Anda di halaman 1dari 8

BAB I

A. PENDAHULUAN
Pancasila merupakan ideologi dasar Negara Republik Indonesia. Pancasila sebagai
ideologi dasar memiliki power seutuhnya sebagai pedoman keberlangsungan Negara Indonesia,
sehingga sebuah ideologi dasar suatu Negara akan tetap eksisi dalam perkembangan zaman atau
tanpa mengenal kekurangan ketika ditimpa sebuah polusi gelobalisasi atau modernisasi.
Pancasila mengkaper seluruh cakupan Negara Indonesia, baik hubungan dengan Tuhan, maupun
sesama manusia, pancasila menunjukkan identitas Indonesia itu sendiri baik dalam mengambil
suatu kebijakan, dan bahkan dalam mempertahankan kedaulatan Negara Indonesia.
Kedaulatan dan keteguhan identitas Negara Indonesia dapat dilihat dari aplikasi pancasila
dalam kehidupan bermassyrakat, berbangsa dan bernegara. Pemahaman pancasila dalam
masyarakat harusnya di dapat sejak dini baik di lingkungan formal seperti sekolah ataupun non
formal seperti penyuluhan/pelatihan mengenai kebangsaaan dan dapat juga dari kebiasaankebiasaan setiap hari dalam beraktifitas di lingkungan masyarakat, sehingga pancasila
tercerminkan dalam kehidupan sehari-hari bukan hanya pada tulisan atau sebuah mata peajaran
dalam dunia pendidikan.
Eksistensi pancasila dalam mempertahankan identitas Negara Republik Indonesia pada
serbuan era global ini sangat memperihatinkan karena mulai terkikisnya kebiasaan-kebiasaan
atau adat istiadat yang mencerminkan identitas itu sendiri. Hal ini karena terprovokasinya dan
tergiurnya masyarakat Indonesia oleh budaya barat terutama budaya liberal dan kebiasaankebiasaan yang menutup keberadaan bangsa sendiri. Pancasila sudah begitu sempurna bagi
Negara Indonesia, terlebih lagi sudah di rincikan dan dibenahi dengan UUD 1945 serta
peraturan-peraturan formal lainnya yang dapat mendukung, mempertahankan serta dapat
memfilter budaya asing yang menggoyahkan identitas bangsa Indonesia. Namun kenyataannya
sekrang ini sudah terlihat jelas tanpa mendapatkan kesusahan untuk memperlihatkan bukti yang
real mengenai tertutupnya budaya bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai filter budaya bangsa merupakan sebuah hal yang nyata atau kebenaran
yang seluruh bangsa Indonesia mengakuinya bahkan meneriakkannya serta menorehkannya
dalam sebuah buku dan media lain yang dapat dilihat, didengar serta dipahami oleh masyarakat
umum secara luas, tetapi cukup sampai disana. Artinya hanya sampai melihat dan mendengar,
hanya sedikit orang yang sampai memahami pancasila dengan benar, dan sangat sedikit sekali
yang mendengar, melihat, memahami dan mengaplikassikannya dalam kehidupan berbudaya,
berbangsa dan bernegara. Salah satu contoh terkikisnya budaya bangsa yang termuat dalam
pancasila yaitu persatuan dan musyawarah, dikatakan terkikis karena perxsatuan hanya terlihat
pada suatu golongan atau organisasasi bukan atas nama bangsa, budaya gotong royong sudah
menjadi kegiatan langka di masyarakat, dan musyawarah hanya sebuah nama yang digunakan
dalam mengumpulkan masyarakat tetapi bukan budaya masyarakat yang termuat dalam
pancasila, tetapi hanya musyawarah menuju poting.

Kenyataan diatas yang menunjukkan kemerosotan budaya bangsa Indonesia bukan karena
pancasila tidak mampu sebagai filter budaya bangsa melainkan pancasila sudah di filter oleh
masyarakat Indonesia sendiri. Kenyataan atau fakta mengenai tertutupnya budaya bangsa bukan
kurangnya ideologi atau dassar Negara seperti pancasila, UUD 1945 serta peraturan lainnya
melainkan kurangnya pemahaman masyarakat mengenai pentingnya suatu identitas sebuah
Negara seperti budaya bangsa. Pemahaman masyarakat mengenai pentingnya pancasila, UUD
1945, peraturan formal serta adat-istiadat yang menggambarkan cirri khas bangsa Indonesia.
Salah satu contoh real, bukan hanya pada masyarakat biasa melainkan di lingkup pejabat Negara
yang diakui memahami pancasila tetapi tidak mengaplikasikan dalam kehidupan nyata, terlihat
dari musyawarah yang tidak menghasilkan mufakat, tercerai berainya masyarakat dalam
berpolitik karena alasan ras, suku dan agama khusunya dalam menentukan pemimpin suatu
daerah.
Budaya yang dikagum-kagumi sebagai keindahan Indonesia yang menujukkan
keragaman dan keunikan bangsa harusnya bukan di filter tetapi dipertahankan oleh pancasila,
sedangkan budaya baru atau budaya asinglah yang berkolaborasi dengan budaya bangsa
seharusnya dapat di filter oleh pancasila, jika masyarakat Indonesia menyadari pentingnya
budaya bangsa, pentingnya memahami pancasila dan dapat ditunjukkan dalam kehidupan seharihari. Pancasila akan benar-benar dapat memfilter budaya bangsa atau budaya baru, jika
pemegang kekuasaan khususnya pemerintah menyadari pentingnya pancasila sebagai filter
budaya bangsa dengan membuat aturan-aturan serta memberikan perhatian lebih baik di dunia
pendidikan serta tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.
B.

PERMASALAHAN
Adapun permasalahan berdasarkan latar belakang atau pendahuluan di atas sebagai berikut:
1. Pancasila Sebagai Filter
2. Kurangnya Pemahaman Dan Kesadaran Masyarakat Mengenai Pancasila
3. Tertutupnya Budaya Bangsa Oleh Budaya Asing.
4. Pancasila Belum Mampu Sebagai Filterisasi Budaya Bangsa Secara Empiris.

BAB II
PEMBAHSAN
(PEMECAHAN MASALAH)
A. PANCASILA SEBAGAI FILTER

Pancasila, sebagai dasar negara Indonesia, sesungguhnya menghendaki pergaulan yang


luas, tetapi juga menginginkan bersatunya rakyat Indonesia dalam segala hal, seperti halnya
dalam lingkup keluarga. Jika keluarga itu kompak, maka kita sebagai teman yang berkunjung ke
rumahnya, akan segan dan hormat kepada keluarga itu. Karena teman kita itu tentu akan
mengutamakan keluarganya terlebih dahulu ketimbang kepentingannya pribadi. Begitulah
seharusnya kita, kita harus bisa memilah-milah kepentingan-kepentingan itu.
Dalam sebuah buku Jaendjri M. Gaffar, Demokrasi Konstitusional (Hal. 16), berpendapat seperti
ini dalam salah satu bab-nya, Pancasila, dibuat oleh Sukarno, sebagai sesuatu yang fundamen,
filsafat, pikiran-pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa hasrat yang sedalam-dalamnya untuk
mendirikan bangunan Indonesia merdeka. Sementara Hatta memposisikan pancasila sebagai
ideologi negara yang membimbing politik negara dan hukum tata negara Indonesia. Ini disebut
juga oleh Yudi Latif (2011) yang menyatakan sebagai basis moralitas dan haluan kebangsaankenegaraan. Ia juga menyatakan bahwa secara filsafat, Pancasila memiliki landasan Ontologis,
epistemologis, dan aksiologis. Dan jika semua dijalankan akan menuju peradaban Negara yang
paripurna dan sulit sekali ideologi negara-negara yang hendak mengangkangi Indonesia, untuk
masuk dan mengatur-atur negara ini.
Intinya adalah menjadi tuan di negeri sendiri, di rumah sendiri. Pancasila menghendaki hal
semacam itu. Misalkan kita ambil salah satu contoh konkrit sebuah tindakan seorang pemimpin,
kita ambil sampel Hugo Chaves, pemimpin Venezuela. Rakyatnya menjuluki Sang Legenda bagi
rakyat miskin.
Perjuangan Chaves dibuktikan selama 14 tahun ia menjabat pemimpin Venezuela, ia berhasil
mengentaskan orang miskin di atas 75 persen dan membebaskan mereka dari buta huruf. Tidak
hanya itu, ia juga telah membuatkan rakyatnya perumahan layak huni, dan ini dianggap andalan
Chaves untuk menyingkirkan saingannya dalam pemilu. Menurut Arif Sumantri Harahap,
mantan pejabat politik KBRI Caracas, yang saya petik dari opininya di koran Kompas, 7 Maret
2013, Chaves memanfaatkan minyak sebagai senjata dalam berdiplomasi[15] agar tidak tunduk
kepada ideologi, militer, dan kebijakan negara adidaya, Amerika Serikat (AS).

Senjata itu memang berhasil, dan terbukti dengan sumber minyak itu, negara ini mampu
membuat AS sedikit kewalahan, dan tak mampu menguasai negara itu. Selain itu juga, Chaves
mampu membuat rakyatnya perlahan makmur dari minyak untuk sandang, dan papan
rakyatnya. Sumber daya alam yang ada diolah pemerintah hingga sedemikian rupa untuk
kepentingan bersama, atau bersama-sama berpikir dan bekerja untuk mengolah sumber daya
alam yang ada untuk kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tindakan ini juga diikuti oleh para Pemimpin negara di Amerika Latin, dan Chaves mendukung
mereka. Belum lagi untuk sumbangan bencana alam untuk Aceh, dan beberapa negara yang
tertimpa bencana alam lainnya. Leganda Chaves ini, sesungguhnya mengajak kita untuk
merefleksikan sejarah bangsa dan kekayaan alam di dalamnya, di era globalisasi yang kian
merebak ini.
Tindakan tersebut di atas, telah mengamalkan sekian banyak butir di dalam Pancasila. Misalnya
dari Sila ketiga Pancasila yaitu, Persatuan Indonesia. Bagaimana seharusnya kita di tengah arus
globalisasi ini? Maka jawabannya tidak lain adalah kembalilah kepada prinsip kita sebagai
negara dan pancasila. Revitalisasi Pancasila perlu untuk mengembalikan kita kepada nasib dan
takdir kita sebagai bangsa, baik itu sebagai cara berpikir, mengambil keputusan dan bertindak.
Pendidikan mengenai dasar negara kita itu, perlu ditingkatkan lagi, sehingga pengetahuan kita
tentang itu bertambah, bisa dimengerti dan dapat dipahami. Kita harus mengetahui dan paham
dasar negara kita sendiri, agar dapat menyaring ideologi-ideologi yang masuk ke negeri kita ini,
dan Pancasila bisa menjadi pisau kritik bagi kita kepada pemerintah yang tidak menjalankan
negara ini sebagaimana yang terkandung di dalam Pancasila.
Jan Aart Scholte membagi-bagi definisi globalisasi dalam berbagai hal: pertama dalam kaitannya
dengan Internasionalisasi yang Globalisasi dan diartikan untuk meningkatnya hubungan
internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya masingmasing, namun menjadi semakin tergantung satu sama lain. Kedua, dalam hal Liberalisasi,
diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor
impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi. Ketiga, universalisasi, digambarkan sebagai semakin
tersebarnya hal material maupun imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat
menjadi pengalaman seluruh dunia. Keempat, westernisasi sebagai satu bentuk dari
universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal.
Dan yang terakhir, kelima, hubungan transplanetari dan suprateritorialitas, yang berarti dunia
global memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara.

Globalisasi juga menjadi perlu, tapi tidak semua harus ditiru. Kita harus bisa memilah, sekali
lagi, mana yang baik buat kita dan negara kita. Misalnya cara belajar orang barat, juga perlu kita
pelajari, sebab di sana para ilmuwan banyak bermunculan. Tetapi jangan lupa, kita tetaplah orang
timur, banyak juga orang timur yang lebih tinggi dari mereka, dan orang-orang barat banyak juga
terinspirasi dengan para ilmuwan timur, yang lebih mengutamakan adab dalam belajar dan saling
menghormati antar sesama teman, dan yang lebih tua dari kita.
Jika diamati, globalisasi adalah semacam alat bagi paham neoliberalisme untuk menegakkan
kaki kaum pemilik modal untuk meraup keuntungan, dan hal ini akan membuat yang kaya
semakin kaya, dan yang miskin terus dihisap. Neoliberalisme, melalui globalisasi, seperti hendak
mengajarkan budaya konsumtif dan menekan daya kritis individu dalam menghadapi
kehidupannya sendiri. Oleh sebab itu, jadikan Pancasila sebagai pisau bagi kita sebagai rakyat
dan pemilik sah negeri ini, untuk mengkritisi ideologi-ideologi yang merasuk lewat pintu
pemerintah. Kita patut curiga, kita patut juga protes terhadap kebijakan yang ada. Tentunya
dengan dasar-dasar yang jelas pula dan tidak ngawur. Oleh sebab itu, Pancasila perlu kita
pelajari dan pahami lagi untuk kehidupan dan identitas nasional kita, baik sebagai individu,
suku bangsa, dan negara.

B. KURANGNYA PEMAHAMAN DAN KESADARAN MASYARAKAT MENGENAI

PANCASILA
Pemahaman masyarakat mengenai pancasila sangat begitu dangkal, baik secara teoris
apalagi empirisnya. Pemahaman disini maksudnya yaitu pengetahuan tentang pancasila itu
sendiri, terutama masyarakat pedalaman. Pancasila hanya dikenalkan di dunia pendidikan atau di
sekolah saja, dan itupun hanya sebagai sebuah mata pelajaran di sekolah, brbeda dengan
kedudukan mata pelajaran lain misalnya bahasa, IPA atau pelajaran lain yang mengharahkan dan
bahkan mewajibkan siswa untuk praktik pada mata pelajaran tersebut. Jadi pancasila hanya
dikenalkan sampulnya saja dan hanya pada yang berpredikat siswa.
Pancasila tidak terbatas pada memahami atau mengerti tentang pancasila itu sendiri,
melainkan kesadaran akan pentingnya pancasila itu. Ketika dapat memahami pancasila dari
pelajaran formal tetapi tidak menyadari pentingnya pancasila, maka setelah selesai di lingkungan
formal pancasila akan di lupakan. Begitu pula sebaliknya, ketika menyadari pentingnya
pancasila, maka masyarakat akan berusaha untuk memahami atau mempelajarinya.
Pancasila dapat di pahami oleh siswa/mahasiswa jika kurikulum dalam mata pelajaran
pancasila ada penekanan pada aplikasi yang bersifat program sekolah dengan pengawasan dari
pihak sekolah. Sedangkan untuk memberikan pemahaman kepada masyrakat luas secara umum
dapat melibatkan pendidikan maupun pelatihan atau pengayaan. Pendidikan sekolah dapat
melibatkankan orang tua siswa melalui praktik tersebut baik sebagai pengawas dengan
memberikan pembekalan kepada orang tua siswa, dan membuat laporan kepada sekolah tentang
keterlaksanaannya secara lisan atau tertulis.
Pemahaman dan pembinaan mengenai pentingnya pancasila juga dapat dilakukan
melalui pejabat daerah dan khusus kepala desa/lurah, dana desa dalam pemberdayaan
masyarakat dapat digunakan dalam memberikan pemahaman mengenai pancasila itu sendiri
serta secara rela dapat di buat tugu/tulisan yang bentuknya dapat dilihat oleh masyrakat umum
seetiap hari. Pemahaman pancasila kepada masyrakat, bukan hanya sebatas dipercayakan
kepada konsultan pancasila yang dibentuk di hotel-hotel atau tempat mewah, melainkan akan
lebih baik di organisasi pemuda atau masyarakat serta tempat-tempat pendidikan non formal
seperti TPA, lembaga belajar masyarakat atau tempat semacamnya yang lain sehingga
masyarakat dapat memahami dan menyadari pentingnya pancasila.
Kesadaran meruapakan bagian psikis individu yang sejatinya dapat dibentuk individu itu
sendiri, tetapi kesadaran juga dapat dipengaruhi dari luar individu. Kesadaran mengenai
pentingnya pancasila dapat dibina melalui pendidikan dan pengayaan yang diawasi secara
bertahap oleh pihak yang dapat dipercaya. Selain pengarahan yang lebih di sekolah, juga dapat
di siarkan melalui media-media terutama televisi mengenai kejadian-kejadian yang merusak
bangsa karena kurangnya kesadaran mengenai pentingnya pancasila.

C. TERTUTUPNYA BUDAYA BANGSA OLEH BUDAYA ASING.

Keanekaragaman budaya meruapakan salah satu kekayaan bangsa Indonesia serta


identitas bangsa Indonesia. Silih bergantinya waktu dan akhirnya sekarang di zaman modern
yang di sebut era globalisasi merupakan zaman yang bebas baik secara media, perdagangan
maupun wisatawan. Indonesia merupakan Negara yang terdiri dari pulau-pulau dan suku, adat
yang beranekaragam, namun di satukan oleh pancasila dalam bentuk karakteristik Negara
Inodonesia.
Masyarakat asing yang menjamur di Indonesia memanipulasi masyrakat Indonesia
dengan budaya yang dibawa sehingga masyrakat Indonesia lupa akan budaya sendiri sehingga
budaya sendiri tertutup oleh budaya asing. Eksistensi budaya bangsa dapat dijaga melalui
banyak cara salah satunya dengan aturan daerah untuk mengadakan pentas budaya setiap
tahunya. Budaya asing boleh masuk, tetapi bukan untuk menutupi budaya bangsa. Budaya dapat
dipertahankan juga melalui dunia pendidikan, dengan memsaukkan adat-adat istiadat dalam
muatan local. Ketegasan pemimpin Negara dan pemimpin daerah mengenai masukkan budaya
asing serta boleh tidaknya berada di Indonesia merupakan cara yang terbaik untuk melindungi
tercemarnya budaya Indonesia. Cara lainnya yaitu melalui media, atau tontonan-tontonan
budaya local dalam ajang perlombaan. Hal ini dapat menimbulkan rasa ingin tahu anak akan
budaya bangsa.
D. PANCASILA BELUM MAMPU SEBAGAI FILTERISASI BUDAYA BANGSA SECARA

EMPIRIS.
Pancasila merupakan dasar Negara, dikatakan belum mampu memfilter budaya bangsa
dalam hal ini pada aplikasi atau kenyataan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila
secara teoritis sangat mampu sebagai filterisasi budaya bangsa, tetapi masyarakat atau pelaksana
budaya belum menerapkan apa keinginan pancasila itu sendiri. Pancasila tentunya ingin
mempertahankan budaya bangsa dari tercemarnya oleh budaya asing, tetapi masukknya budaya
asing di Indonesia tidak dapat dipungkiri sehingga terjadi kolaborasi budaya dan tidak filter oleh
masyaraat Indonesia.
Budaya bangsa seutuhnya, atau budaya Indonesia yang belum tercemar oleh budaya asing
harus dipertahankan bukan di filter, tetapi budaya bangsa yang sudah tercemar oleh budaya asing
yang perlu di filter dan bahkan tidak boleh masuk. Mengatasi pergolakan budaya sangat sulit di
era globalisasi sekarang ini, karena masyrakat yang senang akan budaya luar, masyarakat
Indonesia yang banyak tinggal di daerah luar juga sangat berpengaruh ketika kembali ke
Indonesia. Hanya saja secara legalitas budaya Indonesia asli dapat di lakukan melalui
keabsahan budaya. Pertunjukkan budaya, festival, lomba atau hal-hal lain yang melibatkan
budaya Indonesia harusnya tidak di izinkan jika tampil budaya yang sudah tercemar.
Kepedulian masyarakat akan ciri khas bangsa merupakan factor utama dan alat utama dalam
menyaring budaya bangsa dengan menerapkan pancasila dalam kehidupan.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Pancasila sebagai filter budaya bangsa merupakan dasar yang sudah Negara yang sudah
termuat sejak di resmikannya pancasila sebagai dasar ideologi Negara Indonesia melalui UUD
1945 dan peraturan lainya baik aturan formal dan non formal. Pancasila sebagai filter budaya
bangsa maksudnya budaya asing yang mencemari budaya asli Indonesia. Budaya asli Indonesia
dapat di pertahankan dari pengaruh budaya asing melalui pemahaman masyarakat mengenai
pentingnya pancasila sebagai pedoman bangsa yangd dapat mempertahankan eksistensi budaya
bangsa serta kepedulian dan kesadaran masyrakat Indonesia mengenai karakteristik dan daya
tarik Negara Indonesia adalah keragaman budayannya. Budaya yang tercermin dalam kebiasaan
sehari-hari merupakan bagian dari aplikasi pancasila yang dapat di bina melalui pendidikan
formal dan non formal, namun sejatinya identitas bangsa baik budaya bahkan pancasila sendiri
dapat berdiri kokoh jika masyarakatnya menyadari pentingnya dalam menjamin eksistensi
Negara, sehingga yang paling berperan dalam hal ini yaitu para pejabat Negara atau pemegang
kekuasaan yang membuat atauran-aturan yang ada di Negara Kesatuan Republic Indonesia.
Salah satu cara untuk menghindari budaya asing yang negatif yang masuk sekaligus
mempertahankan budaya asli Indonesia adalah dengan cara menerapkan dan mengamalkan
sila-sila yang dimiliki Pancasila karena Pancasila merupakan ciri khas atau jati diri bangsa
Indonesia. Semua itu perlu dilakukan dengan memberikan pengertian tentang sila-sila
Pancasila dan berusaha menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari sejak dini.

Anda mungkin juga menyukai