Anda di halaman 1dari 9

Memburu Makna Kesalahan Agama Wilfred C.

Smith[1]

Oleh: Suhanto[2]

Pendahuluan
Kemunculan pluralisme agama di Barat pada abad 20 bertitik tolak dari pertumpahan
darah yang banyak berlaku di dunia adalah akibat sikap eksklusif dalam mengklaim
kebenaran. Penganut agama Nasrari dan Agama Yahudi telah bersikap eksklusif dan
dogmatic dalam mengklaim kebenaran tanpa berhasil membuktikan kebenaran atas
klaimnya. Sehingga menimbulkan ketegangan diantara penganut agama yang berbeda
antara Kristian-katholik, Protestan-Morman, Islam dan Barat. Berasal dari sini para
pemikir ahli teologi Barat bahwa faham pluralism agama menjadi jalan keluar intoleran
beragama.[3]
Secara khusus kita akan mempersoalkan faham pluralisme agama dalam wacana
keagamaan dan bukan pluralisme dalam hal-hal yang lain. Perbedaan antara agama dan
yang bukan agama adalah penting untuk tidak menyamakan sesuatu yang sebenarnya
berbeda. dan para orientalis justru berkeinginan menyamakan perbedaan-perbedaan
mendasar tentang agama.
Salah satu tokoh yang mensekulerkan agama adalah Wilfred Cantwell Smith melalui
teologi rasional dan historisme sehingga timbulnya faham pluralisme agama. Agama adalah
istilah yang semakin hari semakin usang dan miskin. Sebagai definisi atau istilah, agama
tak mampu mewadahi berbagai kekayaan hidup iman, keluasan penghayatan tradisi,
ketransedenan pengalaman dengan Tuhan, serta keberagamaan hidup agama sendiri.
Pemikiran W.C. Smith telah merevolusi studi tentang agama dan seorang sarjana
terkemuka yang mengupayakan titik temu di antara tradisi-tradisi keagamaan yang
beragam.

Pembahasan
Wilfred Cantwell Smith adalah salah satu sosok seorang tokoh orientalis yang dilahirkan di
kota Toronto salah satu propinsi di Canada pada tanggal 21 Juli 1916. Kedua orang tua
Smith adalah Arnold Smith dan Sarah Cory Cantwell. Smith meninggal saat berumur 84
bertepatan pada tanggal 7 Februari 2000. Dia meninggalkan seorang istri serta lima anak
dan sepuluh cucu. Anak-anaknya: Arnold (Ottawa), Julian (Appleton, Ontario), Heather
(Toronto), Brian (Bloomington, Indiana dan La Honda, California), dan Rosemary
(Montreal).
Smith adalah seorang ahli studi-studi agama. Dan Pengaruhnya luar biasa terhadap
pluralisme agama. Smith adalah seorang sejarawan agama yang memiliki pengalaman
langsung dengan berbagai macam agama. Ia adalah seorang profesor dalam perbandingan
agama di Universitas Harvard USA. Setelah mendapat gelar Ph.D. di Universitas Princeton,
kemudian Smith mendirikan Institute Studi Islam di Universitas McGill pada tahun 19491951. Pada tahun 1964 Smith menjadi direktur Harvard Universitys Center for the Study of
World Religions. Membuka program study agama-agama di Dalhousie university, Halifax,
dan bekerja untuk Contre the study of Religion di Universitas of Toronto.
Pada awal karirnya itu, ia mendirikan Institut Studi Islam khas di Mc Gill, tempat ia
mengajar 1949-1963. Ia terlibat dalam perencanaan Pusat Studi Agama-Agama Dunia di
Harvard University, dan pindah ke sana pada tahun 1964 untuk mengambil direktur
perusahaan. Pada tahun 1973 ia pindah ke Halifax, Nova Scotia untuk mendirikan
Departemen Perbandingan Agama di Dalhousie University, kembali ke Harvard pada tahun
1978 untuk mengawasi pengembangan program dalam agama dalam fakultas seni dan ilmu.
Harvard mengangkatnya Profesor Emeritus Kajian Perbandingan Agama pada saat pensiun
pada tahun 1984. Setelah kembali ke kota asalnya pada tahun 1985, ia diangkat sebagai
Senior Research Associate ke Fakultas Teologi di Trinity College, Universitas Toronto.
Wilfred Cantwell Smith adalah salah satu tokoh terkenal yang memperkenalkan konsep
pluralisme agama dengan gagasannya yang ia sebut global theology, Smith adalah pendiri
Mc Gill Islam is Studies. Karya-karya Smith antara lain: The Muslim League, Pakistan as an
Islam ic State: Preliminary Draft, Islam in Modern History: The tension between Faith and
History in the Islam ic World, The Meaning and End of Religion,Modern Islam in India: A
Social Analysis The Faith of Other Men, Questions of Religious Truth, Religious Diversity:
Essays, Belief and History, On Understanding Islam : Selected Studies,Toward a World
Theology: Faith and the Comparative History of Religion,Scripture: Issues as Seen by a
Comparative Religionist, Towards a World Theology: Faith and the Comparative History of
Religion, What Is Scripture? A Comparative Approach, Patterns of Faith Around the World.
Karya Smith telah memiliki dampak yang mendalam di seluruh dunia, semua ini
terbukti melalui tulisan, pengajarannya juga melalui berbagai program akademik dan
departemen-departemen. Sayangnya di Indonesia pemikirannya diadopsi oleh beberapa
tokoh seperti Nurkholis Majid, Mukti Ali, Abdul Munir Mulkhan, dll.
Smith adalah orientalis kebangsaan Kanada pakar perbandingan agama-agama di dunia.
Melalui buku-buku yang dikarang menyebar di seluruh penjuru dunia sebagai rujukan

berbagai tokoh menjadi virus bagi agama-agama di dunia. Pernyataan Smith mengusik
keberadaan agama, terutama Islam yang memilki kemapanan dalam konsep teologi, ritus,
nama Tuhan, Nabi sang teladan.
Smith dalam bukunya The Meaning and End of Religion yang diterjemahkan kedalam
bahasa Indonesia dengan judul Memburu Makna Agama mengatakan Istilah agama (religi)
sulit didefinisikan. Banyak kasus-kasus kegagalan yang berulang untuk bersepakat
mencapai jawaban yang memuaskan dan mencapai satu titik kesepakatan atau bahkan
untuk memperoleh kemajuan kearah satu jawaban ternyata pertanyaan yang selama ini
diajukan adalah salah. Ketidakmampuan yang berkepanjangan untuk menjernihkan makna
agama mengisyaratkan bahwa istilah itu seharusnya disisihkan, bahwa itu adalah konsep
yang terdistorsi dan tidak sungguh-sungguh terkait dengan sesuatu yang tegas serta pasti
atau khas dalam dunia objektif. Walaupun fenomena yang disebut religius memang ada.[4]
Secara historys Smith membeberkan makna-makna religi yang satu sama lain belum
memiliki kesepakatan makna kemudian istilah agama sendiri harus disisihkan. Beberapa
makna agama yang diungkapkan Smith antara lain, Sebelum abad Masehi Lucretius di
Romawi memberikan istilah agama sebagai semacam makhluk langit yang menatap
sengit dan garang pada umat manusia.[5] Cicero memaknai agama adalah sesuatu yang
ada dalam hati manusia.[6] Kristiani dengan konsep barunya religi adalahiman
(faith).[7] Religion dalam bahasa inggris , menurut Oxford Dictionary, adalah suatu
status kehidupan yang terikat pada ikrar kehidupan membiarai. Sedangkan Katholik
roma memaknai suatu ordo atau aturan religius atau kebiaraan tertentu.[8] Menurut
sumber tradisi religius Barat, Alkitab (the Bible) dalam perjanjian lama bersih dari kata
dan konsep religi. Frasa takut pada Tuhan sang Junjungan paling mendekati
pengertian tentang kesalehan personal. Dalam Perjanjian Baru, adalah Iman.[9] Para
sarjana Modern mengartikan istilah agama ialah merujuk pada suatu kuasa di luar
manusia yang mewajibkan manusia melaksanakan perilaku di bawah ancaman saksi
yang berat tak tertahankan, semacam tabu atau mengacu pada perasaan manusia
dalam berhadapan dengan kuasa-kuasa macam itu.[10] Dalam Islam Kata din
merupakan padanan kata yang cukup dekat dengan religi Barat. Kata ini mengandung
makna suatu religi personal tidak pernah mengandung makna sistematika atau
komunitas dan tidak dapat dijadikan bentuk jamak.[11]
Keinginan Smith untuk melakukan definisi ulang terhadap istilah agama juga tidak
terlepas dari beban sejarah dan pisikologi yang harus ditanggungnya sebagai bagian dari
peradaban Barat. Smith benar bahwa sampai sekarang tidak ada satu definisi tunggal
mengenai agama yang dapat di jadikan rujukan dalam tradisi intelektual Barat. Dalam
The Encyclopedia of Philosophy, misalnya menurunkan paling sedikit sembilan definisi
agama. Kesemua definisi ini adakalanya hanya secara parsial mengungkap hakikat sebenar
agama ataupun terjadi kontradiksi diantara mereka. Inilah yang membuat Smith frustasi
sehingga dia menyarankan agar terma ini dibuang saja. Kenyataan yang dialami Smith
inilah yang ia diaplikasikan kepada Islam.[12]
Prof Al-Atas dalam buku Islam dan Sekularisme mengkritik makna Religion (Perancis Kuno),
religio (Latin), Religioun (Inggris), secara samar-samar merujuk kepada ikatan manusia
dengan Tuhan-Tuhan. Religi tidak banyak memberikan penjelasan tentang makna
agama sebagai aspek nyata dan mendasar dalam kehidupan manusia. Konsep ikatan

antara manusia dan Tuhan tidak jelas menjadi kabur dan membingungkan jika
diterapkan pada Tuhan Semesta Alama yang sejati. Kesepakatan umum dikalangan
manusia, bahwa konsep agama berkaitan dengan suatu ikatan, tetapi hal ini tidak
diterangkan secara jelas dalam agama-agama lain, dan tidak ada kitab yang diwahyukan
bagi Ahlul Bait yang menyebut tentang perjanjian yang mendasar dan asal anatara
manusia dengan Tuhannya.[13]
Konsep yang terkandung dalam istilah din, sesungguhnya tidak sama dengan konsep agama
yang dipahami dan ditafsirkan dalam konteks sejarah keagamaan di Barat seperti yang
diungkapkan Smith. Prof Al-Atas menegaskan bahwa hanya Islam saja yang benar-benar
agama tanzil, bukan agama hasil perkembangan sejarah, dengan kata lain Islam bukan
agama budaya. Beliau juga menegaskan bahwa kata kunci yang sangat penting bagi
memahami Islam bukan hanya berserah diri, tetapi kepatuhan yang benar yang
terekam dalam perkataan din. Berserah diri kepada Tuhan tidak cukup jika tidak diikuti
dengan kepada Tuhan yang dikehendaki oleh Allah dan Rosul-Nya. Dalam Islam lah
makna yang terangkum dalam din menjelma menjadi din atau agama.[14]
Bertentangan dengan apa yang diutarakan Smith, Al-Atas menegaskan bahwa agama
Islam telah sempurna sejak dari awal dan tidak berkembang seperti agama lain.
Prof. Hamka dalam tafsir Al-Azar menjelaskan makna agama, hakekat agama hanyalah
satu, yaitu menyerahkan diri kepada Allah Yang Maha Esa, persatuan manusia di dalam
pokok kepercayaan. Dan memandang bahwa tujuan segala rasul Allah hanyalah satu,
membawa manusia dari gelab gulita syirik kepada sinar tauhid. [15]
Bagi Smith agama adalah tidak lain dari tumpukan tradisi (cumulative tradition).
Perkataan religion sendiri menurutnya adalah hasil perdebatan identity politik (politik
pengenalan diri) oleh karenanya agama adalah istilah yang baru yang dicipta oleh bangsa
Eropa pada zaman modern. Dia juga menegaskan bahwa agama adalah sesuatu yang
memiliki banyak bentuk, senantiasa berkembang, dan mengalami proses perubahan
berkembang. Dalam bukunya Faith and Belief , Smith menegaskan bahwa semua agama
adalah hasil pembentukan konteks sejarah dan budaya yang berlainan, masing-masing
boleh meyakininya sebagai asli akan tetapi ia adalah kefahaman tentang Tuhan yang tidak
sempurna.[16]
Pernyataan Smith diatas menyamakan antara agama dan budaya, sejatinya budaya
berbeda dengan agama. Budaya sebagai keseluruhan tindakan manusia dan hasil
kelakuan manusia, yang teratur oleh tata kelakuan, didapat dengan belajar tersusun
dakam kehidupan masyarakat.[17] Sedangkan agama adalah wahyu dari Tuhan. Seperti
pernyataan Buya HAMKA seorang ulama dan budayawan Indonesia yang mengarang tafsif
Al-Azhar, dalam seminar kebudayaan nasional tanggal 29 Mei 1960 di Semarang
mengatakan:
Dengan sebab itu pula dapatlah kita memahami mengapa orang-orang yang
berpandangan hidup Agama tidak dapat menerima, kalau agama dimasukkan
ke dalam kebudayaan. Sebab agama menurut kepercayaan kaum agama adalah
wahyu yang datang dari Tuhan, bukan hasil kegiatan manusia.[18]

Smith menegaskan Islam pada awalnya bukanlah suatu sistem kepercayaan yang lengkap,
ia hanya berkembang kemudian menjadi suatu agama tersendiri. Tepatnya pada abad
pertengahan ketika orang Islam menulis buku-buku yang meletakkan Islam sebagai agama
resmi, hal yang tidak pernah berlaku pada zaman-zaman terdahulu. Smith mengatakan
meskipun kata Islam telah wujud dalam al-quran sejak awal kemunculannya, namun ia
hanya dipahami sebagai kata kerja atau masdar yang berarti menyerah, atau pasrah
kepada Tuhan. Dan bukan suatu sistem kepercayaan, hanya nama suatu tindakan,
bukan institusi, nama suatu keputusan personal, bukan sistem sosial dengan nama
khas bagi suatu agama sebagaimana yang dikenal hari ini. Kemunculan kata Islam
tercatat sebanyak 8 kali dalam al-quran, sedangkan kata iman 45 kali. Begitu pula
dengan kata yang berkaitan dengan mumin (orang beriman) lebih banyak lima kali dari
kata muslim. Berdasarkan kefahaman ini orang Kristian dan Yahudi adalah muslim karena
telah berserah diri dengan beriman kepada Allah. Smith mengatakan:
jika kita cermat memerhatikan Al-Quran, kita temukan, pertama-tama,
bahwa Islam di situ relative sangat kurang sering digunakan daripada istilahistilah lain yang berhubungan tetapi sifatnya lebih dinamis dan personal.
Keduanya, bahwa ketika istilah itu digunakan ia dapat, dan dengan banyak
alasan nyaris harus, ditafsirkan bukan sebagai nama sistem religi melainkan
sebagai penamaan tindak personal yang sangat menentukan..istilah dan
konsep besarnya adalah Iman (oleh sebab itu, orang menjadi ingat Pada
Perjanjian Baru, dan pada karya tulis Kristiani Klasik pada Abad
Pertengahan). Kata Islam muncul delapan kali dalam Al-Quran, kata Iman
tampil 45 kali. Begitu pula dengan kata yang berkaitan dengan mumin (orang
beriman) lebih banyak lima kali dari kata muslim..Islam adalah kata benda
verbal (masdhar-peny).,yang muncul sepertiga dari dari jumlah kemunculan
kata kerja dasarnya,yaitu aslama (menyerah, memasrahkan diri sepenuhnya,
memberikan diri dalam kaitan tuntas).[19].kata ini (Islam ) adalah katabenda verbal hanya nama suatu tindakan, bukan institusi, nama suatu
keputusan personal, bukan sistem sosial.[20]
Dalam menjawab kekeliruan Smith yang memandang Islam bukan sebagai institusi atau
sistem religi (agama), ustadz Adian Husaini menjelaskan dalam bukunya 10 Kuliah Agama
Islam istilah Islam secara bahasa pasrah. Pasrah kepada Allah SWT dengan cara
menurut Islam sesuai dengan yang diajarkan oleh utusan Allah Swt, yaitu Nabi
Muhammad Saw. Upaya dekonstruksi atau reduksi makna dan konsep Islam sebagai
nama agama atau suatu sistem agama pasti akan mengalami kegagalan. Nama Islam
tidak bisa digoyahkan atau digantikan dengan kata lain. Islam adalah satu-satunya
agama yang masih satu, Tuhan satu dan Ibadah Satu. Islam adalah agama wahyu yang
final, memiliki ajaran-ajaran yang bersifat final, yang tidak tunduk oleh perubahan
jaman, pergantian tempat dan budaya. Islam mempunyai teladan yang abadi yaitu nabi
Muhammad Saw dan memiliki konsep teologi serta nama Tuhan.[21]
Nabi Muhammad Saw sendiri pernah menggambarkan makna Islam dalam sabda beliau
yang diriwayatkan oleh Imam Nawawi dalam kitab haditsnya, al-arbain an-Nawawiyah,
menyebutkan definisinya pada hadis kedua:

Islam adalah bahwasanya engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan


selain Allah dan bahwa sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, engkau
menegakkan sholat, menunaikan zakat, melaksanakan saum Ramadhan, dan
menunaikan ibadah haji ke Baitullah jika engkau berkemampuan
melaksanakannya. (H.R. Muslim).
Sedangkan Prof. HAMKA menjelaskan bahwa kaum muslim mempercayai sedalam-dalamnya
yang tidak bisa dipisahkan dengan itikad kita bahwa agama yang diajarkan Nabi Isa alMasih tidak lain adalah agama Islam . Sebagaiman yang dijelaskan ayat ini (Al-Imron ayat
19) penyerahan diri yang timbul dari ilmu keinsafan kepada Allah, lalu dirumuskan menjadi
la ilaha illa Allah tiada Tuhan selain Allah dan Isa Rosulullah. Asasnya ialah Tauhid. Akan
tetapi karena pengaruh raja-raja penguasa terhadap kaum pendeta bagi kepentingan
politik dan kekuasaan, maka dibentuklah kepercayaan menurut kehendak mereka.[22]
Puncak spirual seseorang menurut Smith adalah tindakan personal. Kata agama, konsepkonsep agama, makna agama harus dibuang kecuali makna personalitas. Istilah agama
dianggap membingungkan dan menghambat kemajuan pemahaman untuk mengakui
keberagaman berbagai agama bukan hanya agama yang dianut dianut. Smith menjelaskan:
Usulan saya adalah agar kata ini, dan konsep-konsepnya, dibuang saja-kecuali
makna pertama personalitas itu. Istilah religi membingungkan tidak perlu,
menyebabkan distorsi.[23] Komunitas-komunitas religius (sistem agama)
amatlah penting, akan tetapi komunitas religius bukanlah titik akhir baik secara
historis maupun konseptual. Religius bisa tunduk oleh perubahan jaman,
pergantian tempat dan budaya. Menjadi seorang yang religius puncak
spiritualnya adalah tindakan personal yang menuntut
iman menuju
persaudaraan yang lebih luas, kebinekaan tradisi religius daripada persaudaraan
berdasarkan religi yang dianut. [24]
Kebingungan Smith terhadap istilah religi yang beragam tanpa ada satu kesepakatan
menolak istilah tersebut dan membuang dari kamus bahasa. Agama-agama yang ada akan
diganti dengan tindakan personal, keimanan seseorang yang bukan berdasarkan pada salah
satu agama akan tetapi menuju pengakuan keberagaman iman personal dan semua itu
benar. Smith dengan konsep-konsepnya berupaya menyamakan persamaan iman Islam dan
iman personalitas. Keduanya memiliki latar belakang yang berbeda dan pemakanaan
yang berbeda pula. Smith mengartikan iman dengan sesuatu yang tidak dapat
didefinisikan, urusan personal, dan terlalu ilahi untuk diterjemahkan kepada orang
banyak.
iman tidak dapat didefinisikan atau diverbalkan setepat-tepatnya, bahwa iman
adalah sesuatau yang terlalu mendalam, terlalu personal, dan terlalu ilahi untuk
dijabarkan secara terbuka kepada orang banyak. .bahwa iman manusia berada
diluar sektor kehidupan religiusnya[25]
Selain itu Smith juga menyamakan iman Islam dan iman Kristian-Yahudi berdasarkan
kefahaman ini orang Kristian dan Yahudi juga muslim karena telah berserah diri dengan
beriman kepada Allah. Smith berpandangan ketiga agama ini pada dasarnya
mempercayai Tuhan yang sama, maka kesemuanya adalah orang muslim.[26]
Menurut sumber tradisi religius Barat, Alkitab (the Bible) dalam perjanjian
lama bersih dari kata dan konsep religi. Frasa takut pada Tuhan sang
Junjungan paling mendekati pengertian tentang kesalehan personal. Dalam

Perjanjian Baru, adalah Iman.[27]. kata iman dan Islam, kata pertama adalah
istilah personal dan aktif.[28]
Konsep iman Islam dan iman Kristian-Yahudi tidak dapat disamakan walaupun keduanya
memiliki arti sama yaitu percaya. Iman menurut Islam adalah dalam arti khusus arkanul
iman, rukun iman yang enam.[29] Iman kepada Allah, Malaikat, Kitab-kitab Allah, Rosul,
Hari akhir dan Qoda dan Qodar. Iman kepada Allah antara Islam dan Kristian Yahudi
berbeda, Islam hanya menyembah kepada satu Tuhan yang jelas namanya, kedudukan-Nya,
kekuasaan-Nya, tidak beranak dan diperanakan. Sedangkan Kristian mengenal konsep
Trinitas, ada Tuhan Bapak, Roh Kudus, dan Yesus, sedangkan Yahudi mengenal Tuhannya
dengan YHWH. Dari konsep Tuhan saja terdapat perbedaan yang mencolok, jadi konsep
semua orang yang beriman adalah muslim tidaklah tepat. Muslim hanya kushus untuk
umat yang beriman sesuai ajaran agama Islam.

Kesimpulan
W.C Smith adalah salah satu orientalis kebangsaan kanada yang dikenal sebagai Pakar
studi agama-agama di dunia. Dia mencoba memberikan definisi agama dari zaman
Romawi sampai agama Islam. Ketidaksamaan istilah agama (religi) membuat Smith
menentang keras agama. Smith mencoba menghapus kata agama, konsep-konsep agama
kecuali makna personalitas, karena dianggap tidak memiliki definisi yang jelas dan justru
membuat kebingungan.
Kebingungan Smith terhadap menurunkan paling sedikit sembilan definisi agama. Kesemua
definisi ini adakalanya hanya secara parsial mengungkap hakikat sebenar agama ataupun
terjadi kontradiksi diantara mereka. Inilah yang membuat Smith frustasi sehingga dia
menyarankan agar terma ini dibuang saja. Kenyataan yang dialami Smith inilah yang ia
diaplikasikan kepada Islam. Padahal Islam sudah memiliki definisi makna, nama, uswatun
hasanah dan konsep yang jelas, berbeda dengan agama-agama lain didunia. Memamg
begitulah tugas orientalis membuat kerancuan kemapanan agama.
Inti dari gagasan Smith adalah semua agama-agama di dunia tidak perlu dan tidak
penting. Puncak atau tujuan akhir dari beragama adalah kesalehan personal, benar
menurut pribadi masing-masing bukan terikat pada satu agama yang dianut. Kebenaran
diatas semua keberagamaan menurut personal.

Daftar Pustaka

Adian Husaini, 10 Mata Kuliah Agama Islam , Yogyakarta: Pro-U Media, 2015.
Al-Atas, Islam dan Sekularisme, Bandung : PIMPIN, 2011.
Endang Saifuddin Anshari, Agama dan Kebudayaan, Surabaya: pt.bina ilmu, 1982.

---------------------------------, Wawasan Islam Pokok-Pokok Pikiran Tentang Paradima


dan Sistem Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 2004
HAMKA, Tafsir Al-Azar jilid 1, Jakarta: Gema Insani Press, 2015.
Khalif Muammar, Islam dan Pluralisme Agama, Malaysia: Centre for Advanced Studies
on Islam , Science dan Civilisasion, 2003.
Smith, Wilfred Cantwell, Memburu Makna Agama, Bandung: Mizan, 2004.

http://www.imania.web.id/melacak-genetika-pemikiran-pluralisme-agama,
21 Februari 2016 pkl 21.33.

diakses

FootNote
[1] Untuk memenuhi mata kuliah Islamic Word View, mata kuliah ini diampu oleh Ustadz
Arif Wibowo, S.P., M.P.I. dan ustadz Muhammad Isa Anshory, S.S., M.P.I.
[2] Mahasantri Mahad Aly Imam Al-Ghazally, Karanganyar, 2016.
[3] Khalif Muammar, Islam dan Pluralisme Agama, Malaysia: Centre for Advanced Studies
on Islam , Science dan Civilisasion, 2003, hlm. 1.
[4] Smith, Wilfred Cantwell, Memburu Makna Agama, Bandung: Mizan, 2004, hlm. 29.
[5] Ibid, hlm. 38.
[6] Ibid, hlm. 39.
[7] Ibid, hlm. 41
[8] Ibid, hlm. 54
[9] Ibid, hlm. 101.
[10] Ibid, hlm. 33
[11] Ibid, hlm. 137.
[12] Fathurrahman Kamal, Kritik atas Konsep Islam, Keselamatan dan Makna Ahli Kitab
Menurut Prof. Dr. Nurcholish Madjid, http://www.imania.web.id/melacak-genetikapemikiran-pluralisme-agama, diakses 21 Februari 2016 pkl 21.33.
[13] Al-Atas, Islam dan Sekularisme, Bandung : PIMPIN, 2011, hlm. 61.
[14] Ibid, hlm. 63-66.
[15] HAMKA, Tafsir Al-Azar jilid 1, Jakarta: Gema Insani Press, 2015, hlm. 599.
[16] Ibid, hlm. 10-11.

[17] Kebudayaan menurut Prof. Dr, Koentjaraningrat dalam, Endang Saifuddin Anshari,
Agama dan Kebudayaan, Surabaya: pt.bina ilmu, 1982, hlm. 28.
[18] Ibid, hlm. 47.
[19] Smith, Wilfred Cantwell, Memburu Makna Agama, Bandung: Mizan, 2004, hlm. 197189.
[20] Ibid, hlm. 191.
[21] Adian Husaini, 10 Mata Kuliah Agama Islam , Yogyakarta: Pro-U Media, 2015, hlm. 2129.
[22] HAMKA, op, cit, hlm. 596.
[23] Smith, Wilfred Cantwell, op,cit, hlm. 304
[24]Ibid, hlm. 304
[25] Ibid, hlm. 292.
[26] Khalif Muammar, Islam dan Pluralisme Agama, op, cit, hlm. 14.
[27] Ibid, hlm. 101.
[28] Ibid, hlm, 195.
[29] Endang Syaifuddin Anshari, Wawasan Islam Pokok-Pokok Pikiran Tentang Paradima
dan Sistem Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 2004, hlm. 37.

Anda mungkin juga menyukai