Anda di halaman 1dari 11

Pengantar Pendidikan Kristiani

Di Susun Oleh:

Nama : Ramanta Ginting

Dosen Pengampu : Dr. Roma Sembiring M.Pdk

SEKOLAH TINGGI TEOLOGIA PAULUS MEDAN

2023
PENDEKATAN-PENDEKATAN PENDIDIKAN KRISTIANI

I.PENDAHULUAN

Pendidikan Kristiani merupakan suatu dialog atau percakapan kehidupan, suatu


pencarian untuk menggunakan sumber-sumber iman dan tradisi budaya untuk bergerak
menuju masa depan yang terbuka menuju harapan dan keadilan. Pendidikan Kristiani tidak
berhenti hanya sebagai penganut Kristen bagi jemaat, tetapi yang penting dalam pendidikan
Kristiani adalah bagaimana jemaat yang merupakan bagian dari dunia ini dapat menggunakan
iman mereka untuk menangani berbagai permasalahan dan tantangan di dunia saat ini. Dapat
kita tarik bahwa kesimpulan inilah tujuan proses Pendidikan Kristiani bagi jemaat, dan untuk
memenuhi tujuan tersebut maka dibutuhkan pendekatan-pendekatan Pendidikan Kristiani
yang tepat dan dikondisikan dengan jemaat dan konteks masyarakat di mana ia hidup.

Dalam pendidikan Kristiani terdapat empat pendekatan yang berbeda-beda, baik cara
maupun hasil akhirnya, yaitu;

1) pendekatan Instruksional,

2) pendekatan Perkembangan,

3) pendekatan Iman,

4) pendekatan Transformasi Sosial.

Pendekatan-pendekatan ini bisa kita temukan di gereja-gereja, yang digunakan untuk


mempersiapkan jemaatnya dalam menanggapi tugas panggilan Tuhan. Berikut ini akan
dijelaskan empat pendekatan Kristiani tersebut dan juga bagaimana pendekatan ini berfungsi
ketika diterapkan di suatu jemaat.
II. ISI

A. Pendekatan-pendekatan Pendidikan Kristiani

1. Pendekatan Instruksional

Pendekatan Instruksional merupakan suatu pola pendidikan Kristiani yang lebih


menekankan pembelajaran. Yang perlu kita cermati dalam pendekatan Instruksional ini
adalah menghadapi dunia inisebagai orang-orang Kristen. Pendekatan ini mengharapkan
naradidik untuk berfikir, berefleksi terhadap isi Alkitabiah dalam terang pengalamanmereka,
dan memilih suatu cara hidup dengan hidup dalam dunia ini sebagai respon terhadap
panggilan Allah.

Pendekatan Instruksional, memakai sistem belajar mengajar secar intensiv atau lebih
terfokus dengan sistem belajar-mengajar seperti halnya yang kita lihat diterapkan disekolah-
sekolah ataupun lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Dan ada dua unsur yang kita dapati
dalam pelaksanaan pendekatan ini yakni guru atau pengajar dan murid atau naradidik.
Pengajar atau guru adalah orang yang bertugas membangun suatu ruang untuk suatu proses
belajar dan bertanggung jawab dalam membangun suatu suasana yang menghargai integritas
naradidik dan praxis(pengalaman naradidik), sedangkan naradidik adalah kontributor yang
bertanggung jawabdalam proses belajar. Dalam pendekatan Instruksional ini guru dan
naradidik adalah dua unsur yang harus bekerjasama dalam proses belajar. Guru dan naradidik
harus selalu membuka ruang komunikasi dua arah agar tercipta suasana belajar yang tepat
asaran sehingga apa yang ingin disampaikan oleh pengajar dapat diterima dengan baik oleh
naradidik yang terlibat dalam proses belajar tersebut.

Selain itu pendekatan Instruksional ini memerlukan suatu kurikulum yang menjadi
acuan untuk proses pembelajaran iman. Kalau kita tinjau, di setiap jemaat biasanya memiliki
kurikulum yang berbeda-beda karena kurikulum itu harus disesuaikan dengan kebutuhan
jemaat. Kurikulum biasanya disusun per semester dengan thema besar dan satu tujuan yang
besar. Kemudian untuk lanjutnya thema besar tersebut dijabarkan lagi menjadi sub-sub thema
untuk tiap bulannya dan juga tujuan untuk bulan tersebut. Kemudian sub-sub thema tersebut
dijabarkan kedalam judul-judul pelajaran untuk setiap minggunya berikut tujuan
pembelajaran atau tujuan instruksionalnya.

Proses pendidikan dalam pengajaran ini mengarah pada refleksi teologis yang terjadi
dalam memahami, menghidupi, dan melakukan iman dengan konteks kekeluargaan
(homemaking). Konteks kekeluargaan atau homemaking adalah suasana belajar yang
diharapkan dapat terjadi dalam suatu komunitas belajar juga mengurangi jarak antara guru
dan naradidik, sehingga dalam proses belajar tidak ada rasa segan atau takut-takut dalam
komunikasi yang terjadi dalam proses belajar. Disamping itu suasana homemaking adalah
suasana yang saling menghormati, saling menghargai dan saling membantu, suasana yang
sangat membantu naradidik untuk bertumbuh dan berkembang dalam iman dan kepercayaan
Kristiani, serta suasana yang menjadikan pengalaman sebagai bagian dalam proses belajar,
dan menjadikan pengalaman sebagai cara untuk memudahkan pemahaman dan perelevansian
materi.

Dengan menjalani semua proses pendidikan berdasarkan pendekatan Instruksional


ini, diharapkan naradidik dapat menjadi orang yang siap menghadapi berbagai permasalahan
dan tantangan kehidupan dunia dengan tetap berpegang pada iman Kristen, juga berfungsi
dalam membentuk orang yag hidup bertanggung jawab dan setia dalam berhadapan dengan
dunia dengan berpegang juga pada iman Kristen.

2. Pendekatan Perkembangan
1
Bentuk pendidikan Kristiani dengan Pendekatan Perkembangan lebih menekankan
pada pembentukan spiritualitas dan pembentukan iman individu untuk mewujudkannya
dalam pelayanan sosial. Tujuan pendekatan ini adalah untuk membantu orang-orang
mengembangkan kehidupan batin dan merespon dengan aksi keluar kepada orang lain atau
sesama dan dunia. Kehidupan individu diartikan sebagai suatu perjalanan kehidupan dengan
menjadikan pengajar sebagai pemimpin dan naradidik sebagai pribadi dalam perjalanan
tersebut. Yang menjadi fokus pendekatan perkembangan ini adalah bagaimana setiap pribadi
berkembang dalam imannya, sehingga mencapai hubungan dengan sumber terdalam
kehidupan kita yakni Tuhan. Oleh karena itu proses pendidikan yang dilakukan adalah
berdiam. Mendengar, istirahat (bersabat), yang penting bagi perkembangan iman serta belajar
dan melayani yang penting untuk aksi keluar.

Berdiam berarti masuk kedalam suasana keheningan, mencoba merasakan dan


menyadari kehadiran Tuhan serta merenungkan seluruh kehidupan kita bersama Tuhan.
Dengan berdiam membantu kita untuk bisa merasakan kedekatan yang lebih kepada Tuhan
dan melatih diri kita untuk belajar mendengar suara Tuhan dalam keseharian kita. Karena itu
berdiam merupakan suatu bagian yang terkait erat dengan proses mendengar 2.

Mendengar berarti melatih kepekaan kita akan suara Tuhan baik itu melalui Alkitab
dan juga pengalaman hidup kita sehari-hari. Setiap individu dapat mengalami proses ini
begitu juga dalam komunitas. Jack L. Seymour memberi hubungan proses mendengar ini
dengan kepekaan terhadap orang-orang yang menderita dan miskin, orang-orang yang
kelaparan, telajang, kesakitan, tersiksa dan dalam penjara lalu merepon mereka. Ia juga
menghubungkan, kepekaan tersebut untuk memperbaharui dunia menjadi lebih baik. Proses
mendengar ini dapat membuat kita menjadi semakin peka terhadap kondisi diri kita dan yang
ada di sekeliling kita sebagai bagian dari respon kita terhadap panggilan Tuhan untuk kita.

1
Jack L. Seymour, ed. Mapping Christian Education: Approaches to Congregational
Learning.( Nashville : Abingdon Press, 1997 ), hal. 18
2
Dr. Paul Suparno, Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget (Yogyakarta : Kanisius, 2001),
hal. 103
Bersabat berarti beristirahat. Proses ini adalah sebuah proses refleksi untuk
mengingat akan keberadaan dunia ciptaan Tuhan yang bukanlah dunia yang hanya penuh
dengan ambisi, produktivitas, dan juga kekuatan yang tidak terbatas atau tak pernah berakhir.
Dengan bersabat melatih kita untuk dapat menyeimbangkan antara bekerja dan beristirahat.

Jadi, seperti yang sudah disebutkan diatas, ada dua proses yang penting untuk
melakukan aksi keluar, yakni; belajar dan melayani. Belajar berarti mempelajrai segala
sumber-sumber iman Kristen seperti halnya Alkitab, ilmu Teologi dan sejarah Gereja. Tapi
belum cukup dengan hanya mengerti hal-hal tersebut, melainkan juga meng-
kontekstualisasikan pemahaman itu dengan perkembangan zaman saat ini. Semua proses
yang terdapat dalam pendekatan ini harus bermanfaat untuk kegiatan pelayanan keluar
(dunia). Melayani orang-orang yang membutuhkan dan melayani dunia dengan modal yang
telah disiapkan.

Dalam pendekatan perkembangan spiritual dalam Gereja, dapat juga memanfaatkan


ilmu psikologi.

– Menolak pandangan sekuler dan menawarkan pandangan Religius yaitu pertobatan


(Horace bushnell).

– Menerima teori-teori perkambangan manusia dan memakainya sebagai alat dalam


Penddikan Kristiani (akhir abad 18 dan awal abad 20).

– Menyetujui pentingnya pribadi atau personal dalam pengertian yang lebih luas dan
kaya.

Disamping itu pendekatan perkembangan ini memakai suatu model psikologi


perkambangan manusia seperti Jean Piaget, Lawrence Kohlberg, Erik H. Erikson, dan James
Fowler memiliki teori-teori tersendiri tentang perkembangan manusia.

Jean Piaget memusatkan teorinya pada perkembangan itligensi anak atau


perkembangan kognitif anak. Dia juga membagi kognitif anak tersebut dalam empat tahap
yang berbeda-beda yaitu tahap sensorimotorik, tahap pra-operasional yang terdiri dari atas
tahap prakonsepsi dan tahap berpikir anak yang intuitif, selanjutnya adalah tahap operasi
konkret dan tahap formal3.

Lawrence Kohlberg memusatkan perhatiannya pada aspek moral. Dia juga mebagi
tingkatan-tingkatan perkembangan moral itu menjadi enam tingkat yaitu :

1) tingkat oreintasi ketaatan dan hukuman

2) tingkat orientasi relativis instrumental

3) tingkat orientasi anak manis

4) tingkat oreintasi hukum dan ketertiban

5) tingkat orientasi kontrak sosial legalistis, dan

6) tingkat orientasi prinsip etika universal.

Erik H. Erikson memakai psikososial dalam teorinya tentang psikologi


perkembangan manusia ini. Dia membagi psikologi perkembangan manusia menjadi delapan
tahap, dimana dalam tiap-tiap tahap tersebut muncul krisis dalam hubungannya dengan
ligkungan.

Dan menurut Erikson adalah, perkembangan kepribadian manusia berlangsung dalam


interaksi antara orang yang bersangkutan dengan orang-oerng dekatnya da juga lingkungan
sosial budayanya. Erikson mengamati bagaimana manusia dalam upayanya dalam proses
pembentukan identitasnya mengalami konflik dengan lingkungan yang ada disekitarnya.

James Fowler memberikan penekanan khusus pada perkembangan iman dan


kepercayaan.kepercayaan adalah kata kerja dinamis yang senantiasa berkembang sebagai
proses, berupa suatu sistem dinamis dari sejumlah gambaran, nilai dan komitment yang
mengacu pada lingkup ultim (Allah) dan yang menuntun(secara sadar ataupun tidak sadar)
hidup setiap orang. Fowler melihat perkembangan kepercayaan itu seperti prisma bersigi
tujuh. Dia mengatakan kepercayaan itu memiliki tujuh aspek yakni bentuk logika,

3
Drs. John de Santo dan Drs. Agus cremers SVD, trans, Tahap-tahap Terkembangan Moral
Lawrence Kohlberg(Yogyakarta : Kanisius, 1995), hal. 81-82
pengambilan peranan, bentuk petimbangan moral(Kohlberg), batas-batas kesadaran sosial
(Erikson), tempat autoritas, bentuk koherensi dunia, dan fungsi simbol 4.

Kemudian fowler juga berusaha memanfaatkan hasil temuan ketiga tokoh tersebut
diatas dengan membagi perkembangan iman manusia dalam tujuh tahapan:

– tahap kepercayaan awal dan elementer

– tahap kepercayaan intuitif-proyektif

– tahap kepercayaan mistis-harafiah

– tahap kepecayaan sintesi-konvensional

– tahap kepercayaan individuatif-reflektif

– tahap kepercayaan konjungtif, dan

– tahap kepercayaan yang mengacu pada universalitas

Teori-teori perkembangan yang telah dikemukakan oleh tokoh-tokoh diatas adalah


teori yang banyak dipakai dan yang banyak mempengaruhi pola-pola pendidikan Kristiani
dengan pendekatan perkembangan. Pendekatan perkembangan ini juga dapat dengan mudah
kita temui di gereja-gereja tertentu.

3. Pendekatan Komunitas Iman

Sebelum masuk kedalam penjelasan tentang komunitas iman, dapat kita perhatikan
terlebih dahulu yang menjadi latar belakangnya. Pertama adalah kebutuhan akan komunitas
dan story-telling, sharing/berbagi (feed back to change), dalam pengertiannya adalah
memahami Allah yang peduli dan bisa semaksimal mungkin dalam mengubah cara hidup.
Spritual yang seperti ini bisa membuat pandangan orang tentang kehidupannya adalah Tuhan
didalam realita kehidupan sehari-hari.

4
Erik H. Erikson, Jati Diri, Kebudayaan dan sejarah (Maumere : LPBAJ, 2002), hal. 223
Pendekatan komunitas iman adalah suatu pola pendidikan kristiani yang membantu
komunitas-komunitas yang mempromosikan perkembangan manusia yang otentik dan
membantu orang menentukan komunitas. Pengajar berperan sebagai pemimpin komunitas
yang memfasilitasi komunitas tersebut. Setiap apa yang terjadi dan semua hal yang dilakukan
dalam komunitas itu menjadi hal utama dalam pembentukan pribadi-pribadi dalam
komunitas. Kata “saling” adalah kata kunci dimana suatu kelompok itu bisa disebut sebagai
komunitas. Rasa saling menghormati, mengenal, memperhatikan, mendukung dan saling
mengingatkan.

Teologi Liberal dan Teologi Penciptaan merupakan sumber-sumber teologi yang


mampu memberi arti dalam melihat suatu komunitas tersebut. Teologi Liberal menawarkan
suatu kehidupan teologi yang baru dalam komunitas. Sedangkan teologi penciptaan
menawarkan suatu kosmologi baru dengan melihat komunitas 5.

Dalam pelaksanaannya, pendekatan ini menggunakan metode “triple H” yaitu


pelayanan atau (use Hands), refleksi (use Head), dan persekutuan (use Heart). Tindakan
refleksi dan persekutuan akan menghasilkan pelayanan. Melalui pengalaman pelayanan,
kehidupan komunitas akan semakin diperbaharui dengan merefleksikan pelayanan tersebut
dari segi motivasinya dan juga efek yang ditimbulkan dari pelayanan tersebut. Setelah
melalui perfeleksian tersebut persekutuan menjadi jawaban kebutuhan manusia terhadap
komunitas. Individu-individu yang terpisah diiikat oleh hubungan kasih menjadi suatu
jejaring yang erat. Dengan begitu, komunitas yang telah ada akan menjadi suatu persekutuan
yang indah didalam Tuhan.

Dalam realita yang ada kita bisa lihat komunitas iman itu memiliki dampak yang
sangat besar walaupun komunitas itu kecil, kita ambil contoh: Paul Farmer pada awalnya
hanya memikirkan pembebasan untuk kalangan Amerika Latin (preferential option for the
poor) namun dengan teologi pembebasan yang dipeloporinya itu menjadi perhatian dunia dan
diikuti oleh dunia(think locally, act globally).

5
Agus Cremers, Tahap-tahap Perkembangan Kepercayaan Menurut James W.
Fowler(Yogyakarta : Kanisius, 1995), hal. 94
Komunitas sel adalah pola pendidikan kristiani yang banyak di pakai oleh gereja
dewasa ini. Komunitas sel adalah sekelompok orang yang berkumpul dengan tujuan
mengadakan berbagai cara untuk dapat membangun suatu persekutuan erat dan membangun
suasana kekeluargaan. Kelemahannya adalah mereka kurang mempunyai waktu khusus
berefleksi setelah mereka melakukan pelayanan keluar. Meskipun sebenarnya refleksi ini
cukup penting dalam komunitas itu harus kita ingat bahwa sebaiknya refleksi ini dibarengi
dengan aksi supaya seimbang, jadi jangan hanya berefleksi saja. Karena hal ini juga yang
menjadi dasar mereka untuk bisa tetap menjaga motivasi pelayanan dan untuk
mempersiapkan aksi selanjutnya yang dapat mereka lakukan untuk menjaga kontinuitas
pelayanannya. Selain kelompok sel ada juga yang disebut sebagai komunitas basis.

Komunitas basis adalah satuan umat yang relatif kecil dan yang mudah berkumpul
secara berkala untuk mendengarkan firman Allah, berbagi masalah keseharian dan mencari
pemecahannya dalam terang kitab suci. Sebuah komunitas bisa disebut sebagai komunitas
komunitas basis apabila komunitas itu adalah suatu persekutuan orang-orang dengan jumlah
yang relatif kecil, bersama-sama membaca Alkitab dan berbagi pemikiran serta pengalaman
iman, melakukan tindakan bersama berdasarkan iman dan memiliki jalinan dengan gereja
universal.

Refrensi Buku

Jack L. Seymour, ed. Mapping Christian Education: Approaches to Congregational Learning.


( Nashville : Abingdon Press, 1997 ), hal. 18

Dr. Paul Suparno, Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget (Yogyakarta : Kanisius, 2001),
hal. 103

Drs. John de Santo dan Drs. Agus cremers SVD, trans, Tahap-tahap Terkembangan Moral
Lawrence Kohlberg(Yogyakarta : Kanisius, 1995), hal. 81-82

Erik H. Erikson, Jati Diri, Kebudayaan dan sejarah (Maumere : LPBAJ, 2002), hal. 223
Agus Cremers, Tahap-tahap Perkembangan Kepercayaan Menurut James W.
Fowler(Yogyakarta : Kanisius, 1995), hal. 94

Anda mungkin juga menyukai