Anda di halaman 1dari 41

SOCIAL LEARNING THEORY:

ALBERT BANDURA
DEFINISI SOCIAL LEARNING THEORY

Manusia mempelajari sesuatu dengan cara meniru perilaku orang lain

1. Bandura, sebagai seorang behavioristik, percaya


bahwa perkembangan kognitif saja tidak cukup
menjelaskan perilaku pada anak. Ia yakin, proses
meniru juga berpengaruh terhadap
perkembanganya.
2. Bandura memandang kemampuan kognitif juga
mempengaruhi proses belajar.
3. Eksperimen boneka Bobo; di mana anak
memperlihatkan perilaku berbeda setelah
diperlihatkan sebuah tayangan.
ANAK BELAJAR DENGAN MENIRU LINGKUNGAN.
Social learning theory, atau teori belajar sosial, adalah pengembangan dari
karya Cornell Montgomery (1843-1904) Montgomery mengajukan pemikiran
bahwa belajar sosial terjadi melalui empat tahap:
1. Kontak dekat,
2. Imitasi terhadap pihak yang superior,
3. Memahami konsep yang perilaku yang hendak ditiru
4. Perilaku model peran
1. Adapun teori Albert Bandura kemudian melengkapi pemikiran Rotter,
sekaligus melengkapi karya Miller dan Dollard Menurut Bandura, manusia
bukanlah makhluk yang sekadar meniru apapun yang ia lihat; manusia bisa
memilih perilaku apa yang ia pilih dan mana yang ia buang.
2. Bandura menyempurnakan teori belajar sosial dengan menambahkan aspek
perilaku dan kognitif.
3. Adapun menurut bandura Behavioral learning (belajar perilaku)
berarti lingkungan menyebabkan seseorang melakukan perilaku tertentu.
Belajar kognitif berarti bahwa faktor psikologis pun punya andil dalam
mempengaruhi bagaimana seseorang berperilaku.
TEORI BELAJAR SOSIAL ADALAH
KOMBINASI DARI LINGKUNGAN DAN
FAKTOR KOGNITIF.
KONSEP-KONSEP DASAR SOCIAL LEARNING THEORY BANDURA
Teori ini didasarkan pada fakta bahwa pengetahuan manusia didapat dari manusia lain. Dengan
kata lain, apa yang kita tahu didasarkan oleh penjelasan yang diberikan orang lain pada kita

1. HARAPAN, ATAU EKSPEKTASI, Pengetahuan harus mampu mewujudkan apa yang ia


inginkan dari lingkungan, dan kepercayaannya terhadap sesuatu harus sesuai dengan
kepercayaan lingkungan contoh Kalau kita mengacungkan jempol di Indonesia, Korea, atau Jepang, itu
menandakan kita sedang menyatakan setuju, oke, iya, dsb. Namun, kalau kita mengacungkan jempol di Brazil, itu
menandakan kita sedang melecehkan orang lain secara seksual.
2. BELAJAR OBSERVASIONAL individu mendasari pengetahuannya dengan
mengobservasi orang lain di dalam lingkungan. Misalnya, kata “pantek”. Kata pantek, di beberapa kota
diartikan sebagai pengeboran manual untuk gali sumur. Di beberapa kota di Sumatera, pantek diartikan sebagai makian.
Seorang dari Sumatera mungkin akan kaget mendengar kata pantek disebut begitu saja di masyarakat. Namun, bila dia
mengobservasi dengan benar, dia akan sadar bahwa kata itu punya makna yang berbeda.
3. KAPASITAS BEHAVIORAL merujuk pada fakta bahwa pengetahuan seseorang
diperlukan untuk mempengaruhi perilakunya; Seorang anak mungkin tidak sadar bahwa berteriak di
dekat orang tua tidak sopan, sampai seseorang menegurnya. Kalau tidak mendapat respon negatif, tentu dia akan terus
melakukannya dong. Kan dia nggak sadar. Kalau sudah dikasi punishment/respon negatif, barulah dia berhenti
4. EFIKASI DIRI ADALAH keyakinan seseorang terhadap dirinya sendiri. Jika seseorang
yakin terhadap pengetahuannya, ia akan bertindak berdasarkan pengetahuannya.
Misalnya mengacungkan jempol tadi. Bila satu orang di Brazil memarahi kamu karena mengacungkan jempol, kamu
akan heran dan mulai ragu dengan pengetahuanmu. Kamu jadi ragu untuk mengacungkan jempol lagi. Akhirnya,
semakin banyak orang memarahi kamu, kamu jadi tahu bahwa mengacungkan jempol itu salah Kalau sudah yakin
mengacungkan jempol salah, kamu nggak mengacungkan jempol lagi.
KONSEP-KONSEP DASAR SOCIAL LEARNING THEORY BANDURA
Teori ini didasarkan pada fakta bahwa pengetahuan manusia didapat dari manusia lain. Dengan
kata lain, apa yang kita tahu didasarkan oleh penjelasan yang diberikan orang lain pada kita

5. DETERMINISME RESIPROKAL adalah orang saling meniru perilaku saat mereka


berinteraksi. Ketika seseorang berada di satu lingkungan, dia akan beradaptasi
dengan lingkungan tersebut; Ketika kamu ketemu dosen, mungkin kamu akan
bicara mengenai mata kuliah atau tugas. Kamu akan menggunakan kata “saya” dan
nada bicara yang rendah Tapi, saat sama temen, mungkin kamu akan ngomong
dengan kata “ogut” dan nada bicara yang santai. Mungkin diselingi dengan saling
meledek bahkan melecehkan
6. REINFORCEMENT adalah respon dari orang lain yang dapat
memperkuat/melemahkan suatu perilaku. Misalnya, bila seorang perempuan
menggunakan pensil alis lalu dia dipuji, maka dia akan meneruskan menggunakan
pensil alis. Malah, mungkin pensil alis itu akan dia gunakan juga di bagian kumis
dan dagu api, kalau dia pakai pensil alis lalu semua orang ngeledek
“mirip Shinchan”, mungkin dia akan berhenti menggunakan pensil alis. Sebagai
ganti, mungkin dia akan mengoleskan alisnya dengan pensil 2B, lalu komputer
mendeteksi wajahnya sebagai kunci jawaban
1.Bagaimana Proses Manusia Dalam
Meniru Perilaku?
2.Bagaimana Suatu Perilaku Dikatakan
Meniru?
Observational Learning
 Manusia mampu belajar beragam sikap,
ketrampilan, dan tingkah laku, yang sebagian
besar merupakan hasil dari pengalaman
vicarious (mengobservasi orang lain).
 Observasi memungkinkan seseorang untuk
belajar tanpa harus melakukan tingkah laku
apapun.
 Belajar melalui observasi jauh lebih efisien
daripada belajar melalui pengalaman langsung.
 Reinforcement bukan sesuatu yang esensial
dalam proses belajar (berbeda dengan pendapat
Skinner).
1. Attention atau Perhatian. Syarat utama untuk meniru suatu perilaku adalah:
perilaku itu harus menarik perhatian:seorang guru, kalau lagi ngajar di depan
kelas.
Kalau kamu nggak memperhatikan, apakah kamu bisa ngerti?
2. Retention atau Pengingat Seberapa baik perilaku ini diingat. Kita mungkin tau
sebuah perilaku, tapi kita nggak bisa serta merta menirunya; Proses peniruan
nggak bisa berhasil kalau kita nggak inget perilakunya
3. Reproduction atau Pengulangan; Sudah merhatiin, sudah inget, maka
waktunya praktek! Kita mencoba melakukan apa yang sudah kita lihat dan
simpen dalam otak
4. Motivation atau Motivasi.; Kamu sudah memperhatikan perilaku. Kamu
mengingat langkah-langkahnya.
Kamu merasa kamu bisa menirukan perilaku itu. Lalu, apakah proses learning
ini pasti terjadi? Sebuah perilaku tidak bisa ditiru, bila kita nggak ingin
melakukannya. Dalam hal ini, motivasi mengambil peran.
Proses Mediasi Social Learning Theory
1. Bandura (1977) berkata bahwa manusia sesungguhnya adalah prosesor aktif.
2. Indiv tidak sekedar meniru, ia memikirkan konsekuensi dr perilaku yg akan ia tiru;
3. Apabila sebuah perilaku tidak memberikan manfaat buat dirinya, dia nggak akan
meniru. Tapi kalau perilaku ternyata memberi dampak, ya akan dia tiru

Ada proses pertimbangan yang terjadi, ada tiga model yang ditiru dalam
observational/social learning.yaitu

1. Model langsung, seorang yang nyata, berada di dekat peniru,


melakukan suatu perilaku
2. Model instruksi verbal, seseorang menyebutkan perilaku dan ciri-cirinya
secara detil
3. Model simbolik, karakter (nyata/fiktif) yang menampakkan perilaku
melalui media. Bisa berupa buku, video, atau film.
 Seseorang cenderung akan melakukan pengulangan ketika ada
sesuatu yang memotivasinya. Pengulangan akan terjadi
apabila:

1) Memberi manfaat bagi si peniru,


2) Peniru merasakan hal positif setelah meniru,
3) Ada imbalan eksternal.
Human Agency
 Manusia memiliki kontrol terhadap
kehidupannya: memiliki kemampuan regulasi
diri, proaktif, refleksi diri, organisasi diri.
 Empat ciri penting dalam human agency:
a. intentionality (t.laku dg perencanaan)
b. forethought (merancang tujuan)
c. self-reactiveness (monitor kemajuan)
d. self-reflectiveness (evaluasi thd fungsi-
fungsi yang dilakukan)
 Definisi Self Efficacy (Efikasi Diri) Menurut
Para Ahli
 Apa itu self efficacy?
 Apa faktor pembentuknya?
 Apa variabel terkait efikasi diri?
 teori: self efficacy merupakan suatu keyakinan atau kepercayaan diri
individu mengenai kemampuannya untuk mengorganisasi, melakukan
suatu tugas, mencapai suatu tujuan, menghasilkan sesuatu dan
mengimplementasi tindakan untuk mencapai kecakapan tertentu

Menurut Bandura (1986), efikasi diri adalah kepercayaan individu


akan kemampuannya untuk sukses dalam melakukan sesuatu

Self Efficacy menurut Santrock (2007) adalah kepercayaan


seseorang atas kemampuannya dalam menguasai situasi dan
menghasilkan sesuatu yang menguntungkan

Stipek (2001, dalam Santrock, 2007) menjelaskan bahwa self


efficacy adalah kepercayaan seeorang atas kemampuannya
sendiri
 Kesimpulannya Self efficacy adalah keyakinan seseorang
mengenai sejauh mana ia mampu mengerjakan tugas,
mencapai tujuan, dan merencanakan tindakan untuk mencapai
suatu goal.
 Ketika seseorang mempunyai self efficacy tinggi, dia tahu bahwa ia
bisa mengerjakan suatu hal.

 Lalu apa bedanya self efficacy dengan


optimisme?
 Apa faktor pembentuk self efficacy?
Menurut Bandura, ada empat penyebab
kenapa seseorang bisa punya self efficacy
tinggi atau rendah.
1) Pengalaman yang menetap; peristiwa di masa lalu bisa menentukan self efficacy seseorang;
Misalnya nih kamu dulu pernah ngedeketin cewek, terus ehh berhasil jadian.Pengalaman pernah
jadian ini bikin kamu ngerasa bisa ngedeketin cewek. Kamu ngerasa kalo naksir cewek, kamu
sanggup kok ngedeketin. Self efficacy kamu dalam ngedeketin cewek pun menjadi tinggi

2) Pengalaman rasakan sendiri.; Saat itu kamu mikir,”lah kalo dia bisa berarti aku harusnya juga
bisa dong” Saat kamu mikir gitu, berarti self efficacy kamu udah terpengaruh. Jadi, self efficacy
bisa dipengaruhi dengan perbandingan antara kamu dengan orang lain.

3) Pendapat orang lain;Bayangin kamu punya pacar.


Kalo kamu mentok mengerjakan suatu hal, terus dia senyum ke kamu sambil bilang “semangat
sayang, kamu pasti bisa kok”, apa perasaanmu? Berasa jadi semangat kan? Kalo udah dibilang
“pasti bisa” gitu rasanya kamu pun jadi yakin kalo kamu bisa. Ini tandanya pendapat orang lain
dapat mempengaruhi self efficacy.Tapi secara umum, menurunkan self efficacy lebih gampang
dibanding meningkatkannya.

4) Keadaan psikologis. Kalo lagi bete, lagi suntuk, lagi sedih, rasanya jadi males ngapa-ngapain.
Nulis skripsi juga emoh banget. Kalo hati lagi berbunga-bunga, lagi hepi… hmmmm rasanya bisa
deh bikin skripsi dua jilid dari abis maghrib sampe sebelum imsak
 Empat tersebut merupakan pengalaman
yang menetap, pengalaman yang
dirasakan sendiri, bujukan sosial, dan
keadaan psikologis
Eksperimen Pemodelan Bandura
 Kelompok A = Disuruh memperhatikan sekumpulan orang dewasa
memukul, menumbuk, menendang, dan menjerit kearah patung besar
Bobo.
 Hasil = Meniru apa yang dilakukan orng dewasa malahan lebih agresif
 Kelompok B = Disuruh memperhatikan sekumpulan orang dewasa
bermesra dengan patung besar Bobo
 Hasil = Tidak menunjukkan tingkah laku yang agresif seperti kelompok A
Rumusan :
 Tingkah laku anak – anak dipelajari melalui peniruan / permodelan adalah
hasil dari penguatan.
 Hasil Keseluruhan Eksperimen :
 Kelompok A menunjukkan tingkah laku yang lebih agresif dari orang
dewasa. Kelompok B tidak menunjukkan tingkah laku yang agresif
 Motivasi banyak ditentukan oleh kesesuaian antara
karakteristik pribadi pengamat dengan karakteristik
modelnya. Ciri – cirri model seperti usia, status social,
seks, keramahan, dan kemampuan, penting dalam
menentukan tingkat imitasi. Anak – anak lebih senang
meniru model seusianya daripada model dewasa. Anak
– anak juga cenderung meniru model yang sama
prestasinya dalam jangkauannya. Anak – anak yang
sangat dependen cenderung imitasi model yang
dependennya lebih ringan. Imitasi juga dipengaruhi oleh
interaksi antara ciri model dengan observernya
Self-Regulation
Orang-orang dengan tingkat self-efficacy yang
tinggi, memiliki bbrp proxy dan punya collective
efficacy yang utuh, akan memiliki kapasitas yang
baik untuk mengatur tingkah laku.
Faktor eksternal:
a. standar evaluasi tingkah laku
b. reinforcement
Faktor internal
a. observasi diri
b. proses penilaian
c. self-reaction
Self-Regulation

Manusia melakukan regulasi diri juga berdasarkan


standar moral:
a) tidak menyakiti orang lain
b) membantu secara proaktif.
Standar moral hanya akan berpengaruh bila
diaktifkan, sehingga seseorang bisa saja
melakukan tingkah laku yang bertentangan
dgn nilai moralnya (selective activation &
disengagement of internal control).
Self-Regulation

Tingkah laku yang bertentangan dengan nilai


moral (p. 487):
1. Mendefinisikan kembali tingkah laku
2. Mendistorsi konsekuensi tingkah laku
3. Dehumanisasi / menyalahkan korban
4. Mengalihkan atau mengurangi
tanggung jawab pribadi
Self-Regulation

1. Mendefinisikan kembali tingkah laku


a. Moral justification: merasa benar melakukan
pembunuhan dengan mengutip ayat-ayat dari
kitab suci
b. Palliative comparison: merasa tidak
bersalah setelah merusak sekolah karena
murid lain melakukan perusakan yang lebih
berat
c. Euphemistic label: pemimpin Nazi
melakukan pembunuhan dengan dalih
“purification of Europe”
Self-Regulation

2. Mendistorsi konsekuensi tingkah laku


a. Meminimalkan konsekuensi: seorang supir
yang menabrak pejalan kaki tidak mengakui
parahnya luka-luka si korban
b. Tidak mengakui konsekuensi: para pemimpin
perang tdk mengakui besarnya kerusakan
akibat perintah mereka
c. Mendistorsi konsekuensi: orangtua memukuli
anaknya dengan alasan melakukan disiplin
demi masa depan anak
Self-Regulation
3. Dehumanisasi/menyalahkan korban
Contoh: pada masa peperangan musuh dilihat
sebagai subhuman, pemerkosa menyalahkan
korban karena berpakaian seksi

4. Mengalihkan atau menyebarkan tanggung


jawab pribadi
Contoh: mahasiswa yang memperoleh nilai
buruk menyalahkan dosennya, pegawai negeri
yang korupsi menyalahkan sistem birokrasi
Tingkah Laku Bermasalah

DEPRESI : akibat menetapkan goals yang terlalu


tinggi sehingga gagal dan depresi
a) Saat melakukan observasi diri, seseorang
dapat salah menilai dan menekankan pada
kegagalan
b) Bila depresi, seseorang cenderung salah
dalam melakukan penilaian, memiliki harapan
yang tidak realistis
c) Memberikan penilaian yang amat buruk dan
menghukum diri atas kekurangan yang dimiliki
Tingkah Laku Bermasalah

FOBIA : ketakutan yang intens & bertahan


terhadap sesuatu yg sebenarnya tidak
berbahaya.
a) Sulit dihilangkan karena individu cenderung
menghindar dari hal yang menimbulkan fobia.
b) Amat dipengaruhi oleh TV dan media massa.
c) Fobia bertahan karena adanya negative
reinforcement.
Tingkah Laku Bermasalah

 AGRESI : diperoleh melalui observasi,


pengalaman dengan reinforcement, pelatihan,
keyakinan yang salah.
Eksperimen pada anak-anak yang mengobservasi
film dan model yang melakukan agresivitas vs
kelompok kontrol.
Hasilnya: anak-anak pada kelompok eksperimen,
setelah mengalami kejadian frustrasi,
menunjukkan agresivitas dua kali lipat lebih
tinggi.
Terapi
 Tujuan utama dari terapi adalah self-regulation.
Awalnya adalah perubahan tingkah laku spesifik
yang kemudian digeneralisasi pada berbagai
situasi.
 Pendekatan dasar (kombinasi):
a. Overt/vicarious modeling (observasi
model melakukan tingkah laku yang
dihindari)
b. Covert/cognitive modeling (visualisasi)
c. Enactive mastery (diawali dengan
desensitisasi sistematik, kemudian
bermain peran)

Anda mungkin juga menyukai