Anda di halaman 1dari 16

PLURALISME AGAMA

DALAM PERSPEKTIF KRISTEN


NAMA KELOMPOK

SINTA MERIANA
LITA SUKMA FENI
ALI WARDADANA
LALU DIRAN KAWIRIAN
ELA FITRIANA
FEBY INDAH SAFITRI
JULKARNAEN
I PUTU TEGUH PRATAMA
I NYOMAN ANDRE ANDIKA
DEFINISI PLURALISME AGAMA
Pluralisme agama bisa dipahami dalam minimum tiga kategori
1. Sosial. Dalam pengertian ini, pluralisme agama berarti
semua agama berhak untuk ada dan hidup. Secara sosial,
kita harus belajar untuk toleran dan bahkan menghormati
iman atau kepercayaan dari penganut agama lainnya.
2. Etika Atau Moral. Dalam hal ini pluralisme agama berarti
bahwa semua pandangan moral dari masing-masing agama
bersifat relatif dan sah. Jika kita menganut pluralisme agama
dalam nuansa etis, kita didorong untuk tidak menghakimi
penganut agama lain yang memiliki pandangan moral
berbeda, misalnya terhadap isu pernikahan, aborsi, hukuman
gantung, eutanasia, dll.
3. teologi-filosofi. Secara sederhana berarti agama-agama pada
hakekatnya setara, sama-sama benar dan sama-sama menyelamatkan.
Mungkin kalimat yang lebih umum adalah banyak jalan menuju Roma.
Semua agama menuju pada Allah, hanya jalannya yang berbeda-beda.
FAKTOR-FAKTOR PENDORONG PLURALISME
AGAMA
1. Iklim demokrasi
Dalam iklim demokrasi, kata toleransi memegang peranan penting. Sejak
kecil di negara ini kita diajar untuk saling menghormati kemajemukan
suku, bahasa dan agama. Berbeda-beda tetapi satu jua. Begitulah motto
yang mendorong banyak orang untuk berpikir bahwa semua perbedaan yang
ada pada dasarnya bersifat tidak hakiki. Beranjak dari sini, kemudian
toleransi terhadap keberadaan penganut agama lain dan agama-agama lain
mulai berkembang menjadi penyamarataan semua agama. Bukankah
semua agama mengajarkan kebaikan? Jadi, tidak masalah Anda menganut
yang mana!
2 . P R A G M ATI SM E
Dal am ko n te ks in do n e s ia m a u pu n d u n i a y an g pe n u h de n ga n
kon fl ik h o ri so n ta l an tar pe m el u k a ga ma , ke h armo n i sa n me r u p aka n
tem a y a n g d ige m aka n dim an a- ma n a . Aks i-a k si f an atik da r i
pe me lu k ag am a y a n g be r s if at de s tr u k tif da n tid ak b ergu n a ba gi
n ila i- n ila i ke m an u s iaa n m em bu at b an y a k o ra n g m e n ja di m u ak.
Da la m kon tek s in i, pr ag ma tis me be r tu mbu h s u bu r. B an y a k o r an g
mu lai t er ta r ik pad a ide ba h w a m en ga n u t pl u r a lis me ag am a (m e n ja di
plu r a li s) aka n le b ih ba ik da r ip ada se o r an g p en gan u t a ga ma t er te n tu
ya n g f an ati k . Ak h irn y a, or a n g- o r an g in i te rd oro n g u n tu k me y ak in i
ba h w a ke h arm on i sa n da n ke r u ku n an l eb ih m u n gk in di cap ai de n ga n
me m pe rc ay ai p lu ra li sm e a ga ma da ri pa da p erc ay a b ah w a h an y a
ag am a te r te n tu y an g be n a r. Yan g ter ak h ir in i t e n tu be r ba h a y a ba gi
ke h armo n i sa n m as ya r a ka t. B eg itu lah p ola pik ir kau m pr agm a tis
3 . REL ATIVISME

Ke be n a r an i tu r e lati f, ter g an tu n g s ia pa y a n g m e lih atn y a. In i


a da la h pa n da n ga n y an g pop u l er, s e h in gga se or a n g tu ka n g sa pu
p u n m e ma h a mi n y a. D al am er a p os tm od er n i n i pe n g an u t
r e la tiv is m e p er c ay a bah w a a ga ma -a gam a ya n g a da j u ga be r sif a t
r e la tif. M a sin g-m as in g ag am a be n a r m e n u r u t pe n ga n u tn y a-
k om u n ita sn y a. K ita ti dak be r h a k m en gh a k imi i m an o r an g lai n .
Ak h ir n y a, ki ta se la y ak n y a b er k a ta a ga m am u be n a r m e n u r u tm u ,
a ga ma k u be n ar m e n u r u tk u . K ita sa ma -s am a be n ar . Re la tiv i sm e
a ga ma se o lah -ola h in gin m e m ba w a p r in s ip w in -w in s ol u tio n k e
d ala m a r e a ke be n ar an .
4. Perenialisme

M en g u ti p ko ma r u d in h i da y at, fi lsa f at pe r e n n i al a da lah


ke pe r ca y aa n ba h w a k ebe n a r a n mu tlak (th e tr u th ) h an y ala h sa tu ,
tida k te r ba gi , te ta pi da r i ya n g s at u in i m e m an ca r be r ba ga i
k eb e n ar a n ( tru th s ). S e der h an an y a , a lla h it u sa tu , teta pi
ma si n g-m a si n g a gam a m e r es po n in y a da n m em b ah a sa ka n n ya
se ca r a b er be da -be d a, m a ka mu n cu lla h ba n y a k ag am a. H a ke ka t
da ri se mu a a gam a a da lah sa m a, h an y a tam pi la n lu a r n y a y a n g
be r be da.
Pluralisme Agama Versi John Hick
Berikut Ini Adalah Rangkuman Pandangan John Hick:
Semua agama adalah respon terhadap keberadaan tertinggi yg bersifat
transenden (Allah-yang disebut The Real).
The Real itu melampaui konsep manusia sehingga semua agama tidak
sempurna dalam relasinya terhadap The Real tersebut.
Oleh karena itu, tentang agama-agama John Hick berkata, agama-agama
tidak mungkin semuanya benar secara penuh; mungkin tidak ada yang
benar secara penuh; mungkin semua adalah benar secara sebagian
John Hick membedakan The Real sebagai realitas ultimat dan The Real yang
ditangkap dan dipersepsikan oleh agama-agama sebagai Personae (berpribadi):
Allah, Yahweh, Krisna, Syiwa atau Impersonae (tidak berpribadi): Tao, Nirguna
Brahman, Nirwana, Dharmakaya.
lanjutan
Pluralisme Agama Versi John Hick
D a la m ko n s e p h ic k, pe r so n a e da n im pe r s on a e a da lah
p e n a f sir an te rh a da p th e re al. Th e re a l itu t i d a k d ap a t d i seb u t
p er s on al a tau i mp e r so n a l, m e mi li ki tu j u an ata u tid ak m e m ili ki
tu ju a n , b a ik a t a u ja h a t , su bs tan si a tau p ros e s, bah kan s atu
a ta u ban y ak . T h e rea l itu m e la mp au i se m u a ka te gor i m a n u s ia w i
s ep e r ti itu .

Ke se lam a tan a da la h pro se s p er u bah an m a n u s ia d ar i b er p u sa t


p ada dir i s e n di r i ( se lf-ce n t er e d ) m en ja di be r pu sa t pad a re al ita s
te r ti n ggi ( Re al -ce n t er e d )

k r ite r ia u n tu k m en ge tah u i a paka h s es eo r an g su dah d is el am at ka n


a ta u tida k a da lah keh i d u p a n mo r a l d a n sp i r it u a ln y a y an g
m e n c e rm in k an ke k ud u sa n . Di an tar a ku a lita s- ku a lita s it u
a da la h : be la s ka sih an , ka sih kep ad a s em u a ma n u s ia , kem u rn ia n ,
kem u r a h a n h a ti, ke da ma ia n ba tin da n ke te n a n ga n , su ka ci ta y a n g
Beberapa Kritik Terhadap
Pluralisme Agama
1.Pluralisme agama merupakan pendangkalan iman
Orang yang percaya pada teologi pluralisme agama biasanya tidak benar-
benar mendasarkan pandangannya atas dasar kitab suci agama yang
dianutnya atau tidak benar-benar berteologi berdasarkan sumber utama
(kitab suci). Jika kita benar-benar jujur membaca kitab suci agama-agama
maka kita menemukan klaim-klaim eksklusif yang memang tidak bersifat
saling melengkapi tetapi saling bertentangan.
2.Pluralisme agama memiliki dasar yang lemah
Pragmatisme yang mendasari pluralisme agama adalah sebuah cara
berpikir yang tidak tepat. Demi keharmonisan maka mengganggap semua
agama benar adalah mentalitas orang yang dangkal dan penakut.
Selanjutnya, relativisme kebenaran adalah sebuah pandangan yang salah.
Penganut relativisme agama tampaknya sering tidak bisa membedakan
antara relativisme dalam hal selera (enak/tidak enak, cantik/tidak cantik),
opini (UK Petra akan semakin maju/mundur) dan sudut pandang (ekonomi,
sosiologi) dengan kemutlakan kebenaran. Kebenaran itu mutlak, sedangkan
selera, opini dan sudut pandang memang relatif.
3.Penganut pluralisme Agama seringkali tidak konsisten
Penganut pluralisme agama sering menuduh golongan yang percaya
bahwa hanya agamanyalah yang benar (sering disebut eksklusivisme atau
partikularisme dalam teologi Kristen) sebagai fanatik, fundamentalis dan
memutlakkan agamanya. Padahal dengan menuduh demikian, kaum pluralis
telah menyangkali pandangannya sendiri bahwa tiap orang boleh meyakini
agamanya masing-masing secara bebas. Jika seorang pluralis anti terhadap
kaum eksklusivis maka ia bukanlah pluralis yang konsisten. Dalam realita,
kita menemukan banyak pluralis yang seperti itu dan memutlakkan
pandangan bahwa semua agama benar. Kaum pluralis seringkali terjebak
dalam eksklusivisme baru yang mereka buat yaitu hanya mau menghargai
kaum pluralis lainnya dan kurang menghargai kaum eksklusivis.
4.Pluralisme agama menghasilkan toleransi yang semu
Jika kita membangun toleransi atas dasar kepercayaan bahwa semua
agama sama-sama benar, hal itu adalah toleransi yang semu. Toleransi yang
sejati justru muncul sebagaimana dikatakan Frans Magnis Suseno, meskipun
saya tidak meyakini iman-kepercayaan Anda, meskipun iman Anda bukan
kebenaran bagi saya, saya sepenuhnya menerima keberadaan Anda. Saya
gembira bahwa Anda ada, saya bersedia belajar dari Anda, saya bersedia
bekerja sama dengan Anda.
5.Kritik terhadap pluralisme agama John Hick
Jika The Real atau Allah-nya Hick memang melampau konsep yang baik atau yang jahat,
mengapa Hick justru menggunakan kriteria kekudusan untuk mengetahui seseorang itu sudah
diselamatkan atau tidak diselamatkan? Ini adalah sebuah kriteria yang bisa kita pertanyakan
keabsahannya. Selanjutnya, bagi Hick, keselamatan adalah transformasi moral akibat perubahan
pusat kehidupannya dari diri sendiri kepada The Real (Allah, Brahman, Tao). Hal ini mencerminkan
teologi yang tidak berdasarkan Alkitab, walaupun Hick sendiri mengaku Kristen. Teologi alkitabiah
menunjukkan bahwa keselamatan bukan hasil perilaku etika atau moralitas tertentu tetapi
kebenaran Allah di dalam karya penebusan Yesus Kristus di kayu salib yang kita terima secara cuma-
cuma melalui iman (Roma 3:28-30; 10: 9-10; Mat. 26:28). Keselamatan dalam konsep Kristen juga
berbeda dengan keselamatan dalam Islam karena Al Quran menyatakan bahwa keselamatan adalah
hasil sinergi antara iman dan amal manusia (Q.S.Al Baqarah 25).

Anda mungkin juga menyukai