Di Susun Oleh:
2023
PENDEKATAN-PENDEKATAN PENDIDIKAN KRISTIANI
I.PENDAHULUAN
Dalam pendidikan Kristiani terdapat empat pendekatan yang berbeda-beda, baik cara
maupun hasil akhirnya, yaitu;
1) pendekatan Instruksional,
2) pendekatan Perkembangan,
3) pendekatan Iman,
1. Pendekatan Instruksional
Pendekatan Instruksional, memakai sistem belajar mengajar secar intensiv atau lebih
terfokus dengan sistem belajar-mengajar seperti halnya yang kita lihat diterapkan disekolah-
sekolah ataupun lembaga-lembaga pendidikan lainnya. Dan ada dua unsur yang kita dapati
dalam pelaksanaan pendekatan ini yakni guru atau pengajar dan murid atau naradidik.
Pengajar atau guru adalah orang yang bertugas membangun suatu ruang untuk suatu proses
belajar dan bertanggung jawab dalam membangun suatu suasana yang menghargai integritas
naradidik dan praxis(pengalaman naradidik), sedangkan naradidik adalah kontributor yang
bertanggung jawabdalam proses belajar. Dalam pendekatan Instruksional ini guru dan
naradidik adalah dua unsur yang harus bekerjasama dalam proses belajar. Guru dan naradidik
harus selalu membuka ruang komunikasi dua arah agar tercipta suasana belajar yang tepat
asaran sehingga apa yang ingin disampaikan oleh pengajar dapat diterima dengan baik oleh
naradidik yang terlibat dalam proses belajar tersebut.
Selain itu pendekatan Instruksional ini memerlukan suatu kurikulum yang menjadi
acuan untuk proses pembelajaran iman. Kalau kita tinjau, di setiap jemaat biasanya memiliki
kurikulum yang berbeda-beda karena kurikulum itu harus disesuaikan dengan kebutuhan
jemaat. Kurikulum biasanya disusun per semester dengan thema besar dan satu tujuan yang
besar. Kemudian untuk lanjutnya thema besar tersebut dijabarkan lagi menjadi sub-sub thema
untuk tiap bulannya dan juga tujuan untuk bulan tersebut. Kemudian sub-sub thema tersebut
dijabarkan kedalam judul-judul pelajaran untuk setiap minggunya berikut tujuan
pembelajaran atau tujuan instruksionalnya.
Proses pendidikan dalam pengajaran ini mengarah pada refleksi teologis yang terjadi
dalam memahami, menghidupi, dan melakukan iman dengan konteks kekeluargaan
(homemaking). Konteks kekeluargaan atau homemaking adalah suasana belajar yang
diharapkan dapat terjadi dalam suatu komunitas belajar juga mengurangi jarak antara guru
dan naradidik, sehingga dalam proses belajar tidak ada rasa segan atau takut-takut dalam
komunikasi yang terjadi dalam proses belajar. Disamping itu suasana homemaking adalah
suasana yang saling menghormati, saling menghargai dan saling membantu, suasana yang
sangat membantu naradidik untuk bertumbuh dan berkembang dalam iman dan kepercayaan
Kristiani, serta suasana yang menjadikan pengalaman sebagai bagian dalam proses belajar,
dan menjadikan pengalaman sebagai cara untuk memudahkan pemahaman dan perelevansian
materi.
2. Pendekatan Perkembangan
1
Bentuk pendidikan Kristiani dengan Pendekatan Perkembangan lebih menekankan
pada pembentukan spiritualitas dan pembentukan iman individu untuk mewujudkannya
dalam pelayanan sosial. Tujuan pendekatan ini adalah untuk membantu orang-orang
mengembangkan kehidupan batin dan merespon dengan aksi keluar kepada orang lain atau
sesama dan dunia. Kehidupan individu diartikan sebagai suatu perjalanan kehidupan dengan
menjadikan pengajar sebagai pemimpin dan naradidik sebagai pribadi dalam perjalanan
tersebut. Yang menjadi fokus pendekatan perkembangan ini adalah bagaimana setiap pribadi
berkembang dalam imannya, sehingga mencapai hubungan dengan sumber terdalam
kehidupan kita yakni Tuhan. Oleh karena itu proses pendidikan yang dilakukan adalah
berdiam. Mendengar, istirahat (bersabat), yang penting bagi perkembangan iman serta belajar
dan melayani yang penting untuk aksi keluar.
Mendengar berarti melatih kepekaan kita akan suara Tuhan baik itu melalui Alkitab
dan juga pengalaman hidup kita sehari-hari. Setiap individu dapat mengalami proses ini
begitu juga dalam komunitas. Jack L. Seymour memberi hubungan proses mendengar ini
dengan kepekaan terhadap orang-orang yang menderita dan miskin, orang-orang yang
kelaparan, telajang, kesakitan, tersiksa dan dalam penjara lalu merepon mereka. Ia juga
menghubungkan, kepekaan tersebut untuk memperbaharui dunia menjadi lebih baik. Proses
mendengar ini dapat membuat kita menjadi semakin peka terhadap kondisi diri kita dan yang
ada di sekeliling kita sebagai bagian dari respon kita terhadap panggilan Tuhan untuk kita.
1
Jack L. Seymour, ed. Mapping Christian Education: Approaches to Congregational
Learning.( Nashville : Abingdon Press, 1997 ), hal. 18
2
Dr. Paul Suparno, Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget (Yogyakarta : Kanisius, 2001),
hal. 103
Bersabat berarti beristirahat. Proses ini adalah sebuah proses refleksi untuk
mengingat akan keberadaan dunia ciptaan Tuhan yang bukanlah dunia yang hanya penuh
dengan ambisi, produktivitas, dan juga kekuatan yang tidak terbatas atau tak pernah berakhir.
Dengan bersabat melatih kita untuk dapat menyeimbangkan antara bekerja dan beristirahat.
Jadi, seperti yang sudah disebutkan diatas, ada dua proses yang penting untuk
melakukan aksi keluar, yakni; belajar dan melayani. Belajar berarti mempelajrai segala
sumber-sumber iman Kristen seperti halnya Alkitab, ilmu Teologi dan sejarah Gereja. Tapi
belum cukup dengan hanya mengerti hal-hal tersebut, melainkan juga meng-
kontekstualisasikan pemahaman itu dengan perkembangan zaman saat ini. Semua proses
yang terdapat dalam pendekatan ini harus bermanfaat untuk kegiatan pelayanan keluar
(dunia). Melayani orang-orang yang membutuhkan dan melayani dunia dengan modal yang
telah disiapkan.
– Menyetujui pentingnya pribadi atau personal dalam pengertian yang lebih luas dan
kaya.
Lawrence Kohlberg memusatkan perhatiannya pada aspek moral. Dia juga mebagi
tingkatan-tingkatan perkembangan moral itu menjadi enam tingkat yaitu :
3
Drs. John de Santo dan Drs. Agus cremers SVD, trans, Tahap-tahap Terkembangan Moral
Lawrence Kohlberg(Yogyakarta : Kanisius, 1995), hal. 81-82
pengambilan peranan, bentuk petimbangan moral(Kohlberg), batas-batas kesadaran sosial
(Erikson), tempat autoritas, bentuk koherensi dunia, dan fungsi simbol 4.
Kemudian fowler juga berusaha memanfaatkan hasil temuan ketiga tokoh tersebut
diatas dengan membagi perkembangan iman manusia dalam tujuh tahapan:
Sebelum masuk kedalam penjelasan tentang komunitas iman, dapat kita perhatikan
terlebih dahulu yang menjadi latar belakangnya. Pertama adalah kebutuhan akan komunitas
dan story-telling, sharing/berbagi (feed back to change), dalam pengertiannya adalah
memahami Allah yang peduli dan bisa semaksimal mungkin dalam mengubah cara hidup.
Spritual yang seperti ini bisa membuat pandangan orang tentang kehidupannya adalah Tuhan
didalam realita kehidupan sehari-hari.
4
Erik H. Erikson, Jati Diri, Kebudayaan dan sejarah (Maumere : LPBAJ, 2002), hal. 223
Pendekatan komunitas iman adalah suatu pola pendidikan kristiani yang membantu
komunitas-komunitas yang mempromosikan perkembangan manusia yang otentik dan
membantu orang menentukan komunitas. Pengajar berperan sebagai pemimpin komunitas
yang memfasilitasi komunitas tersebut. Setiap apa yang terjadi dan semua hal yang dilakukan
dalam komunitas itu menjadi hal utama dalam pembentukan pribadi-pribadi dalam
komunitas. Kata “saling” adalah kata kunci dimana suatu kelompok itu bisa disebut sebagai
komunitas. Rasa saling menghormati, mengenal, memperhatikan, mendukung dan saling
mengingatkan.
Dalam realita yang ada kita bisa lihat komunitas iman itu memiliki dampak yang
sangat besar walaupun komunitas itu kecil, kita ambil contoh: Paul Farmer pada awalnya
hanya memikirkan pembebasan untuk kalangan Amerika Latin (preferential option for the
poor) namun dengan teologi pembebasan yang dipeloporinya itu menjadi perhatian dunia dan
diikuti oleh dunia(think locally, act globally).
5
Agus Cremers, Tahap-tahap Perkembangan Kepercayaan Menurut James W.
Fowler(Yogyakarta : Kanisius, 1995), hal. 94
Komunitas sel adalah pola pendidikan kristiani yang banyak di pakai oleh gereja
dewasa ini. Komunitas sel adalah sekelompok orang yang berkumpul dengan tujuan
mengadakan berbagai cara untuk dapat membangun suatu persekutuan erat dan membangun
suasana kekeluargaan. Kelemahannya adalah mereka kurang mempunyai waktu khusus
berefleksi setelah mereka melakukan pelayanan keluar. Meskipun sebenarnya refleksi ini
cukup penting dalam komunitas itu harus kita ingat bahwa sebaiknya refleksi ini dibarengi
dengan aksi supaya seimbang, jadi jangan hanya berefleksi saja. Karena hal ini juga yang
menjadi dasar mereka untuk bisa tetap menjaga motivasi pelayanan dan untuk
mempersiapkan aksi selanjutnya yang dapat mereka lakukan untuk menjaga kontinuitas
pelayanannya. Selain kelompok sel ada juga yang disebut sebagai komunitas basis.
Komunitas basis adalah satuan umat yang relatif kecil dan yang mudah berkumpul
secara berkala untuk mendengarkan firman Allah, berbagi masalah keseharian dan mencari
pemecahannya dalam terang kitab suci. Sebuah komunitas bisa disebut sebagai komunitas
komunitas basis apabila komunitas itu adalah suatu persekutuan orang-orang dengan jumlah
yang relatif kecil, bersama-sama membaca Alkitab dan berbagi pemikiran serta pengalaman
iman, melakukan tindakan bersama berdasarkan iman dan memiliki jalinan dengan gereja
universal.
Refrensi Buku
Dr. Paul Suparno, Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget (Yogyakarta : Kanisius, 2001),
hal. 103
Drs. John de Santo dan Drs. Agus cremers SVD, trans, Tahap-tahap Terkembangan Moral
Lawrence Kohlberg(Yogyakarta : Kanisius, 1995), hal. 81-82
Erik H. Erikson, Jati Diri, Kebudayaan dan sejarah (Maumere : LPBAJ, 2002), hal. 223
Agus Cremers, Tahap-tahap Perkembangan Kepercayaan Menurut James W.
Fowler(Yogyakarta : Kanisius, 1995), hal. 94