Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

KESEHATAN MENTAL

“ AGAMA DAN KESEHATAN MENTAL “

Dosen pengampu

Kodariah Nurhayat, S.Psi., M.Si.

Disusun Oleh:

Afni fadillah 201801500416

Aan anzallah 201801500436

Amadea nailaruni 201801500440

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN


SOSIAL

UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Psikologi secara etimologi memiliki arti “ilmu tentang jiwa”. Dalam Islam, istilah
“jiwa” dapat disamakan istilah al-nafs, namun ada pula yang menyamakan dengan
istilah al-ruh, meskipun istilah al-nafs lebih populer penggunaannya daripada istilah
al-nafs. Psikologi dapat diterjamahkan ke dalam bahasa Arab menjadi ilmu al-nafs
atau ilmu al-ruh. Penggunaan masing-masing kedua istilah ini memiliki asumsi yang
berbeda.
Menurut Prof. Dr. Zakiah Darajat bahwa psikologi agama meneliti pengaruh
agama terhadap sikap dan tingkah laku orang atau mekanisne yang bekerja dalam diri
seseorang, karena cara seseorang berpikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku
tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam
kostruksi pribadi
Belajar psikologi agama tidak untuk membuktikan agama mana yang paling
benar, tapi hakekat agama dalam hubungan manusia dengan kejiwaannya , bagaimana
prilaku dan kepribadiannya mencerminkan keyakinannnya.
Mengapa manusia ada yang percaya Tuhan ada yang tidak , apakah ketidak
percayaan ini timbul akibat pemikiran yang ilmiah atau sekedar naluri akibat
terjangan cobaan hidup, dan pengalaman hidupnya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh agama pada kesehatan mental ?
2. Bagaimana pengaruh agama pada kesehatan fisik ?
3. Bagaimana keterkaitan manusia dengan agama ?
4. Apa yang dimaksud dengan terapi keagamaan ?
C. Tujuan
1. Agar mengetahui bagaimana pengaruh agama pada kesehatan mental
2. Agar mengetahui bagaimana pengaruh agama pada kesehatan fisik
3. Agar mengetahui bagaimana keterkaiatan manusia dengan agama
4. Agar mengetahui apa yang dimaksud dengan terapi keagamaan

BAB II

PEMBAHASAN

Agama seseorang adalah ungkapan dari sikap akhirnya pada alam semesta, makna, dan tujuan
singkat dari seluruh kesadarannya pada segala sesuatu. Agama hanyalah upaya mengungkapkan
realitas sempurna tentang kebaikan melalui setiap aspek wujud kita. Agama adalah pengalaman
dunia dalam seseorang tentang ke-Tuhanan disertai keimanan dan peribadatan.

Jadi agama pertama-tama harus dipandang sebagai pengalaman dunia dalam individu yang
mengsugestit esensi pengalaman semacam kesufian, karena kata Tuhan berarti sesuatu yang
dirasakan sebagai supernatural, supersensible atau kekuatan diatas manusia. Hal ini lebih bersifat
personal/pribadi yang merupakan proses psikologis seseorang.

Yang kedua adalah adanya keimanan, yang sebenarnya intrinsik ada pada pengalaman dunia dalam
seseorang. Kemudian efek dari adanya keimanan dan pengalaman dunia yaitu peribadatan.

Psikologis atau ilmu jiwa mempelajari manusia dengan memandangnya dari segi kejiwaan yang
menjadi obyek ilmu jiwa yaitu manusia sebagai mahluk berhayat yang berbudi. Sebagai demikian,
manusia tidak hanya sadar akan dunia disekitarnya dan akan dorongan alamiah yang ada padanya,
tetapi ia juga menyadari kesadaranya itu , manusia mempunyai kesadaran diri ia menyadari dirinya
sebagai pribadi, person yang sedang berkembang , yang menjalin hubungan dengan sesamanya
manusia yang membangun tata ekonomi dan politik yang menciptakan kesenian, ilmu pengetahuan
dan tehnik yang hidup bermoral dan beragama, sesuai dengan banyaknya dimensi kehidupan insani.

Thomas Van Aquino mengemukakan bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama itu ialah berfikir ,
manusia ber-Tuhan karena manusia menggunakan kemapuan berfikirnya. Kehidupan beragama
merupakan refleksi dari kehidupan berfikir manusia itu sendiri. Pandangan semacam ini masih tetap
mendapatkan tempatnya hingga sekarang ini dimana para ahli mendewakan ratio sebagai satu-
satunya motif yang menjadi sumber agama.

Kita tidak percaya kepada agama bukan karena secara ilmah menemukan agama itu hanya
sekumpulan tahayul, orang yang menolak agama bukan karena alasan rasional, melainkan fakto
psikologis yang tidak disadari, Nietsche menolak Tuhan seperti yang diakuinya bukan karena
pemikiran tapi karena naluri.

Dizaman kuno penyakit yang diderita manusia sering dikaitkan dengan gejala-gejala spiritual.
Seorang penderita sakit dihubungkan dengan adanya gangguan roh jahat oleh semacam makhluk
halus. Karenanya, penderita selalu berhubungan dengan para dukun yang dianggap mampu yang
berkomunikasi dengn makhkuk halus dan mampu menahan gangguannya. Pengobatan penyakit
dikaitkan dengan gejala rohani manusia.
Sebaliknya, didunia modern penyakit manusia di diagnose berdasarkan gejala-gejala biologis.
Makhluk-makhluk halus yang diasumsikan sebagai roh jahat dimasyarakat primitive, ternyata dengan
penggunaan perangkat medis modern dapat di deteksi dengan mikroskop, yaitu berupa kuman atau
virus. Kemajuan dalam bidang tekhnologi kedokteran membawa manusia demikian yakinnya bahwa
gejala simtomatis penyakit disebabkan faktor fisik semata. Kepercayaan ini sebagian besar memang
dapat dibuktikan keberhasilan pengobatan dengan menggunakan peralatan dan pengobatan hasil
temuan dibidang kedokteran modern.

Sejak awal-awal abad ke 19 boleh dikatakan para ahli kedokteran mulai menyadari akan adanya
hubungan antara penyakit dengan kondisi dan psikis manusia. Hubungna timbal balik ini
menyebabkan manusia dapat menderita gangguan fisik yang disebabkan oleh gangguan mental
(Somapsikotis) dan sebaliknya gangguan mental dapat menyebabkan penyakit fisik (Sikosomatik).
Dan diantara faktor mental yang di indentifikasikan sebgai potensial dapat menimbulkan gejala
tersebut adalah keyakinan agama. Hal ini antara lain disebabkan sebagian besar dokter fisik mslihat
bahwa penyakit mental (mental illness) sama sekali tak ada hubungannya dengan penyembuhan
medis, serta berbagai penyembuhan penderita penyakit mental dengan menggunakan pendekatan
agama.

A. MANUSIA DAN AGAMA


Menurut Abraham Maslow (seorag pemuka psikologi humanistic) menyatakan bahwa
kebutuhan manusia itu bertingkat :
1. kebutuhan fisiologis : kebutuhan dasar untuk hidup seperti makan, minum, istirahat,
dsb.
2. Kebutuhan akan rasa aman, yang mendorong orang untuk bebas dari rasa takut dan
cemas, seperti dimasifestasikan dalam bentuk tempat tinggal yang permanen.
3. Kebutuhan akan rasa kasih sayang : pemenuhan hubungan antar manusia, manusia
membutuhkan saling perhatian dan keintiman dalam pergaulan hidup.
4. kebutuhan akan harga diri, dimanifestasikan dalam bentuk aktualisasi, seperti berbuat
sesuatu yang berguna.

Menurut Victor Frankle (pendiri aliran logoterapi) menyatakan eksistensi manusia ditandai
oleh 3 faktor : (1) keruhanian; (2) kebebasan; (3) dan tanggung jawab.

Agama memang tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Pengingkaran manusia
terahadap agama agaknya dikarenakan faktor-faktor tertentu baik yang disebabkan oleh
kepribadian maupun lingkungan masing-masing. Namun, untuk menutupi atau meniadakan
sama sekali dorongan dari rasa keagamaan tampaknya sulit dilakukan. Manusia ternyata
memiliki unsur batin yang cenderung mendorongnya untuk tunduk kepada zat yang ghaib.
Ketundukan ini merupakan bagian dari faktor intern manusia yang dalam psikologi
kepribadian dinamakan (self ) maupun hati nurani (conscience of man).

Agama sebagai fitroh manusia telah di informasikan dalam Al-Qur’an : “ Maka hadapkanlah
wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah) ; tetaplah atas fitroh Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitroh Allah. (itulah
agama yang lurus ; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya “. (Q.S 30 : 30 ).

B. EFEK AGAMA PADA KESEHATAN FISIK DAN MENTAL


Berdasarkan penelitian bahwa agama tidak berpengaruh negatif terhadap kesehatan mental
dan fisik
1. EFEK PADA KESEHATAN MENTAL
 Agama salah satu dari faktor penting yang membantu mengatasi suasana hidup
yang penuh stress;
 Agama juga dapat meramalkan siapa yang akan atau tudak akan mengalami
depresi;
 Merendahkan tingkat depresi, penyembuhan dari depresi yang lebih cepat,
kesejahteraan dan moril yang lebih tinggi, harga diri yang lebih baik, kepuasan
hidup yang lebih tinggi, meramalkan perasaan yang positif, dukungan sosial yang
lebih tinggi, dll

Sejumlah kasus yang menunjukan adanya hubungan antara faktor keyakinan


(agama) dengan kesehatan jiwa (mental) tampaknya sudah disadari para ilmuan
beberapa abad yang lalu. Misalnya, pernyataan Carl Gotay Jung “ diantara pasien
saya yang setengah baya, tidak seorang pun yang penyebab penyakit kejiwaannya
tidak dilator belakangi oleh aspek agama “.

Dalam menghadapi sikap yang tak terhindar lagi bagi kondisi, menurut logo terapi,
maka ibadah merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk membuka
pandangan seorang akan nilai-nilai potensial dan makna hidup yang terdapat dalam
diri dan sekitarnya

2. EFEK PADA KESEHATAN FISIK


 Seseorang yang berkeyakinan/beragama apabila terserang penyakit, lebih cepat
sembuhnya dari pada yang tidak beragama atau tidak mempunyai keyakinan.
 Do’a penyembuhan terbukti menimbulkan tanggapan positif dari kalangan
masyarakat luas dan memang terbukti bisa menyembuhkan

C. TERAPI KEAGAMAAN
Pendekatan terapi keagaamaan ini dapat dirujuk dari informasi Al-Qur’ an sendiri dari kitab
suci. Diantara konsep terapi gangguan mental ini adalah pernyataan Allah : dalam surat
Yunus dan Isra’.
“ Wahai manusia, sesungguhnya telah datang dari Tuhanmu Al-Qur’an yang mengandung
pelajaran, penawar bagi penyakit batin (jiwa), tuntunan serta rahmat bagi orang-orang yang
beriman. (Q.S Yunus : 57) “ Dan kami turunkan Al-Qur’an yang menjadi penawar dan rahmat
bagi orang-orang yang beriman. (Q.S Isra’ : 82)

Kesehatan mental adalah : suatu kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan
tenang, aman, dan tentram. Upaya untuk menemukan ketenangan batin dapat dilakukan
antara lain melalui penyesuaian diri secara resignasi (penyerahan diri sepenuhnya kepada
Tuhan). Dalam Al-Qur’ an petunjuk mengenai penyerahan diri cukup banyak.

Dari keterangan Surat Ar-Rad : 28, Allah dengan tegas menerangkan, bahwa ketengan jiwa
dapat dicapai dengan zikir (mengingat Allah). Pada ayat Al-A’rof – 35, dikatakan Allah, bahwa
rasa takwa dan perbuatan baik adalah metode pencegahan dari rasa-rasa tahut dan sedih.
Pada ayat Al-Baqarah : 15, ditunjukan pula oleh Allah jalan bagaimana cara seseorang
mengatasi kesukaran dan problema kehidupan sehari-hari, yaitu dengan kesabaran dan
shalat. Dan pada ayat Al-Fath : 4, Allah menyifati diri-Nya bahwa Dia-lah Tuhan yang Maha
Mengetahui dan Bijaksana yang dapat memberikan ketenangan jiwa kedalam hati orang-
orang yang beriman.
D. MUSIBAH
Musibah dari pendekatan agama, musibah dapatg dibagi menjadi 2 macam :
1. Musibah yang terjadi sebagai akibat dari ulah tangan mnusia, karena kesalahan yang
dilakukannya, manusia harus menanggung akibat buruk dari perbuatan sendiri, musibah
ini dikenal sebagai hukum karma, yakni sebagai “pembalasan”.
2. Musibah sebagai ujian dari Tuhan. Musibah ini sama selaki tidak ada hubungannya
dengan perbuatan keliru manusia. Betapapun baik dan bermanfaatnya aktifitas yang
dilakukan manusia, serta taatnya mereka menjalankan perintah Tuhan, musibah yang
seperti ini bakal mereka alami juga. Oleh karena itu, musibah ini sering di hubung-
hubungkan dengan “takdir” (ketentuan Tuhan).

Adapun yang menjadi latar belakangnya, setiap musibah tetap saja mendatangkan
petaka bagi korbanya. Mereka yang tertimpa musibah akan mengalami penderitaan lahir
dan batin. Secara lahir, mungkin mereka kehilangan harta benda ataupun milik yang
paling disayanginya, berpisah atau kehilangna anggota keluarga dan kerabat.
Penderitaan ini akan memberi pengaruh psikologi, seperti pasrah ataupun putus asa.
Bahkan dalam kondisi tertentu akan memberi dampak terhadap perasaan keagamaan.
Informasi media masa maupun tayangan TV, menggambarkan betapa banyak korban
tsunami yang mengalami trauma, ataupun gangguan kejiwaan.            

Menurut pendekatan psikologi agama, sebenarnya derita batin yang dialami oleh korban
musibah terkait dengna itngkat keberagamaannya. Bagi mereka yang memiliki keyakinan
yang mendalam terhadap nilai-nilai ajaran agama, bagaimanapun akan lebih mudah dan
cepat menguasai gejolak batinnya. Agama menjadi pilihan dan rujukan untuk mengatasi
konflik yang terjadi dalam dirinya, dikala musibah menimbulkan rasa kehilangan dari apa
yang dimilikinya selama ini, hatinya akan dibimbing oleh nilai-nilai yang terkandung
dalam ajaran agamanya. Bila ia seorang muslim, ia akan merujuk dalam pernyataan
Tuhan : “ Apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya, dan bila
kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya lah kamu meminta
pertolongan. (Q.S 16:53).

BAB III
PENUTUPAN
A. KESIMPULAN
Psikologi agama meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku orang
atau mekanisne yang bekerja dalam diri seseorang, karena cara seseorang berpikir,
bersikap, bereaksi dan bertingkah laku tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya,
karena keyakinan itu masuk dalam kostruksi pribadi.

Musibah yang terjadi sebagai akibat dari ulah tangan mnusia, karena kesalahan yang
dilakukannya, manusia harus menanggung akibat buruk dari perbuatan sendiri,
musibah ini dikenal sebagai hukum karma, yakni sebagai “pembalasan”.

Musibah sebagai ujian dari Tuhan. Musibah ini sama selaki tidak ada hubungannya
dengan perbuatan keliru manusia. Betapapun baik dan bermanfaatnya aktifitas yang
dilakukan manusia, serta taatnya mereka menjalankan perintah Tuhan, musibah
yang seperti ini bakal mereka alami juga. Oleh karena itu, musibah ini sering di
hubung-hubungkan dengan “takdir” (ketentuan Tuhan).

Anda mungkin juga menyukai