Anda di halaman 1dari 22

AGAMA DAN KEPRIBADIAN

Mata Kuliah Sosiologi dan Antropologi Masyarakat Muslim

Dr. Faraz Umaya, SIP., M.M.

Disusun Oleh :

Zelika Putri (18320268)

Prodi Psikologi
Fakultas Psikologi dan Sosial Ilmu Budaya

Universitas Islam Indonesia

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya untuk dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Agama dan
Kepribadian” ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Shalawat serta Salam saya
haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta Sahabat.

Terimakasih saya ucapkan kepada Bapak Dosen Dr. Faraz Umaya, SIP., M.M.
yang telah memberikan tugas ini sehingga saya bisa mendapatkan pemahaman yang
lebih luas mengenai materi ini.

Tentunya makalah ini jauh dari kata sempurna dan masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, saya sebagai penulis meminta maaf apabila ada kesalahan dalam
penulisan. Semoga makalah ini dapat menjadi ilmu yang bermanfaat bagi pembaca.
Terimakasih.

Yogyakarta, 14 April 2019.

Penulis

i
i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar …………………………………………………………………… i

Daftar isi …………………………………………………………………………. ii

BAB I PEMBAHASAN

1.1 Pengertian Agama ………………………………………………….… 1

1.2 Pengertian Kepribadian …………………..………..…………….…… 5

1.3 Hubungan Agama dan Kepribadian…………………………………... 10

1.4 Ajaran Agama dan Strutur Kepribadian ……………………………… 13

1.5 Ajaran Agama dan Kehidupan Masyarakat ………………………….. 14

DAFTAR PUSTAKA

1
BAB I

PEMBAHASAN

I.I AGAMA

A. Pengertian Agama

Sesuai dengan asal muasal katanya (sansekerta: agama,igama, dan


ugama) maka makna agama dapat diutarakan sebagai berikut: agama artinya
peraturan, tata cara, upacara hubungan manusia dengan raja; igama artinya
peraturan, tata cara, upacara hubungan dengan dewa-dewa; ugama artinya
peraturan, tata cara, hubungan antar manusia; yang merupakan perubahan arti
pergi menjadi jalan yang juga terdapat dalam pengertian agama lainnya. Bagi
orang Eropa,religion hanyalah mengatur hubungan tetap (vertikal) anatar
manusia dengan Tuhan saja. Menurut ajaran Islam, istilah din yang tercantum
dalam Al-Qur‟an mengandung pengertian hubungan manusia dengan Tuhan
(vertikal) dan hubungan manusia dengan manusia dalam masyarakat
termasuk dirinya sendiri, dan alam lingkungan hidupnya (horisontal).

2
"… Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah kuridhai Islam itu jadi
agama(din) bagimu …" (QS 5:3)

"Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika


mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan
manusia …" (QS 3:112).

Dari segi Istilah mempunyai 2 macam pengertian yaitu pengertian secara


asal usul kata (etimologi) dan pengertian secara istilah (terminologi).
Pengertian Agama menurut bahasa ada dua macam :

a) Agama berasal dari bahasa sansekerta yang diartikan dengan :


haluan, peraturan, jalan, atau kebaktian kepada Tuhan.

b) Pendapat lain mengatakan bahwa Agama itu sebenarnya terdiri


dari dua buah perkataan yaitu “A” berarti tidak dan “Gama”
berarti kacau balau, tidak teratur jadi Agama berarti tidak kacau
balau yang berarti teratur.

Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa hidup beragama


itu adalah hidup yang teratur, sesuai dengan haluan, atau jalan yang telah
dilimpahkan Tuhan dan dijiwai oleh semangat kebaktian kepada Tuhan.

Ada beberapa kata asing sinonim dengan kata agama :

a) Religion yang berarti terikat, di sini dapat disimpulkan bahwa hidup


beragama itu bukanlah hidup yang lepas bebas, melainkan adalah
hidup yang terikat oleh norma-norma atau peraturan-peraturan.

b) Godsdient berarti kepercayaan dan kebaktian kepada Tuhan. Jadi


hidup beragama adalah hidup yang dilandasi oleh kepercayaan atau
keimanan kepada Tuhan serta kebaktian atau pengabdian
kepada-Nya.

3
c) Asy-syariah adalah suatu nama untuk bagian-bagian hukum
(undang-undang) meliputi masa hidup pokok atau dikembalikan
kepada Nash dari Al-Quran Hadits atau pun tidak.

d) Ad-din menurut bahasa arab yang dapat berarti adat kebiasaan atau
tingkah laku. Taat, patuh, dan tunduk kepada Tuhan. Hukum-hukum
atau peraturan-peraturan. Ad-Diin itu untuk menyebut salah satu
peristiwa yang amat mengharukan/dahsyat yaitu hari kiamat/hari
pembalasan.

Agama merupakan jawaban terhadap kebutuhan akan rasa aman,


terutama pada hati manusia. Banyak umat manusia yang telah merasa
menemukan agama/jalan hidupnya sesuai dengan keyakinannya
sendiri-sendiri, sedangkan yang sebenarnya hanya agama Islam-lah yang akan
benar-benar membeerikan rasa aman, dan memberikan harapan-harapan yang
nyata, baik untuk kehidupan di dunia maupun di alam baka. Agama
merupakan tuntunan hidup yang dapat membebaskan manusia dari
kekacauan. Agama dalam islam adalah cara hdiup, cara berfikir, berdialogi
dan bertindak. Agama meliputi sistem-sistem politik, ekonomi, sosial,
undang_undang dan ketatanegaraan. Agama berperan dalam membentuk
pribadi insan kamil disamping juga membentuk masyrakat yang ideal.

Orang yang beragama lazimnya memiliki keyakinan terhadap Tuhan


yang mengatur kelangsungan hidup, berupa aturan-aturan langit yang diyakni
untuk dijalankan oleh segenap penganutnya. Kenyataan yang tidak dapat
dipungkiri bahwa agama menawarkan solusi atas problem psikologis
manusia. Persoalan yang dihadapi psikologis manusia, agama kemudian
menjadi terapi, sehingga problem-problem terselesaikan. Orang yang
beragama atau meyakini sepenuhnya ajaran agama yang dainutnya mutlak
benar, maka perilakunya secara psikologis terdeskripsi bahwa ia adalah
pengamal agama yang baik. Meskipun fenomenalnya, masih ada sebagian
kecil personal yang bertentangan antara amalan agama dengan perilaku
sosialnya.

4
Individu yang beragama, seyogyanya berperilaku layaknya seorang
hamba Tuhan dengan meninggalkan perbuatan-perbuatan pelanggaran untuk
kemudian menunaikan kewajiban-kewajiban yang mendatangkan
kemaslahatan bagi dirinya dan lingkungannya. Karena agama sesungguhnya
adalah seperangkat aturan yang membantu umat menjalani kehidupan yang
baik, sesuai kodrat kemanusiaannya yang menolak kenistaan dan menemukan
kehidupan sejati lahir dan batin.

Agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur


dalamnya makna dari keberadaannya sendiri dan keberadaan alam semesta.
Agama dapat membangkitkan kebahgiaan batin yang paling sempurna, dan
juga perasaan takut dan ngeri. Meskipun perhatian kita tertuju sepenuhnya
kepada adanya suatu dunia yang tidak dapat dilihat (akhirat), namun agama
juga melibatkan dirinya dalam masalah-masalah kehidupan sehari-hari di
dunia ini. Agama senantiasa dipakai untuk menanamkan keyakinan baru ke
dalam hati sanubari terhadap alam ghaib dan surge-surga telah didirikan di
alam tersebut. Namun demikian agama juga berfungsi melepaskan
belenggu-belenggu adat atau kepercayaan manusia yang usang.

Bagi orang-orang yang hidup dalam masyarakat macam apa pun,


konsepsi tentang agama merupakan bagian tak terpisahkan dari pandangan
hidup mereka dan sangat diwarnai oleh perasaan mereka yang khas terhadap
apa yang dianggap sakral. Dikalangan masyarakat Barat, agama terjalin erat
dengan cita-cita yang sangat kita dambakan, denagn kepecayaan kepada
Tuhan Allah (Bapak), Yesus Kristus Sang Putra, dan kepada nasib manusia
yang sangat berherga dan luhur. Tetapi agama dalam pengertian umum tidak
dapat disamakan dengan pengertian kita sendiri atau bahkan dengan pola
pemikiran manapun. Agama yang dianut manusia, tidak seperti
perekonomiannya, tidak dapat diambil dari salah satu anugrah yang dimiliki
bersama dengan binatang-binatang lainnya.

5
I.II KEPRIBADIAN

A. Pengertian Kepribadian

Pengertian kepribadian adalah ciri – ciri watak seseorang individu yang


konsisten, yang memberikan kepadanya suatu identitas sebagai individu yang
khusus, yang dimaksudkan adalah bahwa orang tersebut mempunyai beberapa
ciri watak yang diperlihatkan secara lahir, konsisten dan konskuen dalam
tingkah lakunya sehingga tampak bahwa individu tersebut memiliki identitas
khusus yang berada dari individu – individu. ( Koetjaraningrat, 1985:102).

Secara sederhana bahwa yang dimaksud kepribadian (personality)


merupakan ciri-ciri dan sifat-sifat khas yang mewakili sikap atau tabiat
seseorang, yang mencakup pola - pola pemikiran dan perasaan, konsep diri,
dan mentalitas yang umumnya sejalan dengan kebiasaan umum.

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepribadian

1. Faktor Biologis

Faktor yang berhubungan dengan keadaan jasmani, atau


seringkali pula disebut faktor fisiologis seperti keadaan genetik,
pencernaan, pernafasaan, peredaran darah, kelenjar-kelenjar, saraf,
tinggi badan, berat badan, dan sebagainya. Kita mengetahui bahwa
keadaan jasmani setiap orang sejak dilahirkan telah menunjukkan
adanya perbedaan-perbedaan. Hal ini dapat kita lihat pada setiap bayi
yang baru lahir. Ini menunjukkan bahwa sifat-sifat jasmani yang ada
pada setiap orang ada yang diperoleh dari keturunan, dan ada pula
yang merupakan pembawaan anak/orang itu masing-masing.
Keadaan fisik tersebut memainkan peranan yang penting pada
kepribadian seseorang.

2. Faktor Sosial

6
Faktor sosial di sini adalah masyarakat ; yakni manusia-manusia
lain disekitar individu yang bersangkutan. Termasuk juga kedalam
faktor sosial adalah tradisi-tradisi, adat istiadat, peraturan-peraturan,
bahasa, dan sebagainya yang berlaku dimasyarakat itu. Sejak
dilahirkan, anak telah mulai bergaul dengan orang-orang
disekitarnya. Dengan lingkungan yang pertama adalah keluarga.
Dalam perkembangan anak, peranan keluarga sangat penting dan
menentukan bagi pembentukan kepribadian selanjutnya. Keadaan
dan suasana keluarga yang berlainan memberikan pengaruh yang
bermacam-macam pula terhadap perkembangan kepribadian anak.

Pengaruh lingkungan keluarga terhadap perkembangan anak


sejak kecil adalah sangat mendalam dan menentukan perkembangan
pribadi anak selanjutnya. Hal ini disebabkan karena pengaruh itu
merupakan pengalaman yang pertama, pengaruh yang diterima anak
masih terbatas jumlah dan luasnya, intensitas pengaruh itu sangat
tinggi karena berlangsung terus menerus, serta umumnya pengaruh
itu diterima dalam suasana bernada emosional. Kemudian semakin
besar seorang anak maka pengaruh yang diterima dari lingkungan
sosial makin besar dan meluas. Ini dapat diartikan bahwa faktor
sosial mempunyai pengaruh terhadap perkembangan dan
pembentukan kepribadian.

3. Faktor Kebudayaan

Perkembangan dan pembentukan kepribadian pada diri


masing-masing orang tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan
masyarakat di mana seseorang itu dibesarkan.

C. Unsur-Unsur Kepribadian

7
Koentjaraningrat (1985:103-110) menjelaskan ada beberapa unsur yang
mempengaruhi terbentuknya kepribadian sebagai berikut :

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui yang tersusun secara


logis dan sistematis dengan memperhitungkan sebab –akibat dan dapat untuk
menerangkan gejala – gejala tertentu. Unsur-unsur yang mengisi akal dan
alam jiwa seorang manusia yang sadar, secara nyata terkandung dalam
otaknya.

2. Perasaan

Perasaan adalah rasa, kesadaran batin sewaktu menghadapi


mempertimbangkan tentang sesuatu hal/pendapat. Selain pengetahuan, alam
kesadaran manusia juga mengandung berbagai macam perasaan.

3. Dorongan Naluri

Dorongan naluri adalah dorongan hati yang dibawa sejak lahir, yang tanpa
disadari mendorong untuk berbuat sesuatu. Kesadaran manusia menurut para ahli
psikologi juga mengandung berbagai perasaan lain yang tidak ditimbulkan karena
pengaruh pengetahuannya, melainkan karena sudah terkandung dalam
organismenya, dan khususnya dalam gen-nya sebagai naluri. Kemauan yang
sudah merupakan naluri pada tiap makhluk manusia itu, oleh beberapa ahli
psikologi disebut “dorongan” (drive).

D. Pembentukan Kepribadian

Kepribadian seseorang pada umumnya diupengaruhi oleh dua faktor


yakni faktor dari dalam dan faktor dari luar diri atau faktor lingkungan.
Faktor dari dalam diri terdiri dari faktor fisik seperti bangun tubuh. Fisik
seseorang seperti gemuk, pendek, tinggi kurus, tubuh berotot, dan lemah
sering merupakan faktor fisik yang menetukan kepribadian. Faktor mantal

8
seperti intelegensi, emosionalitas, karakter, temperamen, keberanian,
ketenangan, daya penarik, percaya diri, baik pandangan dan
kebijaksanaan. Faktor dari luar diri (lingkungan) terdiri dari :

a. Keluarga

Keluarga adalah lingkungan pertama yang berperan dalam


pembentukan kepribadian diantaranya : sikap orang tua terhadap anak,
keharmonisan antara kedua orang tua, sikap demokratis dan otoriter
anggota keluarga, keadaan ekonomi keluarga, kehidupan keagamaan
dilingkungan keluarga, hubungan keluarga dengan masyarakat sekitar
serta sikap dan cara ibu melayani dan mengurus anaknya sangat besar
pengaruhnya terhadap pembentukan kepribadian anak, seperti ibu terlalu
ketat dengan jadual menyusui anaknya, maka akan menyebabkan anak
akan mempeunyai pola sikap yang tegang dan kaku. Pembentukan Ego
sebenarnya sudah mulai dari masa yang sangat dini, sehingga pola
selanjutnya sangat ditentukan oleh pengaruh ibu dan seterusnya akan
tumbuh menjadi qolbu atau hati nurani, yaitu perpaduan dari segala 3
nasehat dan larangan atau pola dari hasil pengolahan pengalaman sendiri.
Suasana keagamaan di lingkunagn keluarga akan sangat berperan dalam
pembentukan kepribadian anak. Disinilah perlunya ajaran agama
mewarnai pada seluruh anggota keluarga yang menjadiakan basic dalam
hidupnya. Oleh sebab itu dibutuhkan suasana yang religius dalam
lingkungan keluarga seperti kasih sayang orang tua terhadap anaknya,
saling menghargai diantara anggota keluarga, pelaksanaan ubudiyah
keluarga dan suasana tempat tinggal yang penuh dengan nuansa
keagamaan, semuanya itu akan membentuk kepribadian anak.

b. Sekolah

Pengaruh sekolah dalam pembentukan kepribadian seseoramg antara


lain dilatar belakangi oleh kurikulum, kegiatan‐kegiatan ekstra, hubungan
guru dengan siswa dan pengaruh pergaulan teman‐teman. Hal‐hal

9
tersebut mempengaruhi pola sikap anak contohnya, sekolah yang
berorientasi umum akan berbeda dengan sekolah yang berorientasi
kejuruan, pun berbeda dengan yang berorientasi agama. Tidak kalah
pentingnya adalah faktor guru, sebab guru sebagai peran central dalam
pelaksanaan pembinaan terhadap anak. Guru harus mencerminkan
sebagai sosok yang harus diteladani dalam segala hal baik ucap maupun
laku. Guru di sekolah adalah sebagai pengganti orang tua di rumah, guru
harus membawa anak didik kearah pemebentukan pribadi yang sehat dan
baik. Setiap guru harus menyadari bahwa segala sesuatu yang ada pada
dirinya akan merupakan unsur pembinaan pada anak didik melalui
keteladanannya sebagai guru. Oleh sebab itu guru harus memilki akhlak
yang baik dan memilki wawasan keagamaan yang luas. Pembinaan
keagamaan disekolah betul‐betul merupakan dasar‐dasar pembentukan
kepribadian anak. Apabila sekolah mampu membina sikap positif
terhadap agama dan berhasil membentuk pribadi anak, maka anak telah
memiliki pegangan atau bekal dalam menghadapi kehidupannya di masa
depan.

Di samping sebagai pendidik dan pengajar, juga perlu diperhatikan


kepribadian guru baik sikap dan kehidupan guru itu sendiri, cara
berpakaian, cara bergaul, berbicara, dan menghadapi setiap masalah
secara langsung yang tidak tampak hubungannya dengan pengajkaran.
Didalam pendidikan atau pembentukan pribadi anak hal‐hal tersebut
diatas sangat berpengaruh pada anak didik. Tingkah laku guru pada
umumnya merupakan penampilan lain dari kepribadiannya. Bagi anak
didik di tingkat dasar, guru adalah contoh teladan yang sangat penting
dalam perkembangannya, sebab sikap guru dalam menghadapi segala
persoalan akan dilihat, diamati, dan dinilai pula oleh anak didik. Pada
jenjang pendidikan dasar sekolah merupakan kesempatan pertama yang
sangat baik untuk membentuk pribadi anak setelah orang tua di keluarga.
Oleh sebab itu, guru harus memiliki persyaratan kepribadian dan
kemampuan untuk membentuk pribadi anak didik. Nabi Muhammad

10
SAW selain sebagai Rasul dan Nabi juga adalah guru pertama dan utama
dalam pendidikan. Beliau sangat berhasil dalam mendidik para Sahabat
dan orang – orang terdekatnya. Mengapa Rasululah sukses dalam
melaksanakan pendidikan karena pribadi beliau sangat berkualitas.
Sebagaimana sabdanya: “Ibda bi‐annafsik“ (Mulailah dari dirimu
sendiri). Demikian juga para Ulama pewaris Nabi mengikuti jejak
Beliau dalam meningkatkan kualitas pribadinya. Ajaran agama
merupakan dasar bagi pembentukan kepribadian anak. Apabila
pembentukan pribadi 4 anak terlaksana dengan baik, maka akan
memasuki masa remaja dengan tidak mengalami kesukaran. Tetapi
apabila pembentukan pribadi anak di rumah tidak baik, dan disekolah
juga kurang mendapatkan pembinaan keagamaan, maka akan membuat
pribadi anak pada masa remajanya akan mengalami kegoncangan dan
labil sehingga pertumbuhan pribadinya sangat sukar.

c. Sosial budaya

Faktor sosial budaya cukup berpengaruh dalam pembentukan pribadi


seseorang dan memberi warna terhadap kepribadiannya. Seorang anak
yang dibesarka didaerah pegunungan dan daerah pantai, perkotaan dan
pedesaan akan mempunyai kepribadian yang berbeda.

d. Alam

Faktor alam yang mempengaruhi kepribadian individu anatara lain :


geografis, tingkat kesuburan, daerah terisolir dan terbuka. Anak yang
lahir dan hidup di daerah tandus dan gersang, cenderung memilki
temperamen yang keras dan tinggi. Anak yang lahir dan hidup di daerah
subur, cenderung memilki kepribadian yang lembut dan kurang memilki
sifat kompetitif. Demikian anak yang lahir dan hidup di daerah terbuka
cenderung memiliki kepribadian yang lebih mudah menerima pengaruh
dari luar dibanding dengan anak yang lahir dan hidup di daerah terpencil.

11
I.III Hubungan Agama dan Kepribadian

1. Sukamto

Menurut pendapat Sukamto M. M. Kepribadian terdiri dari empat


sistem/aspek, yaitu:

1. Qalb (angan-angan kehatian).

2. Fuad (perasaan/hati nurani/ulu hati)

3. Ego (aku sebagai pelaksana dari kepribadian)

4. Tingkah laku

Meskipun ke empat aspek itu masing-masing mempunyai fungsi. Sifat,


komponen, prinsip kerja, dan dinamika sendiri-sendiri, namun ke empatnya
berhubungan erat dan tidak bisa dipisah-pisahkan.

a. Qalb

Qalb adalah hati yang menurut istilah kata (terminologis) artinya


sesuatu yang berbolak-balik (sesuatu yang lebih), berasal dari kata
qalaba, artinya membolak-balikkan. Qalb bisa di artikan hati sebagai
daging sekepal (biologis) dan juga bisa berarti ‘kehatian’ (nafsiologis),
ada sebuah hadits Nabi riwayat Bukhari/ Muslim berbunyi sebagai
berikut:

“ketahuilah bahwa di dalam tubuh ada sekepal daging. Kalau itu baik,
baiklah seluruh tubuh. Kalau itu rusak, rusaklah seluruh tubuh”. Itulah qalb.

b. Fuad

Fuad adalah perasaan yang terdalam dari hati yang sering kita sebut hati
nurani (cahaya mata hati) dan berfungsi sebagai penyimpangan daya ingatan.
Berbagai rasa yang dialami oleh fuad dituturkan dalam ala-qur’an sebagai
berikut;

12
1. Fuad bisa bergoncang gelisah (QS Al-Qashash: 10):

“Dan fuad ibu musa menjadi bingung (kosong). Hampir saja ia


membukakan rahasia (musa), jika aku tidak meneguhkan hatinya, sehingga ia
menjad orang yang beriman. “

2. Dengan diwahyukannya Al-qur’an kepada Nabi, fuad Nabi menjadi teguh


(QS. Al-Furqan:32).

“Dan orang-orang kafir bertanya: “mengapa al-qu’ran tidak diturunkan


kepadanya dengan sekaligus”?demikianlah, karena dengan (cara)itu, aku
hendak meneguhkan fuadmu, dan aku bacakan itu dengan tertib
(sebaik-baiknya).”

3. Fuad tidak bisa berdusta(QS. Al-Najm:11):

“Fuad tidak berdusta tentang apa yang dilihatnya”

4. Orang yang zalim hatinya kosong (bingung). (QS. Ibrahim:43)

“Dengan terburu-buru sambil menundukkan kepala, mereka tidak


berkedip, tetapi fuadnya kosong(bingung).”

5. Orang musyrik, fuad dan pandangannya dibolak-balikkan/digoncang. (QS.


Al-An’am :110):

“Aku goncangkan fuad dan pandangan mereka (kaum musyrikin),


sebagaimana sejak semula mereka tidak mau beriman dan aku biarkan mereka
dalam kedurhakaanya mengembara tanpa arah tertentu.”

c. Ego

Aspek ini timbul karena kebutuhan organisme untuk berhubungan secara


baik dengan dunia kenyataan (realistis). Ego atau aku bisa dipandang sebagai
aspek eksekutif kepribadian, mengontrol cara-cara yang ditempuh, memilih
kebutuhan-kebutuhan, memilih objek-objek yang bisa memenuhi kebutuhan,

13
mempersatukan pertentangan-pertentangan antara qalb, dan fuad dengan
dunia luar. Ego adalah derivat dari qalb dan bukan untuk merintanginya.
Kalau qalb hanya mengenal dunia sesuatu yang subyektif dan yang objek
(dunia realitas). Didalam fungsinya, ego berpegang pada prinsip kenyataan
(reality principle). Tujuan prinsip kenyataan ini ialah mencari objek yang
tepat (serasi) untuk mereduksikan ketegangan yang timbul dalam orgasme. Ia
merumuskan suatu rencana untuk pemuasan kebutuhan dan mengujinya untuk
mengetahui apakah rencana itu berhasil atau tidak.

d. Tingkah laku

Nafsiologi kepribadian berangkat dari kerangka acuan dan asumsi –


asumsi subyektif tentang tingkah laku manusia, karena menyadari bahwa
tidak seorangpun bisa bersikap objektif sepenuhnya dalam mempelajari
manusia. Tingkah laku ditentukan oleh keseluruhan pengalaman yang
disadari oleh pribadi. Kesadaran merupakan sebab dari tingkah laku. Artinya,
bahwa apa yang difikir dan dirasakan oleh individu itu menentukan apa yang
akan dikerjakan. Adanya nilai yang dominan mewarnai seluruh kepribadian
seseorang dan ikut serta menentukan tingkah lakunya.

Masalah normal dan abnormal tentang tingkah laku, dalam nafsiologi


ditentukan oleh nilai dan norma yang sifatnya universal. Orang yang disebut
normal adalah orang yang seoptimal mungkin melaksanakan iman dan amal
saleh disegala tempat. Kebalikan dari ketentuan itu adalah abnormal, yaitu
sifat-sifat zalim, fasik, syirik, kufur, nifak, dan lain-lain.

2.Mujib

Menurut Mujib, struktur kepribadian perspektif Islam adalah fitrah.


Struktur fitrah memiliki tiga dimensi kepribadian :

14
a. Dimensi fisik yang disebut dengan fitrah jasmani, tidak bisa
membentuk kepribadian sendiri, keberadaannya tergantung pada
substansi lain. Keberadaan manusia bukan ditentukan oleh fitrah
jasmani, melainkan fitrah nafsani.

b. Dimensi psikis yang disebut dengan fitrah rohani, meskipun


belum menyatu dengan jasmani, namun ia memiliki eksistensi
tersendiri di alam arwah. Karena ia telah di alam arwah telah
mengadakan perjanjian dengan Allah SWT, yang berupa amanat.

c. Dimensi psikologis yang disebut dengan fitrah nafsani: merupakan


psikofisik manusia. Memiliki 3 daya pokok yaitu kalbu, akal, dan
nafsu.

I.IV Ajaran Agama dan Struktur Kepribadian

Ajaran agama mempunyai peranan penting dalam pembentukan


kepribadian individu. Sebagaimana telah dicontohkan didepan bahwa
struktrur kepribadian itu terdiri dari Id , Ego dan Super Ego. Id, berisi
dorongan‐ dorongan, instinc‐instinc, nafsu‐nafsu, yang ditimbulkan oleh
rangsangan‐rangsangan baik dari dalam maupun dari luar, yang pada
hakekatnya mencari pemuasan‐pemuasan atau pelepasan‐pelepasan
ketegangan, baik dalam bentuk gerak motorik maupun dalam bentuk
gambaran pemuasan. Ego bertugas mengawasi dan menetapkan apakah cara‐
cara pemuasan itu dapat diterima sebagai suatu kenyataan, bukan hanya
bayangan saja. Dengan demikian Ego adalah kumpulan pengalaman tentang
kenyataan untuk memecahkan masalah. Super Ego adalah ukuran tentang
baik buruknya pemecahan masalah tersebut. Dengan kenyataan itu maka
peranan ajaran agama atau hukum‐hukum agama, baik yang diterima secara
formal maupun non formal, adalah pengalaman bagi seseorang tentang
kenyataan‐kenyataan yang dapat digunakan untuk meredakan ketegangan.
Ajaran agama adalah ukuran‐ukuran yang menetapkan batas‐batas

15
boleh tidaknya atau baik buruknya cara‐cara untuk meredakan ketegangan itu.
Ini berarti ajaran agama membentuk secara aktif ego dan super ego, sehingga
ketentuan agama menjadi suara hati atau ego ideal (qolbu, hati nurani).
Dengan demikian maka jelas ajaran agama sangat berpengaruh
terhadap pola sikap seseorang sebagai reaksi atas rangsangan‐rangsangan baik
dari dalam maupun dari luar diri individu. Super Ego akan mengevaluasi Ego
berdasarkan norma‐norma agama atau ajaran‐ajaran agama. Baik buruknya
pemecahan masalah ditentukan berdasarkan ajaran agama sehingga semua
keinginan, dorongan dari dalam diri akan mencari pemuasan dirinya dengan
pertimbangan penilaian berdasar ajaran agama. Contoh, seseorang lapar ingin
makan, ego mencari makan dengan peran Super Ego 5 mempertimbangkan
apakah makanan itu boleh atau tidak, halal atau tidak, baik atau tidak baik
bagi dirinya.

I.V Ajaran Agama dan Kehidupan Masyarakat

Norma‐norma masyarakat, adat‐adat budaya, ajaran agama yang dianut


dilingkungan masyarakat merupakan batas‐batas yang harus di taati oleh
anggota masyarakat. Semua larangan atau suruhan orang tua, ulama, tokoh,
aparat, nasehat‐nasehat, hukum, dan pujian, merupakan unsur‐unsur yang
terpadu dalam Super Ego dan Ego atau hati nurani seseorang yang akhirnya
akan terpancar sebagai pola tingkah laku. Dengan demikian peran semua
unsur yang ada di masyarakat itu, memberikan andil dalam pembentukan
kepribadian seseorang. Ajaran agama sebagai pengatur hidup dan kehidupan
dalam masyarakat dengan sendirinya merupakan standar kebenaran yang
harus ditaati oleh pemeluknya. Disinilah fungsi ajaran agama memberikan
pola‐pola universal bagi manusia tentang aturan permainan yang benar,
sehingga tercipta masyarakat yang agamis yang hidupnya dilandasi dengan
moral yang baik, yang akan memengaruhi individu‐individu yang hidup dan
bergaul di lingkungannya, sehingga menjadi individu‐individu yang
berpribadi. Apabila ajaran agama telah berjalan dengan benar baik individu

16
maupun sebagai anggota masyarakat, maka aturan itu akan membangun
kepribadian yang mencerminkan masyrakat tersebut.

17
DAFTAR PUSTAKA

Arifin., Syamsul, B. (2008). Psikologi Agama. Bandung: Pustaka Setia.

Purwanto., Yadi. (2007). Psikologi Kepribadian (Integrasi Nafsiyah Dan ‘Aqliyah


Perspektif Psikologi Islami). Bandung: Refika Aditama.

Hergenhahn., B.R. (1984). An Introduction To Theories of Personality (second

edition). New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Kartini., Kartono. (1980). Teori Kepribadian. Bandung: Alumni.

Jalaluddin. (2005). Psikologi Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sapuri., Rafy. (2009). Psikologi Islam. Jakarta: Rajawali Pers.

Prof. Dr. Koentjaraningrat. (2013). Pengantar Antropologi Sosial. Jakarta: Rineka


Cipta.

18

Anda mungkin juga menyukai