Diajukan untuk memenuhi tugas perbaikan nilai mata kuliah Psikologi Agama
Oleh :
Tegasnya psikologi agama hanya mempelajari dan meneliti fungsi-fungsi jiwa yang
memantul dan memperlihatkan diri dalam perilaku dalam kaitannya dengan kesadaran
dan pengalaman agama manusia. Kedalamnya juga tidak termasuk unsur-unsur
keyakinan yang bersifat abstrak (gaib) seperti tentang Tuhan, surga dan neraka,
kebenaran sesuatu agama, kebenaran kitab suci dan lainnya, yang tak mungkin teruji
secara empiris.
Dengan demikian, psikologi agama menurut Prof. Dr. Zakiah Daradjat adalah
mempelajari kesadaran agama pada seseorang yang pengaruhnya terlihat dalam
kelakuan dan tindak agama orang itu dalam hidupnya. Persoalan pokok dalam
psikologi agama adalah kajian terhadap kesadaran agama dan tingkah laku agama,
kata Robert H. Thouless. Atau kajian terhadap tingkah laku agama dan kesadaran
agama.
Materi Pertemuan 2 : Konsep Manusia Menurut Mazdhab Psikoanalisis
dan Behaviorisme
a. Konsep Manusia Menurut Mazdhab Psikoanalisis
Ada poin poin penting yang menjadi inti dari teori ini, dan poin penting itu adalah:
kesadaran (consciousness) dan ketidaksadaran (unconsciousness), struktur
kepribadian, kecemasan (anxiety), mekanisme pertahanan diri (defence mechanism),
tahap perkembangan psikoseksual (psychosexual stage).
Kesadaran (Consciousness) dan Ketidaksadaran (Unconsciousness)
Sigmund freud berpendapat bahwa kehidupan psikis terdiri dari: kesadaran
(consciousness) dan ketidaksadaran (unconsciousness). Kesadaran dapat di
ibaratkan sebagai permukaan gunung es yang nampak. Jadi, menurut teori
Sigmund Freud ini kesadaran hanyalah sebagian kecil dari kehidupan psikis
,sedangkan ketidaksadaran menjadi bagian yang besar dalam kehidupan psikis
manusia.
Struktur Kepribadian
Sigmund freud mempunyai pandangan bahwa kepribadian terdiri dari Id, Ego
dan Superego.
Id adalah berisi energi psikis, yang hanya memikirkan kesenangan
semata. Id merupakan bagian primitif dari kepribadian, Id mengandung
insting seksual dan insting agresif. Id
membutuhkan satisfaction dengan segera tanpa memperhatikan realitas
yang ada, sehingga oleh Freud disebut prinsip kenikmatan (pleasure
principle).
Ego adalah bagian id yang terorganisasi yang hadir untuk memajukan
tujuan-tujuan id dan bukan untuk mengecewakannya.Ego timbul
karena kebutuhan-kebutuhan organisme memerlukan transaksi-
transaksi yang sesuai dengan dunia kenyataan. Ego disebut juga
dengan prinsip realitas (reality principle).
Superego adalah berisi kaidah moral dan nilai-nilai sosial yang diserap
individu dari lingkungannya. Superego merupakan prinsip moral
(morality principle).
Kecemasan (Anxiety)
Menurut Freud kecemasan dibagi menjadi 3 macam, yaitu:
Kecemasan objektif merupakan kecemasan yang timbul dari ketakutan
terhadap bahaya nyata.
Kecemasan neurotik merupakan kecemasan atau merasa takut akan
mendapatkan hukuman atas keinginan yang impulsif.
Kecemasan moral merupakan kecemasan yang berkaitan dengan
moral. Seseorang merasa cemas karena melanggar norma-norma
moral, inilah yang disebut kecemasan moral.
Mekanisme pertahanan diri (Defence Mechanism)
Mekanisme pertahan diri ini bertujuan untuk menyalurkan dorongan-dorongan
primitif yang tidak dapat dibenarkan oleh superego dan ego. Mekanisme
pertahanan ini berfungsi untuk melindungi superego dan ego dari ancaman
dorongan primitif yang mendesak terus karena tidak di ijinkan muncul oleh
superego.
Sembilan mekanisme pertahanan yang dikemukakan oleh Freud adalah:
Represi. Represi adalah mekanisme pertahanan diri dimana ada sebuah
peristiwa yang tidak menyenangkan atau mengganggu akan direpres ke
alam bawah sadar.
Pembentukan reaksi (Reaction Formation ) , Pembentukan reaksi
adalah menukar suatu impuls atau perasaan yang menimbulkan
kecemasan dengan melawannya kesadaran.
Proyeksi (Projection) , Proyeksi adalah pelampiasan keluar dari
perasaan atau kebutuhan yang tidak disadari sebagai usaha
mempertahankan diri, karena ego yang tidak bisa menerima perasaan
tersebut.
Penempatan yang keliru (Displacement) , Penempatan yang keliru
adalah pelampiasan kesalahan kepada pihak ketiga, karena hambatan
dari superego.
Rasionalisasi (Rationalisation) , Rasionalisasi adalah dorongan-
dorongan yang sebenarnya dilarang oleh superego, dicarikan dasar
rationalnya sedemikian rupa sehingga seolah-olah dapat dibenarkan.
Supresi (Supression ) , Supresi adalah upaya menekan sesuatu yang
dianggap membahayakan atau bertentangan dnegan superego kedalam
ketidaksadarannya.
Sublimasi (Sublimation), Sublimasi adalah dorongan-dorongan yang
tidak dibenarkan oleh superego di alihkan ke dalam bentuk perilaku
yang lebih sesuai dengan norma-norma masyarakat.
Kompensasi (Compensation)
Regresi (Regression) , Regresi adalah berbalik kembali kepada
perilaku yang dulu pernah mereka alami atau mengalami proses
kemunduran.
Tahap perkembangan psikoseksual (Psychosexual Stage)
Menurut Freud, tingkatan perkembangan psikoseksual ada senbilan yaitu:
Tahap oral, kenikmatan diperoleh dari mulut. Jika tidak dipenuhi akan
mengakibatkan kecemasan dan frustasi. Kegiatan bayi berpusat
disekitar mulut (menghisap, menggigit dan mengunyah) dan
merupakan pembentukan attachment dengan ibu.
Tahap anal,kenikmatan berpusat didaerah anal. Toilet training dimulai
pada tahap ini. Jika prosesnya terlalu keras atau disiplin maka akan
menyebabkan kecemasan sehingga anak bisa konstipasi, jorok, tidak
bertanggungjawab dan jika sudah dewasa dapat termanifestasi menjadi
keras kepala, kikir, obsesif.
Tahap phalic, usia 6-7 tahun kenikmatan terpusat didaerah genital.
Tahap latent, usia 7 sampai menginjak masa remaja awal. Seolah-olah
tidak ada aktivitas seksual. Karena itu masa ini disebut
fase latent (tersembunyi).
Tahap genital, dimulai sejak masa remaja. Segala kepuasan seks
terutama berpusat pada alat kelamin.
Pada fase ini karakter dasar atau kepribadian seseorang terbentuk, yang akan
bertambah kuat dengan dukungan ilmu pengetahuan yang diperoleh pada fase berikutnya.
Kondisi-kondisi tersebut di atas merupakan faktor-faktor yang mengantar pada
urgensi penanaman kesadaran beragama sejak dini dengan metode-metode tertentu untuk
mencetak anak menjadi agamis (being religious), bukan sekedar memiliki agama (having
religion).Dalam hal ini, peran pendidik (guru atau orang tua/keluarga sebagai komunitas
pertama dan terdekat dengan anak) adalah sesuatu yang tidak bisa di tawar.
Sebab kepercayaan seorang anak sangat tergantung kepada apa yang dilihat, didengar,
dirasakan dan diajarkan oleh orang tua, guru, kakak, teman bermain, apa saja yang
memberikan dan menyuguhkan informasi ke dalam jiwa dan fikirannya. Sebab dalam usia
seperti itu, anak-anak masih belum mampu berpikir secara logis dan mandiri.
Kecenderungan yang paling menonjol adalan merekam untuk selanjutnya meniru apa
saja yang mereka saksikan.Persoalan ini telah banyak menyita perhatian para psikolog dan
agamawan. Hanya saja, jarang disadari bahwa Islam dengan al-Qur’an dan Hadits telah
banyak memberikan contoh dalam hal ini. Nabi Muhammad saw. di samping sebagai nabi,
kepala negara, panglima perang, juga seorang pendidik yang sangat besar perhatiannya
terhadap anak-anak. Maka perlu kiranya kita melihat dan menelaah metode yang ditawarkan
Islam terutaman yang tercermin dalam kehidupan Rasulullah SAW.
Materi Pertemuan 6 : 13-25 tahun
Kehidupan beragama pada masa remaja memang banyak diwarnai oleh timbulnya
konversi keagamaan (religious conversion).
Secara umum gejala ini diartikan sebagai perpindahannya afiliasi keagamaan
seseorang.
Zakiah Daradjat
Masa remaja adalah masa peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak
menuju dewasa. Atau dapat dikatakan masa remaja adalah perpanjangan dari masa
kanak-kanak menuju masa dewasa.
Robert W. Crepps
Masa remaja merupakan periode dimana individualisme semakin menampakkan
wujudnya, pada masa tersebut memungkinkan mereka untuk menerima tanggung
jawab atas perilaku mereka sendiri dan menjadi sadar terlibat pada perkara hal,
keinginan, cita-cita yang mereka pillih.
Pertumbuhan pikiran dan mental
Perkembangan perasaan
Pertimbangan sosial
Perkembangn moral
Sikap dan minat
Ibadah
Menurut W. Starbuck, perkembangan agama pada remaja ditandai oleh beberapa faktor
perkembangan rohani dan jasmaninya.
Masa awal remaja
Sikap negatif
Pandangan dalam hal ke-Tuhanannya menjadi kacau karena ia banyak membaca atau
mendengar berbagai konsep dan pemikiran
Penghayatan rohaniahnya cenderung skeptic
Masa remaja akhir
Sikap kembali, pada umumnya, kearah positif dengan tercapainya kedewasaan
intelektual.
Pandangan dalam hal ke-Tuhanan dipahamkannya dalam konteks agama yang dianut
dan dipilihnya.
Penghayatan rohaniahnya kembali tenang
Sebagian besar dari mereka masih merasa bahwa pengalaman beragama yang murni
merupakan hal yang asing. (Idrus)
Remaja ternyata tidak konsisten dengan komitmen terhadap agama. Mereka sangat
religious tetapi sekaligus tidak religious. (Paloutzian)
Remaja kurang memiliki tendensi untuk percaya pada ajaran agama, bahkan
menunjukan peningkatan tendensi untuk mempertanyakan beberapa ajaran agama.
Adanya keraguan-keraguan (religious doubt) dan konflik beragama adalah
karakteristik paling umum sebagai ciri kehidupan beragama pada remaja yang sangat
menonjol.
Pengrtian Masa Remaja
Perkembangan Fisik dan Psikis pada Masa Remaja
Perkembangan Keberagamaan pada Remaja
D. Kesadaran Beragama pada Masa Remaja
Perkembangan Fisik dan Psikis pada Remaja
Sikap Remaja Terhadap Agama
Percaya ikut-ikutan
Percaya dengan kesadaran
Kebimbangan beragama
Tidak percaya (cenderung Atheis)
Perkembangan fisik pada remaja mengalami perkembangan dengan cepat lebih cepat
dibandingkan dengan masa anak-anak dan masa dewasa. Perkembangan fisik mereka terlihat
jelas pada tungkai kaki dan tangan, otot-otot tubuh bekembang pesat sehingga kelihatan
bertubuh tinggi tetapi kepalanya masih mirip anak-anak.
KESADARAN BERAGAMA PADA MASA REMAJA
Pengalaman ketuhanannya makin bersifat individual
Konflik dan keraguan
Kesalahan organisasi keagamaan dan pemuka agama
Motivasi Beragama Pada Remaja
Motivasi yang didorong oleh rasa keinginan untuk mengatasi frustasi yang ada dalam
kehidupan.
Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk menjaga kesusilaan dan tata
tertib masyarakat.
Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk memuaskan rasa ingin tahu
manusia .
Motivasi beragama karena ingin menjadikan agama sebagai sarana untuk mengatasi
ketakutan.
Materi Pertemuan 7 : Perkembangan Keberagamaan Individu pada usia
30-50 tahun & 50 Tahun Keatas
Psikoanalisa
Dalam kaitannya dengan psikoanalisa, sudah dijelaskan bahwa konsep
kesehatan mental yang diyakini oleh freud adalah ketika ego dapat menjembatani
antara dorongan id dan tuntutan superego secara realistis dan tanpa melibatkan
kecemasan pada individu atau dikenal dengan istilah ego strength. Konsep
psikoanalisis mendasarkan perilaku manusia yang timbul atas dasar dorongan id yang
dalam Islam disebut nafsu. Ada istilah superego, namun lebih ditekankan pada nilai-
nilai yang dianut dari lingkungan dan bukan potensi yang asalnya dari Tuhan.
Psikoanalisis terlalu menekankan alam bawah sadar sehingga terkesan
mengesampingkan akal. Islam sebagai sebuah cara pandang di dalam kesehatan
mental mengakomodir kemampuan akal dan bahkan qalb dalam mengatasi dorongan-
dorongan nafs yang negative. Qalb ini merupakan potensi yang datangnya dari Ilahi,
dan bukan hasil bentukan lingkungan seperti superego. Psikoanalisis juga terlalu
memandang negative manusia. Berbeda dengan Islam yang menggambarkan manusia
sebagai khalifah fi lard sekaligus insan kamil yang penuh dengan potensi positif.
Meski Islam juga tidak mengesampingkan bahwa manusia memiliki potensi negative.
Behavioristik
Orang yang sehat mental menurut konsep behavioristic adalah orang yang
perilakunya merupakan hasil belajar yang benar. Pada hakikatnya, manusia adalah
kertas kosong yang perilakunya akan sangat ditentukan oleh pewarnaan lingkungan.
Sehingga kesehatan mental itu datangnya dari lingkungan. Behavioristik terlalu
memandang mekanis manusia dan terkesan mengabaikan potensi-potensi manusia
seperti akal, dan hati nurani.
Islam sebagai sebuah cara pandang dalam kesehatan mental, menerapkan
beberapa hokum behavioristic dalam metode penyampaian ajarannya. Ada istilah
pahala dan dosa yang berlaku sebagai reward dan punishment. Namun islam tidak
lantas memandang manusia berbuat baik atau jahat hanya karena adanya kedua hal
tersebut. Islam tidak mengabaikan potensi yang ada pada diri manusia, perilaku
manusia tidak hanya ditentukan lingkungan, namun individu juga memiliki kehendak
untuk memilih perilaku apa yang akan ditampakkannya. Apaka individu akan
menuruti nafs jelek? Atau akan menuruti qalb-nya?
Humanistik
Dalam konsep humanistik memandang seseorang yang memiliki mental yang
sehat adalah orang yang dapat berfungsi sepenuhnya (fully functioning person), yaitu
orang-orang yang dapat mencapai penyesuaian psikologis secara baik. Orang-orang
tersebut memiliki tanda-tanda diantaranya adalah terbuka terhadap pengalaman,
percaya kepada organismenya sendiri, dapat mengekspresikan perasan-perasaannya
secara bebas, bertindak secara mandiri, dan kreatif.
Materi Pertemuan 13 : Dzikir dan Doa sebagai Psikoterapi Religius
Manfaat Dzikir
Banyak sekali rahasia dan manfaat dari amaliah dzikir yang dilakukan oleh
para hamba yang beriman da bertaqwa, di antaranya yaitu daat menimbulkan
ketenangan dan kedamaian dalam jiwa bagi yang mengamalkannya.
Orang yang melakukan aktivitas dzikir dalam kehidupa sehari-hari senantiasa
menyelaraskan tujuan hidup mereka berdasarkan Manhaj Ilahiyah, yaitu semata-mata
untuk beribadah pada Allah Azza wa Jalla. Orang-orang yang berdzikir akan
meyadari akan hakikat ibadah kepada-Nya. Mereka seantiasa mengingat kasih
sayang-Nya. Mereka senantiasa ingat akan tujuan hidupnya. Lalu ketika mereka
dikaruniai oleh Allah harta yang banyak, mereka tidak lupa diri. Karena mereka
meyakini, bahwa harta bukanlah tujuan utama hidup mereka. Dengan harta dan
pangkat yang mereka miliki membuat mereka justru semakin dekat dengan Allah.
Sebagai hasilnya, jiwa mereka menjadi tentram, tenang, dan damai. Mereka
senantiasa mengingat Allah.
Suatu hal yang sungguh mengagumkan dari pengalaman dzikir ini, yaitu
adanya suatu penyerapan energi ilahiyah bagi orang yang senantiasa
mengamalkannya. Orang yang rjain berdzikir mempuyai kedekatan hubungan dengan
Allah (taqarrub ilahiyah). Hal ini mempunyai pengaruh dan dampak yag sangat hebat,
baik dalam fisik maupun dalam jiwa para pengamal zikir. Nurrullah (cahaya Allah)
itu begitu dekatnya dengan orang-orang yang berdzikir, sehingga merasakan cahaya-
Nya masuk ke dalam hati, pikiran, badan, jiwa, darah, dan kulit mereka. Untuk itulah
tidak mengherankan Nabi Shallaullahu Alaihi wa Sallam serig berdoa agar jiwa dan
raganya menjadi cahaya yang berasal dari cahaya Rabb-nya.
Kalau seseorang telah mendapatkan cahaya Allah, maka kebahagiaan akan
terpancar dalam kehidupannya sepanjang masa, baik di dunia maupun di akhirat.
Cahaya tersebut akan terus mengikutinya hingga nyawa terlepas dari raga. Hingga
ketika para ahli dzikir berada di alam kubur, cahaya tersebut akan menerangi kuburya.
Dzikir dapat melapangkan kesempitan hidup. Orang yag rajin berdzikir, akan
dimudahkan segala urusanya, baik urusa rezeki, pekerjaan, kesejahteraan, maupun
kesehatan. Orang yang rajin berdzikir akan dimudahkan rezekinya, dimudahkan
urusan pekerjaannya, dilapangkan kesejahteraannya, dan dijaga kesehatannya.
Manfaat Doa
Doa merupakan unsur yag paling esensial daral ibadah. Ditegaskan oleh
rasulullah SAW. “Tiada sesuatu yang paling mulia dalam pandangan Allah, selain
berdoa kepada-Nya, sedang kita dalam keadaan lapang.” (H.R. Al-Hakim).
Ada beberapa keutamaan yang akan kita peroleh dalam berdoa:
1. menunaikan kewwajiban taat dan menjauhi maksiat
2. memperoleh naungan rahmat Allah SWT
3. meringankan beban penderitaan
4. menolak bencana, dan menolak tipu daya musuh
5. menghilangkan kegundahan, serta memudahkan kesukaran dan terpenuhinya
hajat.
Materi Pertemuan 14 : Tinjauan Psikologis Mengenai Shalat
Dalam kajian integrasi agama dan ilmu pengetahuan, terdapat penyatuan dua dimensi:
teosentris (dimensi ketuhanan) dan antroposentris (dimensi kemanusiaan). 6 Integrasi sendiri
ialah istilah untuk penggabungan dan penyatuan antara materi, pendekatan, maupun
pemikiran. Pada konteks studi Islam, tahapan pertama realisasi integrasi diarahkan pada
penggabungan dan penyatuan studi Islam dengan pelbagai disiplin keilmuan dan yang kedua
adalah penggabungan dan penyatuan antara ilmu agama dan ilmu umum.
Pada dasarnya, Islam dan psikologi adalah satu kesatuan. Artinya, tanpa
diintegrasikan pun sebenarnya antara Islam dan psikologi sudah terintegrasi dari asalnya.
Sehingga adanya dikotomi antara Islam dan psikologi yang terjadi, disebabkan oleh
pemahaman nilai-nilai ajaran Islam universal (kaffah) yang salah.
Dengan ilmu psikologi seseorang dapat mengukur tingkat keagamaan dan mampu
menanamkan ajaran agama dalam dirinya dengan tepat. Memahami agama dengan berbagai
pendekatan mampu mengantarkan seseorang pada kepuasan beragama karena ada peran
agama dari segala aspek kehidupan. Abuddin Nata mengemukakan bahwa Psikologi
merupakan ilmu yang memelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku yang dapat diamati.
Sikap iman kepada Allah, saling tolong-menolong, memiliki sikap jujur, dan lainnya
merupakan perilaku kejiwaan seseorang yang berkaitan dengan agama.
Pendekatan psikologi sangat dibutuhkan dalam menafsirkan Alquran. Hal ini
dikarenakan dengan ilmu jiwa memudahkan untuk memahami tujuantujuan Alquran dan
menjadi tawaran solusi atas perselisihan yang banyak terjadi di kalangan ahli tafsir.
Pendekatan psikologi juga dapat memperluas makna-makna Alquran dengan menguraikan
jalinan ayat dan formulasinya, serta memperkenalkan situasi ayat pada dunianya. Tanpa
pendekatan ini makna akan menjadi sempit dan sederhana yang nyaris menjadikan jiwa
kurang berkenan yang akhirnya bertolak belakang dari salah satu tujuan Alquran.
Materi Pertemuan 15 : Konsep Kepribadian dan Fitrah dalam Pandangan
Psikologi Agama
Secara umum, selain diartikan dengan penciptaan secara makna bahasanya, dalam
tafsir, fitrah diartikan sebagai suatu kealamian atau kesucian yang diberikan Allah pada
manusia sejak awal penciptaan. Kata fitrah dan semua akar katanya disebutkan dalam al-
Qur’an di beberapa tempat. Setidaknya menurut Muhammad Fuad ‘Abd alBaqi dalam
Mu’jam Mufahras disebutkan sebanyak 20 kali. Dalam bentuk tsulâtsi mujarrad mâdhî
(fathara) delapan kata, mudhâri’ mazîd dua kata (yanfathirna), fi’il mâdhî mazîd (infatharat)
satu kata, fâ’il (fâthir) tujuh kata, bentuk mashdar fi’lah (fithrah) satu kata, bentuk jama’
mashdar (futhûr) satu kata, dan fâ’il dari tsulâtsi mazîd (mufâthir) satu kata. Masing-masing
ayat memuat terma fitrah memiliki bentuk, kategori, subjek, objek, aspek, dan makna
tersendiri. Subjek fitrah adalah Allah, karena dia “Dzat al-Fâthir” (Zat Maha Pencipta dari
permulaan, yaitu sejak awal tanpa ada contohnya). Sedangkan objeknya ada tiga, yaitu: 1)
manusia, 2) langit, dan 2) langit-bumi. Adapun fitrah dalam arti “penanaman agama ke dalam
diri manusia” memiliki dua fase, sebelum kelahiran dan ketika manusia lahir. Fase sebelum
kelahiran terjadi pada saat manusia masih berbentuk roh.
Fitrah manusia bersifat umum dan menyeluruh. Ia merupakan sifat yang menyifati
segala yang ada. Eksistensinya menjadi dan mengetahui dengan sendirinya. Ia layaknya
kesadaran manusia tanpa perlu diusahakan dan dicari, dan menuntun manusia untuk hidup
dan menjalani kehidupan “bagaimana seharusnya”, bukan hanya sekadar membiarkan
manusia hidup “apa adanya”. Walaupun terlihat mirip, makna fitrah masih bisa dibedakan
dengan kata insting (gharîzah) ataupun alami (thabî’ah). Kata insting lebih condong
digunakan untuk hewan karena mereka bergerak dan berperilaku tanpa dasar akal, dan kata
alami lebih cocok digunakan untuk benda-benda alam seperti tumbuh-tumbuhan. Maka, fitrah
merasuk ke dalam segala segi kehidupan manusia termasuk etika, psikologis, dan bahkan
teologi. Jika dilihat dari substansinya, fitrah manusia dapat diklasifikasikan sebagai dua cara
untuk mengenal Tuhan, yaitu: 1) fitrah sebagai naluri, sifat, dan pembawaan asli manusia
untuk mengenal Tuhan dan 2) fitrah sebagai wahyu dari Tuhan yang diturunkan melalui para
nabiNya. Jadi, potensi fitrah manusia dan agama merupakan dua sisi mata koin yang tidak
bisa dipisahkan. Karena fitrah sudah dimasukkan dalam jiwa manusia dan kalimat tauhid
dalam arti pengakuan akan Allah SWT sebagai Pencipta, maka kedatangan para nabi tidak
lebih dari sekadar pengingat (mudzakkir) manusia kepada fitrahnya dan membimbing mereka
untuk menyelami dan memahami dirinya sendiri.