(Kadarmanto Hardjowasito)
1. Dalam Pengertian Christian Education, PAK adalah salah satu tugas dari berbagai
tugas gereja yang banyak itu.
Ruang lingkup PAK mencakup : Semua bentuk pelayanan pendidikan dan /atau
pembinaan Kristen untuk semua lapisan usia yang menjadi tanggung jawab dan di
selenggarakan oleh gereja secara teratur, bertujuan, dan terus-menerus.
1
gereja dalam perannya di bidang pendidikan sejak edik Milan (tahun313) yaitu ketika
agama Kristen diterima sebagai agama resmi oleh Kaisar Constantinus.
Masyarakat majemuk
Iman Kristen sejak semula merupakan salah satu saja dari sejumlah iman yang saling
berkompetisi dalam kerajaan Romawi Timur. Ia dilahirkan dalam dua lingkungan tradisi yang
sangat berlainan, yaitu tradisi keyahudian dan tradisi pemikiran Yunani. Tradisi Yahudi
segera menjadi lawan yang tidak disukai oleh komunitas Kristen purba. Surat-surat Rasul
Paulus, yang senantiasa membandingkan iman Yahudi dan iman Kristen –dengan
memandang rendah keyahudian- merupakan contoh sebuah awal pendekatan yang bercorak
polemis terhadap iman lain.
Ledakan gerakan penginjilan missal gereja-gereja Protestan pada abad ke-19 juga
menjadi masa ekspansi lembaga-lembaga pendidikan Kristen. Sepanjang abad tersebut
sampai Perang Dunia I, banyak orang Kristen yang percaya terhadap apa yang diramalkan
oleh John R. Mott dengan amat meyakinkan, yaitu, penginjilan dunia dalam generasi ini (the
evangelization of the world in this generation) gagasan evolusi Darwin telah melegitimasikan
pandangan tentnag supermasi gereja.
2
Sudut pandang Barthian melihat agama2 sebagai religio falsa. Yang benar hanyalah
pengalaman langsung dengan Firman Tuhan yang menembus masuk ke dalam kehidupan
manusia dan menganugerahi manusia dengan iman yang benar.
Jika kita meyakini bahwa Tuhan adalah asal dari seluruh ciptaan, kita pun perlu
menyimpulkkan bahwa kemajemukan atau kebhinekaan ciptaan merupakan bagian dari
rancangan Tuhan.
Dua sikap terhadap kemajemukan. Sikap pertama, mencerminkan mentalitas agar semuanya
menjadi satu. Sikap ini menampakkan diri menerima kemajemukan, namun sebenarnya
menghadapi kemajemukan dengan gelisah.
Sikap kedua, menerima kemajemukan sebagai kenyataan esensial dari kehidupan manusia
dan masyarakat, lalu berusaha menemukan jalan untuk memahami perannya yang dinamis
dalam realitas yang majemuk itu.
Contoh lain, kemajemukan iman secara positif dapat dikemukakan dalam hubungan
dengan masalah lingkungan hidup. Pertama, kita dapat mengajak naradidik untuk melihat
3
bahwa setiap iman memiliki pandangannya terhadap alam atau dunia sekitar. Kedua, setiap
iman/agama/keyakinan memiliki nilai-nilai dan sikapnya yang peduli terhadap alam dan
mengubah sikap nara didik terhadap alam dan kelestariannya. Ketiga, kita juga perlu
menekankan bahwa usaha-usaha pelestarian alam hanya bisa terjadi dengan dukungan dan
kerja sama semua golongan agama.
Suka atau tidak suka, kemajemukan adalah realitas kehidupan kita di Indonesia.
Kegiatan pendidikan dan pengajaran agama serta masing-masing komunitas agama perlu
menemukan beberapa model untuk memahami dan menafsirkan kenyataan ini.
Setiap aspek pendidikan tidak pernah bebas dari nilai-nilai dan cara pandang terhadap dunia.
Kita semua perlu melihat sejauh mana nilai-nilai, keyakinan, dan cara pandang dunia perlu
diubah sbagai akibat ari tantangan kmajmukan dan pertanyaan tentang tujuan dan sarana
untuk mencapai tujuan.
Yang pertama bersifat teologis. Segala bentuk ketakutan dan kecurigaan kita terhadap
kemajemukan harus kita gantikan dengan penerimaan bahwa Tuhan berkarya di
dalam dunia. Apa yang kita perlukan adalah menguji ulang dan mendesain ulang cara
kita mengasuh dan membina iman warga gereja dan diri sendiri. materi kurikulum
PAK adalah bidang yang perlu di garap dengan sungguh-sungguh agar mencerminkan
atau memuat konsekuensi-konsekuensi dari dialog antar iman dan penerimaan kita
atas kemajemukan masyarakat yang kita sebut di atas.
Langkah kedua menyangkut tujuan-tujuan yang memadai dan layak untuk suatu
masyarakat majemuk dan yang sesuai dengan sarana-sarana yang dikembangkan atau
di pergunakan untuk memperjuangkan tujuan-tujuan tersebut.
a. Tujuan lain yang memadai adalah mewujudkan perdamaian dalam keadilan (peace
with juice). Usaha pemecahan konflik-konflik dan peredaan ketegangan,tidak dapat di
pisahkan dari usaha memberlakukan keadilan. Pendidkan perdamaian (peace
4
education) dan pembinaan atau pelatihan conflict-resulation merupakan hal yang
perlu menjadi program PAK.
b. Tujuan penting lain adalah penyediaan ruang bagi kreatifitas. PAK yang tradisional
terlalu menganakemaskan muatan pengetahuan, dan cepat mencurigai kreatifitas dan
seni (lukis,gambar,tari,nyanyi,drama,music,dan sebagainya).
Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang amat majemuk dari segi suku, agama,
ras, dan golongan, sebuah komunitas multicultural.
Berbagai konflik yang dikategorikan bernuansa SARA, dan terjadi diberbagai daerah
dalam beberapa waktu yang lalu, antara lain disebabkan karena realitas kemajemukan itu
tidak dipahami, tidak dipedulikan, dan bahkan tidak diberi apresiasi.
Menyadari realitas kemajemukan itu dan adanya tugas besar bangsa kita dalam
membangun masa depan, maka hubungan dan kerja sama antar umat beragama harus makin
dikedepankan dan menjadi program yang berkesinambungan, baik yang dilaksanakan oleh
umat beragama /lembaga-lembaga keagamaan, maupun atas prakarsa pemerintah. Dalam
rencana pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009,
dirumuskan antara lain pentingnya ditingkatkan pemahaman nilai agama, kerukunan,
pendidikan agama, dan pendidikan keagamaan. Untuk melaksanakan tugas besar
sebagaimana dirumuskan dalam RPJMN 2004-2009 dan demi menjaga agar kemajemukan
dapat tetap terbebas dari virus disintegrative, selain pemantapan program-program dialog
antar umat beragama, maka pengembangan wawasan yang inklusif dan member ruang bagi
pluralitas penting dilakukan.
Wawasan inklusif adalah pola pikir berciri non-diskriminatif, yang dalam semua
kelompok masyarakat, tanpa memandang suku, agama, dan golongan, dapat hidup bersama
untuk membangun masa depan bersama yang lebih baik, dengan tetap berpijak pada visi
teologis yang diyakini setiap orang. Pemikiran inklusif adalah pemikiran yang
mengakomodasi, member tempat, dan menghargai kelompok lain, dan sebab itu jauh dari
sikap yang meniadakan kelompok lain atau sikap membenarkan pandangan sendiri.
Pengembangan sikap inklusif tidak boleh memperlemah iman, apalagi mengingkari
nilai spesifik yang ada dalam setiap agama. Di lingkungan umat Kristen pengembangan sikap
5
inklusif perlu dilakuakn secara terarah, berkesinambungan, dan mencakup seluruh lapisan
umat. Dalam konteks ini problem dan kendala yang dihadapi adalah keragaman denominasi,
keragaman latar belakang pendidikan, dan perssepsi teologis yang tidak sama.
Gereja-gereja dan umat Kristen di Indonesia telah sejak lama bertekad untuk
mengembangkan hubungan dan kerja sama dengan semua agama dan golongan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Mahaesa sesuai dengan jiwa dan semangat pancasila sebagai dasar
Negara. Hubungan dan kerja sama itu perlu ditingkatkan secara nyata, utamanya dalam
rangka menanggulangi masalah-masalah yang dihadapi bersama, antara lain : kemiskinan,
ketidakadilan, globalisasi, lingkungan hidup, dan HAM. Melalui tekad dan komitmen itu,
diharapkan pengembangan wawasan inklusif dilingkungan umat Kristen makin dipacu,
sehingga pluralitas keagamaan menjaddi aset serta potensi integrative yang kuat dalam
konteks pelaksanaan pembangunan yang mengamalkan pancasila secara konsisten dan
bersungguh-sungguh.1
1
Weinata Sairin, Kekristenan & Kemajemukan dalam Negara Pancasila, (Bandung : Bina Media Informasi, 2009), 73-76