Anda di halaman 1dari 7

Dialog Antarumat Beragama dan

Kepercayaan Lain
 St Ariman  Senin, 08 Februari 2021  dialog antaragama, Katolik XII

Manusia adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia tentu saling membutuhkan
satu sama lain. Namun tidak bisa disangkal bahwa dalam perjumpaan manusia yang satu
dengan manusia yang lain terjadi benturan yang disebabkan oleh perbedaan suku, agama, ras,
kebudayaan, pandangan hidup dan lain-lainnya. Kenyataan ini juga yang mendorong banyak
pihak atau kalangan untuk mengupayakan dialog demi terciptanya perdamaian.

Seorang pemikir sekaligus penggagas rumusan etika global yaitu Hans Kung pernah
mengatakan: 

Tidak akan ada perdamaian dunia tanpa adanya perdamaian agama-agama, tidak akan ada
perdamaian agama tanpa adanya dialog antar agama, tidak akan ada dialog antara agama
tanpa melacak nilai fundamental dari setiap agama.

Pernyataan Hans Kung ini sesungguhnya masih relevan dengan keadaan dunia sekarang. Hal
ini nyata ketika muncul kasus-kasus kekerasan antar kelompok umat bergama. Karena itu,
dialog antara umat beragma dan kepercayaan di Indonesia sangat penting bahkan menjadi
sebuah kebutuhan dalam hidup bermasyarakat.

Nilai-nilai fundamental setiap agama di Indonesia memang sebaiknya diajarkan kepada seluruh
peserta didik, agar mereka dapat memahami dan menghargai keberagaman serta keberadaan
agama lain. Oleh karena itu, dalam pelajaran pendidikan agama Katolik di sekolah tema-tema
tentang agama lain juga diajarkan mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan
menengah. Tujuannya agar para peserta didik mengenal, memahami, serta dapat bersikap
positif terhadap agama-agama lain sehingga dapat bergaul tanpa ada perasaan curiga sekaligus
membangun masyarakat yang damai dan sejahtera dan bebas dari kekerasan.

Ajaran Gereja Katolik tentang Dialog Antarumat Beragama


Gereja Katolik tentu memiliki cara dan ajaran bagaimana membangun dialog dengan umat
beragama lainnya. Hal ini telah jelas dituangkan dalam dokumen konsili Vatikan II yakni Nostra
Aetate terutama artikel 2. Berikut ini merupakan petikannya:

Gereja katolik tidak menolak apapun, yang dalam agama-agama itu serba benar dan suci.
Dengan sikap hormat yang tulus Gereja merenungkan cara-cara bertindak dan hidup, kaidah-
kaidah serta ajaran-ajaran, yang memang dalam banyak hal berbeda dari apa yang diyakini dan
diajarkannya sendiri, Tetapi tidak jarang toh memantulkan sinar kebenaran, yang menerangi
semua orang. Namun Gereja tiada hentinya mewartakan dan wajib mewartakan Kristus, yakni
“jalan, kebenartan dan hidup” (Yoh 14:6); dalam Dia manusia menemukan kepenuhan hidup
keagamaan, dalam Dia pula Allah mendamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya.  Maka Gereja
mendorong para puteranya, supaya dengan bijaksana dan penuh kasih, melalui dialog dan kerja
sama dengan para penganut agama-agama lain, sambil memberi kesaksian tentang iman serta
peri hidup kristiani, mengakui, memelihara dan mengembangkan harta-kekayaan rohani dan
moral serta nilai-nilai sosio-budaya, yang terdapat pada mereka. 

Berdasarkan dokumen di atas, Gereja Katolik sama sekali tidak menolak apa pun yang benar
dan suci dalam agama-agama lain, bahkan dengan sikap hormat yang tulus gereja
merenungkan cara-cara bertindak dan kaidah hidup dari agama lain meski dalam banyak hal
berbeda namun tidak jarang memantulkan sinar kebenaran yang menerangi semua orang.

Bentuk-bentuk Dialog yang Bisa dibangun

Ada pun bentuk-bentuk dialog yang mestinya dibangun antara lain sebagai berikut:

 Dialog Kehidupan, Kenyataan menunjukkan bahwa kita hidup berdampingan dengan umat
beragama lain dalam satu lingkungan atau wilayah. Dalam pergaulan sudah pasti kita akan saling bertegur
sapa dan saling mendukung, saling membantu satu sama lain. Hal ini dilakukan bukan saja demi tuntutan
sopan santun dan etika pergaulan tetapi lebih dari itu juga merupakan tuntutan iman kita. Dari sini akan
terjalin sebuah dialog kehidupan
 Dialog Karya, Dalam hidup bersama dengan umat beragama lain kita diajak dan didorong untuk
bekerja sama demi kepentingan bersama atau untuk kepentingan kelompok masyarakat yang lebih luas.
Kita diajak untuk bekerja sama dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, kegiatan sosial karitatif atau
kegiatan kemanusiaan. melalui kegiatan-kegiatan seperti ini kita akan lebih saling mengenal seklaigus
menghargai satu sama lain.
 Dialog Iman, Walau kita berbeda agama, kita akan saling memperkaya. Karena sejujurnya ada
banyak ajaran agama yang sama, ada juga kesamaan visi dan misi agama. Dan di atas segalanya kita
mempunyai perjuangan yang sama dalam menghayati ajaran iman kita. Artinya, kita dapat saling belajar,
saling meneguhkan dan saling memperkaya. Sebagai orang Katolik kita dapat memberikan kesaksian iman
kita tentang bagaimana menghayati nilai-nilai Injil seperti cinta kasih, solidaritas, pengampunan, kejujuran,
keadilan, perdamaian dan lain sebagainya.
Demikian konsep dan pemahaman tentang pandangan Gereja Katolik tentang dialog antarumat
beragama dan kepercayaan lain. Semoga bisa menambah wawasan serta sanggup
menghayatinya dalam kehidupan sehari-hari.

Membangun Budaya Baru

Virus corona tipe baru (covid-19) sedang meruntuhkan segenap pranata


kehidupan manusia. Negara yang dianggap sebagai institusi paling
sistematis dalam mengurus kehidupan publik kalang kabut dihantam
pandemi ini. Bahkan agama yang selalu menyediakan dirinya untuk
menjawab segenap pertanyaan eksisteni manusia tak berkutik di
hadapannya. Peradaban yang begitu mendewakan mobilitas, ambruk di
bawah hukum social distancing sebagai resep primer melawan corona.

Bisa jadi wabah adalah reaksi natural atas kesalahan manusia secara
kolektip terhadap alam. Dalam bahasa iman, wabah antara lain disebabkan
oleh dosa ekologis. Wabah muncul karena manusia telah merusak tatanan
dan harmoni alam. Perusakan alam itu membuat alam tidak seimbang lagi.
Dan ini mempunyai akibat yang sangat luas dan beragam. Misalnya
pemanasan bumi, perubahan iklim, polusi yang mengotori semua elemen
alam di darat, di laut maupun di udara, dan munculnya berbagai penyakit
baru. Ketidak seimbangan alam ini membuat tubuh manusia tidak
seimbang pula. Imunitas melemah sehingga manusia menjadi rentan
terhadap wabah. Seharusnya alam memiliki caranya sendiri untuk
meredam wabah. Tetapi ketika nafsu, keserakahan, kesombongan
manusia telah merusak alam, wabah tidak terbendung.

Mengenai keserakahan manusia ini Paus Fransiskus


mengatakan: “Dengan keserakahannya, manusia mau menggantikan
tempat Allah, dan dengan demikian akhirnya membangkitkan
pemberontakan alam”. Kita semua terlibat di dalam dosa terhadap harmoni
alam yang telah diciptakan Allah sebagai semua baik dan amat baik
adanya. Itulah yang disebut sekali lagi: dosa ekologis. Wabah menurut
pendapat ini adalah “isyarat alamiah, bahwa manusia telah mengingkari jati
dirinya sebagai citra Allah yang bertugas untuk menjaga harmoni alam,
bukan merusak alam”. Wabah menyadarkan bahwa manusia adalah
ciptaan yang rapuh yang tidak mungkin bertahan jika alam ciptaan lainnya
dihancurkan.

Kita perlu bertobat. Pertobatan bukanlah hal yang mudah. Pertobatan pada
dasarnya suatu kesediaan berubah (cara berpikir dan perbuatan) karena
menanggapi perubahan demi tujuan yang lebih baik. Di samping itu,
pertobatan juga perubahan karena menyadari dan mengakui akan
kesalahan atau kekuranganya.

Ada 3 sikap yang menghambat pertobatan.

 Menyalahkan siapapun yang menyebabkan kegagalan, kesalahan


dan kekurangannya. Sumber kesalahan selalu pada orang lain
ataupun keadaan di sekitarnya. Pada umumnya mereka puas
mengkambinghitamkan orang lain untuk pembenaran diri.
 Selalu mencari alasan untuk tidak berubah. Mereka tidak
menyalahkan pihak lain tapi mereka selalu mempertahankan
kenyamanan diri dengan menyampaikan aneka alasan.
 Ketidaksukaan pada kritik, koreksi dan pendapat baru. Mereka
menganggap apa yang sudah biasa (tradisi) diyakini atau
dilakukan yang paling benar. Pendapat yang berbeda dengan
dirinya dianggap salah dan mengancam diri mereka.
Dari situasi ini, pertobatan menghantar kita kepada situasi hidup baru.
Membangun habitus baru dalam seluruh aspek kehidupan. Kita masuk
dalam kenormalan baru dan hidup secara baru dengan semangat baru.

 Membangun Konteks Pendidikan

Dalam terang ajaran Gereja dan dengan mempertimbangkan kebutuhan


dan tantangan masyarakat zaman sekarang, khususnya ketika pandemi
covid-19 ini, sekolah-sekolah sebagai tempat di mana orang belajar untuk
menghayati kehidupan mereka, mendidik manusia, pertama dan terutama,
melalui konteks hidup, yakni iklim belajar-mengajar yang dibentuk para
siswa dan para guru. Iklim ini menyebar tidak hanya melalui nilai-nilai yang
diungkapkan di sekolah, melainkan juga melalui nilai-nilai yang dihayati,
melalui kualitas hubungan antarpribadi antara para guru dengan siswa dan
di antara para siswa satu sama lain, melalui perhatian, pelayanan, melalui
kesaksian hidup yang nyata yang diberikan oleh para guru dan lemabaga
pendidikan.

Meskipun konteks covid-19 dan faktor yang mempengaruhi pendidikan


beragam, ada sejumlah keunggulan kualitas yang harus dijamin oleh
sekolah-sekolah, seperti: hormat akan martabat dan keunikan pribadi,
menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan serta talenta mereka,
fokus yang seimbang dalam aspek-aspek kognitif, afektif, sosial, etis dan
spiritual, dorongan bagi setiap siswa untuk mengembangkan talenta
mereka dalam sebuah iklim kerjasama dan solidaritas, serta penghargaan
akan ide-ide, keterbukaan terhadap dialog, kemampuan beriteraksi dan
bekerja bersama dalam semangat kebebasan dan kepedulian.

Ketika kita berada dalam situasi saat ini, “cara” bagaimana siswa belajar
tampaknya lebih penting dari “apa” yang mereka pelajari, seperti halnya
cara mengajar tampaknya lebih penting daripada isinya. Pengajaran yang
hanya memberikan pembelajaran repetitif, tanpa mendorong peran serta
aktif para siswa atau memicu rasa ingin tahu mereka, tidak cukup
menantang untuk menumbuhkan motivasi. Nilai isi pembelajaran tidak
boleh dianggap remeh. Jika cara para siswa belajar relevan, hal yang
sama juga diterapkan pada apa yang mereka pelajari.
Konteks pembelajaran saat ini ialah bahwa belajar tidak hanya
berlangsung secara terbatas di sekolah-sekolah. Tidak hanya melalui tatap
muka, tetapi secara virtual. Dalam konteks dewasa ini, yang sangat
ditandai oleh meluasnya bahasa-bahasa teknologi baru dan peluang-
peluang baru untuk pembelajaran informal, sekolah-sekolah telah
kehilangan keunggulan pendidikan tradisional mereka. Sekolah-sekolah
harus menghadapi keadaan di mana informasi tersedia secara lebih luas,
dalam jumlah yang sangat besar dan tidak terkendali. Maka selain
pembelajaran berlangsung secara tatap muka, tetapi juga secara virtual.
Inilah tantangan baru, yakni membantu para siswa mengembangkan
sarana-sarana kritis yang dibutuhkan untuk menghindari dominasi oleh
kekuatan media baru. Maka penyederhanaan kurikulum termasuk
kurikulum PAK diharapkan menjawabi nilai isi pembelajaran PAK.

Peran Guru Di Masa Covid-19

Para guru dipanggil untuk menghadapi tantangan besar pendidikan, secara


khusus di masa pandemi covid-19 ini. Tantangan besar pendidikan itu
antara lain pengenalan, penghargaan dan peningkatan kebinekaan.
Tidaklah mudah bagi sekolah-sekolah untuk terbuka pada keragaman dan
mampu sungguh-sungguh membantu mereka yang sungguh-sungguh
mengalami kesulitan. Para siswa harus menjadi pusat perhatian dan
keprihatinan sekolah.

Pendidikan bukan sekedar pengetahuan, melainkan juga pengalaman:


pendidikan menghubungkan pengetahuan dan tindakan; pendidikan
berupaya menyatukan pelbagai bentuk pengetahuan dan mempertahankan
konsistensi. Pendidikan mencakup domain afektif dan emosional, serta
memiliki dimensi etis: mengetahui bagaimana melakukan banyak hal dan
apa yang kita lakukan, berani mengubah masyarakat dan dunia, serta
melayani komunitas.Pendidikan berdasarkan pada partisipasi, berbagi
kepandaian dan saling ketergantungan kepandaian. Dialog, pemberian diri,
teladan, kerjasama merupakan unsur-unsur yang sama pentingnya.

Penutup: Jangan Patah Semangat

Menghadapi tantangan  masa kini dan masa depan, kata-kata Paus


Fransiskus memberanikan kita untuk memperbarui semangat kita untuk
mendidik generasi muda: “Jangan patah semangat menghadapi kesulitan-
kesulitan yang dihadapkan oleh tantangan pendidikan! Mendidik bukanlah
sebuah profesi melainkan sikap, cara menjadi; untuk mendidik perlu
melangkah keluar dari diri sendiri dan berada di antara orang muda,
mendampingi mereka dalam tahap-tahap pertumbuhan dan menempatkan
diri kita sendiri di samping mereka. Berilah mereka harapan dan optimisme
untuk perjalanan mereka di dunia. Ajarilah mereka melihat keindahan dan
kebaikan ciptaan dan manusia yang selalu mempertahankan ciri Sang
Pencipta. Tetapi terutama melalui hidup kalian, jadilah saksi-saksi
mengenai apa yang kalian sampaikan.”

Fransiskus Emanuel da Santo, PR ; Sekertaris Eksekutif KOMKAT KWI

Sumber Bahan:

Instrumentum Laboris, Seri Dokumen Gerejawi No.97, Dokpen KWI, 2016

Anda mungkin juga menyukai