagung
yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk menempuh
pendidikan dilembaga ini.
2. Dr. H. Ahmad Muhtadi Ansor, M.Ag. Selaku Wakil Rektor I (Bidang
Akademik) Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung
yang senantiasa mendukung studi di kampus Universitas Islam Negeri Sayyid
Ali Rahmatullah Tulungagung.
3. Prof. Dr. Dra. Hj. Binti Maunah, M.Pd.I. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan
Ilmu Keguruan dan Dr. Indah Komsiyah, M.Pd selaku Koordinator Prodi
Pendidikan Agama IslamFakultasT arbiyah dan Ilmu Keguruan.
4. Prof. Dr. Sokip, M.Pd.I. selaku Dosen Pengampu mata kuliah Psikologi Agama
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan, maka penulis harapkan kritik dan saran dari seluruh pihak demi
penyempurnaan penulisan makalah ini. Penulis berharap makalah ini dapat
bermanfaat dan menambah wawasan bagi penulis sendiri dan tentunya para
pembaca.
Tulungagung, 26 Agustus 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

PRAKATA ......................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2

C. Tujuan ....................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 3

A. Pengertian Tasawuf ................................................................................... 3

B. Pengertian Psikologi Agama ...................................................................... 5

C. Hakikat Psikologi Agama .......................................................................... 8

D. Hubungan Tasawuf Dengan Psikologi Agama ......................................... 12

BAB III PENUTUP .......................................................................................... 19

A. Kesimpulan ............................................................................................. 19

B. Saran ....................................................................................................... 19

DAFTAR RUJUKAN ...................................................................................... 21

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada permulaan pertumbuhan tasawuf boleh dikatakan hanya beredar
sekeliling budi pekerti, susila, adab dan tabiat,maka tekadang tasawuf
dinamakan ilmu Akhlak saja. Tetapi ilmu akhlak dari satu segi (sisi)
merupakan timbangan baik danburuk pada diri sendiri dalam masyarakat,
oleh sebab itu pertanggung jawaban ilmu akhlak lebih banyak kepada
masyarakat, sedangkan tasawuf lebih banyak pertanggung jawaban
dihadapan Tuhan Itulah sebabnya tasawuf Islam dipenuhi oleh tiga soal
yaitu soal ketuhanan (metafisika), soal diri sendiri (jiwa) dan soal akhlak
(mengenai masya-rakat). Maka dari itu ilmu akhlak (adab) merupakan
tolak ukur perbuatan baik atau buruk yang berhubungan dengan tingkah
laku manusia,, sedangkan tasawuf berhuibungan dengan akhlak yang bisa
mendekatkat diri kepada Allah.Dan ilmu yang bisa mendekatkan diri
kepada Allah adalah ilmu tasawuf, ilmu ini merupakan rumusan teoritis
yang bersumberkan pada wahyu-wahyu Allah yang berhubungan dengan
Tuhan dan manusia serta apa yang harus dilakukan oleh manusiat agar
dapat menjadi wusul ila Allah, baik dengan pensucian jiwa dari akhlak
yang tercela maupun latihan-latihan spiritual.
Adapun filsafat adalah rumusan teoritis terhadap wahyu tersebut
sehingga manusia mengenai keberadaan(esensi), proses dan sebagainya,
seperti proses penciptaan alam, manusia. dan pengetahuan. Sedangkan
ilmu jiwa (psikologi) adalah ilmu yang membahas tentang gejala-gejala
dan aktifitas kejiwaan manusia.Munculnya psikologi Islam telah memberi
wawasan keislaman pada psikologi dan mem-buang unsur-unsur yang
tidak sesuai dengan Islam.Akan tetapi, psikologi Islam masih

1
menggunakan teori dan metodologi psikologi modern. Sedangkan tasawuf
telah lepas sama sekali dari teori dan metodologi psikologi, dan inilah
yang membedakan tasawuf dengan psikologi Islam.
Namun tasawuf memiliki kontribusi besar terhadap perkembangan
psikologi Islam karena tasawuf mengkaji jiwa dan gejala kejiwaan.Adapun
unsur Islam dalam psikologi Islam banyak berasal dari tasawuf.Para
pemimpin tasawuf memandang gabungan antara ilmu batin dengan ilmu
dzohir.merupakan puncak kebahagiaan,, karena tasawuf merupakan
pakaian hati dalam melaksanakan amal ibadah, dan syariat. Dari sini,
diketahui terdapat hubungan antara akhlak tasawuf dengan ilmu-ilmu lain
seperti didalamnya psikologi agama.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Definisi Tasawuf?
2. Bagaimana Definisi Psikologi Agama?
3. Bagaimana Hakikat Psikologi Agama?
4. Bagaimana Hubungan Tasawuf dengan Psikologi Agama ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Definisi Tasawuf.
2. Untuk mengetahui Definisi Psikologi Agama.
3. Untuk mengetahuiHakikat Psikologi Agama.
4. Untuk mengetahuiHubungan Tasawuf dengan Psikologi Agama.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tasawuf
Tasawuf adalah ajaran (cara dan sebagainya) mengenal dan mendekatkan
diri kepada Allah sehingga memperoleh hubungan langsung secara sadar
denganNya. Tasawuf, sebagai aspek mistisisme dalam Islam, pada intinya adalah
kesadaran adanya hubungan komunikasi manusia dengan Tuhannya, yang
selanjutnya mengambil bentuk rasa dekat (qurb) dengan Tuhan.Hubungan
kedekatan tersebut dipahami sebagai pengalaman spritual dzauqiyah manusia
dengan Tuhan, yang kemudian memunculkan kesadaran bahwa segala sesuatu
adalah kepunyaan-Nya.Segala eksistensi yang relatif dan nisbi tidak ada artinya di
hadapan eksistensi Yang Absolut.Salah satu disiplin ilmu yang berkembang dalam
tradisi kajian Islam, selain Ilmu Kalam, Filsafat dan Fiqih. Tujuannya:
memperoleh hubungan langsung dan disadari dengan Tuhan, sehingga disadari
benar bahwa seseorang berada di hadirat Tuhan. Tasawuf berusaha mengetahui
dan menemukan Kebenaran Tertinggi (Allah SWT); dan bila mendapatkannya,
seorang sufi tidak akan banyak menuntut dalam hidup ini.Abu al-Wafa’al-Ganimi
at-Taftazani (peneliti tasawuf) menyebutkan karakteristik
secara umum, baginya tasawuf mempunyai 5 ciri umum, yaitu:
1. Memiliki nilai-nilai moral
2. Pemenuhan fana (sirna) dalam realitas mutlak
3. Pengetahuan intuitif langsung
4. Timbulnya rasa kebahagiaan sebagai karunia Allah SWT dalam diri sufi karena
terciptanya maqamat (makam-makam atau beberapa tingkatan.

3
5. Penggunaan simbol-simbol pengungkapan yang biasanya mengandung
pengertian harfiah dan tersirat. 1
Adapun tentang definisi tasawuf (sufi) yang dikemukakan oleh sejumlah
tokoh sufi, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Bisyri bin Haris mengatakan bahwa Tasawuf adalah orang yangsuci hatinya
menghadap Allah SWT.
2. Sahl at-Tustari: orang yang bersih dari kekeruhan, penuh denganrenungan,
putus hubungan dengan manusia dalam menghadapAllah, baginya tiada beda
antara harga emas dan pasir.
3. Al-Junaid al-Baghdadi (Wafat 298 H): membersihkan hati dari sifatyang
menyamai binatang, menekan sifatbasyariah(kemanusiaan),menjauhi hawa
nafsu, berpegang pada ilmu kebenaran danmengikuti syari’at Rasulullah Saw.
4. Abu Qasim Abdul Karim al-Qusyairi: menjabarkan ajaran-ajaramAl-Qur’an
dan Sunnah, berjuang mengendalikan nafsu, menjauhi perbuatan bid’ah,
mengendalikan syahwat dan menghindari sifatmeringankan terhadap ibadah.
5. Abu Yazid al-Bustami: melepaskan diri dari perbuatan tercela,menghiasi diri
dengan akhlak yang terpuji dan mendekatkan dirikepada Allah.
6. Ma‟rufal-Karkhi : mengambil hakikat dan Tamak dari apa yang ada dalam
genggaman tangan makhluk.
Jika menelaah beberapa pengertian diatas, pengertian tasawuftampaknya
bermakna bervariasi, hal ini dikarenakan perilaku dan statusspiritual ( Maqam)
yang berbeda dan dominan dalam diri mereka, sepertitawakkal, cinta kasih dan
rambu-rambu spiritual yang menjadi pengantar kehadirat Tuhan semesta alam. 2
Al-Thusi (w. 378 H) melansir beberapa definisi tasawuf di dalamkitabnya
yang monumental al-Luma’, seolah -olah betapa sulitnya memberikandefinisi
yang bersifat jami‟ mani‟ .Definisi bisa disarikan dalam karakteristik Sufi yang
disebutkan olehal-Thusi. Beliau mengatakan bahwa sufi adalah orang alim yang
mengenalAllah dan hukum-hukum Allah, mengamalkan apa yang diajarkan,
menghayatiapa yang diperintahkan, merasakan apa yang mereka hayati dan

1
Solihin.Sejarah dan pemikiran Tasawuf di Indonesia. Bandung: Pustaka Setia. 2001,hal, 75.
2
Permadi,Pengantar Ilmu Tasawuf , Jakarta,2004, hal.28

4
meleburdengan yang mereka rasakan4 .Dari paparan al-Thusi diatas, dapat
dirumuskan bahwa Tasawufmemuat dan mengandung setidaknya lima unsur,
yaitu Ilmu(Pengetahuan), Amal (Pelaksanaan), Tahaqquq (Penghayatan), Wajd
(Perasaan) dan Fana‟ (Peleburan).3

B. Pengertian Psikologi Agama


Psikologi agama adalah ilmu yang mempelajari gejala-gejala kejiwaan
manusia yang berkaitan dengan pikiran perasaan dan kehendak yang bersifat
abstrak yang menyangkut masalah yang berhubungan dengan kehidupan batin
manusia yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia danMenimbulkan cara
hidup manusia atau ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia
melalui seorang Rasul.
Psikologi agama juga berarti studi mengenai aspek psikologis dari agama
mengenai peran religius dan Budi suatu cabang psikologi yang menyelidiki sebab-
sebab dari ciri-ciri psikologis dari sikap-sikap religius dan berbagai fenomena
dalam individu yang muncul dari atau menyertai sikap dan pengalaman
tersebut.Dari definisi di atas dapat disimpulkan psikologi agama adalah
cabang dari psikologi yang meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada
seseorang dan mempelajari seberapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam
sikap dan tingkah laku serta keadaan hidup pada umumnya.4
Dengan ungkapan lain, psikologi agama adalah ilmu jiwa agama yakni
ilmu yang meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku seseorang
atau mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang yang menyangkut tata cara
berpikir, bersikap, berkreasi dan bertingkah laku yang tidak dapat dipisahkan dari
keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam konstruksi
kepribadiannya.Yang menjadi objek dan lapangan psikologi agama adalah
menyangkut gejala- gejala kejiwaan dalam kaitannya dengan realisasi keagamaan
(amaliah) dan mekanisme antara keduannya. Dengan kata lain, psikologia agama

3
Moenir Nahrowi Tohir,menjelajahi eksistensi tasawuf : Meniti Jalan MenujuTuhan, Jakarta,2012,
hal 3.
4
Masganti.(2014). Psikologi Agama. Medan: Perdana Publishing, hal. 8.

5
membahas tentang kesadaran agama (religious counciousness) dan pengalaman
agama (religious experience).5
Objek pembahasan psikologi agama adalah gejala- gejala psikis manusia
yang berkaitan dengan tingkah laku keagamaan, kemudian mekanisme antara
psikis manusia dengan tingkah laku keagamaannya secara timbal balik dan
hubungan pengaruh antara satu dengan lainnya.Masih banyak ahli-ahli jiwa yang
tidak mengakui adanya satu cabang Ilmu jiwa, yang berdiri sendiri, yang tidak
yang khusus meneliti dan menyoroti masalah agama. Bahkan ada diantara orang-
orang yang fanatik beragama, merasa takut akan berkurangnya penghargaan
terhadap agama, apabila agama diteliti secara Ilmiah. Bahkan ada pula diantara
ahli-ahli jiwa, yang merasa tidak perlu agama diteliti dan dipelajari dari segi
psikologis, karena menurut anggapan mereka, metode-metode ilmiah-empiris
tidak dapat digunakan terhadap agama.
Namun demikian, cabang Ilmu Jiwa yang masih muda itu tetap hidup dan
berkembang untuk meneliti dan menjawab berbagai macam persoalan, yang ada
sangkut pautnya dengan kenyakinan beragama. Berapa banyaknya peristiwa-
peristiwa dan kejadian-kejadian yangsukar untuk dimengerti tanpa
menghubungkanya dengan agama.Sebagai Contoh, mari kita perhatikan orang-
orang dalam kehidupannya sehari-hari. Ada orang yang tampaknya tenang,
bahagia dan suka menolong orang, padahal hidupnya sangat sederhana. Tengah
malam ia bangun untuk mengabdi kepada tuhan. Sebaliknya ada orang yang
tampaknya serba cukup, harta banyak, pangkat tinggi kekuasaan besar dan
pengetahuab pun cukup, namun dalam hatinya penuh kegoncangan, jauh dari
kepuasan, dirumah tangga selalu cekcok dan kehidupannya merupakan rangkaian
dari kegoncangan dan ketidakpuasan.Berapa banyak orang yang berubah jalan
hidup dan kenyakinannya dalam waktu yang sangat pendek, dari seorang penjahat
besar, tiba-tiba menjadi seorang yang baik, rajin dan tekun beribadah, seolah-olah
ia dalam waktu yang singkatdapat berubah menjadi orang lain sama sekali. Dan
sebaliknya juga ada terjadi, orang yang berubah dari patuh dan tunduk kepada
agama, menjadi orang yang lalai atau suka menentang agama.

5
Hasibuan, Armyn, Ilmu Tasawuf, Padangsidimpuan: STAIN Press, ttp, hal, 56.

6
Psikologi Agama sebagai salah satu cabang ilmu dari psikologi juga
merupakan ilmu terapan. Psikologi Agama sejalan dengan ruang lingkup
kajiannya telah banyak memberi sumbangan dalam memecahkan persoalan
kehidupan manusia dalam kaitannya dengan agama yang dianut. Psikologi agama
sebagai ilmu pengetahuan empiria tidak menguraikan tentang Tuhan dan sifat-
sifatNya tapi dalam psikologi agama dapat diuraikan tentang pengaruh iman
terhadap tingkah laku manusia. Psikologi dapat menguraikan iman agama
kelompok atau iman individu, dapat mempelajari lingkungan- lingkungan empiris
dari gejala keagamaan, tingkah laku keagamaan, atau pengalaman keagamaan,
pengalaman keagamaan, hukum-hukum umum tetang terjadinya keimanan, proses
timbulnya kesadaran beragama dan persoalan empiris lainnya. Ilmu jiwa agama
hanyalah menghadapi manusia dengan pendirian dan perbuatan yang disebut
agama, atau lebih tepatnya hidup keagamaan. 6
Psikologi agama meneliti dan menelaah kehidupan beragama pada
seseorang dan mempelajari berapa besar pengaruh keyakinan agama itu dalam
sikap dan tingkah laku serta keadaan hidup pada umumnya. Selain ittu juga
mempelajari pertumbuhan dan perkembangan jiwa agama pada seseorang, serta
faktor-faktor yang mempengaruhi keyakinan tersebut. Psikologi agama
merupakan cabang psikologi yang meneliti dan mempelajari tingkah laku
mannusia dalam hubungan dengan pengaruh keyakinan terhadap agama yang
dianutnya serta dalam kaitannya dengan perkembangan usia masing-masing.Jadi
Psikologi agama merupakan bagian dari psikologi yang mempelajari masalah-
masalah yang ada sangkut pautnya dengan kajian beragama.
Sedangkan menurut terminologi, psikologi agama dapat didefinisikan
sebagai: “Cabang psikologi yang meneliti dan mempelajari tingkah laku manusia
dalam hubungan dengan pengaruh keyakinan terhadap agama yang dianutnya
serta dalam kaitannya dengan perkembangan usia masing-masing. Upaya tersebut
dilakukan melalui pendekatan psikologi, jadi merupakan kajian empiris”.
Selanjutnya sebagai disiplin ilmu yang otonom, psikologi agama mempunyai
lapangan yang menjadi bidang penelitiannya. Dan meskipun secara harfiyah

6
Aziz Ahyadi, Psikologi Agama, Bandung: Mertiana, hal. 9 - 10

7
psikologi agama mencakup dua bidang kajian, yaitu jiwa dan kajian mengenai
agama, namun penelitiannya memiliki batas-batas tertentu. Psikologi agama
membatasi lapangan penelitiannya hanya pada proses kejiwaan manusia yang
dihayati secara sadar dalam kondisi yang normal. Manusia yang memiliki norma-
norma kehidupan yang luhur dan berperadaban.
Psikologi agama tidak menyinggung persoalan yang menyangkut masalah
aqidah atau pokok-pokok keyakinan suatu agama. Demikian juga masalah yang
berkaitan dengan kepercayaan terhadap yang gaib, seperti tuhan dan sifat-sifatnya.
Surga dan neraka dengan latarbelakang kehidupan didalamnya. Dalam hubungan
dengan masalah tersebut, psikologi agama hanya mampu meneliti mengenai
bagaimana sikap batin seseorang terhadap keyakinannya kepada tuhan, hari
kemudian, dan masalah ghaib lainnya. Juga bagaimana keyakinan tersebut
mempengaruhi penghayatan batinnya, sehingga menimbulkan berbagai perasaan
seperti tentram, tenang, pasrah dan sebagainya. Jadi psikologi agama adalah suatu
cabang dari ilmu psikologi yang membahas pengaruh keagamaan terhadap jiwa
individu.7

C. Hakikat Psikologi Agama


Ilmu jiwa agama yakni ilmu yang meneliti pengaruh agama terhadap sikap
dan tingkah laku seseorang atau mekanisme yang bekerja dalam diri seseorang
yang menyangkut tata cara berpikir, bersikap, berkreasi dan bertingkah laku yang
tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam
konstruksi kepribadiannya.Melalui ilmu jiwa dapat diketahui sifat-sifat psikologi
yang dimiliki seseorang, jiwa yang bersih dari dosa dan maksiat serta dekat
dengan Allah misalnya, akan melahirkan dan sikap yang tenang pula, sebaliknya
jiwa yang kotor banyak berbuat kesalahan dan jauh dari Allah akan melahirkan
perbuatan yang jahat, sesat dan menyesatkan orang lain.
Sedangkan objek pembahasan psikologi agama adalah gejala-gejala psikis
manusia yang berkaitan dengan tingkah laku keagamaan, kemudian mekanisme

7
Ramayulis, Psikologi Agama, Kalam Mulya, Jakarta, 2002, hal. 5.

8
antara psikis manusia dengan tingkah laku keagamaannya secara timbal balik dan
hubungan pengaruh antara satu dengan lainnya.8
Menurut Zakiah Drajat Psikologi Agama merupakan salah satu kajian empiris
umat beragama. Artinya, dasar-dasar keyakinan dan pemahaman seseorang dapat
diteliti secara empiris melalui tingkah laku seseorang dari pemahamannya
terhadap agama yang diyakininya. Dalam konsep psikodiagnostik, perilaku
beragama seseorang dipahami melalui penafsiran terhadap tanda-tanda tingkah
laku, cara berjalan, langkah, gerak isyarat, sikap, penampilan wajah, suara dan
seterusnya. Kalaupun agama secara khusus tidak dapat dikaji secara empiris, akan
tetapi pemahaman keagamaan seseorang yang berwujud dalam bentuk tingkah
laku dapat diteliti. Yakni sejauh mana kapasitas seseorang dalam menyakini suatu
agama. Sebab adakalanya seseorang yang mengaku dirinya beriman, namun
dalam tingkahlakunya tidak mencerminkan nilai-nilai keagamaan yang
diyakininya. Demikian pula sebaliknya, seseorang yang dianggap tidak beriman
(dalam artian normatif) namun segala tingkah lakunya mencerminkan suatu nilai
keagamaan tertentu. Untuk itu dengan kajian empiris yang dilakukan oleh
Psikologi Agama akan dapat diketahui kadar kualitas keimanan seseorang.
Sebab tanpa disadari oleh berbagai kalangan bahwa munculnya kesadaran
beragama, pengalaman keagamaan dan gejolak hati seseorang sangat berkaitan
dengan psikologi. Sehingga tidak memiliki dasar yang kuat jika seseorang
menolak adanya kajian empiris yang dilakukan ahli psikologi agama. Karena
penelitian yang dilakukan ahli Psikologi Agama hanya sebatas pada pengalaman
dan kesadaran seseorang dalam memahami keyakinan agamanya, dan tidak
mempersoalkan benar tidaknya suatu agama atau norma-norma terbaik dari agama
tertentu. Berdasarkan pendapat di atas, maka penelitian psikologi merujuk pada
suatu sistem dari berbagai metode penelitian yang diarahkan pada pemahaman
terhadap apa yang telah diperbuat, yang telah dipikirkan dan dirasakan oleh
manusia. Sebab pijakan kepribadian manusia berdasarkan pada apa yang telah
dipikirkan, dirasakan dan yang telah diperbuat olehnya. Sehingga Robert H.

8
Apriliana, Hubungan Tasawuf dengan Ilmu Jiwa Agama, STAI AL HIKMAH, Medan, 2017, hal
128.

9
Thouless mengatakan, bahwa seorang peneliti psikologi tertentu dapat
mempergunakan salah satu bentuk behaviorisme teoritik di mana ia menganggap
bahwa perolehan mengenai tingkah laku manusia sebagai proses mekanik yang
ditentukan oleh suatu prinsip yang menyatakan bahwa tingkah laku terpuji
cenderung untuk diulangi.
Pada dasarnya Psikologi Agama tidak membahas tentang iman dan kufur,
surga dan neraka, serta hari kiamat dan sebagainya, juga tidak membahas
mengenai definisi dan makna agama secara umum. Namun Psikologi Agama
secara khusus mengkaji tentang proses kejiwaan seseorang terhadap tingkah laku
dalam kehidupannya sehari-hari. Untuk itu dalam Psikologi Agama dikenal
adanya istilah kesadaran agama (religious consciousness) dan pengalaman agama
(religious experience).
Menurut Zakiah Drajat kesadaran agama itu adalah bagian atau hadir (terasa)
dalam pikiran dan dapat diuji melalui introspeksi atau disebut juga dengan aspek
mental dan aktivitas agama. Sedangkan yang dimaksud pengalaman agama adalah
unsur perasaan dan kesadaran agama, yaitu perasaan yang membawa kepada
keyakinan yang dihasilkan oleh tindakannya. Dengan demikian Psikologi Agama
tidak terlibat dalam memberikan penilaian benar atau salahnya suatu agama, yakni
tidak mencampuri dan membahas keyakinan agama-agama tertentu. Untuk itu
Psikologi Agama mengkaji dan meneliti proses keberagamaan seseorang,
perasaan atau kesadaran beragamanya dalam pola tingkah laku kehidupan sehari-
hari. Sehingga dapat ditemukan sejauh mana pengaruh agama dan keyakinan
tertentu pada dirinya. Dan yang terpenting adalah bagaimana kelakuan atau
tindakan keagamaan yang telah diyakininya. Dengan kata lain bagaimana
pengaruh keberagamaan seseorang terhadap proses dan kehidupan yang berkaitan
dengan keadaan jiwanya, sehingga terlihat dalam sikap dan tingkah laku secara
fisik dan sikap atau tingkah laku secara bathini yang mana dapat diketahui cara
berpikir, merasa atau emosinya. Aristoteles, menggambarkan jiwa sebagai potret
badan. Menurut al Farabi, makna jiwa merupakan kesempurnaan awal bagi fisik
adalah bahwa manusia dikatakan menjadi sempurna ketika menjadi makhluk yang
bertindak.

10
Sebab jiwa merupakan kesempurnaan pertama bagi fisik alamiah dan bukan
bagi fisik buatan. Al-Kindi berpendapat, jiwa akan tetap kekal setelah kematian.
Ia pindah ke alam kebenaran yang di dalamnya terdapat nur Sang Pencipta.
Pentingnya kajian jiwa tersebut, sehingga Ibnu Miskawaih mengatakan, penyebab
senang tidak hidup seseorang dipengaruhi oleh jiwa. Jika jiwa seseorang baik,
mulia dan senang maka ia harus bergaul dengan orang-orang yang baik. Dari
penjelasan diatas, ruang lingkup obyek kajian Psikologi Agama menurut Zakiah
Darajat meliputi kajian:
1. Bermacam-macam emosi yang menjalar diluar kesadaran yang ikut menyertai
kehidupan beragama orang biasa (umum), seperti rasa lega dan tentram setelah
selesai sholat, rasa lepas dari ketegangan batin sesuadah berdoa atau membaca
ayat-ayat suci, perasaan tenang, pasrah dan menyerah setelah berdzikir dan
ingat kepada Allah ketika mengalami kesedihan dan kekecewaan yang
dialaminya.
2. Bagaimana perasaan dan pengalaman seseorang secara individual kepada
Tuhannya, misalnya merasa tentram dan kelegaan batin.
3. Mempelajari, meneliti dan menganalisis pengaruh kepercayaan akan adanya
hidup setelah mati (akherat) pada tiap-tiap orang.
4. Meneliti dan mempelajari kesadaran dan perasaan orang terhadap kepercayaan
yang berhubungan dengan surga dan neraka serta dosa dan pahala yang turut
memberi pengaruh terhadap sikap dan tingkah lakunya dalam kehidupan.
5. Meneliti dan mempelajari bagaimana pengaruh penghayatan seseorang
terhadap ayat-ayat suci dan kelegaan batinnya. Dengan demikian Psikologi
Agama adalah ilmu yang mempelajari dan meneliti tentang pengaruh dan peran
pengalaman agama terhadap eksistensi diri seseorang berupa sikap, perilaku,
tindakan, penampilan yang muncul di permukaan aktifitas kehidupan secara
nyata. Sebagai disiplin ilmu yang otonom, Psikologi Agama memiliki obyek
kajian tersendiri dari disiplin ilmu yang mempelajari masalah.9

9
Daradjat, Zakiah, Peranan Agama dalam Keseshatan Mental, Jakarta: Gunung Agung, 1971, hal
76-79.

11
D. Hubungan Tasawuf Dengan Psikologi Agama
Kata Psikologi berasal dari perkataan yunani “psyche‟ yang artinya
jiwa,dan “logos”yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi (istilah)
psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa.Dengan singkat disebut ilmu
jiwa.Secara umum psikologi merupakan ilmu yang mempelajari tingkah laku
manusia.Atau ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala jiwa manusia.Karena
para ahli jiwa mempunyai kajian yang berbeda, maka definisi yang dihasikan juga
berbeda-beda.10
Dan psikologi juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari gejala
jiwa manusia yang normal, dewasa, dan beradab. 11 Menurut Ahmad Amin,
psikologi menyelidiki dan membicarakan kekuatan perasaan, paham, mengenal,
ingatan, kehendak, kemerdekaan, khayal, rasa kasih, kenikmatan, dan rasa sakit.
Sementara itu, akhlak membutuhkan sesuatu yang dibahas dalam
psikologi.Bahkan psikologi merupakan pengantar bagi akhlak. 12Sedangkan Ilmu
akhlak dalam Islam disamping pengembangannya berdasarkan al-Qur‟an dan
Hadits, banyak juga menggunakna teori ilmu jiwa analisis (psikoanali. Istilah
yang digunakan oleh ulama akhlak Selain itu, terdapat juga istilah psikologi
islam. 13Adapun hubungan Akhlak Tasawuf dengan Psikologi Agama adalah,
Psikologi berarti jiwa, maka ilmu jiwa adalah pembahasan mengenai gejala-gejala
kejiwaan yang tampak dalam tingkah laku.Dengan melalui ilmu jiwa, dapat
diketahui gejala-gejala psikologis yang bersum-ber dari tingkah laku yang
ditampakan seseorang.Pembahasan ilmu akhlak meliputi tingkah laku manusia,
lalu tingkah laku tersebut dinilai, apakah baik atau buruk. 14
Ruang lingkup psikologi islam adalah kerohanian dan spiritual, suatu
wilayah yang belum pernah disentuh oleh psikologi modern.15 Berarti

10
Hamka.Perkembangan dan Pemurniannya, Pustaka, Panjimas: Jakarta, 1993, hal.154-155.
11
Jalalluddin, Psikologi Agama, Jakarta, Raja Grafindo, 2004, hal. 77.
12
Ahmad Amin, Etika(Ilmu Akhlak), Terj. Farid Ma‟ruf, Jakarta, Bulan Bintang, 1975, hal. 8.
13
Sudirman Tebba, Tasawuf Positif, (Kencana: Jakarta, 2003), hal, 61.
14
Mahjuddin, Akhlak Tasawuf, (Radar Jaya Offset: Jakarta, 2010), hal 7.
15
Sudirman Tebba, Tasawuf Positif, (Kencana: Jakarta, 2003),hal, 61.

12
pembahasan psikologi islam lebih konfrehensip. Karena itu dalam pembahasan
tasawuf dibicarakan tentang hubungan jiwa dengan badan. Pembahasan tentang
jiwa dan badan ini dikonsepsikan para sufi dalam rangka melihat sejauh mana
hubungan prilaku yang dipraktekan manusia dengan dorongan yang dimunculkan
jiwanya sehingga perbuatan itu dapat terjadi. Dalam pandangan kaum sufi, akhlak
dan sifat seseorang bergantung pada jenis jiwa yang berkuasa atas dirinya, kalau
para sufi menekankan unsur kejiwaan dalam konsepsi tentang manusia, berarti
bahwa hakikat, zat dan inti kehidupan manusia terletak pada unsur spiritual dan
kejiwaannya. Unsur ini juga mereka pentingkan karena rohani sangat memerlukan
jasmani dalam melaksanakan kewajibannya beribadah kepada Allah dan menjadi
khalifah-Nya di muka bumi. 16
Ilmu pengetahuan modern menganggap dunia yang dikaji manusia secara
valid hanyalah realitas yang obyektif, yang seringkali disebut dunia materi raya
sebenarnya merupakan tiruan dalam struktur raksasa dalam diri manusia Ketiga,
didalam konsep sufi juga terdapat berbagai realitas dan wujud spiritual yang
berinteraksi serta memberi pengaruh kepada kondisi jiwa manusia, seperti
mukjizat, bantuan malaikat, godaan setan, atau gangguan jin yang bukan hanya
terdapat dalam, namun juga tidak mungkin diterima oleh psikologi
modern.17Harus diakui, jiwa manusia seringkali sakit.Ia tidak akan sembuh
dengan sempurna tanpa melakukan perjalanan menuju Allah dengan benar. Bagi
orang yang dekat dengan Tuhan-nya, kepribadiannya tampak tenang dan
prilakunya pun terpuji, semua ini bergantung pada kede-katan manusia dengan
Tuhannya.
Dari sinilah tampak keterkaitan erat antara ilmu tasawuf dan ilmu jiwa atau
ilmu kesehatan mental. 18Dan sekarang ini pembahasan tentang jiwa lebih
ditekankan pada personality (kepriba-dian) disebut dengan Transpersonal
Psikologi.Kalau dulu istilahnya kesehatan mental. Misalnya ketika ada problem
dia tidak mudah stress, tetapi dia mencoba mencari solusi pemecahannya dengan

16
Rosihon Anwar dan Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, (C.V Pustaka Setia, Bandung, 2000).
17
Javad Nurbakhsi, Psikologi Sufi (Penterjemah: Arief Rakhmat), (Yogyakarta:Fajar Pustaka
2000),hal 3.
18
Rosihon Anwar dan Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, (C.V Pustaka Setia, Bandung, 2000).

13
cara mencari sebab-sebab permasalahannya. Pada porsi inilah ajaran-ajarn tasawuf
sangat menunjang.19 Maka ajaran tasawuf berguna untuk mengetahui hal ihwal
kebaikan dan keburukan jiwa, cara membersihkannya dari (sifat-sifat) yang buruk
dan mengisinya dengan sifat-sifat terpuji, serta cara melakukan suluk, melangkah
menuju (keridhaan) Allah dan meninggalkan larangan-Nya menuju pada
perintahNya. 20Kemudian ibn al-Qayyim dalam “Madārij al-Sālikīn” menyebutkan
para pembahas ilmu ini telah sependapat bahwa tasawuf adalah moral.Barang
siapa yang di antaramu semakin bermoral tentu jiwanya pun semakin bening.
Selanjutnya Syaikhul Islam Zakaria aI-Anshari menyebutkan, tasawuf adalah ilmu
yang menerangkan hal-hal tentang cara memperbaiki dan membersihkan jiwa,
tentang cara pembinaan kesejahteraan lahir dan batin untuk mencapai kebahagiaan
yang badi.
Hakikat tasawuf adalah perpindahan sikap mental, keadaan jiwa dari suatu
keadaan kepada keadaan yang lain yang lebih baik lebih tinggi dan lebih
sempurna, suatu perpindahan dari alam kebendaan kepada alam rohani. Dalam
rangka mensucikan jiwa demi tercapainya kesempurnaan dan kebahagiaan hidup
tersebut, untuk mencapai hal tersebut tentunya didukung oleh suatu latihan
(riyadhah) secara sungguh-sungguh.Jadi untuk memperolehnya tidaklah mungkin
bisa didapat secara spontan dan sekaligus.Akan tetapi diperlukan suatu
perjuangan, adapun perjuangan yang harus dilakukan yaitu dengan jalan
mensucikan jiwa. 21
Maka dari itu tujuan tasawuf paling fundament yaitu peningkatan moral,
keten-teraman jiwa dan kebahagiaan, kecemerlangan intelektual, hilangnya
perasaan takut, dan keraguan dalam hidup mati dan menghindarkan tekanan-
tekanan batin (mental/psikologis) seperti perasaan dosa. Dilihat dari sudut
normativitas, latar belakang munculnya perilaku sufistik disebabkan antara lain
oleh dorongan ajaran Islam yang selalu menekankan tingkah laku psikologis
(akhlak) yang positif dan dorongan ajaran agama untuk selalu melaksanakan

19
Artikel Pengatar Tasawuf” STFI Sadra Jakarta Tahun Akademik 2012-2013
20
A. Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hl. 202-203.
21
Abdul Mujib dan Jususf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2001), hal, 9.

14
ibadah dengan memperhatikan aspek kualitas batiniah (ruhani). 22 Sementara itu
dalam aspek historisitas, perilaku sufistik muncul dilatarbelakangi oleh adanya
keinginan sekelompok orang untuk meniru tingkah laku psikologis Rasulullah,
dan adanya dorongan untuk hidup secara zuhud sebagai reaksi terhadap kondisi
sosial yang cenderung mengagung-agungkan kehidupan materialistik dan
berkurangnya kehidupan religius. 23 Kecenderungan semacam itulah yang
mendorong kondisi mental-spiritual (psikologis) untuk hidup ke arah hidup yang
bersifat asketik, yang lebih memberikan tekanan pada aspek spiritualitas dalam
keseharian, yakni dengan tujuan pasrah dan mendekatkan diri dengan Tuhan
sesuai dengan ajaran tasawuf pada saat itu.Pada dasarnya tasawuf merupakan
disiplin ilmu membahas dan menyelidiki jiwa dan apa-apa yang terkait erat
dengan unsur kejiwaan yang ada pada diri manusia.Untuk itu secara substansi
pembahasan tasawuf selalu terfokus persoalan yang berkisar pada jiwa manusia,
berikut soal pemeliharaan kesehatan, pembinaan, dan penyuciannya.Mengingat
adanya hubungan yang relevan antara tasawuf dan ilmu jiwa terutama ilmu
kesehatan mental, disiplin tasawuf tidak terlepas dari kajian tentang kejiwaan dan
treatment (kesehatan/ terapi).
Dalam konteks ini mengapa tasawuf ikut terlibat dan memiliki kepentingan
membangun kepribadian manusia. Karena kualitas manusia itu ditentukan oleh
kualitas jiwanya, para sufi sepakat bahwa hanya orang yang jiwanya suci dan
bersih lah yang sampai pada Tuhan. Dan dalam tasawuf juga membicarakan
aspek-aspek dan perilaku kejiwaan manusia.Aspek aspek kejiwaan yang berupa;
al-ruh, al-nafs, al-`aql, al-dhamir, al jism al-qalb dan sebagainya. 24Masing-masing
aspek tersebut memiliki eksistensi, dinamisme, proses, fungsi, dan perilaku yang
perlu dikaji dan diberdayakan agar menjadi potensi kejiwaan (psikologis) yang
baik. Tasawuf tidak hanya menekankan perilaku kejiwaan, melainkan juga apa
hakikat jiwa sesungguhnya. Sebagai satu organisasi permanen, jiwa manusia

22
Abdullah Hadziq, Rekonsialisai Psikologi Sufistik dan Humanistik, (Semarang: Rasail, 2005)hal,
hal, 18-20.
23
Abdullah Hadziq, Rekonsialisai Psikologi Sufistik dan Humanistik, (Semarang: Rasail, 2005),
hal, 18-20.
24
Achmad Mubararok, Jiwa dalam al-Qur‟an, (Jakarta: Para Madina, 2000), hal,109.

15
bersifat potensial yang aktualisasinya dalam bentuk perilaku sangat tergantung
pada daya upaya atau usahanya.Disamping itu tasawuf merangsang kesadaran diri
agar mampu membentuk kualitas diri yang lebih sempurna untuk mendapatkan
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.25Lebih subtansib lagi bahwa tasawuf
merupakan salah satu disiplin keilmuan yang membantu seseorang untuk
memahami ekspresi diri, aktualisasi diri, realisasi diri, konsep diri, citra diri, harga
diri, kesadaran diri, kontrol diri.Jika dalam pemahaman diri tersebut ditemukan
adanya penyimpangan perilaku maka tasawuf berusaha menawarkan berbagai
konsep yang bernuansa ilahiyah, agar dapat mengarahkan kualitas hidup yang
lebih baik, yakni pada giliran-nya dapat menikmati kebahagiaan hidup di segala
zaman.
Walhasil mempelajari tasawuf berimplikasi membahagiakan diri sendiri
dan orang lain, bukan menambah masalah baru seperti hidup dalam keterasingan,
kegersangan dan kegelisahan. Persoalan tentang pembinaan kesehatan mental
dimulai dari sudut pandang pentingnya peranan tasawuf dalam kehidupan
masyarakat.Paham tasawuf mulai mendapat tempat di kalangan masyarakat ketika
manusia mulai merasakan kekeringan batin dan sufisme (tasawuf) itu sendiri
banyak dipandang sebagai alternatif jawaban (problem solving treatment)
terhadap konflik yang dihadapinya.Dari sinilah kemudian tasawuf mulai
diperdayakan dalam ikut serta membangun kepribadian dan kesehatan mental
manusia.Menurut Komarudin Hidayat, ada tiga tujuan dalam membumikan
tasawuf; Pertama, tasawuf turut serta terlibat dalam berbagai peran
menyelamatkan kemanusiaan dari kondisi kebi-ngungan akibat hilangnya nilai-
nilai kemanusiaan.Kedua, diperke-nalkan literatur atau pemahaman aspek esoteris
(kerohanian) Islam, baik terhadap masyarakat Islam maupun non-Islam,
khususnya terhadap masyarakat Barat.Ketiga, untuk memberikan penegasan
kembali bahwa sesungguhnya aspek esoteris Islam adalah tasawuf yang

25
Abdul Mujib dan Jususf Mudzakir, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2001), hal, 7.

16
merupakan jantung ajaran Islam, sehingga bila wilayah ini kering dan tidak berde-
nyut, maka keringlah aspek-aspek lain ajaran Islam. 26
Psikologi Islam berkembang tidak hanya semata mata karena ingin
memberi wawasan Islam pada psikologi, tetapi juga karena Islam selama ini telah
memiliki tasawuf yang ruang lingkupnya lebih luas daripada psikologi sehingga
akan lebih komprehensif dalam membahas tentang masalah jiwa dan kejiwaan
umat muslim. Hal ini diperkuat oleh kenyataan bahwa masalah jiwa dan kejiwaan
yang dikaji dalam psikologi islam juga merupakan kajian dalam tasawuf, seperti:
Hati keras dan kasar. Allah berfirman :

‫عن ُهم َوٱست َغفِر لَ ُهم‬ ُ ‫ُّوا مِن َحولِكَ ۖ فَٱع‬


َ ‫ف‬ ۟ ‫ب َلَنفَض‬ ِ ‫ظ ٱلقَل‬ َ ‫غلِي‬ ًّ َ‫ٱَّلل لِنتَ لَ ُهم ۖ َولَو ُكنتَ ف‬
َ ‫ظا‬ ِ ‫فَ ِب َما َرح َم ٍة مِنَ ه‬
ِ ‫ع َلى ه‬
َ ‫ٱَّلل ۚ ِإ هن ه‬
َ‫ٱَّلل يُحِ بُّ ٱل ُمت ََو ِكلِين‬ َ ‫َوشَا ِورهُم فِى ٱْلَم ِر ۖ فَإِذَا‬
َ ‫عزَ متَ فَت ََو هكل‬

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka.Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelil-ingmu.Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah
ampun bagi mereka, dan bermusyawa-ratlah dengan mereka dalam urusan itu,
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada
Allah.Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawak-kal kepada-
Nya.(Q.S Ali Imran: 159) Hati yang bersih, Allah berfirman:

‫سلِي ٍم‬
َ ‫ب‬ َ ‫ا هَِّل َمن اَت َى ه‬
ٍ ‫ّٰللا ِبقَل‬

“Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih”.(Q.S,


Asy-Syu arā : 89), Hati yang tenang, Allah berfirman:

ٌّۢ
ٌ‫ضب‬
َ ‫غ‬ َ ‫ان َو ٰلكِن همن ش ََر َح ِبالكُف ِر‬
َ ‫صد ًرا فَ َعلَي ِهم‬ ِ ‫اَّلل م ٌِّۢن َبع ِد اِي َمان ِٖٓه ا هَِّل َمن اُك ِر َه َوقَلبُهٗ ُمط َمىن ِب‬
ِ ‫اَّلي َم‬ ِ ‫َمن َكف ََر ِب ه‬
‫عظِ ي ٌم‬َ ‫ب‬ ٌ ‫عذَا‬ َ ‫ّٰللا َۗو َل ُهم‬
ِ ‫مِنَ ه‬
26
M. Solihin, Terapi Sufistik: Penyembuhan Penyakit Kejiwaan Perspektif Tasawuf, (Bandung:
Pustaka Setia, 2004), hal. 30.

17
( Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat
kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang
dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan
dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab
yang besar. (Q.S, an-Nahl: 106),
Hati yang buta, Allah berfirman:

‫ار َو ٰلكِن ت َع َمى‬


ُ ‫ص‬َ ‫ان يهس َمعُونَ بِ َه ۚا فَ ِانه َها ََّل ت َع َمى اَّلَب‬
ٌ َ‫ض فَتَكُونَ لَ ُهم قُلُوبٌ يهع ِقلُونَ بِ َها ٖٓ اَو ٰاذ‬ َ ‫اَفَلَم يَسِي ُروا فِى‬
ِ ‫اَّلر‬
ُّ ‫ب الهتِي فِى ال‬
‫صد ُو ِر‬ ُ ‫القُلُو‬

“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati
yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan
itu mereka dapat mendengar?Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta,
tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.”(Q.S, Al-Hajj: 46), Hati yang
hancur, dan Allah berfirman:49

‫َِّل اَن تَقَ ه‬


‫ط َع قُلُوبُ ُه ۗم َو ه‬
‫ّٰللاُ عَلِي ٌم َحكِي ٌم‬ ٖٓ ‫ََّل يَزَ ا ُل بُن َيانُ ُه ُم الهذِي بَنَوا ِريبَةً فِي قُلُوبِ ِهم ا ه‬

“Bangunan-bangunan yang mereka dirikan itu senantiasa menjadi pangkal kera-


guan dalam hati mereka, kecuali bila hati mereka itu telah hancur, dan Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”(Q.S, At-Taubah: 110)

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ilmu tasawuf
adalah suatu ilmu yang sangat penting dimiliki manusia karena dengan
ilmu tasawuf jiwa kita lebih tenang dan damai. Dan bertasawuf
bukanlah harus dengan bertarikat tapi hakikat ilmu tasawuf adalah
pembinaan jiwa kerohanian sehingga bisa berhubungan dengan Allah
sedekat mungkin.
2. Psikologi agama juga berarti studi mengenai aspek psikologis dari
agama mengenai peran religius dan Budi.suatu cabang psikologi yang
menyelidiki sebab-sebab dari ciri-ciri psikologis dari sikap-sikap
religius dan berbagai fenomena dalam individu .
3. Psikologi yang menyangkut agama dan psikologi orang orang
beragama.
4. Hubungan Ilmu Tasawuf dengan Ilmu Jiwa adalah Dalam pembahasan
tasawuf dibicarakan tentang hubungan jiwa dengan badan.
Pembahasan tentang jiwa dan badan ini dikonsepsikan para sufi untuk
melihat sejauh mana hubungan prilaku yang diperaktekan manusia
dengan dorongan yang dimunculkan jiwanya sehingga perbuatan itu
terjadi, dan terlihatlah perbuatan itu berakhlak baik atau sebaliknya.

B. Saran
Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa makalah ini banyak
sekali kesalahan dan sangat jauh dari kesempurnaan. Tentunya, penyusun
akan terus memperbaiki makalah dengan mengacu pada sumber yang
dapat dipertanggung jawabkan nantinya. Peranan Psikologi Agama dan
tasawuf dalam kehidupan manusia sangat penting dipelajari dan

19
disesuaikan dengan tema yang telah dipelajari agar hasilnya sesuai dengan
yang diharapkan.Oleh karena itu, penyusun sangat mengharapkan kepada.
1. Praktisi Pendidikan
Praktisi pendidikan seharusnya mengupayakan untuk memberikan
fasilitas yang lebih baik dan menciptakan lingkungan belajar yang
nyaman demi menunjang proses belajar dan prestasi belajar siswa.
2. Pendidik (Dosen)
Pendidik seharusnya dapat menerapkan metode-metode pengajaran
yang tepat sehingga siswa memiliki motivasi belajar yang tinggi dan
tidak mudah bosan terhadap pengajaran daring.
3. Calon Pendidik (Mahasiswa)
Calon pendidik seharusnya dapat menjadikan makalah ini sebagai acuan
dan inspirasi dalam membuat tulisan-tulisan yang berkaitan dengan
hakikat evaluasi dalam filsafat pendidikan islam dalam kehidupan
sehari-hari.

20
DAFTAR RUJUKAN

Mustofa.1997. Akhlak Tasawuf, Bandung: Pustaka Setia.


Abdul Mujib dan Jususf Mudzakir.2001. Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
Abdul Mujib dan Jususf Mudzakir.2001.Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada
Abdullah Hadziq.2005. Rekonsialisai Psikologi Sufistik dan Humanistik,
Semarang: Rasail.
Achmad Mubararok.2000. Jiwa dalam al-Qur‟an, (Jakarta: Para Madina).
Ahmad Amin.1975 Etika(Ilmu Akhlak), Terj. Farid Ma‟ruf, Jakarta, Bulan
Bintang.
Apriliana.2017. Hubungan Tasawuf dengan Ilmu Jiwa Agama, STAI AL
HIKMAH, Medan.
Artikel Pengatar Tasawuf” STFI Sadra Jakarta Tahun Akademik 2012-2013
Aziz Ahyadi.2013. Psikologi Agama, Bandung: Mertiana.
Daradjat Zakiah. 1971. Peranan Agama dalam Keseshatan Mental, Jakarta:
Gunung Agung.
Hamka.1993Perkembangan dan Pemurniannya, Pustaka, Panjimas: Jakarta.
Hasibuan, Armyn, Ilmu Tasawuf, Padangsidimpuan: STAIN Press, ttp.
Jalalluddin.2004. Psikologi Agama, Jakarta, Raja Grafindo.
Javad Nurbakhsi.2000. Psikologi Sufi , Penterjemah: Arief Rakhmat, Yogyakarta:
Fajar Pustaka .
M. Solihin.20004. Terapi Sufistik: Penyembuhan Penyakit Kejiwaan Perspektif
Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia).
Mahjuddin.2010. Akhlak Tasawuf, Radar Jaya Offset: Jakarta.
Masganti.2014. Psikologi Agama. Medan: Perdana Publishing.
Moenir Nahrowi Tohir.2012.menjelajahi eksistensi tasawuf : Meniti Jalan
Menuju Tuhan, Jakarta.

21
Permadi.2004.Pengantar Ilmu Tasawuf , Jakarta.
Rosihon Anwar dan Mukhtar Solihin.2000. Ilmu Tasawuf, C.V Pustaka Setia,
Bandung.
Solihin.2001.Sejarah dan pemikiran Tasawuf di Indonesia. Bandung: Pustaka
Setia.
Sudirman Tebba.2003. Tasawuf Positif, Kencana: Jakarta.

22

Anda mungkin juga menyukai