Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PERBANDINGAN AGAMA

DOSEN PENGAMPU : Dr. SAMSUL HIDAYAT, S.Ag., M.A

DISUSUN OLEH :

AJENG NURUL HIDAYAH (11836040)

MELLINIA NUR HALIZAH (11836041)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONTIANAK

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah tugas dan tujuan ilmu perbandingan agama merupakan masalah
utama yang di hadapi dunia, terutama negara-negara yang sedang berkembang . ilmu
perbandingan agama merupakan salah satu alat yang tepat untuk memecahkan
masalah yang terjadi dalam zaman berkemajuan teknik tinggi dunia sekarang terasa
terlalu kecil karena hubungan manusia semakin dekat dan sempit. Tugas
Hubungan antar kelompok dan antar manusia sering terjadi Tukar-menukar
informasi tentang ide, pikiran dan agama, tidak begitu aneh.akibat nya berbagai soal
selalu timbul. Soal pertemuan suatu ide, pikiran dan agama yang beraneka ragam
memerlukan pemecahan dan harus di hadapi dengan secara wajar, ilmu ini dapat
memegang peranan.
Ilmu ini juga berusaha mencari hubungan antar agama dan mencoba
mengungkap kan terminologi dan istilah agama dalam bahasa yang sederhana
sehinga tidak membingungkan bagi mereka yang ungin memperdalam ilmu ini
melalui agam yang di perluka.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian perbandingan agama ?
2. Bagaimana sejarah perkembangan ilmu perbandingan agama ?
3. Bagaimana ruang lingkup perbandingan agama ?
4. Apa tujuan dan manfaat mempelajari perbandingan agama ?

C. Tujuan Perumusan Masalah


Tujuan pembahasan makalah ini untuk mengetahui pengertian, sejarah, ruang
lingkup, serta tujuan dan manfaat mempelajari perbandingan agama.
BAB II
ISI

1. Pengertian PerbandinganAgama
Ilmu Perbandingan Agama adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang
berusaha untuk memahami gejala-gejala keagamaan dari suatu kepercayaan (agama)
dalam hubungannya dengan agama lain. Pemahaman ini mencakup persamaa (kesejajaran)
dan perbedaannya. Selanjutnya dengan pembahasan tersebut, struktur yang asasi dari
pengalaman keagamaan manusia dan pentingnya bagi hidup dan kehidupan manusia dapat
dipelajari dan dinilai.

2. Sejarah Perbandingan Agama


Penelusuran sejarah perkembangan ilmu perbandingan agama, dapat dilakukan
melalui perkembangan pemikiran dan kajian-kajian agama sebelumnya. Biasanya, kajian-
kajian agama itu selalu dihubungkan dengan perkembangan pemikiran keagamaan sejak
zaman Yunani Kuno, Romawi Kuno, sampai masa barat sebelum dan sesudah abad ke 19
yang ditandai dengan kemajuan pesat ilmu pengetahuan.
a. Masa Yunani dan Romawi Kuno.
Sekalipun secara politis masyarakat Yunani Kuno dikuasai oleh bangsa Romawi
Kuno, jika dilihat dari sisi religiusitasnya, keduanya memiliki karakteristik yang tidak
jauh berbeda. Banyak tradisi dan isme keagamaan bangsa Yunani masih
dikembangkan atau diambil oleh kekaisaran Romawi. Kalaupun ada perbedaan,
hanyalah terletak pada sebutan formal terhadap tradisi atau isme yang bersangkutan.
Misalnya sebutan Dewa Zeus pada masyarakat Yunani Kuno, menunjukkan kepada
dewa langit yang dipandang memiliki otoritas yang tinggi diantara para dewa lainnya,
dilingkungan masyarakat Romawi disebut Dewa Yupiter, Dewa Langit, yang memiliki
otoritas dewanya dewa. Karena religiusitasnya kedua bangsa tersebut memiliki
kesamaan, kajian-kajian agama dari para ahli pada masa itu hampir memiliki kesaman
pula. Jika kedua masyarakat tersebut dikarakteristikkan, tersimpul dua ciri, yakni :
1. Baiknya masyarakat Yunani Kuno maupun Romawi Kuno memiliki kepercayaan
yang politeistis.
2. Konsepsi ketuhanan kedua masyarakat tersebut adalah anthropomorfis.
Oleh karena itu, karakteristik studi agama masa Yunani dan Romawi Kuno
menggambarkan ciri religiusitas masyarakat yang bersangkutan. Sekalipun bangsa
Yunani dan Romawi kuno memiliki konsep kepercayaan kepada dewa tertinggi. Hal
ini karena pemujaan terhadap Dewa Zeus (Yunani) maupun Yupiter (Romawi) sebagai
dewa tertinggi, dipraktekkan pula terhadap dewa-dewa lain, seperti Dewa Apollo,
Aphrodite, dan Hestia (Yunani) dan pemujaan terhadap Dewa Mars ataupun Quirinus
pada masyarakat Romawi.

Gambaran antropomorfis dan politeistis dapat dilihat dari beberapa pendapat para
pemikir agama pada waktu itu. Herodotus (484-425 SM) misalnya, pemikirannya
banyak dipengaruhi situasi kultural keagamaan waktu itu. Ia menyatakan bahwa apa
yang disembah oleh masyarakat Yunani, sekalipun banyak dewa, pada dasarnya, yakni
dewa sebagai manifestasi dari manusia. Begitu juga Euhemerus (330-260 SM) yang
berpendapat bahwa dewa-dewa yang disembah masyarakat Yunani Kuno berasal dari
manusia. Adapun karakteristik antropomorfis dapat diketahui dari objek yang
disembahnya mauoun inti pemikiran keagamaannya. Pada umumnya, objek yang
disembah adalah para raja dan para pahlawan yang sudah meninggal dan masih
diabadikan jasa-jasanya melalui penyakralan roh-rohnya. Dewa Zeus diketahui pada
masa hidupnya adalah seorang raja, sedangkan Dewa Yupiter, Mars, dan Quirinus
adalah gambaran antropomorfis masyarakat Romawi dalam memersonifikasikan alam
sekitarnya. Ypiter adalah dewa langit yang digambarkan secara antropomorfis sebagai
dewa terang yang tinggal di puncak gunung. Mars adalah dewa perang yang
digambarkan memiliki otoritas dalam melindungi neggara dari musuh, memelihara
ladang dan pertanian dari kerusakan. Adapun Quirinus digambarkan sebagai dewa
perdamaian, yang ditujukan terutama untuk melindungi rakyat biasa.

b. Masa Barat
Yang dimaksud Barat disini adalah barat dalam pengertian kultur dan agama. Pada
masa ini, pengertian kultur selalu dihubungkan dengan misi penjajahan, sedangkan
pengertian agama identik dengan pengetahuan, yakni agam kristen. Oleh karena itu,
dalam kajian-kajian agama yang dilakukan orang barat, misi penjajahan dan kristen
tampak bergandengan. Sekalipun demikian, tentu saja ciri kajian agama yang
dilakukan orang barat tidak selamanya demikian. Pada perkembangan studi agama
berikutnya, terutama menjelang lahirnya Science of Religion atau
Religionswissenschaft, ilmu pengetahuan secara metedologis menjadi semangat atau
faktor utamanya.
Masa barat sebelum lahirnya ilmu perbandingan agama (abad 9) dapat
dikarakteristikkan berikut ini.
1. Sinkritisme, bahwa latar belakang masyarakat barat dalam kaji agama didasarkan
pada fakta keagamaan yang ditemukan. Secara formal, kristen menjadi agama
orang barat, tetapi pada kenyataannya, adapula yang masih mempraktekkan tradisi
keagamaan non kristen. Atas dasar ini, orang-orang barat menelusuri asal usul
tradisi keagamaan tadi dengan maksud untuk memisahkan tradisi keagamaan
kristen dan non kristen. Dari hasil kajian ini terdapat beberapa teori, baik yang
menyangkut metode maupun pendekatan tentang asal usul agama.
2. Penemuan area baru, hal ini berkaitan dengan misi penjajahan, atau karena
menemukan lokasi baru. Dilokasi baru ini, mereka melakukan penelitian
keagamaan tentang isme-isme dan tradisi keagamaan yang berkembang. Dari hasil
penelitian ini ditemukan agama-agama dan kepercayaan baru yang sebelumnya
belum diketahui.
3. Kepentingan Missioneri, hal ini berkaitan dengan kepentingan agama kristen untuk
melakukan perluasan dan penyebaran agamanya.

Latar belakang kajian barat tentang agama ini melahirkan beberapa teori dalam
studi agama. Roger Bacon (1214-1294) misalnya, orang inggris yang lingkungan eropa
merupakan orang pertama yang ahli di bidang perbandingan sejarah agama.

Berdasarkan pendekatan perbandingan sejarah ini, ia menemukan beberapa tipologi


agama yang ada di dunia, yakni :

1. Agama Pagan, bercirikan penyembahan terhadap objek-objek alam.


2. Agama Patung, bercirikan politeistis. Ia memasukkan agama budha pada tipologi
kedua ini.
3. Agama Mongol, bercirikan campuran ide monoteistis dan magi. Tipe ketiga ini
dapat dilihat dari agama-agama jepang, korea, dan cina.
4. Agama-agama besar, yakni islam, kristen, dan yahudi.

Begitu pula Lord Herbert (1583-1648) seorang ahli dibidang studi perbandingan,
yang berkesimpulan bahwa yang menjadi pembeda antara manusia dengan makhluk
lainnya adalah agama. Oleh karena itu, tidak ada yang disebut ateis. Ateis hanyalah
orang yang berkeberatan untuk mempercayai tuhan. dia mencirikan beberapa aspek
yang disebut agama, yakni :

1. Ada zat yang suci.


2. Ada unsur penyembahan.
3. Ada tujuan kebajikan.
4. Ada unsur tobat, dan
5. Ada sanksi, yakni pahala dan siksa.

c. Perkembangan Ilmu Perbandingan Agama di Islam


Munculnya ilmu perbandingan agama dalam islam di tandai dengan munculnya
tokoh-tokoh ilmu perbandingan agama seperti Ibnu Hazm Alandalusy (wafat 1013 M),
As-Shahrastani (wafat 1153 M), Abu Royhan Al-Birruni (wafat 1048 M), Abu Hamid
Al-Ghazali (wafat 1111 M).
Ibnu Hazm Al-Andalusy merupakan tokoh ilmu perbandingan agama dengan
Karangannya adalah Al-Fashl fil Milal Wal Ahwa Wa Nihal. Ibnu Hazm menjelaskan
di dalam bukunya tentang pembagian Kristen menjadi dua golongan. Golongan
politeistis dan golongan yang masih berpegangan teguh dengan ajarannya. Golongan
politeistis adalah mereka yang ajarannya telah di selewengkan oleh Yahudi dan kaum
mereka sendiri. Selain itu Ibnu Hazm mengungkapkan terdapat 78 pasal dalam kitab
injil yang saling bertentangan sehingga dapat di simpulkan bahwa kitab Injil bukanlah
berasal dari wahyu.
Kecerdasan Ibnu Hazm terlihat dari pemahamannya terhadap perjanjian lama dan
perjanjian baru yang tergambarkan dalam karya agungnya di atas. Selain itu karena
kritikan yang tajam terhadap umat Kristen dan sumbangan yang besar terhadap ilmu
perbandingan agama, para sarjana barat dan islamis barat memberikan pengakuan dan
pengukuan terhadap karya-karyanya.
Ilmu perbandingan agama dalam Islam selanjutnya di kembangkan oleh seorang
theolog terkemuka yang telah mendapat epresiasi besar dari Timur maupun di Barat.
Diapun telah berhasil merekam sejarah panjang pemikiran para filusuf, theolog, ahli
hikmah termasyhur dari penjuru dunia serta berbagai bentuk agama, kepercayaan,
sekte lainnya di luar Islam di dalam sebuah buku yang berjudul Al-Milal wa Al-Nihal.
Namun perkembangan ini hanya bersifat apologis, yaitu jawab atas kritik Kristen
terhadapap islam. Sebagaimana Ahmand As-sanhaji Al-qorafi yang menulis tentang
Al-Ajwibah Al-Fakhirah an Al-As’ilah Al-Fajirah. Kitab ini berisi tentang jawaban
atas buku yang dikarang oleh Uskup dari Sidon dengan judul Risalah ila Ahad Al-
Muslim. Lalu Muhammad Abduh menulis buku Al-Islam Wa Al-Nasroniah Ma’a Al-
Ilmi Wa Al-Madaniayah sebagai jawaban terhadap tulisan-tulisan Farah Antum dalam
Al-Jami’ah.
Ada dua faktor yang menybabkan ilmu perbandingan agama kurang berkembang
dalam Islam di antar lain sedikitnya literatur-literatur orisinil yang berasal dari
penilitian dan pengkajian langsung terhadap agama. Selain itu kurangnnya perhatian
agama islam terhadap ilmu-ilmu yang bersifat empiris dan lebih mementingkan ilmu
yang bersifat theologis, seperti Tauhid, Fiqh, Ilmu Kalam, Tasawuf dan Ulum Al-
Hadits.

3. Ruang lingkup ilmu perbandingan agama


Setiap disiplin ilmu pengetahuan pasti mempunyai batasan pembahasan atau yang
lumrah disebut dengan ruang lingkup pembahasan. Ilmu perbandingan agama juga
memiliki ruang lingkup pembahasan.Sebelum dikemukakan apa ruang lingkup ilmu
perbandingan agama, alangkah baiknya diketahui dahulu apa itu arti ruang lingkup. Ruang
lingkup merupakan kata majemuk yang terdiri dari ruang dan lingkup.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan; ruang bisa berarti sela-sela antara
dua (deret) tiang atau sela-sela antara empat tiang (di bawah kolong rumah). Rumah itu
mempunyai empat buah tiang. Sedangkan lingkup bisa bermakna luasnya subyek yang
tercakup. Dengan demikian dapat dipahami bahwa ruang lingkup itu bisa berarti batasan
pembahasan atau kajian. Jadi ruang lingkup ilmu perbandingan agama adalah batasan
kajian atau pembahasan ilmu perbandingan agama.
Untuk membantu memperjelas pengertian ruang lingkup di atas penulis kemukakan
suatu contoh “Pembahasan tentang dosa warisan”, menurut agama Kristen. Manusia
mewarisi dosa nenek moyangnya (Adam) ketika melanggar larangan Tuhan di surga.
Namun berkat pengorbanan Yesus di tiang salib, maka dosa tersebut (warisan) dapat
terhapus, jika tidak, manusia akan menanggungnya. Menurut kacamata Islam Adam
memang pernah melanggar larangan Tuhan ketika di surga, yakni memakan buah khuldi,
akibat perbuatannya tersebut Adam diturunkan dari surga. Masalah dosa dalam Islam
ditanggung masing-masing orang, tidak ada waris-mewaris dalam hal dosa dan tidak ada
seorangpun yang menanggung dosa orang lain. Pembahasan/kajian masalah dosa dari dua
sudut pandang (Kristen dan Islam) tersebut sebenarnya masih bisa dilanjutnya. Misalnya
mana ajaran yang rasional, mana yang tidak. Mana yang benar, mana yang tidak benar.
Namun karena ilmu tersebut memiliki ruang lingkup, maka pembahasannyapun hanya
sampai pada bagaimana konsep dosa menurut kristen dan bagaimana menurut Islam
(hanya mendeskripsikannya saja).
Lebih konkrit A. Mukti Ali dalam bukunya menyebutkan bahwa ruang lingkup ilmu
perbandingan agama adalah :
a. Perbandingan agama meskipun membicarakan perbandingan, namun ia tidak
mengadakan perbandingan benar salahnya, melainkan yang dibicarakan pada dasarnya
sama saja, dalam hal ini harus berdasarkan obyektivitas.
b. Perbandingan agama tidaklah membahas atau membicarakan tentang kebenaran dan
ketidak benaran dari pada suatu agama yang ia teliti atau pelajari, dalam hal ini semua
agama menurut ilmu ini dinilai sama. Pembahasan tentang kebenaran suatu agama
adalah menjadi ruang lingkup pembahasan disiplin ilmu lain seperti theologi atau
filsafat agama.
c. Ilmu perbandingan agama tidak bertujuan untuk memberi atau menambah keimanan
seseorang yang menekuninya, sebab ia bukan theologi. Demikian juga ilmu ini tidak
berusaha untuk meyakinkan maksud agama seperti yang diusahakan oleh penganut
agama itu sendiri atau dengan kata lain bahwa orang yang menyelidiki agama-agama
guna membuat suatu perbandingan , tidaklah berusaha untuk menjadi ulama dalam
agama yang dipelajarinya.
d. Penyelidikan ilmu ini tidak hanya terbatas kepada pengumpulan fakta-fakta dan data-
data, tetapi juga membicarakan secara luas hal-hal seperti kitab suci, lembaga agama,
syari’at dan lainnya.

Demikian ruang lingkup ilmu perbandingan agama menurut A. Mukti Ali. Ruang
lingkup tersebut mesti ditaati oleh para pengkaji ilmu perbandingan agama.

Adapun cara yang ditempuh dalam ilmu perbandingan agama ialah mengumpulkan
dan mencatat segala kenyataan yang terdapat pada berbagai macam agama yang
diselidiki, meliputi studi kitab-kitab suci, tempat-tempat upacara keagamaan seperti
Masjid, Gereja, Kuil, Vihara, Klenteng dan sebagainya. Selain itu dipelajari juga bentuk
upacara keagamaan (ritus) yang dilakukan oleh para pemeluk agama. Sedangkan yang
dijadikan obyek studi ilmu perbandingan agama tidak hanya terbatas pada agama-agama
besar atau agama samawi saja, akan tetapi meliputi semua agama (samawi dan ardhi) yang
pernah hidup dan dianut oleh manusia meskipun hanya bersifat lokal (agama etnis).

4. Manfaat Ilmu Perbandingan Agama


Sebagian dari orang masih ada yang memiliki pandangan yang salah terhadap Ilmu
Perbandaingan Agama. Kebanyakan dari mereka menganggap Ilmu Perbandingan Agama
merupakan ilmu yang hanya membandingkan agama satu dengan agama yang lain.
Kemudian sebagaian yang lain ada yang menganggap ilmu perbandingan agama adalah
ilmu yang dapat mendangkalkan aqidah seseorang. Hal demikian terjadi karena persepsi
mereka yang mengira bahwa dengan mempelajari ilmu tersebut seseorang akan semakin
jauh dari keimanannya.
Padahal manfaat Ilmu Perbandingan Agama adalah untuk menambah keyakinan
seseorang kepada agamanya. Hal demikian terjadi karena, dengan membandingkan
agamanya dengan agama yang lain, dirinya mengetahui letak keunggulan agamanya dari
agama lain. Dampaknya, selain menjelaskan kemulian agamanya dari agama lain, dapat
meningkatkan keimanan dan keyakinan seseorang kepada agamanya. Lalu sebaliknya,
secara tidak langsung akan timbul dalam dirinya rasa simpatik terhadap orang-orang selain
agamanya untuk mendakwahkannya.
Dari segi keilmuaan, ilmu perbandingan agama membantu meningkatkan dan
mengembangkan kajian di bidang Oksidentalisme. Sehingga kajian barat yang secara garis
besar agama kristen dapat terbantu dari sisi ilmu perbandingan agama. Selain hal itu, ilmu
ini dapat membantu proses berdakwah menjadi lebih efektif dan lebih efisien. Sama
halnya seperti ilmu filsafat dan logika yang biasa digunakan oleh mutakalimun.
Timbulnya ilmu perbandingan agama menimbulkan sifat kritis yang tampak jelas
pada seorang tokoh yang bernama Xenophanes dari Colophon (570-475 S.M). Ia
berpendapat tidak seorang pun tahu atau dapat tahu tentang sesuatu yang menyangkut
hakikat para dewa, karena semua yang dikatakan tentang dewa dewa tersebut hanya
pendapat para doxsa. Sifat rasionalisme kuat didedikasikan pada abad ke 19 zaman
pencerahan untuk kebebasan, memandang, perasaan, imajinasi, intuisi, dan integritas
pribadi sebagai viral-viral utama kehidupan. Sifat sifat tersebut ditempatkan pada fase-fase
sejarah manusia yang di perkenalkan oleh Harder.
5. Tujuan Ilmu Perbandingan Agama
Adapun tujuan dari ilmu perbandingan agama adalah untuk mengumpulkan dan
mencatat hal hal berkaitan dengan agama, seperti; sejarah kelahirannya, perkembanganya,
bagaimana ajaranya, dimana agama tersebut menyebar, siapa pendirinya dan lain lain.
Ilmu ini juga merupakan sebuah langkah awal dari terciptanya toleransi antara umat
beragama. Toleransi akan tercipta apabila satu agama memahami agama yang lain.
Pemahaman tersebut akan terwujud bila ia mengenali agama lain.
Contoh, umat Kristen akan toleran terhadap sholat bila ia memahami dan mengetahui
bahwa sholat merupakan ibadah wajib bagi setiap kaum muslim. Kelalaian dalam sholat
oleh seorang muslim merupakan suatu dosa besar.
Tujuan lain dari ilmu perbandingan agama adalah mencari asal usul agama,
pembahasannya biasanya berkisar tentang dari manakah agama itu berasal apakah benar ia
berasal dari wahyu ilahi? Kalau tidak apakah ia berasal dari magi penyembahan nenek
moyang atau lainnya
Tujuan lain yang di ungkapkan oleh Benyamin Konstan di Prancis dan Cristoph
Meiner dari sisi fenomenologi bahwa tujuan ilmu ini adalah untuk menemukan esensi dari
agama. Hasil dari pemahaman tujuan tersebut, ditemukannya persamaan-persamaan antara
agama-agama dari beberapa segi. Pendapat lain yang di kemukakan oleh Joachim Wach
bahwa tujuan ilmu perbandingan agama “to understand the meaning of other religions”.
Senada dengan itu Kitagawa mengungkapkan tujuan dari ilmu perbandingan agama adalah
“The task of the historian of religion is to try to feel and understand adhesiveness of
various aspects of historic religion”.
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan
Ilmu perbandingan agama adalah cabang ilmu pengetahuan yang memahami gejala-
gejala keagamaan dari suatu kepercayaan dalam hubungannya dengan agama lain. Awal
mula munculnya perbandingan agama bersala dari perkembangan pemikiran dan kajian-
kajian agama sebelumnya, karena biasanya kajian-kajian agama selalu dihubungkan
dengan perkembangan pemikiran keagamaan sejak zaman Yunani Kuno, Romawi Kuno,
dan sampai masa barat sebelum dan sesudah abad 19.
Ruang lingkup perbandingan agama secara garis besar memang membicarakan
tentang perbandingan dari semua agama, namun tidak terpaku dengan benar salahnya
saja tetapi melihat secara objektif, dan juga membicarakan hal-hal seperti kitab suci,
lembaga agama, syariat, dan lain lain.
Tujuan dan manfaat adanya ilmu perbandingan agama yaitu untuk menambah
keyakinan seseorang dengan agamanya sendiri dan supaya setiap orang bisa berpikir
kritis dan tidak memandang agama-agama tertentu dengan sebelah mata saja.

2. Daftar pustaka
Adib Fuadi, Muhammad. “Ilmu Perbadingan Agama”. Spirit for Education and
Development, Yogyakarta: 2012.
Arifin."Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar", Jakarta : PT Golden Terayon
Press,2001.
Djam’annuri. “Studi Agama-Agama”. Pustaka Rihlah, Yogyakarta: 2003.
Hasbullah Bakri. "Suatu Perbandingan Mengenai Penyiaran Kristen dan Islam"' Jakarta
: Bulan Bintang, 2004.
M. Darojat Ariyanto. 2006. Isi, Perkembangan, Dan Manfaat Bagi Seorang Muslim.
Jurnal Ilmu Perbandingan Agama.
Muchtar Ghazali, Adeng. “Ilmu Perbandingan Agama”. Bandung:CV Pustaka Setia,
2000
Romdhon. ”Metodologi Ilmu Perbandingan Agama”. PT raja grafindo persada, jakarta,
1996.

Anda mungkin juga menyukai