Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia memiliki bermacam ragam kebutuhan batin maupun lahir, akan
tetapi kebutuhan manusia terbatas karena kebutuhan tersebut juga dibutuhkan
oleh manusia lainnya. Karena manusia selalu membutuhkan pegangan hidup
yang disebut agama karena manusia merasa bahwa dalam jiwanya ada suatu
perasaan yang mengakui adanya yang Maha Kuasa tempat mereka berlindung
dan memohon pertolongan. Sehingga keseimbangan manusia dilandasi
kepercayaan beragama. Sikap orang dewasa dalam beragama sangat menonjol
jika, kebutuhan akan beragama tertanam dalam dirinya. Kestabilan hidup
seseorang dalam beragama dan tingkah laku keagamaan seseorang bukanlah
kestabilan yang statis. Adanya perubahan itu terjadi karena proses
pertimbangan pikiran, pengetahuan yang dimiliki dan mungkin karena kondisi
yang ada. Tingkah laku keagamaan orang dewasa memiliki perspektif yang
luas didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya. Oleh karena itu makalah ini
akan membahas segala hal yang berhubungan dengan “Psikologi Agama”

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja Objek kajian, Ruang lingkup dan kegunaan,dan sumber sumber
psikologi agama?
2. Apa saja Perkembangan jiwa dan agama pada anak dan remaja, dewasa,
lansia, serta apa saja konflik dan keraguan?
3. Apa saja krieteria orang yang matang beragama, pengaruh kebudayaan
dan pendidikan terhadap jiwa keagamaan,serta problema jiwa beragama
dan gangguan dalam jiwa beragama?

1
C. Tujuan dan Manfaat

1. Untuk mengetahui Objek kajian, Ruang lingkup dan kegunaan,dan


sumber sumber psikologi agama?
2. Untuk mengetahui Perkembangan jiwa dan agama pada anak dan remaja,
dewasa, lansia, serta apa saja konflik dan keraguan?
3. Untuk mmengetahui krieteria orang yang matang beragama, pengaruh
kebudayaan dan pendidikan terhadap jiwa keagamaan,serta problema jiwa
beragama dan gangguan dalam jiwa beragama

2
BAB II
OBJEK KAJIAN, RUANG LINGKUP DAN KEGUNAAN,
SERTA SUMBER SUMBER PSIKOLOGI AGAMA

A. Pengertian Psikologi Agama


Psikologi agama menggunakan dua kata yaitu psikologi dan agama. Kedua
kata ini memiliki pengertian yang berbeda. Psikologi secara umum diartikan
sebagai ilmu yang mempelajari gejala jiwa manusia yang normal, dewasa dan
beradab. (Jalaluddin, et al, 1979:77).
Menurut Robert H. Thouless, psikologi sekarang dipergunakan secara
umum untuk ilmu tentang tingkah laku dan pengalaman manusia (Robert H.
Thoules, 1992:13). Dari definisi-definisi yang dikemukakan tersebut secara
umum psikologi mencoba meneliti dan mempelajari sikap dan tingkah laku
manusia sebagai gambaran dari gelajal-gejala kejiwaan yang berada di
belakangnya.
Sedangkan menurut Prof. Dr. Zakiah Darajat, psikologi agama meneliti
dan menelaah kehidupan agama pada seseorang dan memelajari berapa besar
pengaruh keyakinan agama itu dalam sikap dan tingkah laku serta keadaan
hidup pada umumnya. Di samping itu. Psikologi agama juga mempelajari
pertumbuhan dan perkembangan jiwa agama pada seseorang, serta faktor-
faktor yang mempengaruhi keyakinan tersebut (Zakiah Darajat, 1970:11)
Dengan demikian psikologi agama merupakan cabang psikologi yang meneliti
dan mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan pengaruh
keyakinan terhadap agama yang dianutnya serta dalam kaitnnya dengan
perkembangan usia masing-masing. Upaya untuk mempelajari tingkah laku
keagamaan tersbeut dilakukan melalui pendekatan psikolgi. Jadi penelaah
tersebut merupakan kajian empiris.

3
B. Objek Kajian Psikologi Agama
Psikologi agama tidak menyelidiki tentang ajaran-ajaran secara meteriil,
dasar-dasar agama dan tidak berwenang untuk membenarkan atau
menyalahkan pengertian yang ada dalam agama. Yang menjadi objek dan
lapangan psikologi agama adalah menyangkut gejala-gejala kejiwaan dalam
kaitannya dengan realisasi keagamaan (amaliah) dan mekanisme antara
keduanya. Dengan kata lain, meminjam istilah Zakiah Daradjat, psikologi
agama membahas tentang kesadaran agama (religious counciousness) dan
pengalaman agama (religious experience).
Kesadaran agama adalah bagian atau segi yang hadir (terasa) dalam
pikiran dan dapat dilihat gejalanya melalui introspeksi. Di samping itu, dapat
dikatakan bahwa kesadaran beragama adalah aspek mental atau aktivitas
agama, sedangkan pengalaman agama adalah unsur perasaan dan kesadaran
beragama, yaitu perasaan yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan
oleh tindakah (amaliah).
Dengan demikian, yang menjadi lapangan kajian psikologi agama adalah
proses beragama, perasaan dan kesadaran beragama dengan pengaruh dan
akibat-akibat yang dirasakan sebagai hasil dari keyakinan. Sedangkan objek
pembahasan psikologi agama adalah gejala-gejala psikis manusia yang
berkaitan dengan tingkah laku keagamaan, kemudian mekanisme antara psikis
manusia dengan tingkah laku keagamaannya secara timbal balik dan hubungan
pengaruh antara satu dengan lainnya.1
C. Ruang Lingkup dan Kegunaan Psikologi Agama
Sebagai disiplin ilmu yang otonom, psikologi agama memiliki ruang
lingkup pembahasannya tersendiri yang dibedakan dari disiplin ilmu yang
mempelajari masalah agama yang lainnya. Sebagai contoh, dalam tujuannya
psikologi agama dan ilmu perbandingan agama memiliki tujuan yang tak jauh
berbeda. Yakni mengembangkan pemahaman terhadap agama dengan
mengaplikasikan metode-metode peneliti yang bertipe bukan agama dan
bukan teologis. Bedanya adalah, bila ilmu perbandingan agama cenderung

1
https://www.academia.edu/6764004/Pengertian_Psikologi_Agama

4
memusatkan perhatiannya pada agama-agama primitif dan eksotis tujuannya
adalah untuk mengembangkan pemahaman dengan memperbandingkan satu
agama dengan agama lainnya. Sebaliknya psikologi agama, seperti pernyataan
Robert H. Thouless (dalam Jalaludin) memusatkan kajiannya pada agama
yang hidup dalam budaya suatu kelompok atau masyarakat itu sendiri.
Menurut Zakiah Daradjat (dalam Jalaludin, 2001: 16), menyatakan bahwa
lapangan penelitian psikologi agama mencakup proses beragama, perasaan
dan kesadaran beragama dengan pengaruh dan akibat-akibat yang dirasakan
sebagai hasil dari keyakinan. Oleh karena itu, menurut Zakiah Daradjat, ruang
lingkup yang menjadi lapangan kajian psikologi agama meliputi kajian
mengenai:
1. Bermacam-macam emosi yang menjalar di luar kesadaran yang ikut
menyertai kehidupan beragama orang biasa (umum), seperti rasa lega dan
tenteram setelah shalat, rasa lepas dari ketegangan batin sesudah berdoa
atau membaca ayat-ayat suci Al-Qura’an, perasaan tenang, pasrah dan
menyerah setelah berdzikir dan ingat kepada Allah ketika mengalami
kesedihan dan kekecewaan yang bersangkutan.
2. Bagaimana perasaan dan pengalaman seseorang secara individu terhadap
Tuhannya, misalnya rasa tenteram dan kelegaan batin.
3. Mempelajari, meneliti dan menganalisis pengaruh kepercayaan akan
adanya hidup sesudah mati (akhirat) pada tiap-tiap orang.
4. Meneliti dan mempelajari kesadaran dan perasaan orang terhadap
kepercayaan yang berhubungan dengan surga dan neraka serta dosa dan
pahala yang turut memberi pengaruh terhadap sikap dan tingkah lakunya
dalam kehidupan.
5. Meneliti dan mempelajari bagaimana pengaruh penghayatan seseorang
terhadap ayat-ayat suci, kelegaan batinya.

D. Sumber Sumber Psikologi Agama


1. Teori Monistik

5
Teori monostik berpendapat bahwa sumber kejiwaan agama yang paling
dominan hanyalah satu. Akan tetapi, sumber tunggal manakah yang paling
dominan tersebut telah terjadi perbedaan pendapat.
 Thomas van Aquino
Sesuai dengan masanya, Thomas Aquino mengemukakan bahwa sumber
kejiwaan agama ialah berfikir. Manusia ber-Tuhan karena menggunakan
kemampuan berpikirnya. Kehidupan beragama merupakan refleksi
kehidupan berfikir manusia itu sendiri. Pandangan semacam ini masih
tetap mendapat tempat hingga sekarang ketika para ahli mendewakan
rasio sebagai satu-satunya motif yang menjadi sumber agama.
 Frederick Hegel
Hampir sama dengan pendapat yang dikemukakan oleh Thomas van
Aquino, maka filosof Jerman ini berpendapat, agama adalah suatu
pengetahuan yang sungguh-sungguh benar dan menjadi tempat
kebenaran abadi. Berdasarkan hal itu, agama menjadi sesuatu atau
persoalan yang sangat berhubungan dengan pikiran.
 Frederick Schleimacher
Berlainan dengan pendapat kedua ahli diatas, maka F.Schleimacher
berpendapat bahwa sumber keagamaan adalah rasa ketergantungan yang
mutlak (sense of depend). Dengan adanya rasa ketergantungan yang
mutlak, manusia merasakan dirinya lemah. Kelemahan ini menyebabkan
manusia selalu tergantung hidupnya dengan suatu kekuasaan yang
berada diluar dirinya. Berdasarkan rasa ketergantungan itulah, timbul
konsep tentang Tuhan.2
 Rudolf Otto
Menurut pendapat tokoh ini, sumber kejiwaan agama adalah rasa kagum
yang berasal dari sesuatu yang lain (the wholly other). Jika seseorang
dipengaruhi rasa kagum terhadap sesuatu yang dianggapnya lain dari
yang lain, keadaan mental seperti itu diistilahkan “numinous” oleh
Rudolf Otto. Perasaan semacam itulah yang menurut pendapatnya
2
Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, 2015, Pustaka Setia, Bandung, Hal.38

6
dianggap sebagai sumber kejiwaan agama pada manusia. Walaupun
faktor-faktor lainnya diakui oleh Rudolf Otto, namun ia berpendapat
numinous merupakan sumber yang essential.
 Sigmund Freud
S.Freud menyatakan bahwa unsur kejiwaan yang menjadi sumber
kejiwaan agama adalah “libido sextcil” (naluri seksual).
Libido ini menimbulkan ide ke-Tuhanan dan upacara keagamaan setelah
melalui proses :
Oedipus Complex, yakni mitos Yunani kuno yang menceritakan bahwa
karena perasaan cinta kepada ibunya, Oedipus membunuh ayahnya.
Kejadian demikian berawal dari manusia yang primitif. Mereka
bersekongkol untuk membunuh ayah yang berasal dalam masyarakat
promiscuitas. Kematian ayah mereka menimbulkan rasa bersalah(sense
of guilty) pada diri anak-anak itu.
Father Image (citra bapak), Setelah mereka membunuh ayah mereka dan
dihantui oleh rasa bersalah itu timbullah penyesalan. Perasaan itu
menerbitkan ide untuk membuat suatu cara sebagai penebus kesalahan
mereka yang telah mereka lakukan. Kemudian, timbullah keinginan
untuk memuja arwah ayah yang telah mereka bunuh itu karena khawatir
akan pembalasannya. Realisasi dari pemujaan itu, menurutnya, menjadi
asal upacara keagamaan. Jadi, menurut Freud, agama muncul dari ilusi
(khayalan) manusia.
 William Mac Dougall
Sebagai salah seorang ahli Psikologi instink, Ia berpendapat, bahwa
memang instink khusus sebagai sumber agama tidak ada. Ia
berpendapat, sumber kejiwaan agama merupakan kumpulan dari
beberapa instink. Menurut Mac Dougall, pada diri manusia terdapat 14
instink dan agama timbul dari dorongan instink yang terintegrasi.
Namun demikian teori instink agama ini banyak mendapat bantahan dari
para ahli psikologi agama. Alasannya, jika agama merupakan instink,
maka setiap orang tanpa harus belajar agama pasti akan terdorong secara

7
spontan kegereja, begitu mendengar lonceng gereja. Tetapi
kenyataannya tidak demikian. 3

2. Teori Fakulti (Faculty Theory)


Teori ini berpendapat bahwa tingkah laku manusia tidak bersumber pada
suatu faktor yang tunggal, tetapi terdiri atas beberapa unsur antara lain yang
memegang peranan penting adalah fungsi cipta (reason), rasa (emotion) dan
karsa (will).
Demikian pula, perbuatan manusia yang bersifat keagamaan dipengaruhi
dan ditentukan tiga fungsi tersebut..
 Cipta (Reason)
Cipta merupakan fungsi intelektual jiwa manusia yang tercermin dalam
ilmu kalam(teologi). Melalui cipta, orang dapat menilai,
membandingkan dan memutuskan suatu tindakan terhadap stimulan
tertentu. Perasaan intelek ini dalam agama merupakan suatu kenyataan
yang dapat dilihat, terlebih-lebih dalam agama modern, peranan, dan
fungsi reason ini sangat menentukan. Dalam lembaga keagamaan yang
menggunakan ajaran berdasarkan jalan fikiran yang sehat dalam
mewujudkan ajaran yang masuk akal, fungsi berfikir sangat diutamakan.
Bahkan ada yang beranggapan bahwa agama yang ajarannya tak sesuai
dengan akal merupakan agama yang kaku dan mati.
 Rasa (Emotion)
Rasa adalah suatu tenaga dalam jiwa manusia yang banyak berperan
membentuk motivasi dalam corak tingkah laku seseorang. Namun
demikian, jika rasa(emotion) digunakan secara berlebihan, hal ini akan
menyebabkan ajaran agama menjadi dingin.
Untuk itu fungsi reason hanya berperan dalam pemikiran mengenai
supranatural saja, sedangkan untuk memberi makna dalam kehidupan
beragama diperlukan penghayatan yang seksama dan mendalam
sehingga ajaran itu tampak hidup. Jadi, yang menjadi anggapan objek

3
Ibid, Hal.40

8
penyelidikan sekarang pada dasarnya, bukan anggapan bahwa
pengalaman keagamaan seseorang itu dipengaruhi oleh emosi,
melainkan seberapa jauhkah peranan emosi itu dalam agama. Sebab jika
secara mutlak emosi berperan tunggal dalam agama, maka akan
mengurangi nilai agama itu sendiri sebagaimana yang dikemukakan oleh
W.H.Clark bahwa upacara keagamaan yang hanya menimbulkan
keributan bukanlah agama.
 Karsa (Will)
Karsa menjadi fungsi eksekutif dalam jiwa manusia. Ia berfungsi
mendorong timbulnya pelaksanaan doktrin serta ajaran agama
berdasarkan fungsi kejiwaan. Mungkin saja, pengalaman agama
seseorang bersifat intelek maupun emosi, namun jika tanpa ada peranan
will, agama belum tentu terwujud sesuai dengan kehendak reason atau
emosi. Masih diperlukan suatu tenaga pendorong agar ajaran keagamaan
itu menjadi suatu tindak keagamaan. Jika terjadi, misalnya, orang
berbuat sesuatu yang bertentangan dengan kehendaknya, maka berarti
fungsi willnya lemah. Jika tingkah laku keagamaan itu terwujud dalam
bentuk perwujudan yang sesuai dengan ajaran keagamaan dan selalu
mengimbangi tingkah laku, perbuatan, dan kehidupannya sesuai dengan
kehendak Tuhan, fungsi willnya kuat. Suatu kepercayaan yang dianut
tak akan berarti sama sekali apabila dalam keyakinan kepercayaan itu,
will tak berfungsi wajar.

Zakiah Daradjat, yang menyatakan bahwa pada diri manusia terdapat


kebutuhan pokok (selain kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani), yakni
kebutuhan akan keseimbangan dalam kehidupan jiwa, adapun unsur-unsur
kebutuhan yang dikemukakan yaitu :
 Kebutuhan akan rasa kasih sayang, yang dalam bentuk negatifnya dapat
dilihat dalam kehidupan sehari-hari. Jika kebutuhan tersebut tak
terpenuhi, hal itu akan menimbulkan gejala psikosomatis.

9
 Kebutuhan akan rasa aman, merupakan kebutuhan yang mendorong
manusia untuk memperoleh perlindungan. Kehilangan rasa aman akan
mengakibatkan ke hal yang negatif.
 Kebutuhan akan rasa harga diri adalah kebutuhan yang bersifat
individual yang, mendorong manusia agar dihormati dan diakui orang
lain. Dalam kenyataan terlihat kehilangan rasa harga diri ini akan
mengakibatkan tekanan batin.
 Kebutuhan akan rasa bebas adalah kebutuhan yang menyebabkan
seorang bertindak secara bebas untuk mencapai kondisi dan situasi rasa
lega. Kebebasan dapat berbentuk tindakan ataupun pernyataan
kebebasan untuk menyatakan keinginan sesuai dengan pertimbangan
batinnya, misalnya melakkan dan menyatakan sesuatu.
 Kebutuhan akan rasa sukses merupakan kebutuhan manusia yang
menyebabkan ia mendambakan rasa keinginan untuk dibina dalam
bentuk penghargaan terhadap hasil karyanya. Jika kebutuhan akan
sukses ini ditekan, seseorang yang mengalami hal tersebut akan
kehilangan harga dirinya.
 Kebutuhan akan rasa ingin tahu adalah kebutuhan yang menyebabkan
manusia selalu meneliti dan menyelidiki sesuatu. Jika kebutuhan ini
diabaikan akan mengakibatkan tekanan batin.
Menurut Dr. Zakiah Daradjat, gabungan keenam macam kebutuhan tersebut
menyebabkan seseorang memerlukan agama. Melalui agama, kebutuhan-
kebutuhan tersebut dapat disalurkan. Dengan melaksanakan ajaran agama
secara baik, kebutuhan akan rasa kasih saying, rasa aman, rasa harga diri,
rasa bebas, rasa sukses, dan rasa ingin tahu akan terpenuhi.

10
BAB III
PERKEMBANGAN JIWA BERAGAMA PADA ANAK DAN
REMAJA
A. Definisi Perkembangan, Anak dan Remaja
Perkembangan (development) perkembangan diartikan sebagai perubahan-
perubahan yang bersifat kualitatif dan kuantitatif yang menyangkut aspek-aspek
mental (psikologis manusia), seperti halnya perubahan-perubahan yang berkaitan
dengan aspek pengetahuan, kemampuan, sifat sosial, moral, keyakinan agama,
kecerdasan dan sebagainya. Perkembangan yaitu suatu proses perubahan jasmani
dan rohani manusia menuju kearah yang lebih maju dan sempurna.4
Anak adalah seorang lelaki atau perempuan yang belum dewasa atau belum
mengalami masa pubertas. Menurut psikologi, anak adalah periode pekembangan
yang merentang dari masa bayi hingga usia lima atau enam tahun, periode ini
biasanya disebut dengan periode prasekolah, kemudian berkembang setara dengan
tahun tahun sekolah dasar.5
Remaja adalah suatu tahap perkembangan transisi yang membawa individu
dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Usia remaja umumnya dimulai dari usia
12-21 tahun bagi wanita, dan 13-22 tahun bagi pria.

B. Timbulnya Jiwa Keagamaan Pada Anak


Sesuai dengan prinsip pertumbuhannya maka seorang anak menjadi dewasa
memerlukan bimbingan sesuai dengan prinsip yang dimilikinya, yaitu :
1. Prinsip Biologis
Secara fisik anak yang baru dilahirkan dalam keadaan lemah. Dalam segala
gerak dan tindak tanduknya ia selalu memerlukan bantuan dari orang-orang
dewasa sekelilingnya. Dengan kata lain ia belum dapat berdiri sendiri karena
manusia bukanlah merupakan makhluk instinktif. Keadaan tubuhnya belum
tumbuh secara sempurna untuk difungsikan secara maksimal.
2. Prinsip tanpa daya

4 https://www.academia.edu/32238976/Perkembangan_Jiwa_Agama_Pada_Masa_Remaja
5 https://id.wikipedia.org/wiki/Anak

11
Sejalan dengan belum sempurnanya pertumbuhan fisik dan psikisnya maka
anak yang baru dilahirkan hingga menginjak usia dewasa selalu mengharapkan
bantuan dari orang tuanya. Ia sama sekali tidak berdaya untuk mengurus dirinya
sendiri.
3. Prinsip Eksplorasi
Kemantapan dan kesempurnaan perkembangan potensi manusia yang
dibawanya sejak lahir baik jasmani maupun rohani memerlukan pengembangan
melalui pemeliharaan dan latihan. Jasmaninya baru akan berfungsi secara
sempurna jika dipelihara dan dilatih.
Berikut beberapa teori mengenai pertumbuhan agama pada anak itu antara lain :
1) Rasa ketergantungan (Sense of Depende)
Teori ini dikemukakan oleh Thomas melalui teori Four Wishes. Menurutnya
manusia dilahirkan ke dunia ini memiliki empat keinginan yaitu : keinginan untuk
perlindungan (security), keinginan akan pengalaman baru (new experience),
keinginan untuk mendapat tanggapan (response) dan keinginan untuk dikenal
(recognition).
2) Instink Keagamaan

Menurut Woodworth, bayi yang dilahirkan sudah memiliki beberapa instink di


antaranya instink keagamaan. Belum terlihat tindak keagamaan pada diri anak
karena beberapa fungsi kejiwaan yang menopang kematangan berfungsinya
instink itu belum sempurna.
C. Perkembangan Agama Pada Anak-Anak
Menurut penelitian Ernest Harms perkembangan agama anak-anak itu melalui
beberapa fase (tingkatan). Dalam bukunya The Development of Religios on
Children ia mengatakan bahwa perkembangan agama pada anak-anak itu melalui
tiga tingkatan yaitu :
1. The Fairy Tale Stage (Tingkat Dongeng)
Tingkata ini dimulai pada anak yang berusia 3 – 6 tahun. Pada tingkatan ini
konsep mengenai Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi. Pada
tingkat perkembangan ini akan menghayati konsep ke Tuhanan sesuai dengan

12
tingkat perkembangan intelektualnya. Kehidupan masa ini masih banyak
dipengaruhi kehidupan fantasi hingga dalam menanggapi agama pun anak masih
menggunakan konsep fantastis yang diliputi oleh dongeng-dongeng yang kurang
masuk akal.
2. The Realistic Stage (Tingkatan Kenyataan)
Tingkat ini dimulai sejak anak masuk Sekolah Dasar hingga sampai ke usia
(masa usia) adolesense. Pada masa ini die ke Tuhanan anak sudah mencerminkan
konsep-konsep yang berdasarkan kepada kenyataan (realis). Konsep ini timbul
melalui lembaga-lembaga keagamaan dan pengajaran agama dari orang dewasa
lainnya. Pada masa ini ide keagamaan pada anak di dasarkan atas dorongan
emosional, hingga mereka dapat melahirkan konsep Tuhan yang formalis.
3. The Individual Stage (Tingkat Individu)
Pada tingkat ini akan telah memiliki kepekaan emosi yang paling tinggi
sejalan dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang
individualistis ini terbagi atas tiga golongan, yaitu :
a. Konsep ke Tuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi
sebagian kecil fantasi. Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh luas.
b. Konsep ke Tuhanan yang lebih murni yang dinyatakan dalam pandangan yang
bersifat personal (perorangan)
c. Konsep Ke Tuhanan yang bersifat humanistic. Agama telah menjadi etos
humanis pada diri mereka dalam menghayati ajaran agama. Perubahan ini
setiap tingkatan dipengaruhi oleh factor intern yaitu perkembangan usia dan
factor ekstern berupa pengaruh luar yang dialaminya.

D. Sifat-Sifat Agama Pada Anak-Anak

Mereka telah melihat dan mengikuti apa-apa yang dikerjakan dan diajarkan
orang dewasa dan orang tua mereka tentang sesuatu yang berhubungan dengan
kemaslahatan agama. Orang tua mempunyai pengaruh terhadap anak sesuai
dengan prinsip eksplorasi yang mereka miliki. Dengan demikian ketaatan kepada
ajaran agama merupakan kebiasaan yang menjadi milik mereka yang mereka

13
pelajari dan para orang tua maupun guru mereka. Berdasarkan hal itu maka bentuk
dan sifat agama pada diri anak dapat dibagi atas :
1. Unreflective ( Tidak mendalam)
Dalam penelitian Machion tentang jumlah konsep ke Tuhanan pada diri anak
73 % mereka menganggap Tuhan itu bersifat seperti manusia. Dalam suatu
sekolah bahkan ada siswa yang mengatakan bahwa Santa Klaus memotong
jenggotnya untuk membuat bantal.
2. Egosentris
Anak memiliki kesadaran akan diri sendiri sejak tahun pertama usia
perkembangannya dan akan berkembang sejalan dengan pertambahan
pengalamannya. Apabila kesadaran akan diri itu mulai subur pada diri anak, maka
tumbuh keraguan pada rasa egonya. Semakin bertumbuh semakin meningkat pula
egoisnya.
3. Anthromorphis
Pada umumnya konsep mengenai ke Tuhanan pada anak berasal dari hasil
pengalamannya ke kala ia berhubungan dengan orang lain. Tapi suatu kenyataan
bahwa konsep ke Tuhanan mereka tampak jelas menggambarkan aspek-aspek
kemanusiaan. Melalui konsep yang berbentuk dalam pikiran mereka menganggap
bahwa perikeadaan Tuhan itu sama dengan manusia.
4. Verbalis dan Ritualis
Dari kenyataan yang kita alami ternyata kehidupan agama pada anak-anak
sebagian besar tumbuh mula-mula secara verbal (ucapan). Mereka menghapal
secara verbal kalimat-kalimat keagamaan dan selain itu pula dari amaliah yang
mereka laksanakan berdasarkan pengalaman menurut tuntutan yang diajarkan
kepada mereka.
5. Imitatif
Dalam kehidupan sehari-hari dapat kita saksikan bahwa tindak keagamaan
yang dilakukan oleh anak-anak pada dasarnya diperoleh dari meniru. Berdoa dan
sholat misalnya mereka laksanakan karena hasil melihat perbuatan di lingkungan,
baik berupa pembiasaan ataupun pengajaran yang intensif. Pada ahli jiwa

14
menganggap, bahwa dalam segala hal anak merupakan peniru yang ulung. Sifat
peniru ini merupakan modal yang positif dalam pendidikan keagamaan pada anak.
6. Rasa heran
Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan yang terakhir
pada anak. Berbeda dengan rasa kagum yang ada pada orang dewasa, maka rasa
kagum pada anak ini belum bersifat kritis dan kreatif. Mereka hanya kagum
terhadap keindahan lahiriah saja. Hal ini merupakan langkah pertama dari
kebutuhan anak akan dorongan untuk mengenal suatu hal yang baru.
E. Perkembangan Jiwa Keagamaan Pada Remaja
1. Perkembangan rasa agama
Dalam pembagian tahap perkembangan manusia, maka masa remaja
menduduki tahap progresif. Dalam pembagian yang agak terurai masa remaja
mencakup masa pubertas dan nubilitas
2. Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama pada para
remaja terhadap ajaran agama dan tindak keagamaan yang tampak pada para
remaja banyak berkaitan dengan faktor perkembangan tersebut.
Perkembangan agama pada para remaja di tandai oleh beberapa faktor
perkembangan rohani dan jasmaninya. Perkembangan itu antara lain menurut
W.Starbuck adalah:
a) Pertumbuhan pikiran dan mental
Ide dan dasar keyakinan beragama yang di terima remaja dari masa
kanak-kanaknya sudah tidak begitu menarik bagi mereka, sikap kritis
ajaran agama mulai timbul. Selain masalah agama merekapun sudah mulai
tertarik pada masalah kebudayaan, sosial, ekonomi dan norma-norma
kehidupan lainya.
b) Perkembangan perasaan
Berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja. Perasaan sosial,
mendorong remaja untuk menghayati perkehidupan yang terbiasa dalam
lingkunganya. Kehidupan religius akan cenderung mendorong dirinya
lebih dekat ke arah hidup yang religius pula.
c) Pertimbangan sosial

15
Corak keagamaan para remaja juga di tandai oleh adanya pertimbangan
sioaial. Dalam kehidupan keagamaan mereka timbul konflik antara
pertimbangan moral dan material. Karena kehidupan duniawi lebih di
pengaruhi kepentingan akan materi, maka para remaja lebih cenderung
jiwanya untuk bersikap materialis. Hasil penyelidikan Ernest Harms
terhadap 1789 remaja amerika antara usia 18-29 tahun menunjukan bahwa
70% pemikiran remaja di tunjukan bagi kepentingan: keuangan,
kesejahteraan, kebahagiaan, kehormatan diri dan masalah kesenangan
pribadi lainya. Sedangkan masalah akhirat dan keagamaan hanya sekitar
3,6%, masalah sosial 5,8%.
d) Perkembangan moral
Perkembangan moral para remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan
usaha untuk mencari proteksi. Tipe moral yang juga terlihat pada para
remaja juga mencakupi:
1) Self-directive, taat terhadap agama atau moral berdasarkan
pertimbangan pribadi.
2) Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik.
3) Submissive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan
agama.
4) Unadjusted, belum meyakini akan kebenaran ajaran agama dan moral.
5) Deviant, menolak dasar dan hukum keagamaan serta tatanan moral
masyarakat.
e) Sikap dan minat
Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh di katakan
sangat kecil dan hal ini tergantung dari kebiasaan masa kecil serta
lingkungan agama yang mempengaruhi mereka (besar kecil minatnya)

16
BAB IV
PERKEMBANGAN JIWA BERAGAMA PADA DEWASA DAN
LANSIA
A. Macam-macam Kebutuhan
Ada pun pembagian kebutuhan manusia berdasarkan pembagian yang
dikemukakan oleh J.P. Guilford sebagai berikut:
1. Kebutuhan Individual terdari dari:
a. Homeostatis, yaitu kebutuhan yang tuntut tubuh dalam proses penyesuaian
ddiri dengan lingkungan. Dengan adanya perimbangan ini maka tubuh akan
tetap berada dalam keadaan mantap, stabil dan harmonis.
b. Regulasi temperatur adalah penyesuaian tubuh dalam usaha mengatasi
kebutuhan akan perubahan tempetatur badan. Pusat pengaturannya berada di
bagian otak disebut hypothalamus. Gangguan regulasi tempetarurakan
menyebabkan tubuh mengalami gangguan.
c. Tidur merupakan kebutuhan manusia yang perlu dipenuhi agar terhindar dari
gejala halusinasi.
d. Lapar adalah kebutuhan biologis yang harus dipenuhi untuk membangkitkan
energy tubuh sebagai organis. Lapar akan menyebabkan gangguan pada fisik
maupun mental.
e. Seks merupakan kebutuhan seks sebagai salah satu kebutuhan yang timbul
dari dorongan mempertahankan jenis. Sigmud Feud menganggap kebutuhan
ini sebagai kebutuhan vital pada manusia. Terutama pada masa remaja
kebutuhan ini demikian menonjolnya sering mendatangkan pengaruh-
pengaruh negative.
f. Melarikan diri yaitu kebutuhan manusian akan perlindungan, keselamatan
jasmani , dan rohani. Usaha menghindarkan diri dari bahaya atau sesuatu yang
dianggap berbahaya merupakan reaksi yang wajar sebagai usaha potensi.
g. Pencegahan, yaitu kebutuhan manusia untuk mencegah terjadinya reaksi
melarikan diri. Kebutuhan ini menyalurkan dorongan manusia kearah

17
penerimaan tantangan dari luar kemudian menekan menantang atau
menyalurkannya.
h. Ingin tahu(curiosity), yaitu kebutuhan rohani manusia untuk ingin selalu
mengetahui latar belakang kehidupannya. Kebutuhan ini tahu mendorong
manusia untuk mengembangkan dirinya.
i. Humor, yaitu kebutuhan manusia untuk mengendorkan beban kejiwaan yang
dialaminya dalam bentuk verbal dan perbuatan.
2. Kebutuhan Sosial
Kebutuhan social manusia tidak disebabkan pengaruh yang datang dari
luar(stimulasi), seperti layaknya pada binatang. Kebutuhan social pada manusia
berbentuk nilai jadi, kebutuhan itu bukan semata-mata kebutuhan biologis
melainkan juga kebutuhan rohaniah.
Bentuk kebutuhan ini menurut Guilford terdiri dari:
a) Pujian dan binaan
Setiap manusia normal membutuhkan pujian dan binaan. Kedua unsur ini
menurut Guilford merupakan faktor yang menentukan dalam pembentukan
system moral manusia.
b) Kekuasaan dan mengalah
Alfred Adler mengatakan, bahwa secara naluriah manusia itu ingin berkuasa
dan motif primer dalam kehidupan manusia. Sedangkan Guilford
berpendapat bahwa kebutuhan kekuasaan dan mangalah ini tercermin dari
adanya perjuangan manusia yang tak henti-hentinya dalam kehidupan.
c) Pergaulan
Kebutuhan yang mendorong manusia untuk hidup dan bergaul sebagai
homo- socius (makhluk bermasyarakat) dan Zon-politicon(makhluk yang
berorganisasi)
d) Imitasi dan simpati
Kebutuhan manusia dalam pergaulannya yang tercermin dalam bentuk
meniru dan mengadakan respon-emosionil. Tindakan tersebut menurut
adalah sebagai akibat adanya kebutuhan akan imitasi dan simpati.
e) Perhatian

18
Kebutuhan akan perhatian merukapan salah satu kebutuhan social yang
terdapat pada setiap individu. Besar kecilnya perhatian masyarakat terhadap
seseorang akan mempengaruhi sikapnya. Hal ini akan tampak dalam
kehidupan sehari-hari, misainya:guru di muka kelas penceramah atau pun
pemuka aliran keagamaan, kebatinan, para artis panggung, dan sebagainya.
Selanjutnya beliau membagi kebutuhan sekunder yang pokok menjadi enam
macam yaitu:
a. Kebutuhan akan rasa kasih saying
Kebutuhan akan rasa kasih saying berperan an penting dalam menentukan
sikap dan tingkah laku kejiwaan seseorang.
b. Kebutuhan akan rasa aman
Tidak adanya rasa aman menyebabkan seseorang terganggu sikap integritas
dirinya dengan masyarakat dan lingkungannya. Sebagai pengaruh negative
mereka akan sering curiga, nakal, dan gangu ataupun mempertahankan diri.
c. Kebutuhan akan rasa harga diri
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang bersifat individual diabaikannya
kebutuhan akan rasa harga diri ini cenderung menimbulkan sikap
menyombongkan diri, ngamberk dan sebagainya.
d. Kebutuhan akan rasa bebas
Penyaluran kebutuhan akan rasa bebas ini merupakan upaya agar tercapai
perasaan legal. Kehilangan rasa bebas akan menyebabkan seseorang menjadi
gelisah, tertekan baik fisik maupun mental.
e. Kebutuhan akan rasa sukses
Penyaluran kebutuhan ini akan menambahkan rasa harga diri. Pemberian
tugas yang sesuai dengan kemampuan dan pengganjaran batin(remuneration)
merupakan usaha untuk menyalurkan rasa sukses.
f. Kebutuhan akan rasa ingin tahu
Kebutuhan akan rasa ingin tahu akan memenuhi kepuasan dalam
pembianaan pribadi seseorang. Kebutuhan ini jika disalurkan akan terarah
kepada tindakan-tindakan negative yang kurang dapat
dipertanggungjawabkan.

19
3. Kebutuhan Manusia akan Agama
Selain berbagai macam kebutuhan yang disebutkan di atas, masih ada lagi
kebutuhan manusia yang sangat perlu diperhatikan, yaitu kebutuhan terhadap
agama. Manusia disebut sebagai makhluk yang beragama(homo religious).
Adapun komponen-komponen psikologi yang satu sama lain saling berkaitan
dan saling menyempurnakan bagi hidup manusia komponen antara lain:
a. Kemampuan dasar untuk beragama secara umum, tidak hanya terbatas pada
agama islam.
b. Kempuan dasar merupakan fitrah mengandung kemampuan asli untuk
beragama islam karena islam adalah agama fitrah atau identik dengan fitrah.
c. Mawahih (bakat) dan qabiliyyat (tendensi atau kecendrungan), yang mengacu
kepada keimanan kepada allah.

B. Sikap Keberagamaan Pada Orang Dewasa


Saat telah menginjak usia dewasa terlihat adanya kemantapan jiwa mereka.
“Saya hidup dan saya tahu untuk apa”, mengambarkan bahwa di usia dewasa
orang sudah memiliki tanggung jawab serta sudah menyadari makna hidup.
Dengan kata lain, orang dewasa sudah memahami nilai-nilai yang dipilihnya dan
berusaha untuk mempertahankan nilai-nilai yang dipilihnya . orang dewasa sudah
memiliki identutas yang jelas dan kepribadian yang mantap.
Sejalan dengan tingkat perkembangan usianya,maka sikap keberagamaan
pada orang dewasa antara lain memiliki cirri-ciri sebagai berikut:
1) Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang
matang, bukan sekedar ikut-ikutan.
2) Cenderung bersifat realis, sehingga norma-norma agama lebih banyak
diaplikasi dalam sikap dan tingkah laku.
3) Bersifat positif terhadap ajaran norma-norma agama,dan berusaha untuk
mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan.
4) Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab
diri hingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup.
5) Bersikap lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas.

20
6) Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan
beragama selain didasarkan atas pikiran, juga didasarkan atas pertimbangan
hati nurani.
7) Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian
masing-masing, sehingga terlihat adanya pengaruh keribadian dalam
menerima, memahami serta melaksanakan ajaran agama yang diyakininya.
8) Terlihat adanya hubunga antara sikap keberagamaan dengan kehidupan social,
sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi social keagamaan sudah
berkembang.

C. Manusia Usia Lanjut Dan Agama


Perkembangan manusia dapat digambarkan dalam bentuk garis sisi sebuah
trapezium. Sejak usia bayi hingga mencapai kedewasaan jasmani digambarkan
dengan garis miring menanjak. Pertumbuhan fisik berjalan secara cepat hingga
mencapai titik puncak perkembangannya, yaitu usia dewasa (22-24 tahun).
Perkembangan sekajutnya digambarkan oleh garis lurus sebagai gambaran
terhadap kemantapan fisik yang sudah dicapai. Sejak mencapai usia kedewasaan
hingga ke usia sekitar 50 tahun, perkembangan fisik manusia boleh dikatakan
tidak mengalami perubahan yang banyak.
Pada tahap kedewasaan awal terlihat psikologi yang dialami oleh karena
adanya pertentangan anatara kecnderungan untuk mengeratkan hubungan dengan
kecenderungan untuk berbagi perasaan, bertukar pikiran dan memecahkan
bernagai problema kehidupan dengan orange lain. Mereka yang menginjak tahap
usia ini (sekitar 25-40 tahun) memiliki kecenderungan besar untuk hidup berumah
tangga.
Selanjutnya pada tahap kedewasaan menengah( 40-65 tahun) manusia
mencapai puncak periode usia paling produktif. Tetapi, dalam hubungan dengan
kejiwaan, pada usia ini terjadi krisis akibat pertentangan batin antar
keinginanuntuk bangkit dengan kemunduran diri.
Adapun di usia selanjutnya, yaitu setelah usia di atas 65 tahun manusia akan
menghadapi sejumlah permasalahan. Permasalahan pertama adalah penurunan

21
kemampuan fisik hingga kekuatan fisik berkurang, aktivitas menurun, sering
mengalami gangguan kesehatan yang menyebabkan mereka kehilangan semangat.
Pengaruh dari kondisi penurunan kemampuan fisik ini menyebabkan mereka yang
berada pada usia lanjut merasa dirinya sudah tidak berharga atau kurang dihargai.
D. Perlakuan Terhadap Usia Lanjut Menurut Islam
Manusia usia lanjut dalam penialaian banyakmorang adalah manusia yang
sudah tidak produktif lagi. Kondisi fisik rata-rata sudah menurun, sehingga dalam
kondiri yang sudah uzur ini berbagai penyakit siap untuk menggerogoti mereka.
Kelemahan biologis terlihat mempengaruhi keberadaan manusia usia lanjut
ini. Pada kenyataannya Eric Fromm, sikap ketidak berdayaan seperti itu
merupakan latar belakang kesejarahan umat manusia.
Pada usia ini, lazimnya manusia masih ingin memperoleh pengakuan kejayaan
dan prestasi masa lalu yang pernah dicapainya. Tetapi setelah kejayaan itu lepas,
baik karena pension ataupun tidak aktif lagi dalam berbagai aktivitas
kemasyarakatan.
Lain halnya dengan konsep yang dianjurkan oleh islam. Perlakuan terhadap
manusia usia lanjut dianjurkan seteliti dan seteladan mungkin. Perlakuan terhadap
orang tua yang berusia lanjut, dibebankan pada keluarga mereka, bukan kepada
badan atau panti asuhan, termasuk panti jompo. Perlakuan terhadap orang tua
menurut tuntunan islam berawal dari rumah tangga. Allah menyebutkan
pemeliharaan secara khusus orang tua yang sudah lanjut usia dengan
memerintahkan kepada anak-anak mereka dengan kasih sayang.

22
BAB V
KONFLIK DAN KERAGUAN
A. Definisi Konflik dan Keraguan Individu.
Dalam al-Qur’an ada beberapa term yang merujuk pengertian konflik secara
umum, misalnya kata al-khasm, al-mukha>shamah (bermusuhan) dalam Q.S. al-
Zumar: 31), ikhtila>f (berselisih) dalam Q.S. Ali Imran [3]: 103, 105, al-Syu’ara:
14 dan tana>zu’ (pertentangan) dalam Q.S. al-Nisa’[4]: 59) dan al-qital,al-harb
(perang), seperti dalam Q.S. al-Anfal [8]: 57, Q.S. Muhammad [47]: 4, al-Baqarah
[2]: 217 dan lain sebagainya.2 Semua istilah itu mengacu pada pengertian konflik,
perselisihan, pertentangan dan pemusuhan, perang dan bahkan pembunuhan. Kata
“konflik” sendiri memang berasal dari bahasa Latin dari kata kerja configere yang
berarti saling memukul. Itulah mengapa ketika terjadi ketegangan dan konflik,
biasanya memicu tindakan brutal, saling pukul, bahkan tidak mustahil terjadi pula
pembunuhan.6
Adapun keraguan individu adalah keraguan seseorang akan keyakinan dan
kepercayaan yang dianutnya atau agamanya berdasarkan 1). Kepribadian, yang
menyangkut salah tafsir terhadap konsep keagamaan individu; 2). Kesalahan
organisasi dan pemuka agama; 3). Naluriah; 4). Lingkungan masyarakat dan
pendidikan 5). Percampuradukan antara agama dan mistik perbuatan syirik.Allah
berfirman:

“Kitab Al Quran ini tiada keraguan padanya petunjuk bagi mereka


yangbbertaqwa”7.
Jelas bahwa pendidikan yang dangkal tentu memicu pemahaman terhadap
agama seseorang yang rusak dan menyesatkan yang berujung akan keraguan dan
kesesatan hingga perselisihan dan pertikaian atau konflik agama atau individu.

6 Lihat arti kata khashama, naza’a, khalafa, qatala, haraba dalam al-Ra>ghib al- Asfiha>ni,
Mu’jam al-Mufahras li Alfadz al-Qur’an (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), h. 150, 407;Ibnu Faris, Maqayis
fil Lughahentri Khashama, Naza’a, Khalafa (Beirut: Dar Ihya’ Turats al-Arabi, 2001), h. 300, 985,
309.
7 QS.Al Baqoroh :2

23
Sudah selayaknya seseorang muslim berilmu sebelum beriman sehingga iman
yang dimilikinya dibangun diatas dasar yang benar serta jauh dari keraguan Allah
berfirman

“Maka ketahuilah ,sesungguhnya tidak ada ilah yang berhak disembah dengan
benar kecuali Allah..”8
B. Latar belakang Timbulnya Konflik dan Keraguan
Konflik merupakan suatu keadaan yang sering terjadi dalam masyarakat yang
sedang berubah, disebabkan berbagai kepentingan yang menyertainya, Timbulnya
berbagai kepentingan dilatar belakangi oleh perbedaan nilai dalam proses
perubahan. Selain itu, faktor yang berpotensi memicu terjadinya konflik adalah
sistem nilai dalam masyarakat yang mempunyai korelasi dengan perbedaan tabiat,
karakter, dan tindakan sosial masyarakat.
W. Starbuck bahwa timbulnya keraguan manusia terhadap agama
disebabkan beberapa faktor, diantaranya yaitu :
1) Kepribadian, yang menyangkut salah tafsir terhadap konsep keagamaan dan
jenis kelamin individu;
2) Kesalahan organisasi dan pemuka agama;
3) Naluriah;
Seseorang yang terbiasa akan suatu tradisi keagamaan yang dianutnya akan
ragu menerima kebenaran ajaran yang baru diterimanya atau dilihatnya.
4) Lingkungan masyarakat dan pendidikan;
5) Percampuradukan antara agama dan mistik.
Adapun secara garis besar menurut pandangan Al Qur’an, penyebab utama
terjadinya konflik adalah sebagai berikut:
1. Kejahilan.
Seseorang yang jahil akan agamanya bagaikan seseorang berjalan dimalam
yang gelap tanpa ada pelita, karena ilmu adalah pelitanya. Walhasil dengan tanpa
ilmu penerang ia akan menjadi penyumbang terbesar akan makna kerusakan dan

8 QS.Muhammad:19

24
kehancuran dan tidak menutup kemungkinan ialah penyebab terbesar terjadinya
pertikaian dan perselisihan, disebabkan kejahilannya dan parahnya ia mengajak
orang lain kepada kebodohan yang sama baik disadari ataupun tanpa disadari.
Allah berfirman:

“Katakanlah apakah sam orang orang yang mengetahui dengan orang yang tidak
mengetahui? Sesungguhnya hanya orang orang yang berakallah yang dapat
menerima pelajaran.” 9
2. Terlalu memaksakan kehendak kepada orang lain
3. Krisis moral serta Akhlaq dan perangai yang buruk
4. Pertemanan yang buruk

Nabi bersabda

‫المرء على دين خليله فلينظر مع من يخالل‬


"Seseorang bersama agama temannya , maka perhatikanlah dengan siapa ia
berteman”10
5. Buruk sangka
Penyebab terjadinya konflik juga adalah buruk sangka terhadap orang lain,
jelas ia akan menimbulkan permusuhan dan pertikaian yang sengit , Allah
berfirman:

“Hai orang orang yang beriman ,jika datang kepadamu orang fasik membawa
sebuah berita maka tabayunlah (periksa kebenaran berita tersebut dengan teliti)
agar kamu tidak menimpakan suatu musibah pada suatu kaum,tanpa mengetahui
keadaannya yang nmenyebabkan kamu menyesal akibat perbuatanmu itu”.11
6. Taqlid dengan guru

9 QS.Az Zumar:9
10 HR.
11 QS Al HUjurat:6

25
7. Hasad
Nabi bersabda :

...‫ وال تدابرو‬,‫والتباغضوا‬,‫ والتناجسوا‬,‫ال تحاسدوا‬


“ Janganlah kalian saling mendengki, dan saling memata - matai dan saling
membenci serta saling membelakangi”12
Allah juga berfirman

“Dan janganlah kamu mencari- cari keburukan orang dan janganlah kamu
menggunjingkan satu sama lain”.13
8. Ujub individu maupun kelompok tertentu dengan merasa lebih baik dari
yang lain (monopoli kebenaran)
9. Namimah (Adu domba/profokator)
10. Lisan yang kurang terkontrol, suka mencela dan kotor lagi suka
memfitnah.
...‫وقولوا قوال سديدا‬
“Berkatalah dengan perkataan yang benar”14
‫ليس من المؤمن بالطعان ولعان‬
“Bukan golongan mu’min yang suka mencaci maki dan suka melaknat”15
11. Kurang menghargai perbedaan pendapat yang memang ada ruang
padanya.
12. Kurang menghargai perbedaan ras, suku , bahasa, budaya, dan
semacamnya yang memang terbukti tidak bertentangan dengan syari’at
islam.
13. Tidak mengacu kepada Al Qur’an dan sunnah ketika memang telah
terjadi perbedaan diantara beberapa hukum dalam beragama
Allah berfirman:

“Maka apabila kalian berlaianan pendapat, maka kembalikanlah kepada allah


dan rasulnya”16

12 HR.imam muslim
13 QS Al HUjurat:12
14 QS Al Ahzab:70 dan QS AN Nisaa:9
15 HR.Tirmidzi 3/236

26
14. Tidak adanya kesempatan ruang untuk membuka forum diskusi atau
musyawarah ketika terjadi ketidak sepemahaman.

C. Macam Macam Konflik


Usman Effendi dalam bukunya Psikologi menulis bahwa secara garis besar
konflik motif yang dialami manusia dapat digolongkan kepada empat jenis, yaitu :
1. Approach-approach conflict
Konflik psikis yang dialami oleh individu karena individu mengalami dua atau
lebih motif yang positif dan sama kuat.
2. Approach-avoidance conflict
Suatu konflik psikis yang dialami individu karena dalam waktu yang
bersamaan menghadapi situasi yang mengandung motif positif dan motif negatif
yang sama kuat.
3. Avoidancea voidance conflct
Konflik psikis yang dialami individu karena menghadapi dua motif yang sama-
sama negatif yang sama kuatnya.
4. Double approach-avoidance conflict
Konflik psikis yang dialami individu karena menghadapi dua situasi atau
lebih, yang masing-masing mengadung motif negatif dan positif yang sama kuat.

D. Solusi Agar Tidak Terjadinya Konflik


Adapun beberapa solusi akan penulis paparkan sebagaimana yang telah ada
dalam beberapa pembahasan para ulama baik menurut perspektif Al Qur’an
maupun hadist adalah sebagai berikut:
1. Memiliki ilmu dalam segala apapun bentuknya baik ilmu agama maupun ilmu
dunia
2. Selalu mengembalikan segala sesuatu urusan kepada Allah.
3. Selalu berusaha saling menghargai satu sama lain disetiap perbedan yang
memang ada ruang untuk perbedaan yang biasa.
4. Menghindari pertemanan yang buruk
5. Tidak memonopoli kebenaran

16 QS An Nisaa:59

27
6. Menghindari purbasangka
7. Berusaha menjalin hubungan sosial yang baik dengan sekitar maupun di luar
daerah.
8. Berusaha agar tidak menjelekkan dan merendahkan orang lain karena hanya
berbeda suku, adat, kebiasaan dan keyakinan orang lain.
9. Menghindari lisan dari suka mencela dan memanggil dengan panggilan yang
buruk
10. Menghindari segala penyakit hati
11. Memperhatikan dan sangat selektif dalam memilih pertemanan
12. Hendaknya selalu selektif dalam menerima kabar harus ada tabayyun sebelum
menerimanya.
13. Tidak mejadikan dirinya terjerumus sebagai provokator
14. Berusaha menasehati saudaranya dengan cara yang santun, dan tidak
mempermalukannya dengan kesalahnnya.

28
BAB VI
KRITERIA ORANG YANG MATANG BERAGAMA, PENGARUH
KEBUDAYAAN TERHADAP JIWA KEAGAMAAN, SERTA PROBLEMA
DAN JIWA KEAGAMAAN

A. Kriteria Orang Yang Matang Beragama


Manusia mengalami dua macam perkembangan, yaitu perkembangan
jasmani dan perkembangan rohani. Perkembangan jasmani diukur berdasarkan
umur kronologis. Puncak perkembangan jasmani yang dicapai manusia
disebut kedewasaan, sebaliknya perkembangan rohani diukur berdasarkan
tingkat kemampuan (abilitas). Pencapaian tingkat abilitas tertentu bagi
perkembangan rohani disebut istilah kematangan (Maturity).
Seperti halnya dalam tingkat perkembangan yang dicapai di usia anak-
anak, maka kedewasaan jasmani belum tentu berkembang setara dengan
kematangan rohani. Secara normal memang seseorang yang sudah mencapai
tingkat kedewasaan akan memilikki pula kematangan rohani dan kematangan
berfikir, kematangan kepribadian maupun kematangan emosi. Tetapi
perimbangan antara kedewasaan jasmani dan kematangan rohani ini ada
kalanya tidak berjalan sejajar, secara fisik mungkin rohani seseorang mungkin
sudah dewasa, tetapi secara rohani ternyata belum matang.
Kemampuan seseorang untuk mengenali atau memahami nilai agama
yang terletak pada nilai nilai luhurnya serta menjadikan nilai nilai dalam
bersikap dan bertingkah laku merupakan ciri dari kematangan beragama, jadi
kematangan beragama terlihat dari kemampuan seseorang untuk memahami,
menghayati serta mengaplikasikan nilai nilai luhur agama yang dianutnya
dalam kehidupan sehari-hari. Ia menganut suatu agama karena menurut
keyakinannya agama tersebutlah yang terbaik. Karena itu ia berusaha menjadi
penganut yang baik. Keyakinan itu ditampilkannya dalam sikap dan tingkah
laku keagamaan yang mencerminkan ketaatan terhadap agama.

29
1. Ciri-ciri dan Sikap Keberagamaan
Berdasarkan temuan psikologi agama, latar belakang psikologis baik
diperoleh berdasarkan faktor intern maupun hasil pengaruh lingkungan
memberi ciri pada pola tingkah laku dan sikap seseorang dalam bertindak.
Pola seperti itu memberikanbekas pada sikap seseorang terhadap agama.
William James melihat adanya hubungan antara tingkah laku keagamaan
seseorang dengan pengalaman keagamaan yang dimilikinya itu.
Faktor intern yang diperkirakan menjadi penyebab dari timbulnya sikap
keberagaman yang tidak lazim ini adalah:
1. Temprament. temprament merupakan salah satu unsur dalam
membentuk kepribadian manusia sehingga dapat tercermina dari
kehidupan kejiwaan seseorang, tingkah laku yang didasarkan kondisi
tempramen memegang peranan penting dalam sikap keagamaan
seseorang.
2. Gangguan jiwa. Orang yang mengidap gangguan jiwa menunjukkan
kelainan dalam sikap dan tinkah lakunya. Tindak tanduk keagamaan
dan pengalaman keagamaan yang ditampilkanya tergantung dari
gejala ganggguan jiwa yang mereka idap.
3. Konflik dan keraguan. Konflik kejiwaan yang terjadi pada diri
seseorang mengenai keagamaan mempengaruhi sikap keagamaanya.
Mungkin berdasarkankesimpulanya ia akan memilih satu satu agama
yang diyakininya ataupun meninggalkanya sama sekali.
4. Jauh dari tuhan. orang yag dalam kehidupanya jauh dari ajaran
agama, lazimnya akan merasa dirinya lemah dan kehilangan
pegangan saat menghadapi cobaan. Ia seakan merasa tersisih dari
curahan rahmat tuhan.
Adapun ciri-ciri tindak keagamaan mereka yang mengalami kelainan
kejiwaan itu umumnya cendrung menampilkan sikap:
a). Pesimis, dalam mengamalkan ajaran agama mereka cendrung untuk
berpasrah diri kepada nasib yang telah mereka terima. Mereka menjadi

30
tahan menderita dan segala penderitaan menyebabkan peningkatan
ketaatannya.
b). Introvert, sifat pesimis membuat mereka untik bersikap objektif. Segala
bahaya dan penderitaan selalu dihubungkan dengan dosa yang telah
diperbuatnya, dengan demikian mereka menebusnya dengan cara
mendekatkan diri kepada Tuhan dengan pensucian diri.
c). Menyenangi faham yang ortodoks, sebagai pengaruh sifat pesimis dan
introvert kehidupan jiwanya menjadi pasif. Hal ini lebih mendorong mereka
untuk menyenangi paham keagamaan yang lebih konservatif dan ortodoks.
d). Mengalami proses keagamaan secara non-graduasi, timbulnya keyakinan
beragama pada mereka ini berlangsung melalui proses pendadakan dan
perubahan yang tiba-tiba, tidak secara bertahap atau melalui prosedur yang
biasa.
Faktor ekstern yang diperkirakan turut mempengaruhi sikap keagamaan
secara mendadak,adalah:
1.Musibah
Terkadang musibah yang serius dapat enguncangkan kejiwaan seseorang,
keguncangan jiwa ini sering pula menimbulkan kesadaran pada diri manusia
berbagai macam tafsiran, bagi mereka yang semasa sehatnya kurang
memiliki pengalaman dan kesadaran agama yang cukup ,umumnya
menafasirkan musibah sebagai peringatan tuhan kepada dirinya.
2.Kejahatan
Mereka yang menekuni kehidupan di lingkungan dunia hitam baik sebagai
pelaku maupun sebagai pendukung kejahatan, umumnya akan mengalami
keguncangan batin,dan rasa berdosa. Perasaan itu mereka tutupi dengan
perbuatan yang bersifat kompensatif, seperti melupakan sejenak dengan
mengajak minuman keras,judi, maupun berfoya-foya.
2. Tipe Orang yang Sehat Jiwa (Healthy- Minded-Ness)
a. optimis dan gembira
orang yang sehat jiwa menghayati segala bentuk ajaran agama dengan
perasaan optimis. Pahala menurut pandanganya adalah sebagai hasil jerihh

31
payahnya yang diberikan tuhan , sebaliknya segala bentuk musibah dan
penderitaan dianggap sebagi keteledoran dan kesalahan yang dibuatnya dan
tidak beranggaapan sebagaiperingatan tuhan terhadap dosa manusia. Mereka
yakin bahwa tuhan bersifat pengasih dan penyayang dan bukan pemberi
azab.
b. ekstrovet dan mendalam
karena sikap optimis dan terbuka menyebabkan mereka mudah melupakan
kesan-kesan buruk yang tergores sebagai ekses relijiusitas
tindakannya.mereka slalu berpandangan keluar dan membawa suasana
hatinya lepas dari lingkungan ajaran keagamaan yang terlampau. Mereka
saenang kepada kemudahan dalam melaksanakan ajaran agama , sebagai
akibatnya mereka kurang seanang mendalami ajaran agama, dosa mereka
anggp sebagai akibat perbuatan mereka yang keliru.
c. menyenangi ajaran ketauhidan yang liberal:
1. menyenangi teologi yang luwes dan tidak kaku.
2. menunjukan tingkah laku keagamaan yang lebih bebas.
3. menekankan ajaran cinta kasih daripada kemurkaan dan dosa.
4. mempelopori pembelaan terhadap kepentingan agama secara sosial.
5. tidak menyenangi implikasi penebusan dosa dan kehidupan kebiaraan.
6. bersifat liberal dalam menafsirkan pengertian ajaran agama.
7. selalu berpandangan positif.
8. berkembang secara graduasi.

B.Pengaruh Kebudayaan Terhadap Jiwa Keagamaan


Dalam kebudayaan terdapat keyakinan-keyakinan yang dimiliki oleh pendukung
kebudayaan tersebut sebuah sistem yang terdiri atas satuan-satuan yang berbeda-
beda secara bertingkat-tingkat yang fungsional hubunganya satu sama lainya
secara keseluruhan.
Disini terlihat bahwa kebudayaan dalam suatu masyarakat merupakan sistem nilai
tertentu yang dijadikan pedoman hidup oleh warga yang meandukung kebudayaan
tersebut. Karena dijadikan kerangka acuan dalam bertidak dan bertingkah laku

32
maka kebudayaan cendrung menjadi tradisi dalam suatu masyarakat. Tradisi
adalah sesuatu yang sulit berubah, karena sudah menyatu dalam kehidupan
masyarakat pendukungnya.
1. Tradisi Keagamaan dan Kebudayaan
Tradisi menurut Parsudi Suparlan, Ph.D merupakan unsur sosial budaya yang
telah mengakar dalam kehidupan masyarakat dan sulit berubah (Parsudi
Suparlan, 1987: 115). Meredith Mc Guire melihat bahwa dalam masyarakat
pedesaan umumnya tradisi erat kaitannya dengan mitos dan agama (Mc
Guire, 1984: 338). Menurut Parsudi Suparlan, para sosiolog
mengidentifikasikan adanya pranata primer. Menurut Rodaslav A. Tsanoff,
pranata keagamaan ini mengandung unsur-unsur yang berkaitan dengan ke-
Tuhanan atau keyakinan, keagamaan, perasaan yang bersifat mistik (Mc
Guire, 1984: 4). Dengan demikian, tradisi keagamaan sulit berubah karena
selain didukung oleh masyarakat juga memuat sejumlah unsur-unsur yang
memiliki nilai-nilai luhur yang berkaitan dengan keyakinan masyarakat.

2. Tradisi Keagamaan dan Sikap Keagamaan


Tradisi keagamaan pada dasarnya mrupakan pranata keagamaan yang sudah
dianggap baku oleh masyarakat pendukungnya. Dengan demikian tradisi
keagamaan sudah merupakan kerangka acuan norma dalam kehidupan dan
perilaku masyarakat. Dan tradisi keagamaan sebagai pranata primer dari
kebudayaan memang sulit untuk berubah karena keberadaanya didukung oleh
kesadaran bahwa pranata tersebut menyangkut kehormatan,harga diri dan jati
diri masyarakat pendukungnya.Tradisi keagamaan dan sikap keagamaan
saling mempengaruhi, sikap keagamaan mendukung terbentuknya tradisi
keagamaan, sedangkan tradisi keagamaan sebagai lingkungan kehidupan turut
memberi nilai-nilai, norma-norma pola tingkah laku keagamaan pada
seseorang. Sikap keagamaan yang terbentuk oleh tradisi keagamaan
merupakan bagian dari pernyataan jati diri seseorang dalam kaitan dengan
agama yang dianutnya. Sekap keagamaan ini kan ikut mempengaruhi cara

33
berpikir, cita rasa, ataupun penilaian seseorang terhadap segala sesuatu yang
berkaitan dengan agama.
Tradisi keagamaan dalam pandangan Robert C. Monk memiliki dua fungsi
utama yang mempunyai peran ganda, yaitu bagi masyarakat maupun individu.
Fungsi yang pertama, sebagai kekuatan yang mampu membuat kestabilan dan
keterpaduan masyarakat maupun individu. Sedangkan fungsi yang kedua, tradisi
keagamaan berfungsi sebagai agen perubahan dalam masyarakat atau dari
individu, bahkan dalam situasi terjadinya konflik sekalipun (Robert C. Monk,
1979: 262). Dalam konteks pendidikan, tradisi keagamaan merupakan isi
pendidikan yang bakal diwariskan generasi tua ke generasi muda.
Dalam konteks pendidikan , tradisi keagamaan merupakan isi pendidikan
yang bakal d iwariskan generasi tua kepada generasi muda. Sebab pendidikan
menurut hasan langgulung ,dapat dilihat dari dua sudut pandang individu dan
masyarakat. Dari sudut pandang individu , maka pendidikan diartikan sebagai
upaya untuk mengembangkan potensi individu. Sedangkan dari sudut pandang
masyarakat , pendidikan merupakan pewarisan nilai nilai budaya oleh generasi tua
kepada generasi berikutnya(hasan langgulug 1987:5)

C.Problema Dan Jiwa Keagamaan


1. Sikap Keagamaan dan Pola Tingkah Laku
Menurut Prof. Dr. Mar’at, meskipun belum lengkap Allport telah menghimpun
sebanyak 13 pengertian megenai sikap. Dari 13 pengertian itu dapat dirangkum
menjadi 11 rumusan mengenai sikap, yaitu:
- sikap merupakan hasil belajar yang diperoleh melalui pengalaman dan
interaksi yang terus menerus dengan lingkungan (att fituides are learned).
- sikap selalu dihubungkan dengan objek seperti manusia, wawasan,
peristiwa ataupun ide (attituade have referent).
- sikap diperoleh dalam berinteraksi dengan manusia lain baik di rumah,
sekolah, tempat ibadah ataupun tempat lainnya melalui nasihat, teladan
atau percakapan (attituides are social learnings).

34
- sikap sebagai wujud dari kesepian untuk bertindak dengan cara-cara
tertentu terhadap objek (atituides have readiness to respond)
- bagian yang dominan dari sikap adalah perasaan dan afektif, seperti yang
tampak dalam menentukan pilihan apakah positif, negatif atau ragu
(attituides are affective).
- sikap memiliki tingkat intensitas terhadap objek tertentu yakni kuat atau
lemah (attituides are very intensive).
- sikap bergantung pada situasi dan waktu, sehingga dalam situasidan saat
tertentu mungkin sesuai, sedangkan disaat dan situasi yang berbeda belum
tentu cocok (attituides have a time dimension).
- sikap dapat bersifat relatif consistent dalam sejarah hidup individu
(attituides have duration factor).
- sikap merupakan bagian dari konteks persepsi ataupun kognisi individu
(attituides are complex).
- sikap merupakan penilaian terhadap sesuatu yang mungkin mempunyai
konsekuensi tertentu bagi seseorang atau yang bersangkutan (attituides
are evaluation).
- sikap merupakan penafsiran dan tingkah laku yang mungkin menjadi
indikator

D. Sikap Keagamaan yang Menyimpang


Sikap keagamaan yang menyimpang terjadi bila sikap seseorang terhadap
kepercayaan dan keyakinan agama yang dianutnya mengalami perubahan.
Perubahan sikap seperti itu bisa terjadi pada orang per-orang (dalam diri individu)
atau pada kelompok atau masyarakat. Sedangkan perubahan sikap itu memiliki
tingkat kualitas dan intensitas yang mngkin berbeda dan bergerak secara continue
dari positif melalui areal netral ke arah negatif 9Mar’at, 1982:17). Dengan
demikian, sikap keagamaan yang menyimpang sehubungan dengan perubahan
sikap tidak selalu berkonotasi buruk.
Sikap keagamaan yang menyimpang memang sering menimbulkan
permaslahan yang cukup rumit dalam setiap agama. Selain sikap seperti itu dapat

35
menimbulkan gejolak dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat ,juga tak
jarang mempengaruhi politik suatu negara, jika sikap menyimpang tersebut telah
mempengaruhi sikap sosial.
E. Gangguan Dalam Perkembangan Jiwa Keagamaan
Faktor Intern
1. Faktor Hereditas
2. Tingkat Usia
3. Kepribadian
4. Kondisi Kejiwaan
Faktor Ekstern
1. Lingkungan Keluarga
2. Lingkungan Institusional
3. Lingkungan Masyarakat
F. Fanatisme dan Ketaatan
Suatu tradisi keagamaan membuka peluang bagi warganya untuk
berhubungan dengan warga yang lain (sosialisasi). Selain itu juga terkjadi
hubungan dengan benda-benda yang mendukung berjalannya tradisi keagamaan
tersebut (asimilasi), seperti institusi keagamaan dan sejenisnya.
David Riesman melihat ada tiga model konfirmitas karakter yaitu: 1. Arahan
tradisi (tradition directed) 2. Arahan dalam (inner directed) 3. Arahan orang lain
(other directed). Fanatisme dan ketaatan terhadap ajaran agama agaknya tak dapat
dilepaskan dari peran aspek emosional. Jika kecendrungan taklid keagamaan
tersebut dipengaruhi unsur emosional yang berlebihan, maka terbuka peluang bagi
pembenaran spesifik. Kondisi ini akan menjurus kepada fanatisme. Sifat fanatisme
dinilai merugikan bagi kehidupan beragama.

36
BAB VII
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Psikologi agama menggunakan dua kata yaitu psikologi dan agama. Kedua
kata ini memiliki pengertian yang berbeda. Psikologi secara umum diartikan
sebagai ilmu yang mempelajari gejala jiwa manusia yang normal, dewasa dan
beradab.
2. Perkembangan (development) perkembangan diartikan sebagai perubahan-
perubahan yang bersifat kualitatif dan kuantitatif yang menyangkut aspek-
aspek mental (psikologis manusia)
3. Adapun keraguan individu adalah keraguan seseorang akan keyakinan dan
kepercayaan yang dianutnya atau agamanya berdasarkan 1). Kepribadian,
yang menyangkut salah tafsir terhadap konsep keagamaan individu; 2).
Kesalahan organisasi dan pemuka agama; 3). Naluriah; 4). Lingkungan
masyarakat dan pendidikan 5). Percampuradukan antara agama dan mistik
perbuatan syirik
4. Sikap keagamaan yang menyimpang terjadi bila sikap seseorang terhadap
kepercayaan dan keyakinan agama yang dianutnya mengalami perubahan.

b. Saran

Setelah membaca makalah ini penulis berharap agar pembaca lebih mengerti
dengan psikologi agama dan bisa mengaplikasikan dalam peserta didik. Dan
apabila ada kekurangan dalam makalah ini maka penulis sangat mengharapkan
saran-saran yang sifatnya membangun agar makalah ini lebih baik lagi
kedepannya.

37

Anda mungkin juga menyukai