Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

MOTIVASI BERAGAMA DAN FUNGSI AGAMA DALAM KEHIDUPAN


Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Psikologi Agama
Dosen Pengampu : Mohamad Yasin Abidin, M.Pd

Disusun Oleh :

1. Nur fa’izah (2121242)


2. Yeni rahayu (2121046)
3. Nayla zuhriya salwa (2121048)
4. Ahmad maulana ahsan (2119292)

KELAS PSIKOLOGI AGAMA A

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN

2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan
karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah yang berjudul
“Motivasi Beragama Dan Fungsi Agama Dalam Kehidupan”.

Penulisan makalah ini bertujuan guna memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Psikologi Agama. Disamping itu makalah ini diharapkan dapat menjadi sarana pembelajaran
serta dapat menambah wawasan dan pengetahuan.

Disamping itu penulis juga menyadari akan segala kekurangan dan ketidaksempurnaan,
baik penulisan maupun dari cara penyajiannya. Oleh karena penulis dengan senang hati
menerima kritik dan saran demi perbaikan makalah ini dimasa yang akan datang.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Pekalongan, 10 Mei 2022

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI

COVER ..............................................................................................................................
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1
A. Latar Belakang......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
C. Tujuan Pembahasan ................................................................................................. 1

BAB II
PEMBAHASAN .............................................................................................................. 2
A. Pengalaman Beragama ............................................................................................ 2
B. Motivasi Beragama.................................................................................................. 3
C. Fungsi Agama Dalam Kehidupan Manusia............................................................. 6

BAB III
PENUTUP ...................................................................................................................... 10
A. Kesimpulan ............................................................................................................ 10
B. Saran ...................................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Agama ialah sistem norma yang mengatur manusia dengan yang lainnya, sebuah
sistem nilai yang memuat norma-noma tertentu. Secara umum norma-norma tersebut
menjadi kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku. Pengaruh agama dalam
kehidupan individu memberi kemantaapan batin, rasa bahagia, rasa terlindung, rasa
puas, dalam hali ini agama dalam kehidupan individu selain menjadi motivasi juga
merupakan harapan. Dalam hal ini akan dibahas tentang bagaimanakah peran
pengalaman dan motovasi dalam agama serta bagaimanakah fungsinya bagi kehidupan
seseorang.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana hakikat pengalaman beragama ?
2. Bagaimana motivasi dalam beragama ?
3. Apa saja fungsi agama dalam kehidupan manusia?
C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengalaman beragama.
2. Untuk mengetahui moyivasi beragama.
3. Untuk mengetahui beberapa fungsi agama dalam kehidupan manusia.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengalaman Beragama
Psikologi modern tampaknya memberi porsi khusus bagi perilaku keagamaan,
walaupun pendekatan psikologis yang digunakan terbatas pada pengalaman empiris.
Psikologi agama merupakan salah satu bukti adanya perhatian khusus para ahli
psikologi terhadap peran agama dalam kehidupan kejiwaan manusia.
Pendapat paling ekstern pun tentang hal itu masih menunjukkan betapa agama
sudah dinilai sebagai bagian dari kehidupan pribadi manusia yang erat kaitannya
dengan gejala-gejala psikologis. Dalam beberapa bukunya, Sigmund Freund yang
dikenal sebagai pengembang psikoanalisis, mencoba mengungkapkan hal itu. Agama
menurutnya, tampak dalam perilaku manusia sebagai imbolisasi dari kebencian
terhadap ayah yang direfleksi dalam bentuk rasa takut kepada Tuhan. Secara psikologis,
agama adalah ilusi manusia. Manusia lari pada agama karena rasa ketakberdayaan
menghadapi bencana. Dengan demikian segala bentuk perilaku keagamaan merupakan
ciptaan manusia yang timbul dari dorongan agar dirinya terhindar dari bahaya dan dapat
memberikan rasa aman. 1
Ada empat macam pendapat mengenai hakikat pengalaman beragama. Yang
pertama, menyangkal adanya pengalaman tersebut. Apa yang dikatakan sebagai
pengalaman beragama adalah ilusi belaka. Pandangan ini dikemukakan oleh
kebanyakan ahli psikologi, sosiologi, dan para pemikir filsafat. Pandangan yang kedua
mengakui eksistensi pengalaman beragama, namun mengatakan bahwa pengalaman
tersebut tidak dapat dipisahkan karena sama dengan pengalaman yang bercorak umum.
Dewey, Wieman, Ames, dan para pemikir bangsa Eropa dan Amerika yang lain adalah
pengemuka pendapat ini. Pandangan ketiga, mempersamakan antara bentuk sejarah
agama dengan pengalaman beragama, suatu kebiasaan yang menjadi ciri sikap
konservatif yang tegar yang terdapat dalam berbagai masyarakat agama. Pandangan
yang keempat adalah pandangan yang mengakui adanya suatu pengalaman keagamaan
murni yang dapat diidentifikasikan dengan mempergunakan kriteria tertentu yang dapat
diterapkan terhadap ungkapan-ungkapannya yang manapun. 2

1
Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, (CV. Pustaka Setia, 2008), hlm. 127
2
Joachim Wach, Ilmu Perbandingan Agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hlm. 43

2
Sedangkan menurut Abraham Maslow, yang lebih jelas membahas perilaku
keagamaan adalah psikologi humanistik. Psikologi humanistik berusaha memahami
segi esoterik (rohani) manusia. Maslow menyatakan bahwa kebutuhan manusia
memiliki tungkatan yaitu dari yang paling dasar hingga kebutuhan yang paling
puncak. Pertama, kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan dasar untuk hidup seperti
makan, minum, istirahat, dan sebagainya. Kedua, kebutuhan akan rasa aman yang
mendorong orang untuk bebas dari rasa takut dan cemas. Kebutuhan ini
dimanifestasikan, antara lain dalam bentuk tempat tinggal yang
permanen. Ketiga, kebutuhan akan rasa kasih sayang, antara lain berupa pemenuhan
hubungan antarmanusia. Manusia membutuhkan perhatian dan keintiman dalam
pergaulan hidup. Keempat, kebutuhan akan harga diri. Kebutuhan ini dimanifestasikan
manusia dalam bentuk aktualisasi diri, antara lain dengan berbuat sesuatu yang berguna.
Pada tahap ini, manusia ingin agar buah pikirannya dihargai.3

B. Motivasi Beragama
Motivasi berasal dari bahasa Inggris “motive” dari kata “motion” adalah suatu
istilah yang lebih umum digunakan untuk menggantikan tema “motif-motif” yang
berarti gerakan atau sesuatu yang bergerak sehingga kata motivasi ini erat hubungannya
dengan “gerak”, yakni gerakan yang dilakukan oleh manusia. Dalam psikologi,
motivasi ini dapat berarti rangsangan atau dorongan untuk bertingkah laku.4
Psikologi mengajukan pertanyaan tentang motivasi untuk mengerti gejala-gejala
psikis yang menjadi objek ilmu jiwa. Sebab, psikologi pun tidak sekadar ingin
melukiskan objeknya secara deskritif semata, tetapi juga ingin mengerti sebab musabab
mengapa manusia melakukan sesuatu (Syakur, 1982:77). Dari sini dapat dipahami
bahwa motivasi memiliki peran yang melatarbelakangi tingkah laku seseorang.
Menurut Ramayulius (2004:80), motivasi memilki bebarapa peran dalam
kehidupan manusia, minimal ada empat peran motivasi, yaitu :
1. Motivasi berperan sebagai pendorong manusia dalam melakukan sesuatu.
2. Motivasi berperan sebagai penentu arah dan tujuan
3. Motivasi berperan penyeleksi perbuatan yang akan dilakukan oleh manusia

3
Joachim Wach, Ilmu Perbandingan Agama.., hlm. 128
4
Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, (CV. Pustaka Setia, 2008), hlm. 132

3
4. Motivasi berperan sebagai penguji sikap manusia dalam berbuat termasuk perbuatan
dalam beragama

Agama sebagai bentuk keyakinan manusia terhadap sesuatu yang bersifat


adikodrati (supernatural) ternyata seakan menyertai manusia dalam ruang lingkup
kehidupan yang luas. Agama memiliki nilai-nilai bagi kehidupan manusia sebagai
orang per orang atau dalam hubungannya dengan bermasyarakat. Selain itu, agama juga
memberi dampak bagi kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, secara psikologis,
agama dapat berfungsi sebagai motif intrinsik (dalam diri) yang berguna, di antaranya
untuk terapi mental dan motif ekstrinsik (luar diri) dalam rangka menangkis bahaya
negative arus era global. Dan motif yang di dorong keyakinan agama dinilai memiliki
kekuatan yang mengagumkan dan sulit ditandingi oleh keyakinan non-agama, baik
doktrin maupun ideologi yang bersifat profane.5

1. Motif Intrinsik (dalam diri)


Orang yang tak merasa tenang, aman, dan tentram dalam hatinyaadalah orang
yang sakit rohani atau mentalnya (Buchori, 1982:5). Para ahli psikiatri mengakui
bahwa setiap manusia mempunyai kebutuhan dasar tertentu yang diperlukan untuk
melangsungkan proses kehidupan mereka secara lancar. Kebutuhan tersebut dapat
berupa kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani atau kebutuhan sosial. Apabila
kebutuhan tersebut tak terpenuhi, manusia kana berusaha menyesuaikan diri dengan
kenyataan yang dihadapinya. Kemampuan untuk menyesuaikan diri ini akan
mengembalikan ke kondisi semula, hingga proses kehidupan berjalan lancer seperti
apa adanya.
Akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari tak jarang dijumapi bahwa seseorang
tak mampu menahan keinginan bagi terpenuhinya kebutuhan dirinya. Dalam kondisi
seperti itu akan terjadi pertentangan (konflik) dalam batin. Pertentangan ini akan
menimbulkan ketidakseimbangan dalam kehidupan rohani, yang dalam kesehatan
mental disebut kekusutab rohani. Kekusutan rohani seperti ini disebut kekusutan
fungsional.
Bentuk kekusutan fungsional ini bertingkat, yaitu psycbopat, psycboneurose
dan psikotis. Psyboneurose ditandai bahwa seseorang tidak mengikuti tuntutan-

5
Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, (CV. Pustaka Setia, 2008), hlm. 13

4
tuntutan masyarakat. Pengidap psycboneurose menunjukan perilaku menyimpang.
Adapun penderita psikotis dinilai mengalami kekusutan mental yang berbahaya
sehingga memerlukan perawatan khusus. Usaha penanggulangana kekusutan rohani
atau mental ini sebenarnya dapat dilakukan sejak dini oleh yang bersangkutan.
Dengan mencari cara yang tepat untuk menyesuaikan diri dengan memilih norma-
norma moral, kekusutan mental akan terselesaikan.
Penyelesaian dengan memilih penyesuaian diri dengan norma-norma moral
yang luhur seperti bekerja dengan jujur, resignasi, sublimasi, dan kompensasi (M.
Buchori, 1982:54). Dalam konteks ini terlihat hubungan agama sebagai terapi
kekusutan mental. Sebab, nilai-nilai luhur termuat dalam ajaran agama
bagaimanapun dapat digunakan untuk penyesuaian dan pengendalian diri, hingga
terhindar dari konflik batin.
2. Motif Ekstrinsik (luar diri)
Motif ekstrinsik ini diakibatkan oleh pengaruh era global yang memberikan
perubahan besar pada tatanan dunia secara menyeluruh dan perubahan itu dihadapi
bersama sebagai suatu perubahan yang wajar. Sebab mau tidak mau, siap tidak siap,
perubahan itu diperkirakan akan terjadi. Di kala itu, manusia dihadapkan kapada
peradaban umat manusia. Di sisi lain manusia dihadapkan kepada malapetaka
sebagai dampak perkembangan dan kemajuan modernisasi dan perkembangan
teknologi itu sendiri, seperti yang dikemukakan oleh David C. Korten.
Dalam kondisi seperti itu, barangkali manusia akan mengalami konflik batin
secara besar-besaran. Konflik tersebut sebagai dampak dari ketidakseimbangan
antara kemampuan iptek yang menghasilkan kebudayaan materi dengan kekosongan
rohani. Kegoncangan batin yang diperkirakan akan melanda umat manusia ini,
barangkali akan memengaruhi kehidupan psikologis manusia. Pada kondisi ini
manusia akan mencari penenteram batin, antara lain agama. Hal ini pula barangkali
yang menyebabkan munculnya ramalan futurulog bahwa pada era global, agama
akan memengaruhi jiwa manusia.
Era global, yang bertepatan dengan millennium III, ditandai oleh proses
kehidupan manusia mendunia, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama
dalam bidang transportasi dan komunikasi serta terjadinya lintas budaya. Kondisi ini
mendukung terciptanya berbagai kemudahan dalam hidup manusia. Mobilitas
menjadi cepat oleh adanya kemajuan bidang transportasi. Kemudian dengan

5
dukungan teknik komunikasi yang canggih, manusia dengan mudah dapat
berhubungan dan memperoleh informasi.
Kehidupan manusia di era globak mengacu kehidupan cosmopolitan (warga
dunia). Batas geografis Negara seakan-akan melebur menjadi kawasan global (dunia
yang satu). Demikian pula, dengan rasa kebangsaan kian menipis. Kondisi seperti
ini tampaknya mulai dialami oleh bangsa-bangsa di Negara eropa. Mereka mulai
tertarik kepada Uni Eropa ketimbang Negara kebangsaan.6
C. Fungsi Agama Dalam Kehidupan Manusia
Menurut Elizabeth K. Nottingham (1985:3-4) berpendapat bahwa agama bukan
sesuatu yang dapat dipahami melalui definisi, melainkan melalui deskripsi
(penggambaran).
Menurut penggambaran Elizabeth K. Nottingham, agana adalah gejala yang begitu
sering “terdapat dimana-mana” dan agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia
untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaan diri sendiri dan keberadaan alam
semesta. Meskipun perhatian tertuju kepada adanya suatu dunia yang tak dapat dilihat
(akhirat), namun agama melibatkan dirinya dalam masalah-masalah kehidupan sehari-
hari di dunia, baik kehidupan individu maupun kehidupan sosial.
1. Agama Dalam Kehidupan Individu
Agama dalam kehidupan individu berfungsi sebagai suatu sistem nilai yang
memuat norma-norma tertentu. Secara umum, norma-norma tersebut menjadi
kerangka acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar sejalan dengan agama yang
dianutnya.
Menurut Mc Guire (1981:28), diri manusia memiliki bentuk sistem nilai
tertentu. Sistem nilai ini merupakan sesuatu yang dianggap bermakna bagi dirinya.
Sistem ini dibentuk melalui belajar dan proses sosialisasi. Perangkat sistem ini
dipengaruhi oleh keluarga, teman, institusi pendidikan, dan masyarakat luas.
Pada garis besarnya, menurut Mc Guire, sistem nilai yang berdasarkan agama
dapat memberi individu dan masyarakat, perangkat sistem nilai dalam bentuk
keabsahan dan pembenaran dalam mengatur sikap. Pengaruh sistem nilai terhadap
kehidupan individu karena nilai sebagai realitas yang abstrak dirasakan sebagai daya

6
Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, (CV. Pustaka Setia, 2008), hlm. 137

6
dorong atau prinsip yang menjadi pedoman hidup. Dalam realitasnya, nilai memiliki
pengaruh dalam mengatur pola timgkah laku, pola berpikir, dan pola bersikap
(Kaswardi, 1993:20).
Pada diri manusia terdapat sejumlah potensi umtuk memberi arah dalam
kehidupan manusia. Potensi tersebut adalah:
a. Hidayat Al-Ghariziyyat (naluriah)
b. Hidayat Al-Hissiyyat (inderawi)
c. Hidayat Al-Aqliyyat (nalar)
d. Hidayat Al-Diniyyat (agama)
Melalui pendekatan ini, agama sudah menjadi potensi fitrah yang dibawa sejak
lahir. Pengaruh lingkungan terhadap seseorang adalah memberi bimbingan kepada
potensi yang dimilikinya itu. Dengan demikian, jika potensi fitrah itu dapat
dikembangkan sejalan dengan pengaruh lingkungan, akan menjadi keselarasan.
Sebaliknya, jika potensi tersebut dikembangkan dalam kondisi yang dipertentangkan
oleh kondisi lingkungan, akan terjadi ketidakseimbangan dalam diri seseorang.
2. Agama Dalam Kehidupan Masyarakat
Elizabeth K. Nottingham (1975:51-59) membagi masyarakat menjadi tiga tipe
menggunakan pendekatan sosiologi agama. Pertama, adalah masyarakat yang
terbelakang dan memiliki nilai-nilai sacral. Kedua, adalah masyarakat praindustri
yang sedang berkembang. Ketiga, adalah masyarakat industri sekuler.
Dalam masyarakat tipe pertama, setiap anggota masyarakat menganut agama
yang sama. Oleh karna itu, keanggotaan dalam masyarakat dan kelompok
keagamaan adalah sama. Adapun masyarakat praindustri yang sedang berkembang,
organisasi keagamaan sudah terpisah dari organisasi kemasyarakatan. Pada
masyarakat ini, organisasi keagamaan merupakan organisasi formal yang
mempunyai tenaga professional tersendiri. Kemudian, pada masyarakat industri
sekuler, organisasi keagamaan terpisah-pisah dan bersifat majemuk (Nottingham,
1975:62)
Masalah agama tidak akan mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan
masyarakat, dalam praktiknya, fungsi agama dalam masyarakat antara lain sebagai
berikut.
a. Edukatif
Ajaran agama secara yuridis berfungsi menyuruh dan melarang. Kedua unsur
tersebut mempunyai latar belakang mengarahkan bombingan agar pribadi
7
enganutnya menjadi lebih baik dan terbiasa dengan yang baik menurut ajaran
agama masing-masing.
b. Penyelamat
Keselamatan yang diberikan oleh agama keda penganutnya adalah keselamatan
yang meliputi dua alam, yaitu dunia dan akhirat. Dalam mencapai keselamatan
itu, agama mengajarkan para penganutnya melalui pengenalan pada masalah
sakral, berupa keimanan kepada Tuhan.
c. Pendamai
Melalui agama, seseorang yang bersalah atau berdosa dapat mencapai kedamaian
batin melalui tuntunan agama. Rasa berdosa tersebut akan hilang apabila sang
pelanggar telah menebus dosanya dengan bertaubat, penyucian ataupun
penebusan dosa.
d. Sosial control
Ajaran agama oleh penganutnya dianggap sebagai norna, sehingga agama
berfungsi sebagai pengawasan sosial secara individu maupun kelompok, karena:
• Agama secara instansi merupakan norma bagi pengikutnya
• Agama secara dogatis (ajaran) mempunyai fungsi kritis yang bersifat profetis
(wahyu, kenabian).
e. Pemupuk rasa solidaritas
Para penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa memiliki
kesamaan dalam suatu kesatuan, iman, dan kepercayaan. Dan pada beberapa
agama, rasa persaudaraan bahkan dapat mengalahkan rasa kebangsaan.
f. Transformative
Ajaran agama dapat menjadi kehidupan baru sang penganut dan kadangkala
mampu mengubah kesetiaannya pada adat atau norma kehidupan yang dianut
sebelum itu.
g. Kreatif
Penganut agama bukan saja disuruh bekerja secara rutin dalam pola hidup yang
sama, tetapi juga dituntut untuk melakukan inovasi dan penemuan baru.
h. Sublimatif
Ajaran agama menguduskan segala usaha manusia, baik ukhrawi maupun
duniawi selama tak bertentangan dengan aturan agama dan dilakukan dengan niat
yang tulus kepada Allah maka itu merupakan ibadah.

8
3. Agama Dalam Pembangunan
Prof. Dr. Mukti Ali, sebagaimana dikutip oleh Ramayulius (2004:193)
mengemukakan bahwa peranan agama dalam pembangunan adalah sebagai berikut.
a. Etos Pembangunan
Maksudnya adalah agama yang menjadi anutan seseorang ataupun masyarakat
jika diyakini dan dihayati secara mendalah mampu memberikan suatu tatanan
nilai moral dalam sikap. Selanjutnya, nilai moral tersebut akan memberikan garis-
garis pedoman tingkah laku seseorang dalam bertindak sesuai dengan ajaran
agamanya.
b. Motivasi
Ajaran agama yang sudah menjadi keyakinan mendalam akan mendorong
seseorang atau kelompok untuk mengejar tingkat kehidupan yang lebih baik.
Keyakinan akan balasan Tuhan terhadap perbuatan baik telah mampu
memberikan ganjaran batin yang akan memengaruhi seseorang untuk berbuat
tanpa imbalan material. Balasan dari Tuhan berupa pahala bagi kehidupan hari
akhirat lebih didambakan oleh penganut agama yang taat.
Melalui motivasi keagamaan, seseorang terdorong untuk berkorban baik dalam
bentuk materi maupun tenaga atau pikiran. Pengorbanan seperti ini merupakan
aset yang potensial dalam pembangunan.

9
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Dari pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa ada empat macam
pendapat mengenai hakikat pengalaman beragama. Yang pertama, menyangkal adanya
pengalaman tersebut. Apa yang dikatakan sebagai pengalaman beragama adalah ilusi
belaka. Pandangan yang kedua mengakui eksistensi pengalaman beragama, namun
mengatakan bahwa pengalaman tersebut tidak dapat dipisahkan karena sama dengan
pengalaman yang bercorak umum. Pandangan ketiga, mempersamakan antara bentuk
sejarah agama dengan pengalaman beragama, suatu kebiasaan yang menjadi ciri sikap
konservatif yang tegar yang terdapat dalam berbagai masyarakat agama. Pandangan
yang keempat adalah pandangan yang mengakui adanya suatu pengalaman keagamaan
murni yang dapat diidentifikasikan dengan mempergunakan kriteria tertentu yang dapat
diterapkan terhadap ungkapan-ungkapannya yang manapun.
Psikologi membahas motivasi beragama atau penyebab yang mendorong maupun
menarik manusia menganut suatu agama berdasarkan dinamika psikologis serta
peranan fungsi kejiwaan dalam perilaku keagamaan. Selain itu, agama melibatkan
dirinya dalam masalah-masalah kehidupan sehari-hari di dunia, baik kehidupan
individu maupun kehidupan sosial.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran maupun kritik yang
membangun dari berbagai pihak sebagai bahan evaluasi bagi penulisan untuk makalah
selanjutnya. Penulis berharap semoga makalah ini dapat digunakan sebagaimana
mestinya dan bermanfaat bagi pembacanya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Bambang Syamsul Arifin. 2008. Psikologi Agama. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Joachim Wach. 1996. Ilmu Perbandingan Agama. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

11

Anda mungkin juga menyukai