Anda di halaman 1dari 119

PENGANTAR

KITAB SUCI PERJANJIAN BARU

PROF. DR. HENRICUS PIDYARTO, O.CARM

SEKOLAH TINGGI FILSAFAT TEOLOGI


WIDYA SASANA
MALANG
2010
BAB I
PENGANTAR UMUM

A. Nama, jumlah dan susunan kitab Perjanjian Baru1


Kitab Perjanjian Baru adalah nama yang diberikan orang untuk menyebut kelompok
tulisan yang mewartakan karya keselamatan Allah dalam diri Yesus Kristus. Yang dimaksud
adalah kedua puluh tujuh kitab, mulai dari Injil Matius sampai dengan kitab Wahyu. Bersama dengan
kitab Perjanjian Lama, yakni kitab suci agama Yahudi, kitab Perjanjian Baru ini
membentuk apa yang disebut Alkitab (=Sang Kitab; Inggris: the Bible). Orang kristen mengakui
Alkitab sebagai Sabda Allah yang disampaikan untuk keselamatan manusia.
Istilah Perjanjian Baru sebagai nama untuk menyebut bagian khusus dari kitab suci orang
kristen itu tidak terdapat dalam Alkitab sendiri, melainkan disimpulkan dari 2 Kor 3:14. Di situ
Paulus mengatakan bahwa pikiran orang-orang Yahudi yang tidak percaya kepada Yesus Kristus
menjadi tumpul "sebab sampai pada hari ini selubung itu masih tetap menyelubungi mereka, jika
mereka membaca perjanjian lama." Oleh karena Paulus menyebut kitab suci umat Israel itu
Perjanjian Lama, maka orang kristen bisa menyebut kitab sucinya sendiri dengan nama
Perjanjian Baru.2 Dokumen tertua yang memberi kesaksian mengenai pemakaian istilah
Perjanjian Baru sebagai nama kitab suci orang kristen berasal dari tahun 192.
Adapun susunan kitab Perjanjian Baru dan kriteria penyusunannya adalah sebagai
berikut.
Pada tempat pertama dan utama ada empat injil yang berisi pewartaan para rasul
mengenai hidup, karya dan ajaran Yesus Kristus:
1. Injil Matius
2. Injil Markus
3. Injil Lukas
4. Injil Yohanes

1
Lihat C. Groenen, Pengantar ke dalam Perjanjian Baru (Yoygakarta: Kanisius 1984) 11-18; Pheme Perkins,
Reading the New Testament (New York, N.Y.-Mahwah, N.J.: Paulist Press, 1988) 1-22; dan lain-lain.
2
Perlu kita perhatikan bahwa orang Yahudi sendiri tidak mau menyebut kitab suci mereka dengan nama
Perjanjian Lama. Istilah tersebut dianggap memiliki konotasi kurang baik, yaitu seakan-akan kitab itu sudah
tidak berlaku lagi. Dewasa ini, untuk menghormati perasaan orang Yahudi, orang kristen memakai istilah
Perjanjian Pertama untuk menyebut Kitab Perjanjian Lama.

1
Karena kisah hidup Yesus itu dianggap paling penting, maka keempat injil ditempatkan pada
urutan pertama. Sebenarnya keempat injil itu hanyalah empat versi dari satu Injil yang sama,
yaitu kabar baik tentang Yesus Kristus dan yang diwartakan oleh Yesus Kristus sendiri.
Sesudah keempat injil yang bersifat historis, kita temukan suatu karya historis lain yang
mengisahkan perkembangan Gereja Yesus Kristus mulai dari Yerusalem sampai ke seluruh dunia
(=Roma), yaitu:
5. Kisah Para Rasul
Di tempat ketiga kita temukan 13 surat yang ditulis oleh Paulus atau dianggap ditulis di
bawah otoritasnya, yaitu:
6. Surat Paulus kepada Jemaat di Roma (=Rm)
7. Surat Paulus yang pertama kepada Jemaat di Korintus (=1 Kor)
8. Surat Paulus yang kedua kepada Jemaat di Korintus (=2 Kor)
9. Surat Paulus kepada Jemaat di Galatia (=Gal)
10. Surat Paulus kepada Jemaat di Efesus (=Ef)
11. Surat Paulus kepada Jemaat di Filipi (Flp)
12. Surat Paulus kepada Jemaat di Kolose (=Kol)
13. Surat Paulus yang pertama kepada Jemaat di Tesalonika (=1 Tes)
14. Surat Paulus yang kedua kepada Jemaat di Tesalonika (=2 Tes)
15. Surat Paulus yang pertama kepada Timotius (=1 Tim)
16. Surat Paulus yang kedua kepada Timotius (=2 Tim)
17. Surat Paulus kepada Titus (=Tit)
18. Surat Paulus Filemon (=Flm)
Ketiga surat Paulus yang disebut terakhir (1 Tim, 2 Tim dan Tit), secara abad XVIII disebut
surat-surat pastoral. Istilah pastoral berasal dari kata Latin pastor (=gembala). Ketiga surat ini
disebut demikian karena banyak berbicara mengenai penegakan disiplin dan tata-tertib dalam
hidup berjemaat; jadi, surat-surat ini merupakan pedoman untuk para pastor jemaat.
Sesudah ketiga belas surat Paulus ini kita temukan satu surat yang bernama:
19. Surat kepada orang Ibrani (=Ibr)
Sudah sejak dahulu surat ini ditempatkan langsung sesudah surat-surat Paulus, karena ada dugaan
bahwa surat itu berasal dari atau amat dipengaruhi oleh Paulus. Oleh karena itu, kadang-kadang
orang menyebut angka empat belas sebagai jumlah surat-surat Paulus. Namun, sejak dahulu ada
juga keraguan besar mengenai siapa pengarangnya, bahkan mengenai apakah surat ini termasuk
2
dalam daftar kitab suci atau tidak. Beberapa Manuskrip Barat3 dari abad IX, misalnya, malah
tidak memuat Surat kepada Orang-orang Ibrani.4 Pada akhirnya surat ini memang diterima secara
universal sebagai bagian dari kanon Perjanjian Baru. Itu satu hal. Hal lain lagi, soal
kepengarangan surat itu. Menurut para ahli kitab suci modern, surat ini bukan dari Paulus.
Mereka mempunyai keyakinan demikian berdasarkan beberapa alasan ini:
1) kosa kata dan gaya bahasanya berbeda dengan surat-surat Paulus
2) ajarannya atau teologinya berbeda dengan teologi Paulus pada umumnya
Khusus mengenai surat-surat Paulus, rupanya kriteria penyusunannya adalah sebagai
berikut:
a) surat-surat yang ditujukan kepada suatu jemaat didahulukan, baru sesudah itu surat-surat untuk
pribadi-pribadi tertentu
b) baik kelompok surat untuk jemaat maupun untuk pribadi tertentu, rupanya berlaku juga pedoman
ini: surat yang lebih penting dan panjang diletakkan lebih dahulu. Tentu saja tolok-ukur ini tidak
berlaku untuk Ibr, karena memang surat ini baru kemudian ditambahkan dan diragukan berasal
dari Paulus.
Di tempat keempat kita jumpai tujuh surat yang biasanya disebut surat katolik:
20. Surat Yakobus (=Yak)
21.Surat Petrus yang pertama (=1 Ptr)
22 .Surat Petrus yang kedua (=2 Ptr)
23. Surat Yohanes yang pertama (1 Yoh)
24. Surat Yohanes yang kedua (2 Yoh)
25. Surat Yohanes yang ketiga (=3 Yoh)
26. Surat Yudas (Yud)

Ketujuh surat ini disebut surat-surat katolik karena tidak ditujukan kepada satu jemaat tertentu
atau satu pribadi tertentu, melainkan kepada umum. Jadi, istilah katolik di sini dipakai sesuai
dengan arti asli bahasa Yunaninya (katholikos, berarti: umum, universal). Namun, patut dicatat
bahwa 2 Yoh sebenarnya ditujukan kepada umat tertentu dan 3 Yoh kepada seorang pribadi
tertentu. Akan tetapi, tradisi toh memasukkan keduanya ke dalam kelompok surat katolik.

3
Manuskrip Barat adalah kelompok naskah kitab Perjanjian Baru yang hampir seluruhnya dalam bahasa
Latin kuno.
4
Raymond F. Collins, Introduction to the New Testament (Garden City, N.Y.: Doubleday & Company,
Inc., 1983) 37.
3
Tempat kelima diduduki oleh satu kitab yang dari isinya cocok untuk mengakhiri seluruh
Alkitab, yaitu:
27. Kitab Wahyu kepada Yohanes
Bila kedua puluh satu surat yang tersebut di atas bisa dikategorikan sebagai tulisan yang bersifat
doktrinal, maka kitab yang terakhir ini bisa dikategorikan sebagai tulisan yang bersifat profetis
atau apokaliptik, yakni tulisan yang mengungkapkan semacam sejarah dunia dari sekarang
hingga akhir zaman nanti.

B. Isi Pokok Perjanjian Baru


Sesuai dengan namanya, pada hakikatnya isi kitab Perjanjian Baru adalah kabar baik
mengenai perjanjian baru yang telah diikat Allah dalam darah Yesus Kristus" (bdk. Luk 22:20).
Perjanjian Baru itu menciptakan hubungan baru antara Allah dan manusia. Kata baru yang
dipakai adalah kainos, bukan neos. Kainos sering dipakai untuk menyebut sesuatu yang baru
sejauh barang itu memiliki mutu yang lebih tinggi dari yang lama; sedangkan neos lebih dipakai
untuk menyebut sesuatu yang "belum dipakai" namun mutunya tidak berbeda dengan yang sudah
dipakai. Jadi, hubungan Tuhan dengan manusia dalam Perjanjian Baru menyempurnakan
hubungan Tuhan dengan Israel, yang terjadi dalam perjanjian Sinai. Perjanjian Lama
mengungkapkan suatu hubungan perjanjian yang bersifat kontrak timbal-balik, suatu perjanjian
yang rapuh karena bergantung pada kesetiaan timbal-balik kedua pihak yang terlibat. Bila salah
pihak melanggar janji, perjanjian itu sebenarnya putus. Nyatanya, bangsa Israel tidak setia
memenuhi perjanjian Sinai, maka perjanjian itu berulang kali putus. Dari sebab itu, melalui nabi
Yeremia, Allah pada akhirnya menjanjikan suatu hubungan baru, suatu Perjanjian Baru,
“Sesungguhnya, akan datang waktunya, demikianlah firman TUHAN, Aku akan mengadakan
perjanjian baru (=diatheke kaine) dengan kaum Israel dan kaum Yehuda,
bukan seperti perjanjian yang telah Kuadakan dengan nenek moyang mereka pada waktu Aku
memegang tangan mereka untuk membawa mereka keluar dari tanah Mesir; perjanjian-Ku itu
telah mereka ingkari, meskipun Aku menjadi tuan yang berkuasa atas mereka, demikianlah
firman TUHAN.
Tetapi beginilah perjanjian yang Kuadakan dengan kaum Israel sesudah waktu itu,
demikianlah firman TUHAN: Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan
menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan
menjadi umat-Ku.
Dan tidak usah lagi orang mengajar sesamanya atau mengajar saudaranya dengan mengatakan:
Kenallah TUHAN! Sebab mereka semua, besar kecil, akan mengenal Aku, demikianlah firman
TUHAN, sebab Aku akan mengampuni kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa
mereka.” (Yer 31:31-34)

4
Nah, yang diwartakan oleh kitab Perjanjian Baru adalah penggenapan nubuat tersebut di atas
dalam peristiwa Yesus Kristus. Tentu saja sudah jelas bahwa kitab Perjanjian Baru merupakan
pewartaan tentang perbuatan dan ajaran Yesus Kristus sejauh itu diimani dan ditafsirkan oleh
Gereja Rasuli. Kitab Perjanjian Baru bukanlah suatu karya sejarah dalam arti tegas, seperti yang
dipakai orang dewasa ini. Kitab ini memuat sejarah dan ajaran Yesus Kristus sejauh diimani dan
ditafsirkan oleh Gereja Rasuli. Bahkan buku sejarah modern pun sebenarnya tidak lepas dari
tafsiran sejarawannya. Kalau orang menganggap kitab Perjanjian Baru sebagai buku sejarah
dalam arti tegas, dia akan bingung, sebab mengenai satu kejadian yang sama ternyata bisa ada
perbedaan-perbedaan di antara versi yang satu dengan versi yang lain. Sebagai contoh: dalam
kisah Yesus di taman Getsemani terdapat perbedaan-perbedaan kecil di antara ketiga Injil
Sinoptik (Mat 26:36-46; Mrk 14:32-42 dan Luk 22:39-46).

C. Sejarah ringkas terbentuknya Kitab Perjanjian Baru

Berbeda dengan penulisan buku-buku modern, kitab Perjanjian Baru tidak sekaligus jadi.
Proses penulisannya makan waktu puluhan tahun dan merupakan semacam perpustakaan kecil
yang terdiri atas kitab-kitab yang ditulis oleh banyak orang. Secara garis besar dapat dikatakan
bahwa kitab Perjanjian Baru merupakan bentuk tertulis atau “pembekuan” dari Tradisi lisan.
Yang dimaksud dengan Tradisi lisan adalah Sabda Allah sejauh diimani dan dihayati oleh Gereja
rasuli di dalam hidup, ajaran dan ibadah mereka. Jadi, Tradisi adalah semacam gema Sabda Allah
dalam kehidupan Gereja rasuli. Dari sini lahirlah kitab Perjanjian Baru. Boleh dikatakan, kitab
Perjanjian Baru adalah bagian dari Tradisi rasuli, suatu bagian yang amat penting dan bersifat
normatif.
Berikut ini kita lihat garis besar terjadinya kitab Perjanjian Baru.
1. Tradisi lisan
Yesus tidak meninggalkan ajaran-Nya dalam bentuk tertulis. Karena itu yang mula-mula
ada hanyalah pewartaan lisan para rasul yang berkotbah ke mana-mana tentang Yesus Kristus
(bdk. kotbah-kotbah S. Petrus dalam Kis 2:4-40; 3:11-26 dll). Pengalaman bersama Yesus selama
kurang-lebih tiga tahun masih sangat hidup dalam ingatan para rasul. Dari ingatan mereka pada
kata-kata dan perbuatan Yesus itulah, maka para rasul dan para pembantu mereka mengajar umat.
Kesetiaan para rasul untuk meneruskan ajaran Yesus tidak perlu diragukan, apalagi ingatan orang
kuno masih sangat kuat. Dalam surat-surat Paulus cukup sering kita temukan ucapan ini,

5
“Benarlah perkataan ini” (pistos ho logos; lihat 1 Tim 1:15; 3:1; 4:9; 2 Tim 2:11; dsb). Setia
memegang tradisi dan ajaran sang guru memang merupakan sifat orang-orang Yahudi pada
umumnya.

2. Terbentuknya Tradisi tertulis


Dalam perjalanan waktu mulailah timbul tulisan-tulisan. Sebagian (besar) tulisan itu
merupakan semacam pembekuan tradisi lisan ke dalam bentuk tulisan. Sebagian lainnya (surat-
surat Paulus, misalnya) tentunya langsung ditulis, dalam arti tidak ada bentuk lisannya. Akan
tetapi perlu kita ingat, ajaran-ajaran yang terkandung dalam kitab atau surat-surat itu tentunya
berdasarkan Tradisi lisan juga.
Ada dua hal yang kiranya mendorong terbentuk tulisan-tulisan Perjanjian Baru:
a) Timbulnya masalah dan kebutuhan di kalangan jemaat kristen yang sudah tersebar ke mana-
mana itu, misalnya pertikaian dan perpecahan dalam tubuh umat, perlunya pembinaan iman
umat yang baru bertobat atau yang mengalami pengejaran dan penganiayaan, timbulnya soal-
soal teologis, dsb. Namun, karena para rasul atau para pembantu mereka tidak dapat datang
secara pribadi, maka bentuk tulisanlah yang dapat dipakai sebagai ganti pewartaan lisan para
rasul dan pembantu mereka. Ini nampak nyata pada surat-surat Paulus atau surat keputusan
konsili di Yerusalem kepada umat di Antiokhia, Siria dan Kilikia (Kis 15:22-29).
b) Karena para rasul dan saksi mata wafat satu demi satu, maka jemaat kristen mulai merasakan
kebutuhan untuk menuliskan ajaran Yesus yang diteruskan oleh para rasul itu sebagai
pegangan atau pedoman tertulis.
3. Pengumpulan tulisan-tulisan Perjanjian Baru5
Tak mungkin merekonstruksi proses penulisan dan penyusunan kitab Perjanjian Baru
secara rinci. Yang dapat dilakukan oleh para ahli hanyalah menduga-duga hal-hal tertentu
berdasarkan data tertentu pula. Di sini kita akan melihat secara garis besar proses terbentuknya
surat-surat Paulus dan keempat Injil.
a. Surat-surat Paulus:
Para ahli berpendapat, kebanyakan surat Paulus terbentuk lebih awal daripada tulisan-
tulisan Perjanjian Baru lainnya. Yang jelas, 1 Tes adalah tulisan tertua dalam Perjanjian Baru.
Dari data Perjanjian Baru sendiri dapat kita simpulkan bahwa surat-surat Paulus itu dibacakan

5
Bdk. Raymond F. Collins, Ibid., hlm. 1-39; khusus untuk sejarah terbentuknya injil, lihat misalnya Neil
J.McEleney, The Growth of the Gospels (New York-Tamsey-Toronto: Paulist Press, 1979).
6
kepada jemaat dan diteruskan kepada jemaat lainnya. Hal itu bisa disimpulkan dari Kol 4:16 yang
berbunyi, “Dan bilamana surat ini telah dibacakan di antara kamu, usahakanlah, supaya
dibacakan juga di jemaat Laodikia dan supaya surat yang untuk Laodikia dibacakan juga kepada
kamu.” Jadi, ada pertukaran surat Paulus di antara jemaat yang satu dengan jemaat yang lain,
paling tidak di tiga gereja ini: Tesalonika, Kolose dan Laodikia. Kemungkinan besar surat-surat
itu dibacakan dalam pertemuan liturgis. Khusus untuk surat-surat Paulus kita tahu bahwa sejak
cukup dini surat-suratnya itu sudah dikumpulkan dan disimpan. Hal ini dapat disimpulkan dari 2
Ptr 3:15-16 yang berbunyi demikian, “Dalam surat-suratnya [Paulus] itu ada hal-hal yang sukar
dipahami, sehingga orang-orang yang tidak memahaminya dan yang tidak teguh imannya,
memutarbalikkannya menjadi kebinasaan mereka sendiri, sama seperti yang juga mereka buat
dengan tulisan-tulisan yang lain.” Kutipan dari 2 Ptr 3:15-16 ini menyarankan dua hal penting
berikut ini:
1) bahwa ada semacam kumpulan surat-surat Paulus
2) bahwa surat-surat Paulus disejajarkan (meskipun tidak diidentikkan begitu saja) dengan
“tulisan-tulisan yang lain,” yakni kitab Perjanjian Lama. Mengapa demikian? Sebab dalam
Perjanjian Baru, yang dimaksud dengan istilah “tulisan-tulisan” (hai graphai atau bentuk
tunggalnya he graphe) selalu berarti tulisan suci, jadi kitab Perjanjian Lama.6 Dengan kata lain,
surat-surat Paulus dianggap berwibawa sebagai ajaran Gereja yang normatif.7 Patut dicatat,
bahwa menjelang akhir abad II semua surat Paulus sudah dikumpulkan, meskipun urutannya
belum seragam.
b. Keempat Injil
Sebelum terbentuknya suatu injil, dapat diandaikan sudah ada lebih dahulu berbagai
macam kumpulan tulisan yang baru di kemudian hari disusun menjadi satu karya tulis oleh
seorang penyusun yang kita sebut penginjil. Beberapa kumpulan tulisan yang sering
dibicarakan para ahli sebagai bahan penulisan suatu injil adalah sebagai berikut:

6
R. F. Collins, Op.cit., hlm. 14; lihat juga. W. F. Arndt - F. W. Gingrich, A Greek-English Lexicon of the
New Testament and Other Early Christian Literature (University of Chicago Press, 1979) 166.
7
Lih. Bo Reicke, The Epistles of James, Peter, and Jude (The Anchor Bible 37. Garden City, N.Y.:
Doubleday & Co., Inc, 1982) 183.

7
* kisah sengsara Yesus Kristus
Mengingat pentingnya sengsara Yesus Kristus bagi keselamatan manusia, tidaklah
mengherankan kalau kisah sengsara Yesus Kristus yang sudah dikenal secara lisan segera
dirumuskan dalam bentuk tertulis. Banyak ahli kitab suci yakin, kisah ini merupakan bagian
paling tua dari Injil Yesus Kristus. Bahkan mungkin juga Kisah Sengsara Yesus itu sendiri
pernah disebut Injil. Kepada perempuan yang mengurapi kepala-Nya Yesus berjanji,
“Sesungguhnya di mana saja Injil ini diberitakan di seluruh dunia, apa yang dilakukannya ini
akan disebut untuk mengingat dia” (Mat 26:13). Di sini, yang dimaksud dengan “injil ini”
bukanlah seluruh Injil Matius yang kita kenal sekarang (Mat 1-28), melainkan kisah sengsara
Yesus yang dimuat dalam Mat 26-27.

* kumpulan sabda Yesus


Setelah cukup lama disimpan dalam bentuk lisan, maka pelahan-lahan sabda-sabda Yesus
disimpan dalam bentuk tertulis. Hal itu dapat kita simpulkan dari 1 Tim 5:18, di mana sabda
Yesus dikutip di samping ayat dari Perjanjian Lama. Di situ ucapan Yesus, “Pekerja patut
mendapat upah” (bdk. Luk 10:7) dikutip sejajar begitu saja dengan kutipan dari Ul 25:4 dan
kedua kutipan itu diawali dengan rumusan yang sama, “Bukankah Kitab Suci berkata.” Lama
kelamaan tercipta kumpulan sabda Yesus yang oleh para ahli disebut “Kumpulan Ucapan”
(=Sayings Source) atau “Sumber Q” (Q adalah huruf depan dari kata Jerman Quelle).8

* kumpulan perumpamaan
Selain kumpulan Sabda, ada juga kumpulan perumpamaan-perumpamaan yang
diajarkan oleh Yesus.

* kumpulan kisah mukjizat


Patut disebut juga adanya kumpulan kisah mukjizat yang dikerjakan Yesus selama
berkarya di Palestina.

8
Menurut T. W., Manson, dalam bukunya The Sayings of Jesus (Grand Rapids, Mi.: William B. Eerdmans
Publishing Company, 1979, hlm. 16-17) yang termasuk dalam Sumber Q adalah Luk 3:7-9.16.17; 4:1-13;
6:20-49; 7:(l-6a).6b-9(10).18-35; 9:57-62; 10: 2.3.8-16.21-24; 11:9-26 (27.28).29-36. (37-41).42-52; 12: (1).2-
12.22-34. (35-38).39-46.(47-50). 51-59: 13: 18-30.34.35; 14:15-24. 26.27. (34.35); 16: 13.16-18; 17:1-6.23-37.
Menurut pengamatan para ahli, Sumber Q ini hampir seluruhnya berupa ajaran agama dan susila; di dalamnya
tidak ada kisah sengsara dan polemik. Rupanya, Sumber Q ini ditulis dalam bahasa Aram.

8
Pada suatu saat, ada seorang penginjil yang menyusun bahan-bahan yang sudah ada (baik
yang masih berbentuk lisan menjadi yang sudah dituliskan) menjadi satu karya tulis yang utuh yang
kita sebut Injil. Yang termasuk kategori injil adalah kitab yang memuat kisah tentan Yesus Kristus,
mulai dari pembaptisan-Nya di S. Yordan hingga kebangkitan-Nya dari antara orang mati. Banyak
ahli kitab suci yakin, penginjil pertama adalah Markus, seorang juru bicara Petrus. Lalu injilnya itu
(Injil Markus) dijadikan bahan sekaligus model untuk penyusunan Injil Matius dan Lukas. Sedangkan
penginjil Yohanes, setelah mengenal ketiga injil tadi, menyusun suatu injil yang cukup berbeda
dengan injil-injil tadi.
4. Kanonisasi (=penetapan jumlah kitab suci)
Lama kelamaaan surat-surat Paulus, injil-injil tertulis yang ada serta tulisan-tulisan lain
yang terbentuk mulai dikumpulkan atau disatukan. Jelas, proses ini makan waktu cukup lama.
Ada kitab-kitab tertentu yang dimiliki oleh suatu jemaat, tetapi tidak dimiliki oleh jemaat lain.
Ada juga kitab-kitab tertentu yang belum diterima sebagai Sabda Allah oleh jemaat-jemaat
tertentu. Namun, sejak pertengahan abad kedua, keempat injil (Mat, Mrk, Luk dan Yoh) jelas
sudah diterima oleh semua gereja lokal, seperti nampak dari tulisan para Bapa Gereja. Penetapan
empat injil sebagai injil kanonik di satu sisi, dan penolakan terhadap banyak tulisan lain yang
juga memakai nama injil di sisi lain, terjadi sebagai reaksi terhadap Marcion dan Tatianus.
Marcion hanya mengakui satu injil, yakni Injil Lukas yang dipotong-potong dan diberi tambahan
sendiri dan 10 surat Paulus. Sedang Tatianus (yang sezaman dengan Marcion itu) menciptakan
injil versinya sendiri yang disebut Diatessaron, yakni peleburan keempat injil menjadi satu injil
saja.
Hanya melalui proses yang perlahan-lahan terbentuklah kitab Perjanjian Baru yang terdiri
atas 27 kitab dan yang diakui oleh otoritas Gereja sebagai Sabda Allah yang ditulis atas ilham
Roh Kudus. Kedua puluh tujuh kitab tersebut disebut kanonik, artinya termasuk dalam kanon
(=tongkat pengukur, ukuran, norma). Jadi, semua tulisan yang termasuk dalam kanon bersifat
mengikat atau normatif.
Adapun sejarah singkat terbentuknya kanon Perjanjian Baru adalah sebagai berikut:
1) Kesaksian tertua tentang jumlah Perjanjian Baru yang 27 kitab itu berasal dari Athanasius,
uskup Alexandria (dalam surat Paskah tahun 367).
2) Suatu sinode di Roma dalam dokumen yang disebut “Dekrit Damasus” (382) juga
menetapkan 27 kitab untuk Perjanjian Baru. Keputusan sinode ini sama dengan kesaksian

9
Athanasius. Dekrit Damasus tersebut menyatakan dengan jelas bahwa kanon Kitab Suci itu
ditetapkan oleh Gereja Katolik yang universal, bukan oleh beberapa Gereja lokal saja. Selain
itu, perlu kita ketahui bahwa kedudukan dan otoritas Gereja Roma sebagai yang utama
memang diakui oleh Gereja-gereja lokal lainnya.
3) Pada akhir abad IV banyak gereja lokal menerima keputusan dekrit Damasus tersebut, yakni
konsili di Hippo (Afrika) pada tahun 393; konsili di Kartago (Afrika) pada tahun 397 dan
419.
4) Konsili umum di Firenze (Italia) pada tahuun 1441 juga meneguhkan kanon tersebut
5) Namun, keputusan yang definitif bagi Gereja Katolik terjadi dalam Konsili Trente (1546)
yang menetapkan kanon seluruh Alkitab (45 atau 46 kitab untuk Perjanjian Lama dan 27
untuk Perjanjian Baru).

Demikianlah sekilas mengenai nama, jumlah, susunan kitab Perjanjian Baru serta sejarah
singkat terbentuknya. Hal-hal lain yang lebih khusus akan dibicarakan pada waktunya.

10
BAB II
LATAR BELAKANG POLITIS9

Pada waktu Yesus lahir, Palestina ada di bawah kekuasaan kekaisaran Romawi yang
memerintah di sana sejak 63 SM, yakni sejak Pompeius mengalahkan dinasti Hasmonea.10
Namun, penjajah Romawi pada umumnya tidak dapat mengurusi secara langsung wilayah jajahannya
yang memang terlalu luas. Yang penting bagi mereka adalah tidak adanya pemberontakan dan
ketaatan para taklukan untuk membayar upeti. Sedang pemerintahan
langsung diserahkan kepada raja lokal atau utusan dari Roma. Demikian juga pada zaman Perjanjian
Baru pemerintahan sehari-hari di Palestina praktis dipegang oleh para penguasa
setempat yang menjadi semacam raja-boneka dari Roma.
Berikut ini disajikan uraian singkat mengenai para penguasa di Palestina pada zaman
Perjanjian Baru:
A. Raja Herodes Agung
Raja Herodes Agung memerintah atas Palestina dari 40 SM sampai dengan 4 SM.
Ayahnya bernama Antipater, seorang Idumea, dan ibunya adalah seorang wanita Arab. Jadi, Herodes
bukanlah orang Yahudi. Paling-paling dia itu setengah Yahudi saja, karena bangsa
Idumea sejak awal abad XI SM telah di-Yahudi-kan oleh Yohanes Hirkanus, penguasa Yahudi di
Yudea pada waktu itu. Herodes Agung seorang yang licik dan bermental penjilat. Begitu seorang
penguasa Roma wafat, ia langsung memihak kepada penggantinya yang adalah musuh penguasa
lama. Ia seorang oportunis tulen. Karena kecerdikannya, Herodes diangkat menjadi raja atas
Palestina. Dalam rangka peresmian takhtanya, ia pergi ke Roma. Di sana ia mempersembahkan
kurban syukur kepada dewa Zeus. Di lain pihak, untuk menyenangkan hati kaisar Augustus, ia
mendirikan sebuah kota-benteng di pantai Laut Tengah, yang diberi nama Caesarea Marittima,
sebagai tanda penghormatan kepada kaisar Augustus. Bangunan itu amat megah untuk ukuran zaman
itu dan terkenal karena seni arsitekturnya yang sudah sangat maju. Ia mendirikan juga kuil untuk
dewa-dewa Romawi di beberapa tempat. Namun, di sisi lain, untuk menyenangkan hati
bangsa Yahudi, Herodes yang sama pergi juga ke Bait Allah di Yerusalem. Dialah yang

9
Bdk. G. Ricciotti, Vita di Gesù Cristo (Milano: Oscar Mondadori Editore, 1989) 19-37; F.F. Bruce, New
Testament History (Garden City, NY: Doubleday & Company, Inc., 1980) 20-40; E. Lohse, The New
Testament Environment (London: SCM Press Ltd., 1976) 34-54.
10
Dinasti Hasmonea adalah para penguasa Yahudi, keturunan imam Matatias, yang lebih dikenal dengan
nama keluarga Makabe, yang memerintah di Yudea (dan beberapa daerah lain) dari tahun 142 hingga 63
SM.
11
merombak dan memperbesar Bait Allah di Yerusalem. Bait Allah ini megah sekali (bdk. Mrk
13:1). Masih banyak hal lain yang menunjukkan bagaimana Herodes berusaha menjaga perasaan
religius bangsa Yahudi, tetapi di lain sisi tidak segan melukainya.
Herodes sangat dihantui oleh setiap bentuk pemberontakan. Maka ia mudah sekali
menaruh curiga kepada siapa pun. Begitu naik tahta, ia sudah membunuh ribuan orang. Juga
sanak-keluarganya tidak luput dari kekejamannya. Paman, saudara ipar, dan anak-anaknya
sendiri dibunuh oleh Herodes. Bahkan isterinya yang paling dicintainya, Mariamne, dia bunuh
hanya karena menyakiti hatinya di depan umum. Begitu kejamnya Herodes itu, sampai-sampai
kaisar Augustus mengatakan, “Lebih baik menjadi sekor babi di kandang Herodes daripada
menjadi seorang anak di istananya.” Dalam bahasa Yunaninya ucapan itu mengandung
permainan kata hus (=babi) yang mirip dengan kata huios (=anak).
Mengingat sifat kejam dan obsesinya yang berlebihan itu, tidaklah mengherankan jika
Herodes Agung sangat panik, sewaktu mendengar dari orang-orang majus bahwa telah lahir
seorang raja baru bagi orang-orang Yahudi (Mat 2:13-15). Oleh karena itu, ketika orang-orang
majus tidak kembali kepadanya, ia memerintahkan pembunuhan semua bayi di bawah usia dua
tahun yang ada di Betlehem, kota tempat kelahiran Mesias (Mat 2:16-18).

B. Tiga anak Herodes Agung: Arkhelaus, Herodes Antipas dan Filipus


Sesudah Herodes meninggal pada 4 SM, maka – sesuai dengan surat wasiat yang
dibuatnya – kerajaannya itu dibagikan kepada ketiga puteranya. Adapun pembagiannya adalah
sebagai berikut:
1) Arkhelaus menjadi penguasa atas Yudea, Samaria dan Idumea.
2) Herodes Antipas menjadi penguasa atas Galilea dan Perea
3) Filipus menjadi penguasa atas daerah Iturea, Trakhonitis, dan daerah-daerah di dekat
danau Galilea.
Karena surat wasiat Herodes Agung masih harus disahkan oleh Roma, maka
berangkatlah Arkhelaus dan Herodes Antipas secara terpisah ke Roma untuk menghadap
kaisar Augustus. Tentunya kedua orang ini mengharap persetujuan dari kaisar agar mereka
bisa dilantik menjadi raja. Namun sementara itu ada delegasi, yang terdiri atas lima puluh
orang Yahudi dari Yerusalem, menghadap kaisar di Roma. Mereka tidak suka kepada
Arkhelaus yang terkenal kejam itu, dan minta kepada kaisar, agar dinasti Herodes diakhiri saja
dan Palestina digabungkan ke propinsi Romawi di Siria. Mungkin peristiwa inilah yang mau
12
disindir oleh penginjil Lukas dalam Luk 19:12-14, “Ada seorang bangsawan berangkat ke
sebuah negeri yang jauh untuk dinobatkan menjadi raja di situ dan setelah itu baru kembali ...
Akan tetapi orang-orang sebangsanya membenci dia, lalu mengirimkan utusan menyusul dia
untuk mengatakan: Kami tidak mau orang ini menjadi raja atas kami.” Namun, kaisar
Augustus tidak gegabah; ia tidak mau mengabulkan begitu saja permohonan delegasi Yahudi
tadi. Di lain sisi, ia tidak mau juga menolak sama sekali permohonan mereka. Sebagai jalan
keluarnya kaisar Augustus tetap mengangkat Arkhelaus sebagai seorang penguasa atas
wilayah yang ditentukan oleh raja Herodes baginya, tetapi ia tidak berhak memakai gelar raja
(sebagaimana pernah diinginkan oleh Herodes Agung sendiri dalam suatu surat warisan yang
lain). Arkhelaus cuma mendapat gelar etnarkha (=penguasa bangsa), suatu gelar yang lebih
rendah dari gelar raja. Sedangkan kedua putera Herodes Agung lainnya diangkat menjadi
penguasa wilayah dengan gelar tetrarka (yang secara harafiah berarti penguasa atas
seperempat bagian).
Arkhelaus memerintah dari 4 SM hingga 6 M saja. Ia ternyata seorang penguasa yang
amat kejam seperti ayahnya (bdk Mat 2:22). Maka ia dicopot dari kedudukannya oleh kaisar dan
dibuang ke Gallia (yakni bagian dari Perancis yang sekarang). Sebagai gantinya, kaisar
menjadikan wilayah Arkhelaus itu suatu wilayah yang langsung diatur oleh Roma di bawah
pimpinan seorang wali negeri Romawi. Wali negeri Romawi itu dalam bahasa Latinnya disebut
praefectus atau sesudah tahun 42 M disebut procurator. Ia adalah wakil kaisar yang menguasai
propinsi-propinsi baru Romawi. Nah, bekas wilayah Arkhelaus itu dipimpin oleh wali negeri
Romawi yang bernama Coponius. Akan tetapi propinsi baru ini ada di bawah pengawasan dan
yurisdiksi penguasa yang lebih tinggi, yakni penguasa Romawi atas Siria. Wali negeri di daerah
Siria (dan di daerah-daerah yang setara dengannya) disebut legatus. Nama para wali negeri
Romawi yang memerintah pada waktu hidup Yesus hidup adalah sebagai berikut:
Coponius (6-9 M)
Markus Ambivius (9-12 M)
Annius Rufus (12-15 M)
Valerius Gratus (15-26)
Pontius Pilatus (26-36 M; lih. Mat 27:2).
Perlu dicatat di sini bahwa wali negeri Coponius, bersama dengan legatus Siria, yang bernama
Sulpicius Quirinus atau Kirenius, pernah mengadakan sensus di Palestina. Mengenai hal ini S.
Lukas menulis, “Inilah pendaftaran yang pertama kali diadakan sewaktu Kirenius menjadi wali
13
negeri di Siria” (Luk 2:2). Selain itu, Valerius Gratus adalah wali negeri yang telah memecat
imam agung Hanas dan menggantikannya secara berturut-turut dengan Ismael, Eleazar, Simon,
dan Yosef yang disebut juga Kayafas.
Tentang Herodes Antipas ada satu kisah yang patut dicatat. Menjelang tahun 28 ia pergi
ke Roma untuk suatu tujuan politis. Di sana ia diterima sebagai tamu oleh seorang saudaranya
yang bernama Herodes Filipus (tetapi bukan Filipus raja wilayah!). Di sanalah pula ia berjumpa
dengan istri Herodes Filipus, yang bernama Herodias, ibu Salome. Keduanya lalu menikah
dengan meninggalkan masing-masing pasangan hidupnya. Pernikahan yang tidak halal inilah
yang dikecam keras oleh Yohanes Pembaptis. Dari sebab itu, Herodias menaruh dendam yang
mendalam terhadap Yohanes dan pada suatu saat, atas permintaannya, Yohanes Pembaptis
dipenggal kepalanya oleh raja Herodes (Mrk 6:17-29). Yesus menyebut raja Herodes “serigala”
(Luk 13:32). Dia ingin sekali berjumpa dengan Yesus. Keinginannya itu terpenuhi ketika Yesus
dikirim oleh Pontius Pilatus kepadanya untuk diadili (Luk 23:18-23).
Pada tahun 39 Herodes Antipas diusir dari takhtanya oleh Roma lalu dibuang ke suatu
tempat yang bernama Ludgunum Convenarum, bersama Herodias, istrinya.
Tetrarka Filipus tidak banyak berhubungan dengan kehidupan Yesus, maka tidak perlu
kita bicarakan panjang lebar. Yang menarik untuk dicatat adalah perkawinannya dengan cucu-
keponakannya sendiri, yakni Salome, anak Herodias, padahal selisih usia mereka lebih dari tiga
puluh tahun. Filipus membangun sebuah kota di dekat sumber S. Yordan dan memberinya nama
Kaesarea, untuk menghormati kaisar Augustus. Dalam Injil (Mat 16:13), kota itu disebut
Kaisarea Filipi, untuk membedakannya dengan Kaisarea Marittima. Filipus wafat pada tahun
34 M.

C. Herodes Agrippa I dan Herodes Agrippa II


Pernah untuk suatu periode yang singkat (yakni 41 - 44 M) wilayah Yudea dikuasai
kembali oleh dinasti raja Herodes Agung, yakni oleh cucunya yang bernama Herodes Agrippa I.
Dia ini sahabat kaisar Kaligula dan Klaudius. Dari kaisar Kaligula ia pada tahun 37 M
memperoleh kuasa atas wilayah kekuasaan pamannya, raja Filipus, ditambah dengan wilayah
Abilene. Kemudian pada tahun 39 M dari kaisar yang sama ia memperoleh kuasa atas wilayah
pamannya yang lain (raja Herodes Antipas), yaitu wilayah Galilea dan Perea. Akhirnya, dari
kaisar Klaudius pada tahun 41 ia memperoleh kuasa atas wilayah Yudea dan Samaria. Jadi,

14
selama lebih dari tiga tahun Herodes Agrippa I memerintah praktis atas seluruh wilayah
kakeknya, Herodes Agung.
Untuk mengambil hati rakyat Yahudi, raja ini melakukan pengejaran dan pembunuhan
terhadap jemaat kristen awali (lih. Kis 12:1-23). Pada tahun 44 M ia meninggal dunia. Patut
dicatat bahwa kaisar Roma tidak memberikan seluruh wilayahnya itu kepada anaknya, yakni
Herodes Agrippa II, melainkan hanya sebagian. Sikap Heredos Agrippa II terhadap orang-orang
kristen tidak jelas, tetapi mungkin ia menaruh simpati pada mereka (Kis 25:13 - 26:32). Raja ini
banyak dikecam orang karena menikah dengan adiknya sendiri, Bernike.
Mengakhiri uraian singkat mengenai situasi politik di Palestina pada zaman Perjanjian
Baru, perlu disinggung di sini bahwa selain raja-raja wilayah yang merupakan boneka kaisar
Roma dan wali negeri Romawi, masih ada semacam penguasa atau pemerintah lain yang bersifat
keagamaan, yang disebut Sanhedrin atau Mahkamah Agama. Akan tetapi berhubung bagi bangsa
Yahudi hidup sehari-hari itu sangat erat hubungannya dengan hidup keagamaan, maka kekuasaan
Sanhedrin itu menjadi semacam pemerintahan di dalam pemerintahan. Suatu situasi yang agak
aneh dan membingungkan!

Daftar silsilah raja Herodes Agung (Sumber: Xavier Léon-Dufour, Ensiklopedi Perjanjian
Baru (saduran Drs. Stefan Leks dan Drs. A.S. Hadiwiyata; Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1990, hlm.
260):

15
BAB III
LATAR-BELAKANG RELIGIUS

A. Sunat dan Sabat

Dari antara sekian banyak praktik keagamaan agama Yahudi, patutlah kita bicarakan
secara khusus di sini sunat dan Sabat.11 Mengapa kedua praktik keagamaan ini begitu penting?
Jawabannya adalah sebagai berikut. Ketika ada dalam pembuangan di Babilon, bangsa Yahudi
merasa kehilangan segala-galanya: tanah air, Bait Allah dan raja. Mereka kehilangan apa yang
berkaitan erat dengan jati-diri mereka sebagai bangsa terpilih: tanah air yang dijanjikan Allah
dengan sumpah kepada nenek-moyang mereka; Bait Allah yang menjadi tempat paling suci bagi
mereka serta tempat mereka menyembah Allah dan mempersembahkan kurban kepada Allah,
dan raja yang dianggap sebagai anak serta wakil Allah di dunia ini. Oleh karena itu, untuk
menjaga jati-diri mereka sebagai bangsa terpilih, mereka mempertahankan sunat dan Sabat seba-
gai dua hal yang amat penting bagi mereka.

1. Sunat

Sunat adalah ritus inisiasi yang membuat seorang Israel menjadi keturunan Abraham dan
anggota umat Perjanjian yang telah diikat Allah dengan Abraham (Kej 17:10 dst). Begitu
pentingnya sunat itu dalam pandangan orang Yahudi, sehingga kalau pun hari penyunatan
seorang anak jatuh pada hari Sabat, maka ritus penyunatan boleh tetap dilangsungkan, meskipun
dengan syarat-syarat tertentu. Tidak bersunat adalah hal yang menjijikkan bagi orang Israel;
mengatai orang lain sebagai “tidak bersunat” merupakan ejekan yang amat menyakitkan.
Dengan latar belakang di atas, mudah kita pahami mengapa banyak orang Yahudi yang
saleh tidak menaruh simpati kepada saudara-saudara sebangsa mereka yang amat terpengaruh
oleh kebudayaan Yunani sehingga banyak dari antara mereka tidak mau disunat. Perlu kita
ketahui bahwa kebudayaan Yunani telah memasukkan kebiasaan berolah-raga dalam keadaan
telanjang. Oleh karena itu gelanggang olah-raga mereka disebut gymnasium (dari kata Yunani
gymnos, telanjang). Banyak pemuda Yahudi (bahkan sejumlah imam) suka ikut berolah-raga di
gymnasium. Karena mereka tidak mau tampak berbeda dari pemuda-pemuda Yunani, maka
banyak dari antara mereka berusaha menghilangkan tanda sunat mereka (1 Mak 1:14-15; bdk. 1

11
Bdk. G. Ricciotti, Vita di Gesù Cristo Vita di Gesù Cristo (Milano: Oscar Mondadori Editore, 1989) 70-83.
16
Kor 7:18, “Kalau seorang dipanggil dalam keadaan bersunat, janganlah ia berusaha meniadakan
tanda-tanda sunat itu.”).
Sunat itu begitu penting bagi orang Yahudi, sampai-sampai mereka mempunyai
keyakinan bahwa seorang Israel yang bersunat tidak mungkin dapat masuk Gehenna (=
“neraka”). Kalau begitu, apakah semua orang orang Israel tidak akan masuk Gehenna?
Bagaimana dengan seorang Israel yang jahat? Menurut sebuah tulisan rabinis (Rabbah Kejadian
47:8), Bapa Abraham akan menjaga di dekat pintu masuk Gehenna dan akan menghilangkan
dahulu tanda sunat itu dari orang itu, lalu mencampakkannya ke dalam Gehenna. Untuk sedikit
menggambarkan pentingnya sunat bagi orang Yahudi, patut dicatat bahwa raja Herodes Agung
tidak mengizinkan saudarinya menikah dengan seorang Arab (bernama Silleo) yang tidak mau
disunat; tentunya hal ini dilakukan oleh Herodes untuk menjaga perasaan religius bangsa Yahudi.
Mengingat apa yang diuraikan tadi, mudah kita pahami betapa sulitnya keputusan yang
harus diambil para rasul bahwa sunat itu bukan syarat untuk mendapat keselamatan; artinya,
sunat bukanlah syarat untuk bisa selamat sehingga tidak perlu mewajibkan orang bukan Yahudi
yang menjadi pengikut Yesus untuk sunat (lihat Kis 15. Dalam Gal 5:6 Paulus menegaskan,
“Sebab bagi orang-orang yang ada di dalam Kristus Yesus hal bersunat atau tidak bersunat tidak
mempunyai sesuatu arti, hanya iman yang bekerja oleh kasih” (Gal 5:6).
Sunat dilakukan pada waktu anak berusia 8 hari dan biasanya pada saat itu juga dia
mendapat nama (Luk 2:21). Pada zaman kuno penyunatan bayi dilakukan oleh ayahnya sendiri di
rumah. Pada zaman Yesus sudah lazim dikenal juru sunat yang disebut mohel.

2. Sabat

Mula-mula hari Sabat diadakan untuk membebaskan manusia dari perbudakan kerja.
Teks-teks Perjanjian Lama yang berasal dari zaman kuno belum menghubungkan praktik Sabat
dengan ibadah kepada Allah dan dengan hari Tuhan, melainkan hanya melarang orang mencari
nafkah dan melakukan beberapa pekerjaan lainnya (Ul 5:15; bdk Kel 23:12). Lama kelamaan Sabat
dihubungkan dengan ibadat kepada Allah. Hari Sabat dalam Im 19:30 dihubungkan dengan tempat
kudus Tuhan dan dalam Im 23:3 dihubungkan dengan pertemuan kudus. Dengan
demikian Sabat menjadi hari kudus untuk Tuhan (bdk. Yes 66:23; Yeh 46:1). Pada hari itu orang
Israel harus berbakti secara khusus, entah di Bait Allah di Yerusalem (Yeh 46:1) entah di tempat
kudus lainnya (2 Raj 4:23). Hari itu menjadi hari ibadah, hari Tuhan, hari sukacita (bdk Hos 2:10;
Yes 56:6-7).
17
Pada zaman Perjanjian Baru peraturan-peraturan yang menyangkut hari Sabat menjadi
begitu rumit. Menjaga kesucian hari Sabat merupakan salah satu kesibukan para ahli Taurat atau
rabbi waktu itu. Ada 39 kelompok pekerjaan yang tidak boleh dilakukan orang pada hari Sabat,
misalnya menyalakan api, memadamkan lampu, menguraikan tali simpul, menuai, memikul
beban, berjalan melebihi sekitar 900 meter (mungkin inilah latar-belakang Mat 24:20),12 dll.
Akan tetapi di lain pihak, demi kelancaran hidup sehari-hari, ada banyak usaha orang untuk
menafsirkan peraturan-peraturan tersebut sedemikian rupa sehingga ada jalan keluarnya.
Misalnya, menguraikan tali simpul diperbolehkan asalkan dilakukan dengan satu tangan saja, dll.
Hukum Sabat juga dapat dibatalkan bila karena ada kebutuhan lain yang lebih tinggi
nilainya, misalnya: adanya bahaya maut, perlunya menyunatkan anak (Yoh 7:22), persiapan pesta
Paskah, dll. Dalam arti inilah Yesus menganggap diri tuan atas hari Sabat, “Karena Anak
Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat” (Mat 12:8). Yesus melihat bahwa ada hukum-hukum
lebih tinggi yang mengizinkan Dia untuk tidak menjalankan perintah Sabat, misalnya perlunya
menyembuhkan manusia (bdk Mat 12:10; Yoh 5:10; 7:23).
Hari Sabat dimulai pada hari Jum'at petang (setelah matahari terbenam) dan berakhir pada
Sabtu petang juga. Sedangkan hari Jum'at adalah hari persiapan,13 suatu hari yang dipakai untuk
menyiapkan makanan untuk keesokan harinya, sebab pada hari Sabat mereka tidak bisa
memasak, karena tidak boleh menyalakan api.

B. Sanhedrin (=Mahkamah Agama)


Sanhedrin (=Mahkamah Agama) merupakan pemerintahan agama Yahudi yang praktis
otonom; mereka boleh mengatur kehidupan bangsa Yahudi dalam batas-batas tertentu di bawah
pengawasan penguasa Roma, misalnya hak untuk menghukum mati seseorang masih dipegang oleh
pemerintah Roma. Anggotanya terdiri atas 71 orang, termasuk Imam Agung yang menjadi ketuanya.
Selain imam agung, keanggotaannya terdiri atas tiga kelompok:

12
Menurut Xavier Léon-Dufour, Ensiklopedia Perjanjian Baru (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1990) 480,
jarak yang diizinkan adalah 1.250 m.
13
Istilah “Hari Persiapan” (Yunani: parasceue) juga mengacu pada hari persiapan hari raya Paskah (Yoh
19:14).

18
1) imam-imam kepala, yakni mantan imam agung, dan anggota keluarga imam agung yang
merupakan calon-calon pengganti imam agung yang sedang berkuasa; mereka ini adalah
kaum imam yang aristokrat; mereka dari sekte Saduki.
2) tua-tua bangsa, yang bangsawan-bangsawan awam yang mempunyai pengaruh besar dalam
masyarakat; mereka ini kebanyakan termasuk sekte Saduki.
3) ahli-ahli Kitab, yang kebanyakan adalah orang Farisi dan awam lainnya, biarpun ada juga
beberapa imam dari sekte Saduki termasuk dalam kelompok ini.

C. Kelompok-kelompok religius14
1. Kaum Farisi
Menurut kebanyakan ahli, sejarah timbulnya kaum Farisi harus ditelusuri hingga zaman
pemberontakan Makabe. Pada tahun 167-164 terjadilah pemberontakan orang-orang Yudea
melawan Antiokhus Epifanes, yakni penguasa Siria yang menjajah Pales-tina pada waktu itu.
Antiokhus Epifanes melakukan hal-hal yang amat menyakiti hati orang Yahudi. Ia mengambil
barang-barang berharga dari Bait Allah di Yerusalem (lih.1 Mak 1:20-24), melarang orang
Yahudi menepati hukum Sabat dan sunat, mendirikan banyak kuil berhala di Palestina, bahkan
mendirikan altar kurban kepada dewa Zeus pengganti altar kurban bakaran di Bait Allah.
Pemberontakan yang dipimpin oleh keluarga imam Matatias yang saleh dan perkasa itu pada
akhirnya dimenangkan oleh orang Yahudi. Dengan demikian dari 142 sampai dengan 63 SM
praktis bangsa Yahudi memperoleh kemerdekaan. Merajalah di Yudea dan di banyak daerah lain
di Palestina keturunan Matatias, yang disebut dinasti Hasmonea atau yang lebih dikenal dengan
nama keluarga Makabe.15 Keberhasilan perang ini antara lain berkat adanya dukungan dari kaum
khasidim (=kaum saleh). Merekalah yang dimaksud dalam 1 Mak 2:42, “Kemudian
menggabungkan diri dengan Matatias dan anak buahnya kaum mursid, orang-orang gagah
perkasa dari Israel, dan yang berbakti kepada Taurat.”
Namun setelah dinasti Hasmonea itu memerintah, pelan-pelan mereka mengabaikan
kaum khasidim dan lebih berpihak kepada para imam kelas atas dan pemuka-pemuka Yahudi
yang lebih terbuka terhadap kebudayaan Yunani, suatu hal yang ditolak oleh kaum khasidim.

14
Bdk. G. Ricciotti, Op.cit., hlm. 37-68; F.F. Bruce, New Testament History (Garden City, NY: Doubleday &
Company, Inc., 1980) 69-121; E. Lohse, The New Testament Environment (London: SCM Press Ltd., 1976)
74-120.
15
Menurut kebanyakan ahli kata Makabe berarti palu. Namun ada juga yang berpendapat bahwa kata
Makabe adalah gabungan huruf-huruf awal dari Miy kamowka be-'elohim Yahweh (Kel 15:11; baca: mi
kamoka belohim Yahweh, yang artinya Siapakah seperti Engkau, di antara para ilah, ya TUHAN).
19
Selain itu kaum khasidim juga tidak setuju jika para penguasa Hasmonean merangkap tugas
sebagai imam agung, sebab mereka itu bukan keturunan imam agung Zadok. Karena kecewa,
mereka lalu memisahkan diri menjadi satu golongan yang menyebut diri (atau mungkin juga
dijuluki orang) peruschim. Kebanyakan ahli berpendapat bahwa kata peruschim berasal dari kata
kerja Ibrani parash yang artinya membelah, membagi (=memisahkan diri).16 Mereka itu
kelompok “terpisah”, dalam arti terpisah dari orang-orang lain yang mereka anggap tidak setia
kepada agama Yahudi yang sejati. Mereka sangat memperhatikan kesucian kultis. Peraturan
mengenai kesucian kultis yang berlaku untuk para imam dan kaum Lewi, dikenakan pada semua
orang Farisi, juga dalam hidup sehari-hari. Mereka menyebut orang-orang Yahudi lain yang
tidak termasuk kelompok mereka sebagai am ha arets (=rakyat tanah itu), suatu julukan yang
bernada negatif. Artinya, orang Yahudi lain mereka anggap tidak mengenal Taurat sehingga tidak
takut berbuat dosa. Dari orang-orang semacam inilah orang-orang Farisi memisahkan diri, tidak
mau bertamu pada am ha arets.
Seperti sudah jelas dari uraian di atas, kebanyakan orang Farisi adalah kaum awam,
meskipun ada juga sedikit anggota dari golongan imam kelas bawah. Di antara sesama Farisi
terdapat hubungan yang akrab dan sikap mereka terhadap orang lain cukup sopan dan halus.
Golongan Farisi menerima tradisi tertulis (yakni kitab Taurat Musa dan Kitab Para Nabi)
maupun tradisi lisan yang jelas lebih luas daripada sekedar tradisi tertulis. Dalam keyakinan
mereka, tradisi lisan itu juga diberikan oleh Tuhan kepada Musa, lalu disampaikan secara turun-
temurun melalui orang-orang pilihan Allah. Berikut ini adalah kutipan terkenal dari Aboth I.l,
Musa telah menerima Hukum dari Sinai dan menyerahkannya kepada Yosua, dan Yosua kepada
para penatua, dan para penatua kepada para nabi; dan para nabi menyerahkannya kepada para
anggota Sinagoga Agung...17 Yang dimaksud dengan hukum dalam kutipan ini di atas adalah
tradisi lisan yang merupakan tafsiran dan perluasan dari Taurat tertulis.
Kaum Farisi menaruh antipati terhadap unsur-unsur asing, karena mereka ingin
mempertahankan kemurnian agama Yahudi. Sesuai dengan hal ini sikap mereka terhadap
penjajah Roma sudah jelas: mereka enggan bekerja sama dengan penjajah, akan tetapi di lain sisi
mereka tidak mau memberontak. Dengan kata lain, kerjasama mereka dengan penjajah Roma
amat reservatif. Mereka lebih suka membiarkan Tuhan sendiri untuk bertindak menyelamatkan

16
Akan tetapi ada juga yang berpendapat, nama perushim berarti pengajar atau penafsir kitab suci.
17
C. K. Barrett, The New Testament Background: Selected Documents (New York: Harper & Row, 1961) 139.
20
umat-Nya. Mereka ingin dekat dengan rakyat jelata. Rakyat menganggap mereka penjaga
warisan rohani bangsa Israel dan ahli dalam penafsiran Taurat. Jadi kaum Farisi memang lebih
populer di kalangan rakyat sebagai pemimpin rohani bangsa. Namun sayangnya, banyak orang
Farisi jatuh ke dalam legalisme, artinya mereka terlalu mementingkan hukum-hukum yang
lahiriah sampai hal-hal yang sangat kecil, tetapi melupakan jiwa hukum-hukum itu sendiri.
Misalnya, mereka menentukan apakah orang boleh memakan buah yang kebetulan jatuh dari
pohon pada hari Sabat, apakah orang yang sakit gigi boleh berkumur pada hari Sabat, dsb. Tidak
jarang tafsiran mereka malah bertentangan dengan jiwa hukum Taurat. Misalnya, dalam salah
satu tulisan mereka dikatakan, “Seorang kafir yang mempelajari Taurat pantas dihukum mati”
(Sanhedrm, 59 a). Tafsiran ini jelas bertentangan dengan semangat Yes 42:6; 56:6 dll. Masih ada
banyak peraturan lain yang bertentangan dengan isi Hukum Taurat sendiri. Yesus dalam Mrk
7:11-13 memberi satu contoh. Di situ dinyatakan bagaimana mereka membatalkan penghormatan
kepada orang tua (yang jelas merupakan hukum Allah) dengan dalih bahwa apa yang seharusnya
dipakai untuk memelihara orangtua sudah mereka pakai untuk menyediakan kurban bagi Allah.
Kemudian Yesus menandaskan, “Dan banyak hal lain seperti itu yang kamu lakukan” (Mrk 7:13).
Mereka juga terkenal suka membebankan kewajiban-kewajiban ke atas pundak rakyat, “tetapi
mereka sendiri tidak mau menyentuhnya” (Mat 23:4).
Kecaman-kecaman pedas yang dilontarkan Yesus kepada kaum Farisi tidak
mengherankan. Dokumen-dokumen di luar Perjanjian Baru pun memuat kritikan dan sindiran
yang tidak kalah pedasnya. Dalam kitab Talmud, misalnya, digambarkan macam-macam tipe
orang Farisi. Ada tujuh tipe, tetapi hanya tipe ketujuh yang ideal, yakni tipe orang Farisi yang
takut akan Allah. Di antara tipe yang tidak ideal adalah orang Farisi munafik yang suka berjalan
dengan lagak tertentu agar mereka tampak rendah hati, ada orang Farisi yang membentur-
benturkan kepala sampai berdarah agar tidak sampai melihat (=tergoda) wanita dan sebagainya.
Juga orang Farisi yang baik suka mengecam sesamanya yang kurang baik. Orang-orang Farisi
yang baik misalnya Nikodemus (Yoh 3), Gamaliel (Kis 5:34), Paulus (Kis 23:6; Flp 3:5).

2. Saduki
Lawan kaum Farisi adalah kaum Saduki. Nama Saduki berkaitan dengan nama Zadok
yang diangkat menjadi imam agung pada zaman raja Salomo (1 Raj 2:35). Kelompok
keagamaan ini didirikan oleh Hirkanus I (135-104 SM),3 yakni anak Simon dari keluarga
Makabe. Sebagian besar anggotanya adalah para imam kelas atas dan para keluarga terkemuka
21
Yahudi. Jadi mereka ini menjadi aristokrat, artinya kelompok elite yang memiliki banyak
privilegi. Kinerja kaum Saduki ada di sekitar Bait Allah, di sekitar kurban-kurban, justru karena
kebanyakan dari mereka adalah imam kelas atas. Maka tidak mengherankan kalau sesudah
kehancuran Bait Allah pada tahun 70 M, kelompok Saduki ini lenyap dari panggung sejarah.
Yang tetap bertahan adalah kaum Farisi.

Dalam hal kepercayaan, orang-orang Saduki bertentangan dengan Farisi. Mereka


hanya menerima tradisi tertulis saja, yaitu Taurat Musa dan kitab Nabi-nabi.18 Tradisi
lisan yang sangat diagungkan kaum Farisi mereka anggap sebagai rekayasa manusia.
Berhubung mereka tidak menemukannya dalam tradisi tertulis, maka mereka tidak
menerima adanya kebangkitan badan (Mrk 12:18-27 dll). Bahkan mereka tidak
menerima adanya malaikat dan roh yang jelas sering disebut dalam kitab Taurat (Kis
23:8, “Sebab orang-orang Saduki mengatakan, bahwa tidak ada kebangkitan dan tidak
ada malaikat atau roh, tetapi orang-orang Farisi mengakui kedua-duanya”). Boleh di-
katakan orang-orang Saduki itu keras dalam soal prinsip agama sebab hanya
menerima Sabda Allah dalam bentuk tertulis, namun mereka itu lunak dalam praktik
hidup, karena mereka ternyata terbuka untuk unsur-unsur budaya asing. Sebaliknya,
kaum Farisi dalam soal prinsip agama lebih longgar karena mereka menerima baik
tradisi tertulis maupun lisan, namun dalam menerapkan tafsiran-tafsiran dan tradisi
nenek moyang mereka itu sangat keras dan kaku.

Orientasi politik atau sikap mereka terhadap penjajah Roma berbeda dengan sikap orang
Farisi. Berhubung banyak orang Saduki imam kelas atas dan tuan tanah, maka mereka lebih suka
tidak mencari perkara dengan penjajah Roma. Mereka ingin mengamankan status mereka dengan
kesediaan untuk bekerja sama dengan pemerintah Romawi, paling kurang mereka tidak melawan
penjajah. Orang-orang Saduki tidak begitu akrab di antara mereka sendiri maupun terhadap
orang-orang di luar kelompok mereka. Kata orang, tingkah laku maupun perkataan-perkataan
mereka itu kasar. Mungkin ini disebabkan oleh asal-usul dan kedudukan mereka yang memang
cukup tinggi, sehingga mereka itu cenderung sombong.

18
Bdk. Xavier Léon-Dufour, Op.cit., hlm. 73.

22
3. Kaum Zelot
Salah seorang rasul Yesus bernama Simon orang Zelot (Luk 6:15; Kis 1:13). Tetapi
siapakah orang-orang Zelot itu? Sebenarnya asal-usul mereka itu sama dengan asal usul orang-
orang Farisi, yakni kaum saleh; hanya saja mereka lebih radikal lagi daripada orang Farisi. Kata
zelot sendiri berasal dari kata Yunani zelotai yang berarti “orang yang semangatnya berkobar-
kobar”. Karena menafsirkan Kitab Taurat secara radikal dan bertekad untuk setia padanya, maka
orang-orang Zelot tidak mau mengakui penguasa dunawi mana pun; satu-satunya penguasa yang
harus dihormati hanyalah Yahweh, Allah Israel. Maka dari itu, sesuai dengan nama mereka,
orang-orang Zelot menempuh garis keras dalam perjuangan mereka melawan penjajah Romawi.
Konon, rangkaian gerakan pemberontakan bersenjata ini dimulai oleh Yudas dari Gamala (atau
Yudas dari Galilea). Ketika pada tahun 6 SM pemerintah Roma mengadakan sensus di Palestina,
maka Yudas bersama seorang Farisi, bernama Sadduk, menganggap hal itu suatu penghinaan
terhadap otokrasi Yahwe. Sebagai reaksinya Yudas memimpin suatu pemberontakan melawan
Roma (Kis 5:37). Pemberontakan ini, seperti pemberontakan lainnya, dapat ditumpas oleh tentara
Roma. Oleh karena itu kaum Zelot terpaksa bergerilya, bersembunyi di daerah-daerah sepi untuk
sesewaktu menyerang orang-orang Romawi. Maka mereka lebih sering dianggap perampok oleh
orang-orang Roma.

4. Kaum Sicari
Kelompok sicari adalah orang-orang Zelot yang lebih ekstrim dan berani. Mereka
membawa golok kecil yang mereka sembunyikan di balik jubah. Mereka berusaha membunuh
orang Roma yang mereka temukan. Golok kecil itu dalam bahasa Latin disebut sica, dari mana
nama Sicari berasal.

5. Kaum Esseni atau Jemaat Qumran19


Yosefus Flavius dan Filo dari Alexandria, keduanya penulis Yahudi, menulis tentang
orang-orang Esseni. Menurut laporan mereka, kaum Esseni tersebar di seluruh Palestina. Akan
tetapi pusat kediaman mereka ada di tepi Laut Mati. Menurut pendapat kebanyakan ahli, orang-
orang Esseni itu identik dengan apa yang kita sebut jemaat Qumran, yakni suatu komunitas orang
yang tinggal di Qumran, di tepi Laut Mati. Memang benar, jemaat Qumran sendiri tidak pernah

19
Lih. C. Groenen, Pengantar ke dalam Perjanjian Baru (Yoygakarta: Kanisius 1984) 46-47; bdk E. Lohse,
Op.cit., hal. 55dst.

23
menyebut diri mereka sebagai orang-orang Esseni, namun gambaran mengenai orang-orang
Esseni dalam tulisan Yosefus dan Filo cocok sekali dengan kelompok Qumran. Mungkin sebutan
orang-orang Esseni tidak mereka pakai, sebab itu merupakan julukan yang diberikan oleh orang
luar dan kurang mereka sukai.
Kaum Esseni termasuk aliran apokaliptik. Pada dasarnya aliran apokaliptik muncul
karena umat mengalami penderitaan dan penindasan luar biasa. Karena memandang keadaan
masyarakat amat kacau dan merasa bahwa penderitaan mereka luar biasa, maka penganut aliran
ini yakin bahwa dunia yang sekarang ini sudah rusak karena sudah dikuasai oleh Setan dan antek-
anteknya. Dari sebab itu mereka percaya, suatu saat dunia ini akan dimusnahkan Allah dan akan
diganti dengan dunia yang baru. Kekuasaan Allah yang tanpa bataslah yang menjamin
penghancuran setiap bentuk kejahatan.
Jemaat Qumran ini didirikan oleh seseorang yang tidak kita ketahui namanya 102 SM dan
sekitar 68-70 M musnah bersamaan dengan dihancurkannya kompleks mereka oleh pasukan
Roma. Dalam dokumen-dokumen Qumran pendiri jemaat ini mendapat julukan Guru
Kebenaran. Dialah yang memimpin kelompok imam kelas bawah, kaum Lewi dan juga orang
awam, lari ke padang gurun. Hal itu terjadi karena mereka konflik dengan para imam besar di
Yerusalem. Mereka menganggap para imam besar di Yerusalem itu tidak sah, begitu juga ibadah
mereka. Sebaliknya, orang-orang Qumran menganggap diri sebagai Israel yang sejati, yang siap
memasuki masa baru, masa perjanjian baru seperti yang dinubuatkan oleh nabi Yeremia (Yer
31:31-34) atau oleh nabi Yehezkiel (Yeh 36). Mereka merasa mendapat misi untuk
mempersiapkan jalan bagi Tuhan di padang gurun (bdk Yes 40:3). Mereka yakin, merekalah
umat Tuhan yang sedang mempersiapkan diri untuk menyambut hari Tuhan.
Menarik untuk dicatat di sini bahwa tata-tertib hidup mereka amat keras dan tertutup bagi
orang luar. Banyak praktik hidup mereka mirip dengan kehidupan para rahib kristen. Misalnya,
para calon harus menjalani masa percobaan selama satu tahun. Setelah itu diterima menjadi
anggota melalui suatu ritus tertentu, tetapi mereka belum sepenuhnya berpartisipasi dalam acara
komunitas. Baru dua tahun kemudian, setelah terbukti bahwa mereka mampu menghayati cita-
cita komunitas Qumran, maka para anggota itu diterima secara penuh dalam kelompok mereka.
Hampir semua Eseni hidup selibat. Namun ada juga sebagian dari mereka yang menjalankan
selibat berkala karena mereka beristeri. Hanya saja tujuan pernikahan itu adalah untuk
mendapatkan keturunan demi menjaga kelestarian kelompok mereka dan demi propaganda.

24
Jemaat Qumran menantikan suatu masa baru, suatu masa yang akan diwujudkan oleh
Allah melalui wakil-wakil-Nya. Masa baru itu akan diawali oleh keda-tangan Mesias Israel
(=Mesias Raja), Mesias Harun (=Mesias Imam), dan seorang nabi. Jadi, mereka mengharapkan
kedatangan dua orang Mesias, dan seorang nabi yang mengiringi kedua Mesias itu. Pengharapan
akan Mesias Imam timbul karena peranan para imam amat penting di samping peranan seorang
raja, lebih-lebih di komunitas Qumran yang mayoritas imam itu. Pengharapan mesianis ini dapat
kita baca dalam salah satu tulisan mereka yang disebut kitab Tata-tertib Komunita (=1QS 9:11)
yang berbunyi, “ ... sampai kedatangan nabi itu dan Mesias Harun dan Mesias Israel.”
Yohanes Pembaptis tinggal di padang gurun dekat Qumran. Karena itu mungkin ia
mempunyai banyak kontak dengan kaum Esseni. Karena Yohanes Pembaptis mempunyai murid-
murid yang kemudian menjadi pengikut Yesus (bdk Yoh l:35dst), tidak mustahil ada pengaruh
dari tulisan-tulisan dan adat kebiasan jemaat Qumran atas Perjanjian Baru. Beberapa contoh yang
penting adalah sebagai berikut:15
* ide Qumran tentang hidup di “zaman terakhir”, suatu zaman terpenuhinya janji-janji Allah
kepada orang-orang kecil, orang-orang miskin atau orang-orang yang berkenan kepada
Allah dapat dibandingkan dengan gagasan yang ada dalam Luk 2:14.
* praktik hidup bersama dengan harta milik bersama di kalangan Qumran dapat dibandingkan
dengan praktik hidup jemaat kristen awali (Kis 2:44-45).
* praktik menegur dan menghadapkan anggota komunitas Qumran yang berdosa ke hadapan
pimpinan dapat dibandingkan dengan ajaran Yesus pada Mat 18:15-17
* ide Qumran tentang peperangan antara roh kebenaran dan roh jahat dan tentang perlunya
memakai perlengkapan senjata rohani, yakni senjata kebenaran, dapat dibandingkan dengan
ide Paulus dalam Rm 6:12-13; 13:12-14.
* ide Qumran tentang keharusan orang untuk memilih antara cahaya dan kegelapan, antara
kebenaran dan kepalsuan, dapat dibandingkan dengan Yoh 12:35-36.

6. Ahli Taurat
Dalam Injil sering kali orang-orang Farisi muncul bersamaan dengan para ahli Taurat.
Yang dimaksud dengan ahli Taurat adalah setiap orang Israel yang benar-benar mahir dalam
seluk-beluk kitab Taurat. Mereka itu bisa seorang imam, bisa juga seorang awam. Mereka bisa
penganut aliran Saduki, bisa juga penganut golongan Farisi atau aliran lain. Akan tetapi, karena
fungsi para imam pelan-pelan terbatas pada soal ibadah di Bait Allah, maka tugas mengajarkan
25
Sabda Allah dan membimbing hidup rohani umat hampir seluruhnya ada di tangan kaum Farisi
yang mayoritas awam. Maka logis kalau kebanyakan ahli Taurat adalah orang awam dari
golongan Farisi.
Menjadi seorang ahli Taurat bukanlah perkara mudah. Pendidikannya dimulai sejak kecil
(seperti Paulus, Kis 22:3). Kerja keras dan kerajinan diperlukan, agar orang bisa menguasai
seluk-beluk kitab Taurat. Oleh karena itu mereka dihormati sebagai guru agama dan mendapat
sebutan “Rabi” (artinya, “Tuanku”).

7. Kaum Herodian
Dalam Perjanjian Baru disebutkan adanya orang-orang Herodian (Mat 22:16; Mrk 3:6
dan 12:13). Dari namanya sudah dapat kita duga siapa mereka itu. Mereka adalah orang-
orang Yahudi yang menghendaki agar dinasti raja Herodes Agung tetap memerintah di
Palestina; dengan demikian mereka pun mau bekerja sama dengan penjajah Roma. Dari sikap
mereka, ada dugaan bahwa mereka itu orang-orang dari kelompok Saduki. Mereka bekerja
sama dengan orang-orang Farisi untuk menentang Yesus (Mat 22:16; Mrk 3:6).

D. Bait Allah di Yerusalem20

Sejak zaman raja Salomon, Bait Allah di Yerusalem selalu memainkan peranan yang
amat penting dalam hidup keagamaan orang Yahudi. Pada zaman Yesus peranan itu tidak
berubah. Oleh karena itu perlu kita bicarakan secara singkat seluk beluk Bait Allah ini. Bait Allah
yang pertama, yakni yang dibangun oleh raja Salomon, telah dihancurkan oleh pasukan Babilonia
pada 586 SM. Lalu sesudah umat Yahudi kembali dari pembuangan, mereka, di bawah pimpinan
Zerubabel, mereka membangun kembali Bait Allah itu. Pada 515 SM selesailah pembangunan
Bait Allah itu dan dapat dipakai kembali. Zaman yang menyusul pembangunan kembali Bait
Allah ini disebut “Zaman Bait Allah yang kedua.” Lalu pada tahun 20/19 SM raja Herodes
Agung membongkar total Bait Allah itu dan membangunnya kembali menjadi dua kali lebih
besar (tetapi Bait Allah ini secara religius tetap dipandang sebagai “Bait Allah yang kedua”!).
Rumah Tuhan ini amat indah dan megah, sehingga ada pepatah yang mengatakan,
“Barangsiapa belum melihat bangunan Herodes, belum melihat apa yang betul-betul indah.”
Murid-murid Yesus pernah terpukau melihatnya (Mrk 13:2). Bagian luar Bait Allah ini dibangun

20
Bdk. Lohse, Op.cit., hal. 150-158; Ricciotti, Op.cit.,hlm. 54dst.
26
oleh sekitar sepuluh ribu pekerja, sedang bagian dalamnya (=gedung Bait Allah itu sendiri)
dibangun oleh seribu orang imam. Sepuluh tahun lamanya barulah bagian utama kompleks Bait
Allah ini selesai dibangun dan dipakai untuk ibadat. Akan tetapi sesudah itu pembangunan masih
dilanjutkan dengan tambahan-tambahan kecil dan hiasan. Baru sekitar tahun 62-64 M bangunan
raksasa itu selesai seluruhnya. Tetapi tragisnya, Bait Allah itu selesai dibangun untuk segera
dihancurkan kembali oleh pasukan Roma pada 70 M.
Adapun struktur Bait Allah pada zaman Yesus adalah sebagai berikut:
1) Halaman Kaum Kafir
Di bagian paling luar, ada halaman luas yang disebut “Halaman Kaum Kafir”, sebab
orang bukanYahudi pun boleh masuk. Halaman ini dikelilingi tembok. Di sebelah dalam dari
tembok itu, melekat pada tembok itu, dibangun serambi yang terdiri dari pilar-pilar beratap.
Serambi bertiang yang ada di bagian timur disebut Serambi Salomon (Yoh 10:23; Kis 3:11),
tempat umat dapat berjalan-jalan atau duduk sambil mendengarkan pengajaran tentang hukum
(bdk Mat 26:55; Yoh 7:14). Sedang serambi bertiang pada bagian selatan disebut Serambi
Rajawi.
Di Halaman Kaum Kafir ini orang berjualan binatang-binatang kurban (terutama kepada
para peziarah yang datang dari tempat jauh sehingga sulit sekali kalau mereka harus membawa
dari rumah binatang kurban). Ada pula meja-meja para penukar uang. Perlu diketahui bahwa
mata uang yang berlaku di daerah Bait Allah (misalnya untuk pembayaran pajak Bait Allah dan
pembelian binatang kurban) adalah mata uang Yahudi. Akan tetapi masih diperdebatkan orang,
apa persisnya mata uang Yahudi itu. Ada yang mengatakan, mata uang itu berasal dari mata uang
Persia, yang lain mengatakan mata uang dari Tyrus, atau mata uang zaman Makabe. Kemudian
bila orang melangkah masuk ke dalam, ia akan sampai pada suatu “pagar tembok” yang
membatasi “Halaman Kaum Kafir” dari kompleks intern yang terdiri atas:
2) Halaman Wanita
Halaman wanita adalah bagian dari kompleks Bait Allah yang hanya boleh dimasuki oleh
orang Yahudi. Pada pagar pemisahnya terpampang tulisan dalam bahasa Yunani dan Latin, yang
isinya mengancam dengan hukuman mati setiap orang bukanYahudi yang berani masuk. Di dekat
pintu masuknya, yang disebut Pintu Gerbang Indah, duduk banyak pengemis (Kis 3:2). Di
halaman ini terdapat kotak-kotak persembahan (bdk Mrk 12:41).

27
3) Halaman Israel
Bila orang masuk lebih ke dalam lagi (yakni ke arah barat), maka orang sampai pada
bagian yang disebut Halaman Israel, yakni tempat yang hanya boleh dimasuki oleh pria Israel.
Perlu kita ingat, kaum wanita pada zaman itu tidak diperkenankan ikut dalam ibadat.
4) Halaman para imam dan altar kurban
Sedikit lebih masuk lagi terdapat Halaman para imam, di mana terdapat altar kurban
bakaran.
5) Bangunan suci Bait Allah
Sesudah melewati halaman imam barulah orang akan sampai di bangunan Bait Allah itu
sendiri, yang terdiri atas dua bagian utama:
* Tempat Kudus: bagian depan atau ruang pertama disebut “Tempat Kudus”; di ruangan ini
terdapat meja roti persembahan,21 dian berkaki tujuh yang selalu menyala, dan altar emas
untuk kurban ukupan (=kemenyan). Di sinilah ayah Yohanes Pembaptis, Zakharia, pernah
mendapat giliran tugas (Luk 1:5-10).
* Tempat Yang Mahakudus: bagian yang paling dalam (yakni ruang kedua) disebut Tempat
Yang Mahakudus. Ruangan ini dipisahkan dari Tempat Kudus tadi oleh sebuah tirai yang
tebal. Di Tempat Yang Mahakudus, menurut iman umat Israel, Yahweh bersemayam di
antara dua kerubim. Ke dalam tempat yang amat suci ini hanya imam agung yang boleh
masuk, itu pun sekali setahun, yakni pada hari raya Pendamaian. Dia masuk ke sana
untuk mewakili bangsa Israel memohon ampun dari Tuhan dengan mengadakan kurban
pendamaian. Dahulu imam agung memercikkan darah kambing ke atas tabut perjanjian.
Namun karena tabut itu sudah hilang sejak Bait Allah dihancurkan oleh tentara
Nebukadnezar, maka sebagai gantinya darah kurban dipercikkan ke atas sebuah batu.

Struktur Bait Allah yang digambarkan di atas menunjukkan bahwa ibadat Perjanjian
Lama belum sempurna, karena belum berhasil mempersatukan manusia dengan Allah secara
langsung dan masih memisahkan kelompok manusia yang satu dengan kelompok yang lain.
Tuhan Allah masih digambarkan berada jauh terpisah dari umat: Ia “tersembunyi” di balik tirai
yang tebal, sedang umat berada di luar gedung Bait Allah itu sendiri (yakni hanya di pelataran
dalam Bait Allah). Kaum bukan-Yahudi, kaum wanita maupun pria Israel, bahkan para imam

21
Di atas meja ini setiap hari Sabat diletakkan dua belas potong roti segar.

28
berada di luar Tempat Yang Mahakudus. Nah, ketika Yesus wafat, tirai pemisah itulah yang
robek dari atas hingga ke bawah (Mat 27:51). Terbukalah kini “pintu masuk” menuju Tuhan.
Jarak yang memisahkan manusia dari Tuhan, dan orang Yahudi dari orang bukan-Yahudi, atau
wanita dari pria, telah dihapuskan oleh darah Kristus. Sesungguhnya dalam Yesus Kristuslah
manusia bisa berseru kepada Allah dengan sebutan mesra seorang anak kecil kepada ayahnya,
“Abba”. Dalam Yesus manusia bersatu dengan Tuhan (bdk Yoh 17:21dst). Atau, seperti kata S.
Paulus, “Oleh Dia, kita kedua pihak dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa.”

Gambar/rekonstruksi Bait Allah di Yerusalem (Sumber: sampul depan buku Leon Morris,
Teologi Perjanjian Baru; Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1996)

29
Denah Bait Allah (Sumber: Perkins, Pheme Reading the New Testament (New York, N.Y. -
Mahwah, N.J.: Paulist Press, 1988):

E. Sinagoga22
Setiap orang yang membaca kitab Perjanjian Baru langsung merasakan seringnya rumah
ibadat atau sinagoga disebut-sebut. Pada dasarnya sinagoga adalah tempat umat Yahudi
berkumpul setiap Sabat dan hari-hari istimewa lainnya untuk berdoa, mendengarkan Hukum
dan mendapatkan pengajaran. Secara ringkas padat C. Mesters merumuskan fungsi sinagoga
sebagai berikut:23

Pada hari Sabat, orang berkumpul di sinagoga untuk mendengarkan bacaan Kitab Suci, untuk
berdoa bersama dan membicarakan perkara-perkara komunitas. Para Rabi akan berkata,

22
G. Ricciotti, Ibid., hlm. 62.
23
Lectio Divina (terj. Pius; Malang: Karmelindo 2005) 62.
30
“Dunia bertumpu pada tiga pilar, Hukum Allah, ritual doa, dan cinta kasih” (Pirque Abot). Itu
yang dilakukan dalam sinagoga: mendengarkan dan merenungkan Kitab Suci, Hukum Allah;
doa bersama dan puji-pujian; membicarakan masalah dalam komunitas untuk dapat saling
menolong. Ada suatu pola yang baku perihal pembacaan Hukum Musa. Pembacaan dari kitab
para nabi tergantung pada pilihan saat itu (lihat Luk 4:17).
Sinagoga bukanlah tempat kurban, sebab kurban hanya sah jika dipersembahkan di Bait
Allah. Akan tetapi karena mereka yang tinggal jauh dari Yerusalem tidak bisa sering ke
Yerusalem, maka terciptalah lembaga sinagoga. Sinagoga menjadi pusat pembinaan rohani
dan doa bagi umat. Setiap kampung atau desa atau kota Yahudi pasti memiliki sinagoga.
Sinagoga menjadi semacam perpanjangan Bait Allah, dan setelah Bait Allah hancur sinagoga
menjadi semacam penggantinya. Bahkan setelah Bait Allah dibangun kembali, peranan
sinagoga tetap penting, baik di luar Palestina maupun di dalam.

Dalam sinagoga ada lemari suci yang berisi gulungan-gulungan kitab Taurat dan kitab
para nabi. Di dekat situ ada mimbar, tempat orang membacakan atau menerangkan kutipan kitab
suci. Di antara lemari suci dan mimbar itu tersedia kursi-kursi untuk orang-orang
penting/terhormat. Pada Mat 23:6 Yesus mengecam orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat
sebagai “suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah
ibadat.”
Upacara kebaktian di sinagoga terdiri atas:
a) Shema (“Dengarlah [hai Israel] ...”), yakni Credo orang-orang Israel yang disunting dari Ul
6:4-9; 11:13-21 dan Bil 15:37-41.
b) Pengucapan Shemoneh Esre (yakni 18 doa singkat berupa pujian, syukur, maupun
permohonan)
c) Bacaan dari kitab suci: dari Taurat yang dibagi menjadi 154 bagian (sehingga dalam tiga
tahun bisa selesai dibacakan), dari kitab para nabi. Mula-mula bagian dari kitab suci itu
dibacakan dalam bahasa Ibrani, lalu dibacakan terjemahannya dalam bahasa Aram. Siapa
pun yang mampu (biasanya para ahli Taurat) bisa memberikan komentar dan pengajaran
berdasarkan bacaan suci tadi. Pada umumnya kepala sinagoga yang mengatur hal ini.
d) Pertemuan ditutup dengan berkat yang diambil dari Bil 6:22dst.

Tampak bahwa Liturgi Sabda dalam ibadat Gereja Roma Katolik mencontoh ibadat di sinagoga.

31
Gambar rekonstruksi sinagoga (Sumber: dari buku Unger, Merrill Frederick, The New Unger's Bible
Handbook (revised by Gary N. Larson; Chicago, Ill.: Moody Press, 1984, hlm. 409)

F. Hari-hari raya Yahudi24

Agama Yahudi memiliki banyak pesta keagamaan. Dalam pesta-pesta tersebut mereka
memuji dan bersyukur kepada Tuhan secara lebih istimewa dibandingkan ibadat-ibadat lainnya.
Pada waktu itu tampak sekali suasana kebersamaan bangsa Israel dalam pujian dan syukur
kepada Tuhan Allah. Pesta-pesta mereka berkaitan dengan siklus alam (=pergantian musim dan
waktu), dengan pertanian dan dengan sejarah mereka. Ada tujuh hari raya atau pesta Yahudi yang
dirayakan pada zaman Yesus, meskipun tidak semuanya disebut dalam kitab Perjanjian Baru.
Berikut ini disajikan ketujuh pesta tersebut sesuai dengan urutan waktunya:

1. Hari raya Paskah dan Hari Raya Roti Tidak Beragi (Kel 12)
Hari raya Paskah adalah pesta untuk memperingati pembebasan bangsa Israel dari
perbudakan di Mesir. Paskah dirayakan setiap tanggal 14 Nisan, yakni pada bulan purnama

24
Bdk. a.l. Alton Bryant, T. (ed.), The New Compact Bible Dictionary (Grand Rapids, Mi.: Zondervan
Publishing House, 1979) 173-5; Xavier Léon-Dufour, Op.cit, hlm. 249-253.

32
musim semi (=Maret atau April kalender kita). Pada hari itu anak domba Paskah disembelih pada
sore hari, lalu dipanggang untuk dimakan bersama dalam perjamuan Paskah yang dirayakan
setelah matahari terbenam. Pada petang itu juga mulialah suatu pesta lain, yang disebut Hari Raya
Roti Tidak Beragi, yang berlangsung selama 7 hari (15-21 Nisan).25 Selama sepekan mereka
hanya makan roti tidak beragi sebagai peringatan akan nenek moyang mereka yang tidak sempat
membuat roti yang beragi ketika harus melarikan diri dari Mesir. Paskah dan Roti Tidak Beragi
sebenarnya merupakan dua pesta yang terpisah, namun karena puncak pesta Paskah tumpang
tindih dengan awal pesta Roti Tidak Beragi, maka praktis kedua pesta itu disamakan begitu saja
(bdk. Luk 22:1, “Hari raya Roti Tidak Beragi, yang disebut Paskah, sudah dekat”).26

2. Hari raya Pentakosta atau Pekan (Ul 16:9-12)


Hari raya Pentakosta dirayakan pada kelima puluh setelah Paskah (kata Yunani
pentekoste berarti kelima puluh). Hari raya ini merupakan puncak panen gandum. Di kemudian
hari raya ini dikaitkan dengan pemberian hukum Tuhan kepada bangsa Israel di G. Sinai.

3. Hari raya Serunai atau Bulan Baru (Im 23:23)


Hari raya yang jatuh pada tanggal 1 bulan ketujuh (=bulan Oktober kita) dimaksudkan
untuk mengawali tahun sipil. Pada hari itu mereka berhenti bekerja dan mengadakan pertemuan
kudus sambil meniup serunai (=sejenis terompet).

4. Hari raya Pendamaian (Im 16; 23)


Sepuluh hari setelah Hari Raya Serunai, orang Israel mengadakan hari raya pendamaian.
Pada hari itu terjadi perdamaian antara Tuhan dengan bangsa Israel. Pada hari itu imam besar
boleh masuk ke Tempat Mahakudus, untuk mengurbankan seekor lembu muda sebagai tebusan
untuk dosa-dosanya sendiri dan dosa-dosa keluarganya, dan seekor kambing muda sebagai tebusan
untuk dosa-dosa bangsa Israel. Imam besar harus menyembelih kedua hewan itu dan memercikkan
darahnya ke atas dan ke depan tutup pendamaian, yakni tutup tabut perjanjian (Yunani: hilasterion;
RSV dan NJB : mercy seat, kursi kerahiman). Imam besar harus juga membubuhkan sedikit darah

25
Notabene: perhitungan hari yang berlaku waktu adalah dari sore hingga sore berikutnya; jadi hari Jum'at
petang hari dalam perhitungan kita sudah termasuk hari Sabtu dalam perhitungan Yahudi
26
G. Ricciotti, Op.cit., hlm. 74.

33
tadi pada tanduk mezbah dan memercikkan sebagain lagi ke atas mezbah. Selain kambing jantan
yang disembelih, ada seekor kambing jantan lain yang disedikan bagi Azazel.27 Imam besar harus
menumpangkan kedua tangannya ke atas kepala kambing tersebut sambil mengakukan dosa-dosa
bangsa Israel. Lalu kambing itu harus dilepas ke padang gurun sebagai lambang pelepasan dosa-dosa
Israel.
Patut dicatat, dalam Rm 3:25 Paulus mewartakan Yesus Kristus sebagai jalan pendamaian
(=hilaterion) dalam darah-Nya. Tentunya latar belakang dari ayat ini adalah hari raya
Pendamaian.

5. Hari raya Pondok Daun (Im 23:34; Ul 16:13)

Lima hari setelah hari raya Pendamaian, orang Israel mengadakan hari raya Pondok
Daun. Pesta ini adalah pesta panen (khususnya anggur). Ini terjadi pada musim gugur. Maka pada
kesempatan ini orang Israel tidak hanya bersyukur kepada Tuhan atas hasil panen, tetapi juga
meminta hujan yang amat mereka butuhkan untuk melanjutkan pertanian. Selain upacara minta
air hujan, ada juga upacara obor untuk mengenangkan bimbingan yang diberikan Tuhan kepada
umat Israel di padang gurun dalam rupa tiang api (Kel 13:21). Jadi, hari raya ini dikaitkan dengan
pengembaraan Israel di padang gurun (Im 23:42-43).
Patut dicatat, dalam konteks hari raya Pondok Daun inilah, Yesus berseru, “Barangsiapa
haus baiklah ia datang kepada-Ku dan minum” (Yoh 7:37 - tentunya dalam kaitan dengan upacara
minta air hujan) dan “Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan
dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup” (Yoh 8:12 - tentunya dalam
kaitan upacara obor).

27
Menurut sejumlah ahli Azazel adalah roh jahat atau bahkan Setan. Tafsiran ini didukung oleh kitab
apokrif Yahudi (Henokh 6:6 dll), di mana malaikat yang memberontak kepada Allah dan menjadi sumber
kejahatan manusia bernama Azael atau Azazel. Akan tetapi para ahli lain tidak dapat menerima tafsiran ini,
sebab: (1) bagaimana mungkin Allah dipertentangkan begitu saja dengan Setan dan (2) kalau memang
Azazel adalah nama untuk Setan, mengapa nama itu tidak pernah dipakai lagi di tempat lain. Dengan alasan
tersebut, mereka mengusulkan agar “bagi Azazel” diterjemahkan dengan “bagi kambing yang harus pergi
jauh” (atau dalam terjemahan kuno Inggris berbunyi: “for the escaping goat”; ISBE, s.v. Azazel, menulis
demikian: “In this way the essential thought in Lev 16 as also in Lev 14 seems to be the removal of the
animal in either case, and it is accordingly advisable to interpret Azazel adjectively, i.e. to forego finding a
complete parallelism in Lev 16:8, and to regard the preposition in connection with Yahweh as used
differently from its use with Azazel, and to translate as follows: “And Aaron shall cast lots over both goats,
the one lot i.e. for the one goat for Yahweh, and one lot for the goat that is destined to go far away.”)
34
6. Hari raya Pentahbisan Bait Allah (atau Hari Raya Cahaya)
Hari raya Pentahbisan Bait Allah yang jatuh pada bulan Kislev (=bulan Desember) ini
merupakan peringatan akan pengudusan atau pentahbisan kembali Bait Allah oleh keluarga
Makabe pada tahun 164 SM (2 Mak 1). Kesuciaan Bait Allah telah dinodai tiga tahun
sebelumnnya oleh penguasa Yunani, raja Antiokhus Epiphanes (1 Mak 1). Yesus pernah hadir
dalam hari raya ini (Yoh 10:22).

7. Hari raya Purim (Est 9:1-10)


Hari raya ini memperingati pembebasan bangsa Yahudi dari kebinasaan yang
direncanakan oleh Haman. Pembebasan itu terjadi berkat campur tangan ratu Ester.

35
BAB IV
LATAR-BELAKANG SOSIAL-EKONOMI

Mengingat terbatasnya waktu, bukanlah tujuan kuliah Pengantar Perjanjian Baru ini untuk
menguraikan segala sesuatu yang menjadi latar belakang kitab Perjanjian Baru, apalagi secara
mendetil. Dari sebab itu, yang akan diuraikan di sini hanyalah beberapa hal penting saja
menyangkut latar belakang sosial-ekonomi dan budaya.

A. Situasi ekonomi28
Kebanyakan rakyat (sekitar 90 %) adalah orang miskin yang tidak mempunyai tanah.
Tanah dimiliki oleh para raja wilayah, tuan-tuan tanah, termasuk di dalamnya kaum imam kelas
tinggi di Yerusalem. Kebanyakan rakyat jelata hidup dari mencari ikan, menggembalakan ternak
(orang lain), menggarap tanah (orang lain), dan pekerja musiman di masa panen. Pekerjaan-
pekerjaan lain yang disebut dalam kitab Perjanjian Baru antara lain: tukang kayu (Mat 13:55),
penyamak kulit (Kis 9:3), pembuat tenda (Kis 18:3). Banyak penduduk Galilea bekerja sebagai
petani, sebab cukup banyak tempat yang subur di daerah itu. Akan tetapi, kebanyakan dari
mereka hanya mengerjakan tanah orang lain; mereka itu “disewa” oleh orang-orang kaya. Cukup
banyak juga orang duduk menganggur, sambil menunggu pekerjaan (bdk. Mat 20:1-16). Menurut
Mat 20:9 upah mereka itu sedinar sehari. Jadi seandainya mereka setiap hari bekerja selama satu
tahun, penuh, kecuali pada hari Sabat, maka penghasilan tahunan orang kecil adalah sekitar 315
dinar saja (bdk. penghasilan tahunan raja Herodes sekitar 5.400.000 dinar atau 900 talenta).
Orang Yahudi harus membayar macam-macam pajak. Mereka harus membayar pajak
keagamaan, yakni pajak Bait Allah dan persepuluhan. Di samping itu, mereka harus membayar
pajak dari pihak negara. Pajak negera yang berupa pajak perorangan atas barang-barang bergerak
dan pajak atas tanah langsung dipungut oleh pegawai resmi. Di samping kedua jenis pajak ini
masih ada beberapa macam pajak lain yang bisa ditarik oleh orang sipil yang berhasil membeli
hak memungut pajak tadi yang dilelang. Dalam melakukan penarikan pajak para “pengusaha
pajak” dibantu oleh para pemungut pajak. Tentu saja para “pengusaha pajak” yang berhasil
memperoleh hak itu akan berusaha memperoleh kembali uang mereka dengan jalan memungut

28
Lih. C. Groenen, Pengantar ke dalam Perjanjian Baru (Yoygakarta: Kanisius 1984) 36-39; Xavier Léon-
Dufour, Ensiklopedi Perjanjian Baru (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1990) 53; 56-59; dan lain-lain.

36
pajak ditambah dengan ongkos administrasi yang tinggi. Sebenarya ada ketentuan untuk
besarnya pajak dan ongkos administrasi itu, akan tetapi dalam praktik kontrol dari Roma sangat
lemah. Karena kontrol dari Roma lemah, maka para pemborong pajak beserta pembantu mereka
itu suka memeras rakyat. Tidak mengherankan kalau mereka itu dibenci oleh rakyat dan dianggap
sebagai penjilat penjajah dan pendosa. Memang dalam injil para pemungut cukai biasa disebut
bersama dengan para pendosa (bdk. Mat 9:11; Luk 5:30; 7:34; dll).

B. Rumah29

Rumah kebanyakan orang di Palestina pada zaman Yesus sangatlah sederhana dan kecil.
Rumah berbentuk kubus. Tembok dibuat dari batu bata atau juga batu alam. Bagian atas atau
“atap rumah” dibiarkan terbuka. Di sana orang dapat menjemur gandum dan pakaian. Pada sore
hari, terutama selama musim panas, tempat itu bisa dipakai juga untuk beristirahat atau untuk
berdoa. Bila dasar dari ruang atas itu cukup kuat, dan pemilik rumah cukup kaya, maka atap datar
itu dapat diberi atap tambahan sehingga menjadi semacam ruangan atas. Ruangan ini antara lain
berfungsi sebagai kamar tamu. Ada tangga sempit yang menghubungkan ruangan atas dengan
halaman rumah. Tangga itu berada di luar rumah, sehingga bila ada tamu menginap, dia dapat
naik-turun tanpa mengganggu pemilik rumah.
Dasar ruang atas itu dibuat dari kayu, tanah liat dan kerikil. Oleh karena itu, atap
semacam itu bisa dibongkar. Dalam Mrk 2:4, ada empat orang membongkar atap rumah dan dari
situ menurunkan seorang lumpuh yang berbaring di atas tilam, tepat di depan Yesus yang sedang
mengajar.
Bagian bawah dari rumah orang miskin berupa satu ruangan saja yang dipakai untuk segala
macam keperluan: ruang tidur, dapur, bahkan tempat untuk binatang. Bila malam sudah tiba,
seluruh keluarga (dan binatang) masuk ke dalam satu ruangan. Mungkin karena itu, dalam Luk
11:7, orang yang dimintai pinjaman roti oleh tetangganya berkata, “Jangan menggangu aku, pintu
sudah tertutup dan aku serta anak-anakku sudah tidur; aku tidak dapat bangun dan

29
Xavier Léon-Dufour, Ibid.., hlm. 59-60; H. Daniel-Rops, La Vita Quotidiana in Palestina al tempo di Gesù
(trad. di Michele Lo Buono; Milano: Oscar Mondadori, 1986) 251-260.

37
memberikannya kepada saudara.” Bangun pada waktu keluarga sudah tidur, tentu mengganggu
mereka.
Seringkali orang makan di halaman luar. Di samping rumah, ada juga ruang untuk
menyimpan tempayan-tempayan air dan gandum. Ada juga tempayan air di halaman rumah yang
disediakan untuk pembasuhan kaki (Yoh 2:6).
Hanya orang kaya memiliki rumah yang memiliki ruangan yang luas dengan beberapa
kamar di bagian bawah atau dengan halaman luas yang dikelilingi kamar-kamar. Hanya orang
kaya dapat mengadakan perjamuan di dalam rumahnya.

Gambar rekonstruksi rumah sederhana (Sumber: Unger, Merrill Frederick, The New Unger's Bible
Handbook (revised by Gary N. Larson; Chicago, Ill.: Moody Press, 1984, hlm. 386):

38
2. Pakaian

Orang Yahudi mengenakan apa yang dalam bahasa Yunaninya disebut chitōn, yaitu baju
panhang sampai ke bawah lutut, dengan lengan panjang atau pendek (Inggris: coat atau tunic).
Pakaian ini langsung melekat pada kulit manusia, jadi ini adalah pakaian yang mendasar,
pakaian yang paling dibutuhkan. Pakaian ini bisa dibuat dari macam-macam bahan (kain lenan,
wol atau bahan lain). Chitōn kadang diberi hiasan sulaman yang berwarna-warni. Pakaian ini
kadang-kadang tidak berjahit, tetapi merupakan satu tenunan saja (Yoh 19:23). Orang memakai
juga ikat pinggang, terutama ketika harus bekerja, agar gerakan mereka lebih bebas. Kemudian,
ada juga pakaian lain yang dikenakan di atas chitōn, yang dalam bahasa Yunaninya disebut
himation (Inggris: cloak). Ini semacam mantol yang dipakai terutama kalau cuaca dingin. Perlu
juga disebutkan adanya tutup kepala yang dipakai untuk menutup kepala hingga pundak.
Menurut Mat 5:40, Yesus menghimbau kepada para pengikut-Nya, “supaya jika ada orang
yang menuntut chitōn miliknya, hendaknya ia juga menyerahkan himation.” Ini berarti, jika ada
yang menuntut dari seorang pengikut Yesus chitōn yang amat penting baginya, hendaknya ia
menyerahkan juga himation. Itulah sikap heroik yang diminta oleh Yesus dari para pengikut-Nya.
Menurut Yoh 19:23, para serdadu Romawi membagi himation milik Yesus menjadi empat
bagian dan membagikannya di antara mereka. Namun, mereka mengundi chitōn milik Yesus yang
tidak berjahit, melainkan satu tenunan saja.
Notabene: dalam TB-LAI terdapat terjemahan yang tak konsistensi: dalam Mat 5:40 jubah
dipakai untuk menerjemahkan himation, sedangkan dalam Yoh 19:23 jubah adalah terjemahan
untuk chitōn.

3. Makanan-minuman
Seperti halnya dengan orang-orang Yunani kuno, bangsa Yahudi pun mengenal
kebiasaan makan malam bersama sebagai waktu makan yang paling pokok dan “istimewa”
untuk hari itu. Pagi dan siang hari mereka makan roti yang dicelupkan ke dalam kuah, paling-
paling dengan sedikit lauk-pauk. Pada malam hari mereka makan hidangan yang panas dengan
lauk-pauk. Makanan orang Yahudi lebih berupa sayur-sayuran, susu, roti dan ikan. Daging
domba atau daging lain disantap waktu ada pesta. Akan tetapi, pada hari Sabat malam, mereka
makan malam dengan menu istimewa: ada telur, sayur mayur dan anggur. Pada akhir perjamuan
mereka minum anggur, sambil bercakap-cakap guna mempererat hubungan persaudaraan. Jadi
39
perjamuan dapat dipandang sebagai tanda dan sarana untuk mempererat tali persaudaraan di
antara para peserta perjamuan. Oleh karena itu, perjamuan dapat juga berfungsi sebagai sarana
untuk mengikat perjanjian (Kej 31:54; Kel 24:3; Tbt 7:9-15) atau sebagai keramah-tamahan tuan
rumah (Kej 18:1-15).
Bagi bangsa Israel perjamuan bukanlah semata-mata perbuatan profan, melainkan
mempunyai arti religius juga. Perjamuan bersama seringkali dianggap sebagai lambang atau
prarasa perjamuan eskatologis. Bahkan makan bersama dianggap mempunyai nilai sejajar
dengan mempelajari Taurat.

40
BAB V
PERSOALAN SINOPTIK

Sebelum kita membahas Injil Matius, Markus dan Lukas secara tersendiri, perlulah kita
membahas apa yang disebut “persoalan sinoptik”. Persoalan ini menyangkut hubungan antar Injil
Matius, Markus dan Lukas. Apabila kita membaca ketiga injil ini, maka kita akan segera merasa
bahwa ketiganya mengandung banyak kemiripan satu sama lain, namun sekaligus banyak perbedaan
juga. Hal itu mirip dengan dua atau tiga gambar yang secara sepintas tampak sama, namun jika
diperhatikan secara lebih saksama terdapat beberapa perbedaaan. Jadi, serupa tapi tak sama.
Kemiripan itu bisa menyangkut kosa kata, isi teks, maupun urutan perikop dan konteksnya.
Kemiripan di antara ketiganya itu menjadi semakin jelas, apabila ketiganya dibandingkan dengan Injil
Yohanes. Oleh karena itu, Injil Matius, Markus dan Lukas ini bisa dilihat bersama-sama dalam tiga
kolom yang sejajar, yang disebut synopsis (berasal dari kata Yunani yang berarti “dilihat bersama-
sama”). Sedangkan ketiga injil itu sendiri disebut injil sinoptik. Para ahli telah membandingkan ketiga
injil sinoptik secara teliti dan telah menemukan banyak kesimpulan. Dari antaranya yang utama
adalah yang berikut ini:
1) Ada banyak perikop/ayat yang mirip atau bahkan sama dalam ketiga injil (misalnya: Mat 3:1-
6; Mrk 1:2-6; Luk 3:1-6 (tentang Yohanes Pembaptis); Mat 8:14-17; Mrk 1:40-45; Luk 4:38-41
(tentang penyembuhan ibu mertua Petrus). Perikop-perikop semacam ini disebut tradisi-rangkap-tiga
(threefold tradition atau triple tradition). Patut dicatat bahwa 80% dari Injil Markus terdapat pada
Injil Matius, dan sekitar 65% dari Injil Markus terdapat pada Injil Lukas. Kebanyakan dari tradisi-
rangkap-tiga ini berupa kisah.
Contoh tradisi-rangka-tiga adalah kisah air ribut diredakan (Mat 8:18.23-27; Mrk 4:35-41; Luk 8:22-
25). Beberapa perbedaan yang patut dicatat adalah yang berikut ini:
1) Sebutan untuk Yesus berbeda-beda: “Tuhan” (Mat); “Guru” (Mrk) dan “Tuan” (Luk; kata epistata
ini diterjemahkan juga dengan “Guru” oleh TB-LAI)]
2) Menurut Mat terjadi gempa di dalam laut (ay. 24), sedang menurut Mrk dan Luk angin ribut
3) Urutan peristiwa: Yesus menegur para murid yang kurang percaya, baru kemudian
menghardik angin dan danau (versi Mat); dalam versi Mrk dan Luk urutannya terbalik!)

Mat 8:18.23-27 Mrk 4:35-41 Luk 8:22-25


18 Ketika Yesus melihat orang 35 Pada hari itu, waktu hari sudah 22 Pada suatu hari Yesus naik ke
banyak mengelilingiNya, petang, dalam perahu bersama-sama dengan
murid-murid-Nya,
41
Yesus berkata kepada mereka: dan Ia berkata kepada mereka:
Ia menyuruh “Marilah kita bertolak ke “Marilah kita bertolak ke seberang
bertolak ke seberang. seberang.” 36 Mereka mening- danau.”
galkan orang banyak itu lalu
bertolak dan membawa Yesus Lalu bertolaklah mereka.
23 Lalu Yesus naik ke dalam perahu beserta dengan mereka dalam
dan murid-murid-Nya pun perahu di mana Yesus telah duduk 23 Dan ketika mereka sedang
mengikuti-Nya. dan perahu-perahu lain juga berlayar, Yesus tertidur.
menyertai Dia.
37 Lalu mengamuklah taufan yang
sangat dahsyat dan ombak Sekonyong-konyong turunlah
24 Sekonyong-konyong
menyembur masuk ke dalam taufan ke danau,
mengamuklah angin ribut di danau
perahu, sehingga perahu itu mulai
itu, sehingga perahu itu ditimbus penuh dengan air. sehingga perahu itu kemasukan air
gelombang, 38 Pada waktu itu Yesus sedang dan mereka berada dalam bahaya.
tetapi Yesus tidur. tidur di buritan di sebuah tilam.
Maka murid-muridNya
25 Maka datanglah murid-mu-rid- membangunkan Dia dan berkata 24 Maka datanglah murid-murid-
Nya membangunkan Dia, katanya: kepadaNya: “Guru, Engkau tidak Nya membangunkan Dia, katanya:
“Tuhan, tolonglah, kita binasa.” perduli kalau kita binasa?” “Guru, Guru, kita binasa!”
26 Ia berkata kepada mereka:
“Mengapa kamu takut, kamu yang
kurang percaya?” Lalu bangunlah 39 Iapun bangun, menghardik
Yesus menghardik angin dan danau angin itu dan berkata kepada danau Iapun bangun, lalu menghardik
itu, itu: “Diam! Tenanglah!” Lalu angin dan air yang mengamuk itu.
maka danau itu menjadi teduh angin itu reda dan danau itu Dan angin dan air itu pun reda dan
sekali. menjadi teduh sekali. danau itu menjadi teduh.
40 Lalu Ia berkata kepada mereka:
“Mengapa kamu begitu takut? 25 Lalu kataNya kepada mereka:
Mengapa ka-mu tidak percaya?” “Di manakah kepercayaanmu?”
41 Mereka menjadi sangat takut Maka takutlah mereka dan heran,
27 Dan heranlah orang-orang itu, dan berkata seorang kepada yang lalu berkata seorang kepada yang
katanya: lain: “Siapa gerangan orang ini, lain: “Siapa gerangan orang ini,
“Orang apakah Dia ini, sehigga sehingga angin dan danaupun taat sehingga Ia memberi perintah
angin dan danaupun taat kepadaNya?” kepada angin dan air dan mereka
kepadaNya?” taat kepada-Nya?”

2) Dalam tradisi-rangkap-tiga urutan kejadian/peristiwa begitu mirip satu sama lain:30


Mat Mrk Luk
Pendahuluan 1:1 - 4:1 1:1-13 3:1 - 4:13
Pelayanan di Galilea 4:12 - 18:35 1:4 - 9:50 4:14 - 9:50
Perjalanan ke Yerusalem 19-20 10 9:51 - 19:28
Pelayanan di Yerusalem 21-25 11-13 19:21 - 21:38

30
Lihat Frans Neirynck, Synoptic Problem, dalam R.E. Brown - J.A. Fitzmyer - R.E. Murphy (ed.), The
New Jerome Biblical Commentary (Englewood, N.J., Prentice Hall, 1990), hlm. 588.
42
Sengsara Yesus 26-27 14-15 22-23
Kebangkitan Yesus 28 16 24

3) Apabila urutan peristiwa dalam Injil Matius berbeda dengan Injil Markus, maka urutan Injil
Lukas sama dengan Injil Markus. Jika urutan Injil Lukas berbeda dengan Injil Markus, maka
urutan Injil Matius sama dengan Injil Markus. Dengan kata lain, urutan peristiwa dalam Injil
Matius dan Lukas tidak pernah bersama-sama berbeda dengan urutan Injil Markus.
Kenyataan ini membuat banyak ahli yakin bahwa Injil Markus itu menjadi dasar untuk kedua
injil sinoptik lainnya (=Mark's priority)
4) Ada ayat-ayat atau perikop yang kita temukan pada dua injil sinoptik saja, yakni pada Injil
Matius dan Lukas saja; maka perikop/ayat semacam ini kita sebut tradisi-rangkap-dua
(twofold tradition atau double tradition), yang kebanyakan berupa sabda-sabda Yesus
(misalnya Mat 5:3-12 // Luk 6:20b-23; Mat 6:7-15 // Luk 11:1-4 dsb. Contoh tradisi rangkap-
dua (doa Bapa Kami):
Mat 6:9b-13 Luk 11:2-4
9b Bapa kami yang di sorga, 2 Bapa,
Dikuduskanlah nama-Mu, dikuduskanlah namaMu;
10 datanglah kerajaan-Mu, datanglah kerajaanMu.
jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga. 11
Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang 3 Berilah kami setiap hari makanan kami yang
secukupnya secukupnya
12 dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti
kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada 4 dan ampunilah kami akan dosa kami, sebab kamipun
kami; mengampuni setiap orang yang bersalah kepada kami;
dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan."
13 dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan,

tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat.

Sebagaimana tampak dari perbandingan di atas, dalam tradisi rangkap-dua ini pun terdapat
perbedaan-perbedaan kecil antara Matius dan Lukas. Doa Bapa Kami menurut versi Mat,
menyebut tempat kediaman Bapa “yang ada di surga” dan memuat 7 permohonan, sedang-
kan menurut versi Luk tidak ada keterangan mengenai tempat kediaman Bapa dan memuat
hanya lima permohonan. Juga ada perbedaan mengenai istilah dosa: dalam versi Mat dipakai
kata “hutang” (Yunani: opheilemata; istilah ini lebih cocok dengan paham Yahudi), sedang
dalam versi Lukas dipakai kata “dosa” (Yunani: hamartiai). Menurut versi Mat kita harus

43
meminta roti31 pada hari ini (Yunani: semeron), sedangkan menurut versi Luk kita harus “setiap
hari” meminta roti.

5) Ada banyak ayat atau perikop yang hanya terdapat pada satu injil sinoptik saja: pada Injil Matius
saja (mis. Mat 2:13-21; 18:23-35) atau pada Injil Lukas saja (mis. Luk 1:5-25; 1:26-38). Ayat-ayat
semacam ini kita sebut tradisi tunggal (unique tradition).
Berikut ini tabel perbandingannya:32
Mat Mrk Luk
Jumlah ayat 1070 677 1150
Tradisi tunggal 330 (sekitar 1/3) 70 (sekitar 1/10) 520 (sekitar 1/2)
Tradisi-rangkap-dua 170 - 180 170 - 180 230
(Mat & Mrk) (Mrk & Mat) (Luk & Mat)
230 50 50
(Mat & Luk) (Mrk & Luk) (Luk & Mrk)
Tradisi-rangkap-tiga 350 – 370 350 - 370 350 - 370

Melihat data di atas, orang bisa mengajukan pertanyaan ini: bagaimana hubungan literer
ketiga injil itu; jika ada persamaan, siapa meniru siapa; kalau ada perbedaan, mengapa demikian;
apabila ada perikop yang khas Injil Matius atau Injil Lukas, dai mana penginjil mengambil
bahannya? Persoalan-persoalan inilah yang disebut persoalan sinoptik. Dari uraian para ahli menjadi
jelas bahwa persoalan ini amat rumit dan tidak ada pemecahan yang dapat menyelesaikan semua
persoalan. Akan tetapi, di sini akan diberikan beberapa teori yang paling sering dikemukakan orang:33

1) Teori sumber lisan


Menurut teori ini, kemiripan-kemiripan yang terdapat pada ketiga injil sinoptik terjadi
karena ketiganya secara terpisah mengenal satu sumber lisan yang sama; sedangkan perbedaan-

31
Pada kata roti ada tambahan kata sifat ton epiousion yang tidak jelas apa artinya. Biasanya kata sifat itu
diterjemahkan dengan harian (Inggris: daily).
32
Berdasarkan Frederick Gast, Synoptic Problem, dalam R.E. Brown - J.A. Fitzmyer - R.E. Murphy (ed.), The
Jerome Biblical Commentary (London: Geof-frey Chapman, 1981), 40:5.
33
Selain buku-buku yang sudah disebut pada catatan kaki no. 1, lihat juga Robert H. Gundry, A Survey of the
New Testament (Grand Rapids: Zondervan Publishing House, 1994) 96-100.
44
perbedaan yang ada diterangkan sebagai hasil dari penyesuaian ajaran Yesus dengan kebutuhan
Gereja lokal. Namun teori ini terlalu sederhana. Sulit untuk menerima bagaimana mungkin tiga
karya tulis yang berdasarkan sumber lisan saja bisa begitu mirip satu sama lain, bahkan sering
perumusan maupun urutan bahannya begitu mirip. Dengan kata lain, kemiripan-kemiripan
tersebut mengandaikan adanya sumber tertulis yang menjadi acuan bersama.
Skema teori ini sebagai berikut:

Tradisi lisan

Mat Mrk Luk

2) Teori J.J. Griesbach:


J.J. Griesbach, seorang ekseget Jerman dari abad XVIII, berpendapat bahwa Injil Matius
adalah injil tertulis yang pertama. Lalu penginjil Lukas memakai Mat sebagai sumbernya;
akhirnya penginjil Markus meringkas kedua injil yang mendahuluinya. Teori ini dihidupkan lagi
oleh seorang ekseget modern, W.R. Farmer. Skema teori Griesbach adalah sebagai berikut:
Matius Lukas

Markus

3) Teori dua sumber (yakni Mrk dan Quelle)


Meskipun diberi nama teori dua sumber, tetapi nyatanya ada tiga sumber yang
dibicarakan orang. Menurut teori ini Mrk adalah Injil tertulis yang tertua dan menjadi sumber
bagi Mat dan Luk. Dengan demikian adanya tradisi rangkap tiga bisa diterangkan. Lalu bagian-
bagian dari Mat dan Luk yang sama satu sama lain tetapi tidak terdapat pada Mrk (tradisi rangkap
dua) dianggap berasal dari suatu sumber lain yang diberi nama Quelle (kata Jerman yang berarti
sumber); dokumen ini sering disingkat dengan huruf Q. Quelle memuat ucapan-ucapan Yesus
(karena itu dalam bahasa Inggris disebut Sayings' source), meskipun di dalam dokumen ini
terdapat juga sedikit kisah. Akhirnya, apa yang khas Matius dianggap berasal dari sumber khusus
yang disebut Sondergut (yang sering diberi label “M”) dan apa yang khas Lukas dianggap berasal
dari Sondergut (yang sering diberi label “L”). Jadi, skema teori yang banyak diikuti orang ini
adalah sebagai berikut:
45
Mrk Quelle

Mat Luk

M L

Teori ini dapat menjelaskan banyak hal, tetapi tidak semuanya. Misalnya, tetap ada
kesulitan untuk menjelaskan mengapa Mat dan Luk kadang cukup berbeda dalam tradisi-rangkap
yang dianggap berasal dari sumber Q yang sama? Apakah karena sumber Q yang dipakai
berbeda? Ataukah Q itu masih berbentuk tradisi lisan sehingga Mat dan Luk sedikit
mengolahnya? Sulit untuk menentukannya.
Ada beberapa teori lain yang dikembangkan para ahli, yang kadang amat rumit, dan
tidaklah pada tempatnya membicarakannya di sini. Apa yang diuraikan di atas kiranya sudah
mencukupi untuk tujuan pengantar umum kitab Perjanjian Baru.

46
BAB VI
INJIL MATIUS

Perkenalan kita dengan kitab Perjanjian Baru kita awali dengan Injil Matius, suatu kitab
yang sejak abad kedua Masehi menjadi kitab yang paling banyak dikutip orang dan mempunyai
pengaruh yang besar pada Gereja. Mungkin kepopuleran injil ini yang telah mendorong Gereja
untuk menempatkannya pada urutan pertama. Namun, mungkin juga alasannya bukan itu. Ada
dugaan, Injil Matius ini diletakkan pada tempat pertama sebab pada waktu itu orang percaya
bahwa injil ini adalah injil yang tertua, atau karena orang menganggap injil ini paling cocok
sebagai penghubung kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Alasan yang disebut terakhir
amat masuk akal sebab Injil Matius amat menekankan penggenapan nubuat-nubuat Perjanjian
Lama dan Perjanjian Baru. Dengan demikian injil ini menjadi semacam engsel penghubung
Perjanjian Lama dan Baru.
Patut dicatat bahwa injil pertama ini relatif paling lengkap: banyak tema yang ditemukan
di dalamnya, terutama ajaran Yesus. Injil ini juga terkenal karena memiliki susunan yang teratur
atau sistematis. Oleh karena itu diduga, Injil ini disusun untuk para pemimpin jemaat agar mereka
memiliki pedoman dalam pewartaan dan pembinaan jemaat.

A. Siapakah pengarang Injil Matius?


Soal siapakah pengarang kitab-kitab dalam Perjanjian Lama maupun Baru pada
umumnya sulit dipecahkan. Sama seperti banyak tulisan kuno lainnya, keempat injil sebenarnya
tidak mencantumkan nama para pengarangnya. Judul Injil Menurut Matius baru dibubuhkan
orang lain, sekitar tahun 150 M. Jadi, judul tersebut tidak bisa dipakai sebagai dasar untuk
menentukan siapa pengarangnya.
Menurut kesaksian semua bapa Gereja (jadi menurut tradisi kuno), pengarang injil
pertama ini adalah rasul Matius, si pemungut cukai (Mat 10:3). Cukup banyak ahli modern masih
bisa menerima kesaksian tradisi kuno ini. Namun perlu dicatat juga bahwa dalam karya tulis
kuno, pengarang suatu kitab (Inggris: author) tidak selalu identik dengan penulisnya (Inggris:
writer). Bisa saja terjadi bahwa yang rnengarang injil itu adalah rasul Matius, artinya dialah
otoritas yang ada di balik pewartaan injil ini, dialah yang menjadi sumber ajaran. Akan tetapi,
yang menuliskan semuanya itu seorang jurutulis. Bisa juga terjadi bahwa penulis utama Injil

47
Matius adalah rasul Matius, tetapi kemudian dikembangkan dan diselesaikan oleh orang lain.
Semakin panjang proses penulisan injil tersebut, semakin besar pula kemungkinannya bahwa
sumbangan rasul Matius terletak pada proses awal pembentukan injil itu.
Jika kita menerima rasul Matius, mantan pemungut cukai, sebagai pengarang utama, injil
pertama ini, maka ada hal-hal yang bisa mendukung pendapat tersebut:34
1) Menurut Mat 10:3 sendiri, rasul Matius adalah seorang pemungut cukai;35 maka dari itu
mudah dipahami mengapa bahasa Yunani yang dipakai Injil Matius itu cukup halus dan
tinggi, sebab seorang pemungut cukai harus cukup mahir berbahasa Yunani.
2) Karena pengarangnya adalah mantan pemungut cukai, mudah dipahami mengapa Injil Matius
menaruh perhatian besar pada pemungut cukai (5:46; 9:10.11; 10:3; 11:19; 18:17; 21:31.32)
dan soal uang/pajak (Mat 17;24-27)
3) Dalam Mat 10:3 nama Matius ditempatkan pada urutan kedelapan (yakni sesudah nama
Thomas) dan diberi keterangan si pemungut cukai, sedangkan dalam Mrk 3:18 dan Luk 6:15
nama Matius ada pada urutan ketujuh sebelum nama Thomas. Paling masuk akal, jika
Matius sendiri yang menggeser kedudukan namanya ke urutan kedelapan, dan
menambahnya dengan keterangan “si pemungut cukai” (mungkin untuk sedikit merendahkan
diri sendiri).
4) Setelah si pemungut cukai dipanggil Yesus, dikisahkan bagaimana ia mengadakan perjamuan
makan. Menurut Mrk 2:15 dan Luk 5:29, perjamuan makan itu diadakan “di rumahnya”. Jadi,
Markus dan Lukas berbicara tentang si pemungut cukai sebagai orang lain, orang ketiga.
Akan tetapi menurut Mat 9:10 perjamuan itu diadakan “di rumah” (bdk. terjemahan LAI: “di
rumah Matius”). Menurut Mat 9:10 perjamuan itu diadakan “di rumah” (tanpa kata ganti
pemilik “-nya”) karena si pemungut cukai itu sendiri adalah penulis injil ini.

34
Lihat R. T. France, Matthew (Tyndale New Testament Commentaries, Leicester:Inter-Versity Press - Grands
Rapids: William B. Eerdmans Publishing House, 1990) 34.
35
Namun, bisa juga dipersoalkan apakah rasul Matius itu benar-benar identik dengan Matius pemungut cukai yang
kisah pertobatannya terdapat dalam Mat 9:9-13. Sebab menurut Mrk 2:13-17 dan Luk 5:27-32 si pemungut cukai
yang bertobat itu bernama Lewi, anak Alfeus. Padahal menurut Mat 10:1-4 Yakobuslah “anak Alfeus”. Jadi, apakah
Matius dan Lewi anak Alfeus itu sama orangnya? Menurut Floyd V. Filson, The Gospel According to Matthew
(Black’s New Testament Commentaries; London: Adam & Charles Black, 1977) 19, rupanya tidak sama! Alasannya,
seorang Yahudi bisa saja mempunyai nama Yahudi sekaligus nama Yunani. Tetapi injil-injil tidak pernah menyebut
adanya seorang Yahudi yang mempunyai dua nama Yahudi sekaligus. Perhatikan: Matius adalah nama Yahudi
(Mattahanaja atau disingkat Matthai, artinya anugerah Yahweh), begitu pula nama Lewi.

48
Akan tetapi ada juga sejumlah ahli modern yang meragukan apakah rasul Matius adalah
pengarang Injil Matius. Alasan-alasan yang mereka ajukan antara lain sebagai berikut:
1) Jika memang rasul Matius yang menulis injil ini, mengapa ia, yang mengalami sendiri
pelayanan Yesus selama 3 tahun, malah menggantungkan diri pada injil karangan penginjil
Markus yang bukan saksi mata? Ada kesan bahwa Matius agak bebas mengolah sabda-sabda
Yesus sesuai dengan tujuan injilnya. Hal ini rasanya tidak mudah dilakukan oleh seorang saksi
mata.
2) Jika injil ini selesai ditulis sesudah tahun 80 M, pastilah rasul Matius mencapai usia yang
sangat tua menurut ukuran zaman kuno.36
Akan tetapi keberatan-keberatan di atas tidak cukup kuat. Terhadap keberatan pertama,
orang bisa mengajukan sanggahan berikut ini: seorang saksi mata tidak harus menciptakan jenis
sastra sendiri. Kalau memang sudah ada Injil Markus yang dianggap cukup baik, mengapa
seorang saksi mata tidak bisa menirunya? Menurut Robert H. Gundry,37 seorang rasul Matius
bisa saja hanya meneguhkan otoritas Petrus sendiri dan tradisi rasuli yang ada di balik Injil
Markus. Terhadap keberatan kedua orang bisa memberikan sanggahan berikut ini: jika Injil
Matius selesai ditulis pada tahun 80-an, tentu rasul Matius cukup tua. Akan tetapi, hal itu tidak
mustahil. Selain itu, bisa jadi injil tersebut selesai ditulis lebih awal dari tahun 80, sebagaimana
diyakini oleh sejumlah ahli kitab suci.
Dari uraian di atas menjadi jelas bahwa masalah siapa pengarang Injil Matius ini tidak mudah
dijawab. Namun bijaksana kalau kita mengikuti saja pendapat tradisional yang unanim
itu. Yang terpenting bukanlah mengetahul siapa persisnya si pengarang, melainkan percaya
bahwa isi Injil Matius benar-benar bersumber pada iman para rasul!

B. Hipotesa mengenai Injil Matius bahasa Aram


Sebagaimana dikutip oleh Eusebius dari Kaisarea dalam bukunya (sejarah Gereja
iii.39.16), Papias, uskup Hierapolis yang hidup pada awal abad II M memberikan kesaksian
sebagai berikut, “Matius telah menyusun ucapan-ucapan (Yunani: logia) dalam dialek Ibrani,
lalu setiap orang menerjemahkannya menurut kemampuannya.” Berdasarkan pernyataan Papias
36
Bdk. C. Groenen, Pengantar ke dalam Perjanjian Baru (Yogyakarta: Kanisius, 1989) 87.
37
Robert H. Gundry, A Survey of the New Testament (Grand Rapids: Zondervan Publishing House, 1994)
160: “It is argued to the contrary that an apostle like Matthew would not have borrowed narratives of Jesus' deeds
from a nonapostle like Mark. But while adding his own material, Matthew may simy be corroborating the Petrine
and therefore apostolic tradition recorded by Mark.”
49
ini biasanya orang mengambil dua kesimpulan berikut ini: (1) bahwa Injil Matius merupakan injil
yang tertua dan yang aslinya ditulis dalam Aram; injil inilah yang kemudian diterjemahkan ke
dalam bahasa Yunani dan (2) bahwa pengarang injil pertama adalah rasul Yesus Kristus yang
bernama Matius, yaitu seorang mantan pemungut cukai (Mat 10:3).
Namun kesimpulan-kesimpulan di atas tidak diterima begitu saja oleh banyak ahli
modern. Mengapa? Alasannya ialah karena pernyataan Papias yang dikutip di atas rnengandung
beberapa masalah penafsiran:38
1) apakah yang dimaksud dengan kata Yunani logia (yang diterjemahkan dengan “ucapan-
ucapan”)? Memang harus diakui bahwa dalam tulisan Papias sendiri logia kadang-kadang berarti
perkataan maupun perbuatan Yesus. Dalam arti demikian, yang dimaksud Papias bisa saja suatu
injil. Suatu tulisan kalau mau disebut injil memang harus mengandung perkataan dan perbuatan
Yesus; kalau tidak, kitab itu tidak bisa kita sebut injil. Akan tetapi, logia dapat juga berarti
nubuat-nubuat. Dalam arti demikian, mungkin yang dimaksud oleh Papias adalah suatu
kumpulan nubuat-nubuat Perjanjian Lama tentang Yesus. Akhirnya, logia bisa juga sekedar
berarti “ucapan-ucapan”; dalam arti yang terakhir ini, yang dimaksud oleh Papias bukanlah suatu
injil, melainkan suatu kumpulan ucapan dan wejangan Yesus. Hanya saja tidak tertutup
kemungkinan bahwa kumpulan ucapan semacam ini menjadi salah satu bahan untuk penyusunan
Injil Matius yang kita kenal sekarang, yang notabene memang memuat banyak ucapan Yesus.
Menurut pendapat sejumlah ahli, kumpulan ucapan Yesus inilah yang disebut Sumber Q (yang
sudah dibicarakan dalam bab mengenai problem Sinoptik).
Bila kedua pendapat terakhir di atas benar, itu tidak pernah ada satu Injil Matius yang
berbahasa Aram yang disusun oleh Matius dan yang menjadi contoh untuk injil-injil lain.
2) apakah yang dimaksud Papias dengan dialek Ibrani? Memang istilah itu biasanya berarti
bahasa Ibrani atau Aram. Akan tetapi berdasarkan beberapa pertimbangan banyak ahli mendapat
kesan kuat bahwa Injil Matius yang kita miliki sekarang langsung ditulis dalam bahasa Yunani,
bukan terjemahan dari bahasa Ibrani/Aram. Selain itu, frasa “dalam dialek Ibrani” bisa juga
berarti “dalam gaya atau stile Ibrani”, meskipun sebenarnya bahasa yang dipakai adalah bahasa
Yunani. Bandingkan dengan seorang Indonesia yang sedang berbieara dengan kata-kata Inggris,
tetapi sebenarnya struklur kalimat serta cara berpikirnya adalah cara berpikir Indonesia.

38
F.V. Filson, Op.cit., hlm. 18; Groenen, Op.cit., hlm. 86.
50
Berdasarkan keberatan yang kedua ini orang bisa mengambil kesimpulan bahwa tidak pernah ada
Injil Matius berbahasa Aram.

C. Kapan Injil Matius ditulis?39


Masalah kapan Injil Matius dikarang atau selesai ditulis, sulit sekali dipastikan. Penentuan
waktu penulisan ini tergantung pada masalah-masalah lain yang ternyata sulit juga dipecahkan.
Dengan kata lain, penentuan waktu penulisannya merupakan suatu hipotesa yang diperoleh
berdasarkan hipotesa-hipotesa lain. Banyak ahli berpendapat bahwa injil ini ditulis sesudah tahun
75 M atau bahkan antara tahun 80 dan 90 M.40 Adapun alasan-alasan yang mereka kemukakan
biasanya adalah sbb:
1) beberapa ayat Injil Mntius memberi kesan bahwa pengarangnya sudah tahu atau bahkan
menyaksikan penghancuran kota Yerusalem oleh tentara Roma pada tahun 70 M:
 Dalam perumpamaan tentang pesta pernikahan, ketika sang raja melihat bagaimana para
undangan menolak untuk datang ke pesta perjamuan nikah anaknya, bahkan mereka
menyiksa dan membunuh utusannya, murka ia “ lalu menyuruh pasukannya ke sana untuk
membinasakan pembunuh-pembunuh itu dan membakar kota mereka” (Mat 2:7).
 Ketika meratapi Yerusalem, Yesus berkata, “Lihatlah rumahmu ini akan ditinggalkan dan
menjadi sunyi” (Mat 23:38).
 Ketika Yesus bernubuat demikian, “Apabila kamu melihat pemhinasa keji berdiri di tempat
kudus...,” mungkin Matius menghubungkan nubuat tersebut dengan penghancuran Yerusalem
dan penajisan tempat yang paling kudus dari Bait Allah oleh tentara Romawi (Mat 24:15).
Akan tetapi, kita bisa mengajukan keberatan terhadap teori ini. Teori ini mengandaikan
bahwa nubuat-nubuat Yesus tentang kehancuran Yerusalem itu sebenarnya bukan nubuat dalam
arti sebenarnya, melainkan nubuat-nubuat yang dibuat sesudah kejadiannya (=vaticinium ex
eventu); tujuannya hanya untuk menekankan bahwa sebenarnya semua yang terjadi itu sudah
diketahui Allah dan dalam kuasa Allah. Pertanyaan yang bisa kita ajukan: tidak mungkinkah
nubuat Yesus itu memang nubuat dalam arti sebenarnya, yaitu nubuat mengenai sesuatu yang
belum terjadi?

39
Bdk. antara lain M. France, Op.cit., hal. 28; Robert H. Gundry, Op.cit., hlm. 161.
40
Yang pasti, injil ini sudah selesai ditulis sebelum 110 M, sebab Ignatius dari Antiokhia (sekitar 110)
sudah mengacu pada Injil Matius.
51
2) Injil Matius memakai Injil Markus sebagai salah satu sumber atau bahannya. Nah, karena Injil
Markus ditulis paling cepat 65 M, maka Injil Matius tentunya ditulis agak lama sesudah tahun itu.
Notahene: teori ini mengandaikan kebenaran hipotesa bahwa Injil Markus memang injil tertua
yang menjadi surnber untuk Injil Matius.
3) Sifat anti-Yahudi (atau lebih tepat “anti Farisi dan ahli Taurat”) yang menonjol dalam injil ini
paling cocok dihubungkan dengan periode sesudah penghancuran Yerusalern. Sejak saat itu
permusuhan dari pihak Yudaisme terhadap agama kristen semakin menjadi jadi, sehingga pada
85 M orang-orang Kristen-Yahudi “resmi” dikucilkan dari agama Yahudi. Pada tahun itu orang
Yahudi memasukkan ke dalam doa “Delapan belas Berkat” (yakni berkat yang didoakan dalam
ibadat di sinagoga) suatu kutukan yang ditujukan kepada orang-orang Yahudi yang murtad
(khususnya yang menjadi orang kristen). Dengan demikian orang kristen tidak bisa lagi
mengikuti ibadat di sinagoga, karena tidak mungkin mereka bisa mengutuk diri sendiri.
4) Kedudukan Petrus sebagai batu karang yang di atasnya Gereja Yesus dibangun (Mat 16:17-19)
dan petunjuk untuk memecahkan persoalan dalam Gereja (18:15-20) mencerminkan badan dan
struktur Gereja yang sudah cukup terbentuk, yakni memiliki struktur pimpinan yang jelas.
Perkembangan semacam itu kiranya terjadi menjelang akhir abad pertama. Jadi, Injil Matius
selesai disusun menjelang akhir abad pertama juga.

Akan tetapi ada sejumlah ahli yang mengajukan teori lain: Injil Matius ditulis sebelum 70
M. Adapun alasan-alasan mereka antara lain:
1) Beberapa perikop dan ayat dalarn Injil Matius justru lebih bermakna apabila Injil Matius ditulis
pada saat Bait Allah di Yerusalem belurn dihancurkan (lih. 5:23-24, soal membawa persembahan
ke atas altar; 23:16-22, soal bersumpah demi Bait Allah; 17:24-27, soal membayar pajak
Bait Allah).
2) Kebanyakan bapa Gereja sepakat bahwa Injil Matius ditulis lebih dahulu daripada Injil Markus.
Sejalan dengan tradisi Gereja ini ada sejumlah ahli modern yang berpendapat bahwa Injil Matius
adalah injil yang tertua, yang menjadi dasar untuk lnjil Markus dan Injil Lukas.41

41
Lih, resensi atas John Wenham, Redating Matthew, Mark & Luke. A Fresh Assault on the Synoptic Problem (Downers
Grove. H., Inter-Varsity Press, 1992) dalam ETL LXIX (1993) 173.4; menurut pendapat Wenham
Mat ditulis tahun 40; Mrk 45 dan Luk tahun 54.
52
D. Tempat penulisan
Seperti soal penetapan tahun penulisan, begitu juga para ahli mengalami kesulitan untuk
menentukan di mana Injil Matius ditulis. Injil ini bisa ditulis di Palestina atau di luar Palestina.
Dalam Pengantar Kitab Perjanjian Baru ini cukup kalau disebutkan salah satu tempat yang paling
masuk akal, yaitu Antiokhia di Siria. Alasannya adalah sebagai berikut:
1) dalam injil ini peranan Petrus amat ditonjolkan. Karena Petrus pernah memiliki peranan
penting di Antiokhia (bdk. Kis 12:17; Gal 2:11-14), maka tempat yang cocok untuk penulisan
Injil Matius adalah Antiokhia.
2) injil ini terkenal bersifat “anti-Yahudi.” Tempat yang cocok untuk penulisan injil ini adalah
suatu tempat di luar Palestina, sebab para pemimpin Yahudi justru berada dan berpengaruh di
luar Palestina, setelah negeri itu diduduki oleh serdadu Romawi.42 Di luar Palestina, para
pemimpin Yahudi bertemu dengan orang-orang kristen dan meneka mereka.

E. Jemaat yang dituju


Kepada jemaat manakah injil ini ditujukan? Memang benar bahwa Injil Matius pada
akhirnya ditulis untuk semua orang yang beriman kepada Yesus Kristus, namun injil ini pertama-
tama dan terutama kepada Gereja campuran, yang mayoritasnya adalah orang Yahudi. Hal ini
tampak antara lain dari ciri-ciri berikut:
1) Ada kata-kata Aram yang tidak diberi terjemahannya, misalnya Mat 5:22 (raka yang
diterjemahkan dengan “kafir” oleh LAI); Mat 27:6 (korbanas yang diterjemahkan dengan
“peti persembahan” dalam LAI). Jadi diandaikan bahwa para pembacanya sudah mengerti
artinya.
2) Ada banyak adat istiadat Yahudi yang disebut begitu saja tanpa diberi keterangan seperti pada
injil Markus, misalnya soal mencuci tangan (bdk. Mat t 5:2 dengan Mrk 7:3-4; soal
pemakaian tali sembahyang (Mat 23:5).
3) Matius lebih sering memakai istilah “Kerajaan Surga” daripada “Kerajaan Allah” (hal ini
lebih sesuai dengan orang Yahudi yang segan menyebut nama “Allah” melainkan meng-
gantinya dengan kata “Surga”).

42
C. Groenen, Op.cit., hlm. 89-90.
53
4) Cukup banyak hal yang menarik bagi orang Yahudi saja, seperti soal membawa persembahan
di Bait Allah (5:23), soal membayar pajak Bait Allah (17:24-27), soal Hukum Taurat (Mat
5:17-48).
5) Penekanan khusus yang diberikan kepada gagasan penggenapan Perjanjian Lama dalam diri
Yesus Kristus. (Hal ini akan kita lihat kembali!)
Ini semua menunjukkan bahwa pembaca utama Injil Matius adalah orang-orang Yahudi yang
menjadi kristen.

F. Tujuan penulisan
Jelas bahwa tujuan umum dan utama setiap tulisan Perjanjian Baru adalah untuk
mewartakall Yesus Kristus, mewartakan tindakan dan ajaran-ajaran-Nya (doktriner maupun
moral), agar pembaca dapat sampai kepada iman yang menyelamatkan akan Yesus Kristus dan
hidup sesuai dengarn tuntutanNya.
1. Membina iman dan akhlak Gereja/jemaat
lnjil Matius terkenal karena perhatian khusus yang dia berikan kepada Gereja Yesus
Kristus. Maka injil itu sering disebut “injil yang ekklesial.” Di antara keempat injil, hanya Injil
Matiuslah yang memakai kata “Gereja” (ekklesia) dalam dua perikop penting ini: 16:16-19 dan
18:15-18. Selain itu, Matius memakai kata “saudara” sebanyak 39 kali, jadi lebih banyak dari
kitab manapun juga, kecuali Kisah Para Rasul yang memakainya sebanyak lima puluh tujuh kali
dan 1 Kor yang juga memakainya sebanyak 39 kali. Bagi Injil Matius tema persaudaraan dalam
Gereja itu penting. Yesus yang bangkit memang memerintahkan, agar para murid-Nya
menjadikan semua bangsa murid-Nya (28:19-20). Inji1 Matius ditulis untuk memberikan
pembinaan iman dan kesusilaan anggota Gereja. Jadi rupanya injil ini disusun terutama untuk
dijadikan buku pegangan untuk para pembina jemaat. Tidak mengherankan kalau susunannya
rapi dan jelas, dan perhatian kepada soal-soal moral cukup besar.

2. Tujuan apologetis
Injil Matius ditulis pertama-tama untuk jemaat kristen keturunan Yahudi, yang sedang
merasa sedih karena harus mengadakan konflik dengan umat Yahudi. Rupanya mereka sudah
mengalami pengejaran dan penganiayaan dari pihak orang Yahudi (bdk 5;1 1-12; 10:16.19.23).
Untuk menghibur mereka maka Injil Matius mewartakan bahwa merekalah jemaat Yesus Kristus,

54
yakni Israel yang sejati yang akan menghasilkan buah dan yang memenuhi undangan Allah (bdk
21:43; 22:1-14). Sebaliknya, umat Yahudi lama telah berdosa karena menolak utusan Allah,
Anak-Nya sendiri (21:37-38). Bahkan tentang umat Yahudi yang menolak Yesus dan menuntut
supaya Ia disalibkan, Injil Matius mencatat demikian, “Dan seluruh rakyat itu menjawab,
“Biarlah darah-Nya ditanggungkan atas kami dan atas anak-anak kami!”” (27:25).
Lebih lanjut Matius amat menekankan penggenapan semua harapan, dan nubuat
Perjanjian Lama dalam diri Yesus Kristus. Maka dari itu kepada Yesus diberikan gelar-gelar
yang sangat berbau: Kristus, Anak Daud, Anak Manusia, dll. Lebih dari semuanya itu, Yesus
Kristus adalah Anak Allah sendiri (bdk Mat 1:23; 2:15; 16:16; 27:54).

G. Beberapa gagasan teologis yang menonjol dalam Injil Matius


Selain gagasan-gagasan teologis yang pada umumnya terdapat dalam semua injil (seperti
gagasan Yesus sebagai Mesias dan Anak Manusia, gagasan kemuridan), baiklah kita lihat
beberapa gagasan yang kiranya lebih menonjol dalam Injil Matius daripada dalam injil lain.
1. Penggenapan Perjanjian Lama dalam diri Yesus
Baru saja kita lihat bahwa Injil Matius menampilkan Yesus sebagai penggenapan
Perjanjian Lama. Ha1 ini tampak dari kenyataan bahwa Injil Matius sangat diwarnai oleh
Perjanjian Lama, baik berupa kutipan langsung, atau pun berupa saduran ayat-ayat. Menurut Leon
Morris, lebih dari 61 kali Matius mengacu pada Perjanjian Lama. Dan dari sekian banyak itu,
sampai 10 kali ia memakai rumusan-kutipan (formula-quotationis) yang kurang-lebih berbunyi
demikian, “supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi-nabi ...” yang lalu diikuti dengan
kutipan dari Perjanjian Lama (1:22-23; 2:15; 2:17-18; 2:23; 4:14-16; 8:17; 12:17-21; 21:4-5;
27:9-10 dll) . Sedangkan saduran ayat-ayat yang disunting bisa kita lihat misalnya dalam Mat
11:1-19 (tentang utusan-utusan Yohanes Pembaptis).

2. Injil Kerajaan Allah


Dari segi frekuensi pemakaian kata Kerajaan Surga atau Kerajaan Allah, Injil Matius
hampir sama dengan Injil Lukas. Namun dari segi luasnya cakupan tema Kerajaan Sorga rupanya
Injil Matius melebihi injil-injil lainnya. Yang jelas, selain menggambil-alih hampir semua ajaran
Injil Markus tentang Kerajaan Allah, Matius masih memperluas dan menambahnya. Hal ini

55
antara lain tampak dalam rumusan yang sering dipakainya, “Hal Kerajaan Sorga itu seumpama
...” (sebanyak 11 kali; sedangkan Markus dan Lukas masing-masing hanya dua kali)
La Bible de Jerusalem merumuskan seluruh isi Injil Matius dalam kaitannya dengan
Kerajaan Allah:43
Injil Mat itu boleh dikatakan sebuah “drama” tujuh bab mengenai kedatangan Kerajaan
Sorga;
1) persiapannya dalarn Mesias yang masih kanak-kanak, 1---2;
2) pemakluman rencana Kerajaan Sorga kepada rakyat dan murid dalam “khotbah di Bukit”, 3-7;
3) pewartaan Kerajaan itu oleh para utusan yang sama – seperti Yesus mengerjakan mujizat-
mujizat ..... , 8 --- 10
4) Kerajaan Sorga tidak dapat tidak menghadapi hambatan-hambatan dari pihak manusia ...
sebagaimana diutarakan dalam “Wejangan Perumpamaan-Perumpamaan,” 11:1 - 13:52;
5) Permulaan Kerajaan Sorga dalam sekelompok murid ... yang tata tertibnya dibentangkan
dalam “Wejangan perihal jemaat”, 13:53 - 18:35;
6) kemelut yang menyiapkan kedatangan Kerajaan Sorga yang definitif ..., 19 - 25;
7) Kedatangan Kerajaan Sorga melalui sengsara dan kemenangan ialah Sengsara dan
Kebangkitan Yesus, 26 - 28.

3. Yesus sebagai guru kesusilaan


Semua Injil pasti bersifat kerygmatis (artinya mewartakan pokok-pokok iman), dan kateketis
(artinya memberikan pengajaran iman kepada umat). Akan tetapi, dibandingkan dengan penginjil
lain, Matius memberikan perhatian lebih khusus pada ajaran moral Yesus. Kisah-kisah dalam Injil
Markus memang dipertahankan, akan tetapi kerap disingkat (bdk. misalnya Mat 8:28-34 dengan Mrk
5:1-20 (7 lawan 20 ayat); Mat 9:18-26 dengan Mrk 5:21-43, (9 ayat lawan 23 ayat). Sebaliknya,
dalam hal ajaran Yesus Injil Matius berbicara panjang lebar. Bagi Matius
Yesus itu Guru satu-satunya (23:10). Lebih dari penginjil lain, Matius menampilkan Yesus sebagai
Guru yang baik yang menggunakan banyak perumpamaan. Di sini Yesus menonjol sebagai Guru
kesusilaan. Hal ini dapat kita simpulkan dari data berikut ini:44
Menarik hahwa Matius menggunakan kata agathos, “baik”, delapan belas kali (Surat
kepada orang-orang Roma, yang memakainya dua puluh satu kali,

43
Dikutip dari Kitab Suci Perjanjian Baru: dengan pengantar dan catatan, Ende: Percetakan Arnoldus 1981/1982.
44
Dikutip dari L. Morri, Teologi Perjanjian Baru (terj. H. Pidyarto; Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1996)
56
merupakan satu-satunya kitab PB yang lebih sering memakainya), dan kalos,
yang juga berarti “baik” sebanyak dua puluh satu kali (tidak ada buku lain yang
lebih sering memakainya; 1 Timotius ada pada urutan kedua dengan jumlah enam
belas). Ia memakai juga kata dikaios, “benar”, lebih sering daripada kitab mana pun
(tujuh belas kali; pada urutan kedua Lukas dengan jumlah sebelas); ia memakai kata
dikaiosyne, “kebenaran”, sebanyak tujuh kali, paling sering di luar tulisan-tulisan
Paulus (Markus tidak pernah memakainya, sedang Lukas cuma sekali). Pada sisi lain
dari neraca, memang Matius tidak memakai istilah-istilah yang berarti “dosa” lebih
sering daripada yang lain. Namun ia memakai kata poneros, “jahat”, dua puluh
enam kali, persis dua kali lebih sering daripada Lukas yang menempati urutan kedua
dalam soal frekuensi, dan hypokrites, “munafik”, tiga belas dari tujuh belas kali
penggunaan kata itu dalam seluruh PB. Soal jumlah kata memang tidak
membuktikan apa-apa, tetapi paling tidak hal ini menunjukkan perhatian Matius
kepada orang yang menampakkan (atau gagal menampakkan) nilai-nilai tersebut.

Ajaran-ajaran kesusilaan Yesus menjadi paling jelas dalam “Kotbah di Bukit” (bab 5-7) dan tatatertib
hidup Gereja (bab 18).
4. Yesus sebagai Anak Allah
Lebih daripada kedua injil sinoptik lainnya, Injil Matius menampilkan Yesus sebagai
Anak Allah. Hal ini dapat kita simpulkan dari data berikut ini:
a) Istilah “Anak Allah” sejauh dipakai dalam kaitannya dengan Yesus muncul sebanyak 8 kali
(sedangkan Markus 3 kali, Lukas 5 kali).
b) Paling kurang pada delapan kesempatan Matius memakai kata Anak yang berdasarkan
konteksnya jelas mengacu pada Yesus sebagai Anak Allah (lih. Mat 2:15; 3:17; 11:27;
16:16; 17:5; 21:37 [seeara implisit]; 24:36; 28:19); sedangkan Markus hanya pada 5 kesem-
patan (Mrk 1:11; 5:7; 12:6; 13:32; 14:61) dan Lukas pada 6 kesempatan (1:32; 3:22; 8:28;
9:35; 10:22; 20:13).
c) Gagasan Yesus sebagai Anak Allah tentu dapat disimpulkan juga dari gagasan Allah sebagai
Bapa Yesus. Paling tidak pada 18 kesempatan Yesus menyebut Allah sebagai Bapa-Ku (mis.
7:21; 10:32 dsb); pada Injil Markus hanya dua kali (13:32; 14:36) dan pada Injil Lukas 7 kali
(mis. 9:6; 10;21 dll).
Berdasarkan data di atas menjadi jelas bahwa Matius, lebih sering daripada Markus dan
Lukas, menampilkan Yesus sebagai Anak Allah.

57
5. Allah itu Bapa bagi manusia
Data statistik menunjukkan bahwa Injil Matius jauh lebih sering menampilkan Allah bukan
hanya sebagai Bapa Yesus, tetapi juga sebagai Bapa bagi manusia (lih. mis. 5:16.45.48; 6:1.4.6 dsb;
sedang pada Markus hanya sekali (11:25) dan pada Lukas hanya pada 6:36; 11:2-3; 12:30-32 dan
secara implisit pada 15:11-32, yakni perumpamaan tentang anak yang hilang.

H. Susunan Injil Matius


Mengingat tujuan kateketis injil ini, maka tidak mengherankan jika Injil Matius terkenal
karena susunannya yang rapi. Kisah-kisah yang ada berjalan cukup lancar dan jelas dari bagian yang
satu ke bagian yang lain. Banyak kalimat yang disusun sedemikian rupa sehingga mudah
dihafalkan/diingat (lih. 5:22; 7:7-8. 13-14.24-27).
Secara garis besar, struktur injilnya adalah sebagai berikut:
1. Pendahuluan (Injil Masa Kanak-kanak) : Mat 1-2
2. Kumpulan kisah : Mat 3-4
3. Kumpulan kotbah I (Kotbah di Bukit) : Mat 5-7
4. Kumpulan kisah : Mat 8-9
5. Kumpulan kotbah II (Kotbah Perutusan) : Mat 10-11:1
6. Kumpulan kisah : Mat 11:2-12
7. Kumpulan kotbah III (Kumpulan Perumpamaan) : Mat 13:1-52
8. Kumpulan kisah : Mat 13:52-17:27
9. Kumpulan kotbah IV (Kotbah tentang hidup menggereja) : Mat 18
10. Kumpulan kisah : Mat 19-23
11. Kumpulan kotbah V (Kotbah tentang akhir jaman) : Mat 24-25
12. Kumpulan kisah : Mat 26-28

Suatu garis besar susunan Injil Matius yang dibuat orang dengan memperhatikan wilayah
kerja atau tahap pelayanan Yesus menghasilkan susunan sebagai berikut:
Pengantar 1:1 - 4:11
Pelayanan di Galilea 4:12 - 13:58
Pelayanan ke utara Palestina 14:1 - 16:12
Perjalanan menuju Yerusalem 16:13 - 20:34
Konflik di Yerusalem 21:1 - 25:46
Sengsara dan kebangkitan 26:1 - 28:20
58
BAB VII
INJIL MARKUS

Menurut kebanyakan ahli kitab suci modern Injil Markus adalah injil tertua.
Penyusunnya dianggap sebagai pencipta jenis literer injil. Dengan jenis literer injil atau kitab
injil dimaksudkan suatu kisah yang teratur tentang Yesus Kristus, mulai dari pembaptisan
Yesus sampai dengan kebangkitanNya. Untuk itu penyusun Injil Markus menggunakan
macam-macam tradisi yang sudah ada dalam Gereja Purba, entah yang masih berupa tradisi
lisan entah yang sudah berupa tulisan. Injil Markus paling pendek di antara keempat injil.
Sejak dahulu kala hingga akhir abad delapan belas, Injil Markus kurang mendapat perhatian
orang, mungkin karena orang menganggap injil ini kurang begitu teratur, seperti yang
dikatakan oleh Papias, Uskup Hierapolis. Bila orang terkesan oleh kelengkapan serta
keteraturan lnjil Matius, dan oleh sifat-sifat Yesus yang manusiawi dalam Injil Lukas, orang
biasanya terkesan oleh Injil Markus karena gaya ceritanya yang seringkali memang lebih
hidup dibandingkan injil lainnya. Hidupnya kisah Markus tampak antara lain dari unsur kisah
yang lebih mendetil (bdk. misalnya Mat 8:18-26 dengan Mrk 5:21-43), tetapi juga dari
seringnya ia menggunakan bentuk waktu Sekarang (=praesens), seakan-akan peristiwa-
peristiwa di sekitar Yesus terjadi sekarang, dan mungkin penyusun Injil Markus memang ingin
menekankan bahwa peristiwa-peristiwa Yesus memang mempunyai makna bagi para
pembacanya sepanjang zaman.

A. Pengarang Injil Markus


Sebagaimana sudah kita ketahui, judul “Injil menurut Markus” tidaklah berasal dari
penyusun injil sendiri, melainkan ditambahkan orang lain pada abad kedua. Menurut kesepakatan
di antara para bapa Gereja bahwa pengarang Injil Markus adalah Markus, pembantu atau juru
bicara rasul Petrus. Kesaksian yang paling awal berasal dari Papias, uskup Hierapolis (awal abad
kedua), yang mengatakan demikian, “Inilah juga yang biasa dikatakan oleh Sang Penatua
(Yunani: Presbyter). Markus, setelah menjadi juru bicara45 Petrus, menulis dengan teliti,
meskipun secara tidak teratur, apa saja yang dia ingat dari segala sesuatu yang diucapkan atau

45
Patut dicatat bahwa apa yang diterjemahkan dengan juru bicara di atas bisa juga diterjemahkan dengan penafsir
(Yunani: hermeneutes).
59
dikerjakan oleh Tuhan. Sebab ia sendiri tidak mendengar atau mengikuti Tuhan, namun
kemudian, sebagaimana sudah saya katakan, [mendengar dan mengikuti Petrus], yang biasanya
menyasuaikan ajarannya dengan kebutuhan [saat itu], tanpa menyusun ucapan-ucapan Tuhan
(seperti dikutip oleh Eusebius dalam karyanya Sejarah Gereja 3.39.15). Beberapa bapa Gereja
(seperti Ireneus, Clemens dari Aleksandria, Origenes dan Hieronimus) juga memberi kesaksian
bahwa injil kedua ini disusun oleh Markus, seorang yang ada kaitan erat dengan rasul Petrus.
Markus yang dimaksud oleh Papias rupanya Markus yang sama dengan Markus yang
disebut pada 1 Ptr 5:13 ini, “Salam kepada kamu sekalian dari kawanmu yang terpilih yang di
Babilon, dan juga dari Markus, anakku” (5:13). Pada zaman para bapa Gereja (=patristik), ada
keyakinan bahwa Markus, penyusun Injil ini, sama dengan Markus yang disebut dalam beberapa
surat Paulus (Kol 4:10, “Salam kepada kamu dari Aristarkhus, temanku sepenjara dan dari
Markus, kemenakan Barnabas ...”; 2 Tim 4:11; Flm 24) dan dengan Yohanes Markus yang
disebut dalam Kis 12:12.25; 13:5-13; 15:37-39.46 Memang tidak ada kepastian mengenai hal ini.
Namun, bila orangnya memang sama, maka tampak bahwa Markus itu dekat dengan Paulus
sekaligus dengan Petrus. Itulah sebabnya gagasan-gagasan Injil Markus bisa dibandingkan
dengan ajaran kedua rasul tersebut. Hanya saja, sejumlah ahli modern meragukan kesaksian kuno
bahwa Injil Markus langsung bersumber pada ajaran (lisan) Petrus. Mereka yakin, Markus
memakai sumber-sumber yang sudah ada pada Gereja atau komunitas-komunitas, dan bukan
langsung dari Petrus.

B. Tempat dan tahun penulisannya


Kesaksian tracisi kuno mengenai tahun penulisan Injil Markus tidak begitu jelas. Biasanya
orang menafsirkan pernyataan Ireneus dan Papias yang tidak terlalu jelas sebagai pernyataan
bahwa Injil Markus disusun setelah Petrus wafat sebagai martir (sekitar 65 M). Di samping itu,
kebanyakan ahli kitab suci modern menduga, injil ini ditulis sebelum tahun 70M, yaitu sebelum
keruntuhan Yerusalem. Alasan yang mereka pakai ialah tidak adanya ayat-ayat yang mengacu
pada kehancuran kota suci tersebut dalam Mrk 12 (khotbah Yesus tentang akhir zaman) dan
karena Injil Markus yang memberi perhatian khusus pada masalah penganiayaan umat cocok

46
Bdk. a.l. Daniel Harrington, “The Gospel According to Mark,” dalam R.E. Drown - J.A. Fitzmyer - R.E.
Murphy, The New Jerome Biblical Commentary (Englewood Cliffs, MJ: Prentice Hall, 1990) 41:1-5. Edward J.
Mally, “The Gospel According to Mark,” dalam R.E. Brown - J.A. Fitzmyer - R.E. Murphy, “R.E. Brown - J.A.
Fitzmyer - R.E. Murphy, The JeromeBiblical Commentary (London: Geoffrey Chapman, 1981) 42:1-6.
60
dengan masa penganiayaan umat kristen di Roma pada tahun enam puluhan.47 Namun pada Mrk
13:14 terdapat nubuat Yesus ini, “Apabila kamu melihat pembinasa keji berdiri di tempat yang
tidak sepatutnya ...” Biasanya ayat semacam ini dianggap sebagai acuan pada kehancuran
Yerusalem oleh serdadu Romawi. Bila tafsiran ini benar, maka Injil Markus pasti selesai ditulis
sesudah tahun 70 M. Jadi, tidak ada kepastian soal tahun penulisan injil kedua ini.

C. Gereja yang dituju


Gereja yang dituju adalah Gereja yang anggotanya orang-orang bukan Yahudi di daerah
kekaisaran Romawi. Hal ini dapat disimpulkan dari data berikut ini:
 adat istiadat Yahudi perlu diterangkan: soal cuci tangan (7:3-4); soal perayaan Paskah Yahudi
(14:12; 15:42)
 kata-kata Aram diterjemahkan (3:17; 5:41; 7:11.34; 10:46; 14:36; 15:22.34)
 adanya istilah-istilah yang sebenarnya berasal dari kata Latin: kodrantēs (12:42 - “satu duit”);
kenturiōn (15:45 - “perwira”)
 adanya semacam perasaan “alergi” terhadap orang Yahudi (7:7; 8:15)

Adanya nasihat-nasihat mengenai penganiayaan (8:34-38; 10:38-39; l3:9-13) menunjukkan latar-


belakang jemaat yang dituju oleh Injil Markus adalah jemaat yang sedang dianiaya. Hal ini
menjadi makin jelas apabila kita membandingkan Mrk 10:30 dengan Mat 19:29-30 dan Luk
18:29-30. Menurut Mrk 10:30 para pengikut Yesus yang telah meninggalkan segala sesuatu demi
Yesus dan InjilNya akan menerima kembali pada masa ini juga “seratus kali lipat: rumah,
saudara laki-laki, saudara perempuan, ibu, anak dan ladang, sekalipun disertai berbagai
penganiayaan, dan pada zaman yang akan datang ia akan menrima hidup yang kekal.” Versi
Matius dan Lukas tidak memuat frasa “sekalipun disertai penganiayaan.”

D. Rahasia Mesias
Sebelum kita membicarakan soal tujuan penulisan Injil Markus dan tema-tema menonjol
dalam injilnya, baikklah kita secara khusus membahas apa yang disebut “Rahasia Mesias.” Istilah itu
berasal dari ekseget Jerman, Wilhelm Wrede yang melihat bagaimana kemsiasan Yesus itu

47
Harrington, art.cit., 41:2.
61
tampak bersifat rahasia. Rahasia Mesias itu diuraikan secara ringkas oleh Leon Morris sebagai
berikut:48
1) roh-roh jahat yang mengenal siapa Yesus malah disuruh diam (1:25.34; 3:12; bdk. 5:6-7)
2) Yesus sering melarang orang untuk menyebarkan hal-hal besar yang dia kerjakan (misalnya
1:44; 5:43; 7:36)
3) kadang-kadang Yesus mengundurkan diri, rupanya untuk menyembunyikan diri (1:35-38;
7:24; 9:30)
4) Yesus sering memberikan pelajaran khusus, tersendiri, kepada para murid (4:10-13; 7:17-23;
9:28-29; 10:32-34; 13:3 dst).
5) Yesus sendiri tidak pernah menyatakan diri sebagai Mesias/Kristus.

Berdasarkan data di atas, W. Wrede berkesimpulan bahwa Yesus sendiri sebenarnya tidak
pernah menganggap diri Mesias. Namun, Gereja Para Rasul sungguh yakin bahwa Dia itu
Mesias, maka penyusun Injil Markus ingin membenarkan iman Gereja dengan mengatakan
bahwa Yesus sebenarnya menyatakan diri sebagai Mesias, tetapi secara rahasia.
Kebanyakan ahli menolak kesimpulan yang diambil W. Wrede, namun menghargai
pengamatannya yang berharga itu. Bahkan bisa ditambahkan pengamatan lain, seperti sikap
keluarga Yesus yang tidak bisa memahami Yesus, bahkan menganggap Yesus tidak waras (3:21)
dan kejengkelan Yesus karena lambannya pengertian para murid (4:13). Banyak ahli menerima
bahwa data yang ada dalam lnjil Markus tentang “Rahasia Mesias” benar-benar historis, artinya
benar-benar terjadi. Lalu mereka menafsirkan bahwa semuanya itu dilakukan Yesus agar orang
tidak menafsirkan kemesiasanNya secara keliru, yaitu Mesias duniawi-politis-nasionalistis
seperti paham orang Yahudi pada waktu itu.

E. Tujuan injil Markus ditulis


Sulit menentukan apakah tujuan penulisan Injil Markus. Tentu saja, secara umum bisa
dikatakan bahwa Markus bermaksud mewartakan Yesus Kristus dan InjilNya, seperti juga
tujuan semua tulisan Perjanjian Baru lainnya. Secara unum juga dapat dikatakan bahwa Injil Markus
bertujuan mewartakan bahwa Yesus adalah Kristus (=Mesias) dah Anak Allah (Mrk 1:1).

48
New Testament Theology (Grand Rapids: Zondervan Publishing House; 1986) 103-4.
62
Akan tetapi, apakah tujuan lebih khusus yang mendorong penulisan injilnya, sehingga Markus
memilih bahan-bahan yang lebih scsuai dan menyusun injilnya secara khusus? Ada banyak teori
diajukan oleh para ahli. Robert H. Gundry49 berpendapat, Injil Markus ditulis untuk membela
Yesus yang harus mati secara hina dan mengerikan di kayu salib. Untuk itu Injil Markus
menunjukkan bagaimana Yesus itu amat berkuasa dalam pengajaran-Nya dan mukjizat-mukjizat-
Nya, mengusir roh-roh jahat, mengalahkan para musuh dalam perdebatan, mampu meramalkan
masa depan, termasuk kesengsaraan-Nya sendiri, dan telah bangkit dari kcmatian. Jadi, tujuan
utama Injil Markus adalah menulis suatu apologi untuk Yesus yang tersalib. Mengingat latar
belakang jemaat yang sedang mengalami penganiayaan dan mengingat adanya Rahasa Mesias
dalam Injil Markus, pendapat Robert H. Gundry bisa kita terima dengan perubahan. Tujuan Injil
Markus ditulis ialah untuk mewartakan dengan hati-hati siapa Yesus itu. Yesus adalah Anak
Allah yang harus menjadi Mesias yang hina, menderita serta wafat di kayu salib tetapi kemudian
bangkit kembali. Tanpa mengakui salib-Nya sebagai bagian dari rencana Allah tak mungkin
orang memahami Yesus Kristus dengan benar.50
Masih ada beberapa pendapat lain mengenai tujuan penulisan Injil Markus, misalnya:
 untuk menunjukkan kepada orang Romawi bahwa Yesus bukanlah Mesias yang
berbahaya, sebab Ia bukan Mesias politis-duniawi
 untuk memberi pedoman pengajaran untuk orang yang baru bertobat
 untuk dipakai sebagai buku bacaan liturgis
 dan sebagainya.
Jadi, sulit untuk memastikan apa sebenarnya tujuan khusus penulisan Injil Markus.

F. Struktur Injil Markus


Banyak struktur yang diajukan oleh para ahli. Di sini baiklah kita lihat saja salah satu skema
besarnya:51
PENGANTAR 1:1-13
BAGIAN I: RAHASIA MESIAS 1:14-8:26

49
A Survey of The New Testament (Grand Rapids: Zondervan Publishing House, 1994) 127.
50
Pendapat yang sama tersirta dalam tulisan Daniel J. Harrington, art.cit., 41:3: “Mark wrote his gospel to
deepen the faith of the members of his community. By showing them how the tradition about Jesus related to
their belief in the saving significance of the cross and resurrection, the evangelist equip them to face persecution
and resist the temptation of their world.”
51
Berdasarkan I. Suharyo, Pengantar Injil Sinoptik (Yogyakarta: Kanisius, 1993) 55-6.
63
PENGAKUAN PETRUS BAHWA YESUS ADALAH MESIAS 8:27-30
BAGIAN II: RAHASIA ANAK MANUSIA 8:31 - 16:8 (20)

Dari skema di atas tampak bahwa Injil Markus mempunyai semacam dua bagian: bagian
pertama mengenai Yesus sebagai Mesias, sedang bagian kedua mengenai Yesus sebagai Anak
Manusia. Namun struktur di atas kiranya masih bisa disederhanakan lagi menjadi dua bagian saja.
Jika pengakuan Petrus disatukan dengan bagian pertama, maka Injil Markus dapat dibagi menjadi
dua bagian besar. Bagian pertama dengan klimaksnya pada pengakuan Petrus bahwa Yesus itu
Mesias (5:29), sedang bagian kedua dengan klimaks pada pengalaman perwira Romawi bahwa
Yesus itu Anak Allah. Dengan demikian hal ini sesuai dengan Mrk l:l yang berbunyi, “Inilah
permulaan Injil tentang Yesus Kristus, Anak Allah.” Jadi Markus konsisten dengan judul yang
diberikan pada awal injilnya.
Ada juga pembagian lain yang disusun berdasarkan wilayah kerja Yesus, dan yang
menghasilkan garis besar susunan Injil Markus sebagai berikut:
Pengantar 1:1-13
Pelayanan di Galilea 1:14 - 6:13
Pelayanan ke utara Palestina 6:14 - 8:26
Perjalanan menuju Yerusalem 8:27 - 10:52
Konflik di Yerusalem 11:1 - 13:37
Sengsara dan kebangkitan 14:1 - 16:8

G. Beberapa hal yang menonjol dalam Injil Markus


Selain Rahasia Mesias yang menjadi kekhasan Injil Markus, dan gagasan-gagasan
teologis lain yang umum terdapat pada injil lain, ada beberapa gagasan yang menonjol dalam Njil
Markus yang patut dicatat di sini:
1. Yesus dan roh-roh jahat52
Dalam injil yang pendek itu, pengarang Injil Markus relatif amat sering berbicara tentang
kuasa kejahatan. Kuasa tersebut menyatakan diri dalam macam-macam bentuk: daimōn

52
Bdk. D.E. Nineham, Saint Mark (The Pelican New Testament Commentaries; Harmondsworth: Penguin
Books Ltd., 1986) 44-5.
64
(misalnya 1:34.39; TB-LAl: setan), pneuma akathartos (misalnya 1:23; roh jahat atau roh yang
kotor (misalnya 1:23; 3:11; TB-LAI: setan) atau Beelzebul (3:22). Kuasa jahat itu tampak juga
dalam kuasa-kuasa alam yang merugikan, seperti angin ribut dan gelombang besar (bdk. kisah
Yesus meredakan angin ribut dalam Mrk 4:35-41, di mana ada keterangan mengenai “hari sudah
petang”, jadi ada kegelapan yang melukiskan juga kuasa kegelapan dan di mana Yesus
menghardik angin (ay. 39), seperti Yesus juga menghardik roh jahat agar meninggalkan orang
yang dirasukinya (Mrk 1:25). Kuasa kegelapan juga dikaitkan dengan penyakit yang menyiksa
manusia, misalnya dalam kisah anak yang kerasukan setan dalam bentuk gejala-gejala epilepsi
(Mrk 9:14-29).

Kemenangan-kemenangan Yesus atas kuasa kegelapan menunjukkan bahwa zaman


eskatologis, yaitu zaman terakhir, sudah tiba. Dengan kedatangan Yesus ke dunia, dimulailah
peperangan final antara Allah dan iblis.

2. Mewartakan dan mewujudkan Kerajaan Allah dalah tugas mendesak


InjiI Markus lebih berupa kisah daripada kumpulan ajaran Yesus. Waktu kisah dalam injil
ini terasa begitu cepat. Orang seakan-akan tidak sempat bernafas untuk bisa mengikuti kisahnya.
Kata tambahan “segera” (Yunani: euthus) begitu sering dipakai dalam kaitan dengan kegiatan
Yesus, (misalnya 1:21; 1:43; 2:8). Kegiatan Yesus menjadi begitu padat: dari satu tempat Ia harus
pergi ke tempat lain, dari perbuatan yang satu Ia harus beralih ke perbuatan yang lain. Rupanya
waktu kisah yang cepat ini dimaksudkan untuk menyatakan bahwa tugas Yesus itu begitu
mendesak. Tidak ada waktu untuk berlambat-lambat. Ketika pagi-pagi benar orang banyak sudah
datang mencari Yesus, Ia malah berkata kepada para murid, “Marilah kita pergi ke tempat lain,
ke kota-kota yang berdekatan, supaya di sana juga Aku memberitakan Injil, karena untuk itu Aku
telah datang” (Mrk 1:38).

3. Perlunya iman53
Tema iman atau kepercayaan juga cukup menonjol dalam injil yang pendek ini. Sejak
awal pewartaan-Nya Yesus sudah menuntut para pendengairNya untuk memiliki iman, “Waktunya
telah genap. Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan pcrcayalah kepada Injil!” Beriman
berarti juga mengubah sikap dan cara hidup. Iman kepada kuasa Yesus diperlukan juga agar

53
Bdk. Leon Morris, New Testament Theology (Grand Rapids: Zondervan Publishing House, 1986) 108-110.
65
orang bisa sembuh dari penyakit (5:34.36; 10:52). Karena orang Nazaret tidak memiliki iman,
maka Yesus tidak bisa membuat mukjizat di sana, kecuali penyembuhan beberapa orang sakit
(Mrk 6:10). Iman yang sejati tidak timbul dari bukti-bukti kelihatan. Oleh karena itu, ketika
orang-orang farisi menuntut tanda, Yesus mengeluh dan berkata, “Mengapa angkatan ini
meminta tanda? Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kepada angkatan ini sekali-kali tidak
akan diberi tanda.”54 Para murid Yesus pun ditegur karena kurang percaya (Mrk 4:40; bdk.
11:22). Iman juga yang diperlukan dalam doa (Mrk 11:23-24).

4. Makna salib
Mengingat latar belakang jemaat yang dituju sedang mengalami pengejaran,
penganiayaan bahkan tidak jarang kemartiran, maka tidak sulit untuk memahami mengapa Injil
Markus memberi perhatian cukup besar pada salib Yesus: Salib atau kematian Yesus adalah
bagian dari rencana Allah: Yesus memang harus menderita – suatu keharusan teologis, artinya
keharusan yang disebabkan oleh kehendak Allah (bdk. Mrk 8:31; 14:31). Dari sebab itu tidaklah
mengherankan kalau dalam Injil Markus, kisah sengsara Yesus mendapat porsi yang besar, suatu
porsi yang tidak proporsional. Tiga hari terakhir hidup Yesus di dunia mendapat tempat yang
relatif amat besar dalam injilnya dibandingkan dengan tiga tahun karya Yesus di Palestina.
Dalam injil ini, Kisah Sengsara dalam arti tegas terdapat dalam bab 14 dan 15 (sekitar seperlima
dari injilnya) atau kalau kita memperluas kisah sengsara dengan masuknya Yesus ke Yerusalem
(Mrk 11-15), maka kisah sengsara merupakan hampir sepertiga dari injilnya.55 Oleh karena itu
bisa dipahami jika Martin Kaehler berpendapat bahwa injil-injil adalah kisah sengsara dengan
introduksi panjang, yang berupa kisah kehidupan Yesus, suatu pernyataan yang paling cocok
dikenakan pada Injil Markus. Memang pendapat M. Kaehler agak berlebih-lebihan, namun ada
benarnya juga.

Catatan: Mrk 16:8 dalam terjemahan LAI memuat ayat-ayat yang – menurut pendapat
katolik – tidak kanonik, melainkan tambahan kemudian: “Dengan singkat mereka sampaikan
semua pesan itu kepada Petrus dan teman-temannya. Sesudah itu Yesus sendiri dengan
perantaraan murid-muridNya memberitakan dari Timur ke Barat berita yang kudus dan tak
terbinasakan tentang keselamatan yang kekal itu.” Harap dicoret!

54
Bdk. Paralelnya dalam Mat 16:1-4, di mana Yesus masih memberikan suatu tanda, yaitu tanda nabi Yunus.
55
Lih. Misalnya C. Groenen, Sengsara Tuhan Kita Yesus Kristus (Ende: Nusa Indah, 1983) 1.
66
BAB VIII
INJIL LUKAS

A. Pengarang
Sejak abad kedua, Injil ketiga ini disebut “Injil Menurut Lukas”. Namun, dalam injil ini
tidak ada petunjuk apa pun mengenai siapa sebenarnya Lukas ini. Apakah Lukas penulis injil ini
sama dengan Lukas yang muncul tiga kali dalam surat-surat Paulus. Dalam Kol 4:14 Paulus
menyampaikan salam dari tabib Lukas kepada jemaat Kolose; dalam 2 Tim 4:11 Paulus menulis,
“Hanya Lukas yang tinggal dengan aku”, dan dalam Flm 1:24 Lukas disebut mitra kerja Paulus.
Memang tidak ada bukti yang menyatakan bahwa penginjil Lukas sama dengan Lukas yang
disebut dalam surat-surat Paulus, namun di lain sisi tidak ada juga alasan yang kuat untuk
mengatakan sebaliknya. Maka dapat kita terima pandangan tradisional (misalnya Ireneus dan
Kanon Muratori56) yang menyatakan bahwa tabib Lukas (Kol 4:14), teman sekerja dan teman
perjalanan Paulus, adalah penulis injil ketiga ini. Jika dernikian halnya, maka bisa dipahami
mengapa injil sering menggambarkan secara lebih mendetil keadaan seorang yang sedang sakit:
 Luk 4:38 “ibu mertua Simon demam keras” (bdk. Mat 8:14 “... sakit demam”)
 Luk 5:12-16 “... penuh kusta” (sedang Mat 8:2 dan Mrk 1:40 “... sakit kusta”)
 Luk 6:6 “... mati tangan kanannya” (sedang Mat 12:9 dan Mrk 3:3 hanya menyebut “mati
sebelah tangannya”).
Memang “diagnose” penyakit yang cukup mendetil semacam itu tidak membuktikan bahwa
penulis injil ketiga adalah seorang tabib, sebab seorang yang bukan tabib pun bisa memberikan
gambaran yang semacam itu yang tidak membutuhkan keahlian medis. Akan tetapi diagnosa yang
cukup mendetil itu bisa meneguhkan fakta bahwa penulis injil ketiga adalah seorang tabib.
Perlu juga diketahui bahwa hampir semua ahli berpendapat bahwa Lukas yang sama
adalah juga penulis Kisah Para Rasul.57 Jika hal ini benar, maka penginjil Lukas rupanya ada
bersama dengan Paulus di kota Roma (bdk. Kis 28:16 yang berbunyi demikian, “Setelah kami ti-

56
J. A. Fitzmyer, The Gospel According to Luke I-IX. A New Translation with Introduction and Commentary,
(New York, NY, : Doubleday & Co.Inc., 1983) 37
57
Hal ini akan kita bicarakan pada waktu kita membahas Kisah Para Rasul.
67
ba di Roma, Paulus diperbolehkan tinggal dalam rumah sendiri bersama-sama seorang prajurit
yang mengawalnya” – diandaikan bahwa “kami” menyatakan bahwa Lukas ikut dalam perjalanan
tersebut).
Lukas adalah seorang bukan Yahudi, sebab Lukas tidak termasuk dalam daftar mitra kerja
Paulus yang bersunat (Kol 4:11). Dia berasal dari Antiokhia, di Siria. Dia seorang terpelajar,
Bahasa Yunaninya bermutu tinggi kecuali apabila dia ingin menghormati sumber yang dipakainya
dalam menyusun injilnya ini, dengan kata lain, apabila ia tidak mau terlalu banyak menyadur
sumber asli yang dipakai. Dia mengenal sastra Yunani dengan baik. Hal ini tampak, antara lain,
dari fakta literer berikut ini:
1) Hanya Lukas di antara para penginjil yang membuat suatu kata pengantar untuk injilnya
(1:1-4), sesuai dengan kaidah penulisan buku di kalangan orang Yunani.
2) Lukas suka meniru tulisan orang lain yang sudah terkenal (dalam hal ini Perjanjian Lama
dalam bahasa Yunani atau Septuaginta), suatu hal yang biasa dilakukan oleh sastrawan
Yunani pada zamannya. Contoh: kisah pembangkitan anak janda di Nain (Luk 7:l 1-17)
banyak mencontoh kisah pembangkitan anak janda Sarfat (1 Raj 17: 17-24), baik dalam
kosa kata dan unsur-unsurnya maupun dalam susunan kisahnya.

Perlu juga kita ketahui bahwa Lukas adalah seorang sejarawan dan teolog sejarah
keselamatan. Lukas itu seorang sejarawan sejauh dia “menyelidiki segala peristiwa itu dengan
seksama dari asal mulanya ... untuk membukukannya dengan teratur bagimu” (Luk 1:3). Dia tidak
hanya merangkai peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain begitu saja melainkan
menyajikan semuanya itu sebagai satu sejarah keselamatan. Menurut H. Conzelmann, dalam
bukunya The Theology of St. Luke, sejarah keselamatan menurut Lukas terdiri atas 3 tahapan: (1)
Tahapan pertama, masa Israel (dari awal mula penciptaan hingga Yohanes Pembaptis) (2) Tahapan
kedua, masa Yesus Kristus (dari awal pelayanan-Nya hingga kenaikan-Nya); dan Tahapan ketiga
(Masa Gereja Yesus Kristus). Sesungguhnya, Injil Lukas dan Kisah Para Rasul mau mewartakan
sejarah keselamatan yang dikerjakan Allah dari dahulu, sekarang dan yang akan datang
(eskatologi). Peristiwa Yesus Kristus berkaitan erat dengan Perjanjian Lama. Dengan kata lain,
agama Kristen mempunyai akarnya pada agama Israel =PL). Hal ini sangat jelas diwartakan dalam
Injil Lukas dan Kisah Para Rasul. Mungkin salah satu tujuan, Injil Lukas ialah untuk mewartakan
kepada orang bukan-Yahudi bahwa agama Yesus Kristus itu agama yang sah, seperti juga agama
Israel.
68
Dari uraian singkat di atas menjadi jelas bahwa Lukas patut disebut sejarawan sekaligus
teolog sejarah keselamatan.

B. Tahun penulisan
Seperti halnya dengan tulisan-tulisan lain, sulit bagi kita untuk bisa memastikan kapan In-
jil Lukas ditulis. Ada yang berpendapat bahwa Injil Lukas ditulis sekitar 60-62 M. Pendapat ini
berdasarkan keyakinan bahwa Injil Lukas ditulis sebelum Kisah Para Rasul, bukunya yang kedua.
Padahal buku yang kedua ini tentunya sudah selesai ditulis sebelum 63 M, yaitu akhir dari masa
tahanan Paulus yang pertama di kota Roma (61-63 M). Mengapa demikian? Karena Kisah Para
Rasul berakhir begitu saja dengan berita mengenai penahanan Paulus di Roma (Kis 28:30), tanpa
memberitahu para pembaca bagaimana akhir dari proses pengadilan tersebut.58
Namun, makin banyak ahli dewasa ini menolak teori di atas. Kisah Para Rasul tidak perlu
ditulis sebelum tahun 63 M hanya karena tidak adanya berita tentang hasil akhir dari pengadilan
Paulus di Roma (Kis 28:30). Kalau Lukas tidak menyebutkan hasilnya, itu tidak perlu berarti dia
belum mengetahui hasilnya, dan Kisah Para Rasul selesai ditulis sebelum tahun itu. Mungkin
Lukas tahu hasil keputusan pengadilan Paulus, namun diatidak menganggap hal itu penting untuk
diberitakan. Bagi dia, tujuan penulisannya sudah tercapai dengan menunjukkan bagaimana Paulus
tiba di Roma dan bisa mewartakan Injil di kota tersebut, yang bisa dianggap sebagai ujung dunia.
Dengan demikian, pesan Yesus Kristus sudah terpenuhi (Kis 1:8, “Tetapi kamu akan menerima
kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan
di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi”).
Banyak ahli berpendapat bahwa Injil Lukas ditulis sekitar tahun 80-90 dengan
pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
1) Luk 1:2 menyatakan, “Banyak orang telah berusaha menyusun suatu berita tentang
peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di antara kita.” Untuk itu perlu rentang waktu yang
cukup antara wafat dan kebangkitan Yesus dan penulisan berita-berita tersebut.
2) Jika orang menerima teori bahwa Iniil Lukas memakai Injil Markus sebagai salah satu
sumbernya, maka injil ini tentunya ditulis beberapa waktu setelah Injil Markus selesai
ditulis (sekitar tahun 65 - 70 M).

58
Lih. I. Suharyo, I., Pengantar Injil Sinoptik (Yogyakarta: Kanisius, 1993) 112.
69
3) Injil Lukas memberi kesan bahwa pada waktu penulisannya kota Yerusalem sudah hancur
(bdk. Luk 19:43; 21:20.24). Argumen yang sama kita pakai untuk menentukan tahun
penulisan Injil Matius.
4) Dalam Injil Lukas tidak ada lagi kesan bahwa jemaat sedang tegang menantikan
kedatangan Yesus yang kedua (=parousia). Mereka yakin, Yesus akan datang kembali
tetapi tidak dalam waktu yang terlalu dekat. Maka dari itu, doa Bapa Kami versi Lukas
berbunyi, “Berilah kami setiap hari makanan kami yang secukupnya” (11:3; bdk. Mat 6:11
yang berbunyi “pada hari ini makanan kami yang secukupnya”). Dalam Luk 9:23 Yesus
memberikan nasihat demikian kepada para pengikut-Nya, “Setiap orang yang mau
mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul setiap hari dan mengikut Aku.”

C. Tempat penulisan
Tidak ada data dalam Injil Lukas yang dapat dipakai untuk menentukan di mana tepatnya
injil ketiga ini ditulis. Paling banyak bisa dikatakan bahwa injil ini ditulis di luar Palestina oleh
seorang yang tidak begitu mengenal tanah suci Palestina sehingga injil ini tidak menyebut secara
mendetil tempat-tempat di Palestina. Menurut suatu dokumen kuno (dari abad kedua M, yakni
Prolog untuk Injil ini), tempat penulisannya adalah Akhaya.59 Namun ada juga ahli yang menduga
kota Roma sebagai tempat penulisannya, tempat Lukas menemani Paulus dan berjumpa dengan
Injil Markus.

59
J.A. Fitzmyer, Op.cit., hlm. 38: “Likewise coming from the end of the second century A.D. is an ancient
extratextual Prologue to the Gospel (SQE, 533), which runs as follows: ‘Luke was a Syrian of Antioch, by profession
a physician, the disciple of the apostles, and later a follower (parakolouthēsas) of Paul until his martyrdom. He served
the Lord without distraction, without a wife, and without children. He died at the age of eighty-four in Boeotia, full of
the Holy Spirit ... Though gospels were already in existence, that according to Matthew, composed in Judea, and that
according to Mark in Italy, he was prompted by the Holy Spirit and composed this gospel entirely in the regions about
Achaia.”
70
D. Jemaat yang dituju
Secara eksplisit injil ini ditujukan kepada Teofilus seorang tokoh yang mungkin menjadi
“sponsor” untuk penyusunan tulisan ini. Akan tetapi Injil Lukas tentunya ditujukan juga kepada
suatu jemaat kristen yang bukan-Yahudi. Hal-hal berikut ini menunjukkan hal tersebut:
1) tidak ditemukan kata-kata Ibrani atau Aram di dalamnya, kecuali kata “amen”
pada 4:24; 12:37 dan lain-lain (yang dalam TB-LAI diterjemahkan dengan
“sesungguhnya”).
2) hal-hal yang terlalu khas untuk orang Yahudi dihilangkan, misalnya soal-soal
sekitar Hukum Taurat.
3) Hal-hal yang terlalu sensitif bagi orang bukan-Yahudi dihilangkan.60

Mengingat perhatian besar yang diberikan Injil Lukas kepada orang-orang bukan-Yahudi (bdk.
4:25-27; 7:1-10; 9:54-56; 10:24-37; 11:29-32; 17:11-19; 20:9-19), ada ahli yang menyebut injil
ini sebagai Injil orang bukan-Yahudi atau Injil kaum kafir (Gospel of the Gentiles).
Rupanya jemaat ini sedang mengalami banyak penderitaan dan pengejaran. Hal itu dapat
disimpulkan dari Luk 6:22-23; 12:11-12 dan 21:12-19. Karena mengalami pengejaran bisa jadi
iman mereka mulai goyah. Mungkin untuk meneguhkan iman mereka Lukas memasukkan dalam
injilnya pertanyaan Yesus ini, “Akan tetapi jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati
iman di bumi?”(18:8).61

E. Tujuan Injil Lukas ditulis


Lukas sendiri menyatakan tujuan penulisan injilnya, yakni “supaya engkau dapat
mengetahui, bahwa segala sesuatu yang diajarkan kepadamu sungguh benar”. Akan tetapi, seperti
nyata dari keterangan tentang jemaat yang dituju, injil ini pasti memiliki tujuan lain, seperti
misalnya: meneguhkan iman jemaat yang sedang dianiya atau dicurigai sebagai penganut agama
sesat, mewartakan Yesus Kristus sebagai bagian dari sejarah keselamatan (seperti sudah diuraikan
di atas), dan sebagainya.

60
Lih. Groenen, Op.cit., hlm. 122; C. Stuhlmueller, Op.cit., hlm. 6.
61
Groenen, Ibid., hlm. 123.
71
F. Garis besar susunan Injil Lukas
Sekitar 60% dari Injil Markus “diambil alih” oleh Injil Lukas; sepertiga dari Injil Lukas
berasal dari Injil Markus. Selain mengambil bahan atau isinya dari Injil Markus, Lukas juga cukup
sering mengikuti susunan Injil Markus, terutama pada bagian-bagian yang berikut ini:62

Luk 4:31 - 6:19 ............... Mrk 1:21 - 3:12


Luk 8:4 - 9:50 ............... Mrk 4:1 - 9:41
Luk 18:15 - 21:38 ............... Mrk 10:13 - 13:37

Meskipun Lukas berusaha untuk setia pada sumber yang dia pakai, pengamatan yang teliti
yang dilakukan oleh para ahli menunjukkan bahwa Lukas ternyata merasa bebas juga untuk:
1) sedikit memperbaiki bahasa surnber yang dipakainya
2) untuk mengubah susunan yang ada dalam Injil Markus demi kejelasan atau demi
menunjang tujuan teologis Lukas sendiri
3) untuk tidak memuat apa yang ada dalam Injil Markus. Patut dicatat bahwa pada bagian
Luk 8:4 - 9:50, penginjil Lukas melompati atau tidak memasukkan ke dalam injilnya Mrk
6:45-8:26. Inilah yang disebut pelompatan besar (great omission). Sebaliknya, Lukas tidak
segan-segan memasukkan bahan khusus yang tidak terdapat pada Injil Markus. Bagian
khusus itu yang merupakan tambahan besar terdapat pada Luk 9:51 - 18:14, yang berupa
perjalanan Yesus ke kota suci Yerusalem. Berkali-kali para pembaca diingatkan bahwa
Yesus sedang menuju Yerusalem (9:51: 13:22: 17:11).

Adapun susunan Injil Lukas adalah sebagai berikut:63

Prolog 1:1-4
I Kelahiran dan masa kanak-kanak Yohanes Pembaptis dan Yesus 1:5-2:52

62
C. Stuhlmueller, The Gospel of Saint Luke (New Testament Reading Guide 3; Collegeville, Minneesota,The
Liturgical Press, 1964) 6.
63
Disarikan dari Robert H. Gundry, A Survey of the New Testament (Grand Rapids: Zondervan Publishing House,
1994) 210-11.
72
II Awal Pelayanan Yesus 3:1-4:13
III Pelayanan di Galilea 4:14-9:50
IV Perjalanan terakhir ke Yerusalem 9:51-19:27
V Pekan Kesengsaraan, Wafat, Kebangkitan, Pelayanan sesudah
Kebangkitan dan Kenaikan Yesus di Yerusalem dan sekitarnya 19:28-24:53

Patut dicatat bahwa Luk 4:14-44 dapat dipandang sebagai pengantar untuk seluruh Injil
Lukas. Alasannya adalah karena dalam perikop ini terkandung tema-tema besar Injil Lukas
sebagaimana tampak dari skema perbandingan yang tidak lengkap ini:

Tema Luk 4:14-44 Bagian lain dari Injil Lukas


Roh Kudus menaungi Yesus 4:18 3:22; 4:1.14; 10:21
Injil diwartakan khususnya kepada 4:18-20 6:20; mukjizat-mukjizat yang dibuat
orang miskin dan malang Yesus untuk orang kecil/malang
Yesus ditolak oleh bangsa Yahudi 4:22-30 6:11; 23:18; dll.
Elia dan Elisa adalah model untuk 4:25-26 Banyak kisah dan kosa kata dalam Injil
pelayanan Yesus Lukas mengingatkan kita pada kisah
Elia dan Elisa: 7:1-17; 8:40-42. 49-56;
9:8; 9:10-17; 9:54; dll.
Sabat dan sinagoga sebagai waktu 4:16 4:31.44; 6:6; 13:10 dsb.
dan tempat Yesus mewartakan Injil

G. Beberapa tema teologis yang penting


Berdasarkan seringnya gagasan dan/atau kosa kata yang dipakai injil ini kita bisa
menyimpulkan tema-tema teologis yang penting bagi Lukas. Berikut ini kita lihat beberapa saja:

1) Injil Roh Kudus


Setiap orang yang membaca Injil Lukas dengan cukup teliti pasti dapat merasakan betapa
seringnya Roh Kudus muncul dalam injil ini (dan dalam Kisah Para Rasul). Selain menaungi

73
Yesus sendiri (3:22; 4:1.14; 10:21), Roh Kudus, memenuhi Yohanes Pembaptis (1:15), Maria
(1:35), Elisabet (1:41), Zakharia (1:67), Simeon (2:25-27). Roh itu dijanjikan akan turun atas
murid-murid Yesus juga (12:12; 24:49 di mana Roh Kudus disebut “kekuasaan dari tempat
tinggi.” Bahkan Roh Kudus akan diberikan kepada semua orang yang meminta kepada-Nya
(11:13). Yesus akan membaptis orang dengan Roh Kudus dan api (3:16).

2) Keselamatan universal
Yesus memang datang untuk menyelamatkan orang yang hilang (19:10), bukan hanya
orang Israel saja melainkan juga semua orang/bangsa. Itulah yang disebut keselamatan universal.
Dalam Injil Lukas hal ini tampak antara lain dari ayat-ayat yang sudah dikutip sehubungan dengan
jemaat yang dituju injil ini. Selain itu, patut dicatat hal-hal berikut ini:
a) silsilah Yesus menurut versi Lukas (3:23-38) ditelusuri sampai kepada Adam (bdk. Mat 1:1-17
yang menelusurinya sampai Abraham saja).
b) menurut Luk 2:14 damai sejahtera ditawarkan kepada semua manusia di atas bumi
c) kedatangan Yesus diwartakan oleh Simeon sebagai “terang bagi bangsa-bangsa lain” (2:32)

3) Injil kaum kecil dan tersingkir


Dibandingkan dengan injil lain, jelas Injil Lukas member perhatian yang lebih besar kepada
kaum kecil dan tersingkir (= kaum marjinal). Mereka itu adalah kaum perempuan, baik yang masih
bersuami ataupun yang sudah janda (janda Nain [7: 11-17]; perempuan yang bertobat [7:36-50],
Marta and Maria [10:38-42]), para gembala (2:8-20), orang-orang berdosa, dan sebagainya. Ayat-
ayat yang menunjukkan perhatian Yesus kepada golongan kecil dan berdosa ini tersebar dalam
selunih Injil Lukas.

4) Injil Pertobatan
Injil Lukas menampilkan Tuhan Allah sebagai yang maharahim yang siap mengampuni
orang yang berdosa. Hal ini paling jelas tampak dalam Perumpamaan Anak yang Hilang atau
mungkin lebih tepat disebut Perumpamaan Bapa Yang Maharahim (Luk 15:11ds). Akan tetapi,
lebih dari injil-injil lain, Injil Lukas juga menekankan pentingnya pertobatan dari pihak manusia
agar bisa memperoleh pengampunan dari Allah. Hal ini tampak antara lain dari fakta berikut ini:

74
1) Dalam Luk 15 ada tiga perumpamaan tentang pertobatan, sedangkan Matius hanya satu
perumpamaan (Mat 18:12-14).
2) Hanya Lukas yang mewartakan pesan Yesus ini, “dalam nama-Nya berita tentang
pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari
Yerusalem” (Luk 24:47).
3) Lukas merumuskan tujuan kedatangan Yesus sebagai berikut, “Aku datang bukan untuk
memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat” (5:32). Bdk. Mat
9:13 dan Mrk 3:17 yang berbunyi, “Aku datang bukan untuk memanggil orang benar,
melainkan orang berdosa” (tanpa ada kata “bertobat”).

5) Injil Doa
Dalam Injil Lukas Yesus digambarkan sebagai orang yang selalu berdoa, istimewanya
pada saat-saat penting dalam hidup-Nya (3:21; 5:16; 6:12; 9:18. 28-29; 10:21; 11:1; 22:39-46 dan
23:34.46). Oleh karena itu Yesus menghimbau agar para murid-Nya berdoa selalu dan tanpa
mudah putus asa (18:1-8; 11: 5-13). Yesus pun mengajarkan bagaimana harus berdoa (11:2-4, doa
Bapa Kami).

6) Injil Sukacita/Kabar Gembira

75
BAB IX
INJIL YOHANES
A. Injil yang mendalam
Injil Yohanes yang sering disebut juga Injil Keempat merupakan pewartaan yang matang dan
mendalam tentang Yesus, yang Mesias dan Putera Allah itu (20:31). Isinya mendalam sehingga tidak
jarang sulit untuk dipahami. Oleh Gereja Yunani sejak abad ke IV, ia diberi gelar “Sang Teolog”
yakni pemikir ulung tentang hal-hal ilahi. Namun, sesuai dengan paham “teolog” di kalangan Gereja
Timur, pengarang Injil Yohanes ini tidak hanya merenungkan hal-hal ilahi tetapi juga mengalami apa
yang direnungkannya (Yoh 1:14; bdk juga 1 Yoh 1:1-4).
Salah satu ciri penting dari injil ini adalah simbolisme, yakni pemakaian simbol-simbol. Yang
dimaksud dengan simbol adalah sesuatu (entah itu benda entah itu peristiwa) yang menandakan atau
menunjuk pada hal lain. Misalnya, air yang berubah menjadi anggur melambangkan Peralihan
Perjanjian Lama ke Perjanjian Baru (2:1-12); bait Allah yang adalah tempat pertemuan antara Allah
dan umat-Nya dikemukan sebagai simbol untuk Tubuh Yesus yang juga merupakan tempat
pertemuan antara manusia dengan Allah (2:21). Jadi, di dalam membaca Injil Yohanes
kita perlu waspada terhadap arti simbolisnya. Dengan kata lain, kita perlu bertanya apakah suatu
perikop yang sedang kita baca mempunyai arti yang lebih mendalam dari apa yang tertulis.
Injil Yohanes banyak berbeda dengan injil-injil sinoptik, injil Yohanes masih dapat kita
anggap termasuk jenis “injil” karena dua alasan ini:
1) dalam arti kata yang sebenarnya “injil” adalah kabar gembira tentang keselamatan yang datang
melalui Yesus Kristus, bukan pertama-tama catatan sejarah tentang karya dan kata kata-Nya
belaka. Dalam arti ini, injil Yohanes malah merupakan injil yang paling matang.64
2) seperti injil-injil sinoptik, injil Yohanes mewartakan juga kebenaran-kebenaran teologis
tentang Yesus Kristus dalam kerangka sejarah; adapun kerangka sejarahnya secara garis besar
sama dengan pada injil-injil sinoptik, yakni: dari pembaptisan Yesus (Yoh 1:32dst) sampai
dengan kebangkitan-Nya (Yoh 20).
B. Siapa pengarangnya?
Sebelum menjawab pertanyaan di atas, perlu dijelaskan istilah pengarang dan penulis. Dalam
pengertian alkitabiah, istilah “pengarang” mempunyai arti sangat luas. Seseorang yang dianggap
bertanggung jawab atau yang memberi ilham atau yang menjadi sumber penulisan suatu buku, dapat

64
The Gospel According to St John (trs. K. Smith; London: Burns & Oates - New York: Herder and Herder, 1968,
1:12.
76
disebut pengarang. Tidak perlu dia itu penulis, artinya orang yang mengangkat pena lalu duduk untuk
menulis. Singkat kata, seorang pengarang (Inggrisnya: author) belum tentu seorang penulis
(Inggrisnya: writer)! Seorang pengarang cukup bertanggung jawab atas isi pokok atau ide-ide dasar
dari suatu karya tertulis, sedang pengolahan dan penulisannya bisa dikerjakan oleh orang lain.
Contoh: surat Paulus kepada jemaat di Roma ditulis oleh Tertius (Rm 16:22), tetapi karena isi pokok
surat itu berasal dari Paulus, maka pengarangnya tetap Paulus.
Tradisi Gereja menganggap Yohanes rasul, anak Zebedeus, sebagai pengarang injil keempat.
Dan banyak ekseget modern menerima tradisi tersebut (a.l. R.E. Brown, R. Schnackenburg yang pada
dasarnya mengikuti pendapat F.-M. Braun); akan tetapi pengertian “pengarang” harus kita ambil da-
lam arti luas seperti yang sudah diterangkan di atas. Schnackenburg65 misalnya, membedakan otoritas
yang menginterpretasikan peristiwa Yesus (rasul Yohanes) di satu sisi dan di sisi lain penginjil yang
merumuskan kesaksian rasul itu atau, lebih baik lagi, sekelompok murid Yohanes yang bisa kita sebut
“lingkaran Yohanes” yang bertanggungjawab juga atas penyusunan surat-surat Yohanes.
Ada dua petunjuk intern (=petunjuk dari injil itu sendiri) dan petunjuk ekstern (=petunjuk dari
luar injil) untuk menentukan siapa pengarangnya:
a) petunjuk intern:
Dari Yoh 19:35 dan 21:24 bisa disimpulkan bahwa injil ini ditulis oleh orang yang secara
pribadi mengalami dari dekat kehidupan Yesus Kristus. Dia itu murid yang dikasihi Yesus.
Jadi menurut kesaksian injil Yohanes sendiri, pengarang injil ini adalah murid yang dikasihi
Yesus. Namun muncul persoalan lagi: siapakah dia itu? Penyelidikan istilah “murid yang dikasihi”
dalam Injil Yohanes memberi kita petunjuk berikut ini:
1) Istilah “murid yang dikasihi” muncul pada Yoh 13:23-26; 19:25-27; 20:2-10; 21:7; 21:20-23
dan 21:24.
2) Pada 20:2 murid yang dikasihi itu disamakan dengan “murid yang lain”
3) Murid yang dikasihi itu (13:23-26; 20:2-10; 21:7; 21:20-23) atau “murid yang lain” itu
(18:15) disebut bersama dengan Petrus.
Dari data di atas bisa kita simpulkan, murid yang dikasih Yesus itu sering bersama dengan
Petrus! Sedangkan menurut Kisah Para Rasul, yang sering disebut bersama dengan rasul Petrus
hanyalah rasul Yohanes (Kis 3:1.11: 4:1; 8:14). Maka mungkin sekali “murid yang dikasihi” yang
menjadi pengarang Injil Yohanes adalah rasul Yohanes.

65
St. John 1:102-3.
77
Ada satu dua pemikiran yang dapat mendukung pendapat di atas bisa:
1. Narna “Yohanes” (Ibraninya: Iochanan atau Iechochanan) berarti: Yahweh berbelaskasih atau
Yahweh penyayang; ini sesuai dengan sebutan “murid yang dikasihi”.
2. Murid yang dikasihi Yesus itu bersandar pada dada Yesus pada Perjamuan Terakhir (21:20);
jadi tentunya dia itu salah seorang dari antara para murid Yesus yang paling dekat, yakni 12
rasul (dari Mat 25:20; Mrk 14:17; Luk 22:14 tampak bahwa yang hadir pada perjamuan
terakhir adalah Yesus dan kedua belas rasul-Nya saja). Dari antara 12 rasul, ada 3 orang yang
lebih dekat, yakni Petrus, Yakobus dan Yohanes. Murid yang dikasihi tidak mungkin Petrus,
sebab namanya sudah disebut secara eksplisit. Sedangkan Yakobus, saudara Yohanes, sudah
mati sebagai martir tahun 44 M. Jadi kemungkinan besar Yohanes rasullah murid yang
dikasihi itu.
Mernang beberapa keberatan diajukan oleh para ahli terhadap pandangan di atas. Misalnya:
bagaimana mungkin seorang nelayan dari Galilea yang tak terpelajar itu (bdk Kis 4:13) bisa menulis
suatu injil yang mempunyai perhatian besar terhadap Yerusalem dan ibadah-ibadah Yahudi;
bagaimana mungkin anak seorang nelayan mengenal Imam Besar di Yerusalem dan sebagainya.
Akan kita lihat pada waktunya bahwa keberatan-keberatan tersebut tidak terlalu kuat dasarnya.
b) petunjuk ekstern:
Cukuplah kita ketahui bahwa ada dokumen-dokumen kuno yang mengatakan bahwa Yohanes
rasul adalah pengarang injil keempat. Misalnya, Iræneus mengatakan bahwa sesudah injil-injil lain
ditulis, Yohanes, murid Tuhan yang bersandar pada dada Tuhan (bdk Yoh 13:23; 20:20)
menerbitkan Injilnya di Efesus. Lalu, sebuah dokumen kuno (kira-kira dari tahun 200 M), bernama
Fragmen Muratorian mengatakan: “Injil keempat ditulis oleh murid Tuhan yang bernama Yohanes.”

C. Kapan injil ini ditulis?


Seperti sudah disebut di atas, Injil Yohanes ini ditulis sekitar tahun 90-100. Adapun alasannya
antara lain:66
1) Di Mesir diketemukan fragmen-fragmen Injil Yohanes yang menurut para ahli purbakala berasal
dari tahun 135-150, atau mungkin juga lebih awal lagi, yakni dari awal abad II seperti yang diusulkan
K. Aland. Jadi, Injil Yohanes pasti sudah ditulis beberapa puluh tahun sebelumnya sehingga ada
cukup waktu untuk penyebaran injil itu dari tempat penyusunannya sampai ke Mesir.

66
Ibid., hal. LXXXII-LXXXIII; Sanders - Mastin, St. John, 32-33.
78
2) Dalam tulisan-tulisan Ignatius dari Antiokhia (kurang lebih tahun 110) ada kalimat-kalimat
yang rupanya diambil dari injil Yohanes.
Semuanya ini mengandaikan bahwa Injil Yohanes sendiri sudah ditulis sebelum tahuntahun di
atas. Mungkin antara 90-100 M. Batas paling awal diletakkan pada tahun 90-an, sebab dalam injil
Yohanes gagasan “pengucilan orang Yahudi dari bait Allah” memainkan peranan
penting (bdk Yoh 9:22.34 - orang buta yang dikucil). Hal ini mencerminkan situasi sesudah tahun 80-
90-an, yakni setelah orang-orang Yahudi menyisipkan “kutukan dan pengucilan” bagi orangorang
Yahudi-Kristen (=nasrani) ke dalam 18 berkat yang diucapkan orang-orang Yahudi di sinagoga,
sekitar tahun 85 M.

D. Tujuan penulisan Injil Yohanes


Tujuan penulisan injil, seperti yang dikemukakan dalam injil Yohanes sendiri, bisa dilihat
pada Yoh 20:30-31. Di sana dikemukakan dua tujuannya: a) supaya kita percaya kepada Yesus
Kristus dan b) supaya dengan percaya kepadaNya kita memperoleh kehidupan. Kata “hidup” sering
dipakai dalam Injil Yohanes. Yesus memang datang sebagai Pemberi hidup kekal kepada manusia
(lih. Yoh 3:16-17). Ia berjanji memberikan kehidupan kepada kita, dan memberikannya secara
berlimpah (Yoh 10:10). Untuk itu orang perlu percaya kepadaNya. Oleh karena seringnya ide
kehidupan ini dipakai, maka injil ini patut disebut “Injil kehidupan”! Jadi tujuan utama penulisan Injil
Yohanes pada akhirnya sama dengan tujuan kedatangan Yesus ke dunia, yakni supaya orang percaya
kepada Yesus Kristus dan karenanya memperoleh hidup kekal. Tujuan ini
bisa ditafsirkan sebagai pengukuhan iman para pengikut Kristus dan sekaligus ajakan kepada
orang yang belum percaya supaya percaya kepada Yesus Kristus, pemberi Kehidupan ilahi itu.
Di samping tujuan utama di atas, mungkin sekali ada pula tujuan-tujuan lain yang dalam arti
tertentu bersifat sampingan, antara lain:
a) untuk melawan para pengikut Yohanes Pembaptis yang memandang guru mereka sebagai
Mesias; namun tidak ada kepastian apakah paham penganut Yohanes Pembaptis semacam itu
sudah ada sejak abad pertama atau tidak.
b) untuk menyemangati orang-orang Kristen-Yahudi yang sudah dikucil oleh saudara
sebangsanya. Injil Yohanes seakan-akan mau mengatakan bahwa mereka tidak perlu bersedih
hati karena sudah dikucilkan dari saudara-saudara sebangsanya yang memang tegar hati itu.
Menurut banyak ekseget, Injil Yohanes bernada anti-Yahudi sebab mereka tidak mau
menerima Yesus sebagai Mesias. Jadi ada tujuan apologetis dan polemik juga.
79
E. Struktur Injil Yohanes
Rupanya penginjil Yohanes sendiri menyarankan bahwa secara garis besar injilnya itu terdiri
atas empat bagian, yakni:67
1) Prolog (1:1-18): madah tentang Sang Sabda yang berfungsi sebagai pengantar seluruh injil.
2) Buku Tanda-tanda (1:19-12:50): bagian yang berbicara tentang tanda-tanda (=mukjijat-
mukjijat) yang dibuat Yesus berikut khotbah-khotbah yang dimaksudkan untuk menerangkan
arti tanda-tanda tersebut.
3) Buku Kemuliaan (13:1-20:31): bagian yang berbicara mengenai tibanya “saat” Yesus yang
meliputi wafat dan kebangkitan-Nya.
4) Epilog (21:1-25): kisah-kisah penampakan yang ditambahkan.
Pembagian di atas disarankan baik oleh kekhasan tema utama yang mewarnai tiap bagian maupun
oleh hal-hal berikut ini:
- Prolog (1:1-18) mempunyai ciri puitis yang jelas membedakannya dari sisa injil Yohanes.
Menarik untuk dicatat bahwa menurut banyak penafsir, ayat 11-12 dari prolog Yoh
mengisyaratkan pembagian Yoh menjadi dua bagian utama yakni buku Tanda-tanda dan buku
Kemuliaan. Yoh 1:11 (“Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang
kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya”) merupakan ringkasan dari buku Tanda-tanda yang
diwarnai oleh penolakan orang Yahudi terhadap pewartaan Yesus; sedang 1:12 (“Tetapi
semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu
mereka yang percaya dalam nama-Nya”) meringkas buku Kemuliaan yang diwarnai oleh
persekutuan Yesus dengan orang-orang yang dekat pada-Nya.
- 12:44-50 (tentang dua sikap manusia terhadap Yesus) menunjukkan secara ringkas bagaimana
sikap manusia terhadap pewartaan Yesus pada 1:19 - 12:43 yang memang ditandai dengan
dua macam tanggapan: di satu sisi penerimaan/kepercayaan dan di sisi lain
penolakan/ketidakpercayaan
- 13:1 jelas mengantar para pembaca masuk ke suatu babak baru dalam kehidupan Yesus, yakni
awal dari “saat-Nya” yang adalah saat kemuliaan-Nya (bdk 12:23; 17:1); namun kemuliaan itu
diawali atau mungkin lebih baik jika dikatakan tumpang-tindih dengan kesengaraan-Nya.
Pada bagian yang mendahului 13:1 dikatakan bahwa “saat-Nya” itu belum tiba (2:4; 7:30;
8:20); lalu mulai bab 12 Yesus memberi isyarat bahwa saat-Nya itu sudah tiba, “Telah tiba
saatnya Anak Manusia dirnuliakan” (12:23)

67
Lih. Browm, John I-XII, hal. CXXXVIII; bdk Dodd, Interpretation, hal. 379.
80
F. Beberapa gagasan utama Injil Yohanes
1. Mengandung banyak ajaran Yesus yang panjang lebar. Kata kerja Yunani lalein (=berkata)
amat sering dipakai untuk Yesus. Jadi Yesus memang ditampilkan sebagai “orang yang
berkata” sebagai pewahyu sabda Bapa, bahkan sebagai Sabda yang menjadi manusia (Yoh
1:14). Erat kaitannya dengan gagasan Yesus sebagai pembawa Wahyu Allah, Injil Yohanes
mewartakan Yesus sebagai Guru yang hampir selalu dikelilingi oleh para murid-Nya. Ketika
Hanas menginterogasi Yesus, yang dia tanyakan bukanlah asal-usul-Nya, mukjizat-mukjizat
yang pernah dibuat-Nya melainkan justru mengenai murid-murid dan ajaran-Nya (18:19).
Dalam konteks ini, patut juga dikemukan bahwa dalam Injil Yohanes, Yesus juga mewartakan
siapa diri-Nya, apa misi-Nya dan sebagainya. Ada banyak pernyataan Yesus tentang diri-Nya.
Namun, perlu diketahui bahwa Yesus mengucapkan tujuh pernyataan penting mengenai diri-
Nya (atau lebih tepat lagi: mengenai makna diri-Nya bagi manusia):
(1) “Akulah roti hidup” (6:35)
(2) “Akulah terang dunia” (8:12)
(3) “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya Akulah pintu ke domba-domba itu” (10:7)
(4) “Akulah gembala yang baik” (10:14)
(5) “Akulah kebangkitan dan hidup” (11:25)
(6) “Akulah jalan dan kebenaran dan hidup” (14:6)
(7) “Akulah pokok anggur yang benar” (15:1)
2. Dalam Injil Yohanes Yesus tampil sebagai Anak Manusia. Menurut banyak ahli, gelar ini
terinspirasi pada penglihatan yang dilihat Daniel. Dalam Dan 7:13-14 dilukiskan penampakan
ini, “Aku terus melihat dalam penglihatan malam itu, tampak datang dengan awan-awan dari
langit seorang seperti anak manusia; datanglah ia kepada Yang Lanjut Usianya itu, dan ia
dibawa ke hadapan-Nya. Lalu diberikan kepadanya kekuasaan dan kemuliaan dan kekuasaan
sebagai raja, maka orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa mengabdi
kepadanya. Kekuasaannya ialah kekuasaan yang kekal, yang tidak akan lenyap, dan
kerajaannya ialah kerajaan yang tidak akan musnah.” Jadi, anak manusia itu tokoh misterius
yang diutus Allah dari atas untuk melaksanakan tugas penting, yakni meraja atas dunia. Seperti
dalam injil-injil sinoptik, juga dalam Injil Yohanes gelar Anak Manusia dikenakan pada Yesus
dengan konteks yang berbeda-beda tetapi yang berkaitan satu sama lain. Dalam Injil Yohanes,
Anak Manusia dikenakan pada Yesus sejauh Dia itu Anak Allah yang telah turun dari surga ke
atas dunia (3:13; 6:62). Dalam Yoh 1:51 dikatakan bahwa para malaikat akan turun naik ke
81
atas Anak Manusia; artinya, Anak Manusia benar-benar mampu menjadi tempat pertemuan
antara surga dan bumi. Selanjutnya, karena hanya Dia saja yang “pernah” ada di surga, maka
hanya Dialah yang dapat menyampaikan sabda Allah secara benar kepada manusia, “Apabila
kamu telah meninggikan Anak Manusia, barulah kamu tahu, bahwa Akulah Dia, dan bahwa
Aku tidak berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri, tetapi Aku berbicara tentang hal-hal,
sebagaimana diajarkan Bapa kepada-Ku” (8:28). Di samping itu, Anak Manusialah yang
mampu memberi hidup kekal atau hidup ilahi kepada manusia (5:27 dll). Kepada-Nya orang
harus percaya (bdk. 9:35), sebab Dialah yang akan mengadili manusia (5:27). Seperti dalam
injil-injil sinoptik, demikian juga dalam Yoh 3:14 gelar Anak Manusia dikaitkan dengan Yesus
yang harus wafat di salib (3:14; 12:23), meskipun dalam peristiwa penyaliban itu penginjil
melihat kemuliaan-Nya juga.
3. Dalam Injil Yohanes, Yesus ditampilkan sebagai Musa baru. Sebagaimana lewat Musa Allah
memberi makan manna kepada bangsa Israel, begitu juga lewat Yesus Allah memberi makan
roti kepada banyak orang (Yoh 6:1-15); sisa roti yang dua belas bakul mengingat kita juga
pada dua belas suku Israel yang dikumpulkan Musa. Sebagaiman Musa menyendiri ke tempat
sunyi untuk berdoa bagi umat Israel (Kel 19-20), begitu juga Yesus menyendiri untuk berdoa
bagi umat-Nya (Yoh 17:9dst). Kemiripan-kemiripan ini tampak amat jelas kalau kita
membandingkan Kel 19-20 dalam saduran bahasa Aramnya (=Targum) dengan Yoh 17.
Sebagaimana Musa menyeberangkan umat Israel dengan selamat ke tepi Laut Merah, begitu
juga Yesus berjalan di atas air lalu menyeberangkan para murid dengan selamat ke tepi danau
(Yoh 6:16-21), jadi semacam eksodus baru. Akan tetapi, ada perbedaan besar juga antara Musa
dan Yesus. “Hukum Taurat diberikan oleh Musa, tetapi kasih karunia dan kebenaran datang
oleh Yesus Kristus” (1:17). Ayat ini bisa ditafsirkan sebagai berikut: hukum Taurat yang
diberikan Allah kepada Israel memang baik, akan tetapi ada suatu anugerah yang jauh lebih
baik, yakni kasih karunia dan kebenaran, diberikan Allah lewat Yesus. Kontras antara Musa
dan Yesus juga dikaitkan dengan pemberian roti. Dahulu bangsa Israel mendapat manna yang
mereka yakini turun dari langit dan diberikan oleh Musa (meskipun sebenarnya bukan Musa
yang memberikannya melainkan Allah, dan sebenarnya manna itu tidak sungguh-sungguh
turun dari surga). Manna itu tidak memberi hidup kekal kepada manusia yang menerimanya.
Akan tetapi, sekarang, Yesus adalah Roti yang benar-benar turun dari surga dan yang benar-
benar memberi hidup kekal kepada manusia (Yoh 6: 25-59).

82
4. Yesus adalah pembawa kehidupan ilahi/kekal kepada manusia. Tema “hidup kekal” atau
“hidup” (tanpa embel-embel “kekal”) sangat dominan dalam Injil Yohanes, sehingga injil ini
sering kali disebut “Injil Kehidupan”. Yesus datang supaya orang yang percaya kepada-Nya
beroleh hidup yang kekal (3:15), dan memperolehnya secara melimpah (10:10). Yesus sendiri
menyatakan diri demikian: “Akulah roti hidup” (6:35); “Akulah kebangkitan dan hidup”
(11:25).
5. Dalam Injil Yohanes Yesus lebih ditampilkan sebagai Anak Allah yang menjadi manusia.
Dalam seluruh Injil ini Yesus menyebut Allah sebagai Bapa (yang mengutus-Nya) dan diri-
Nya sebagai Anak. Misalnya dalam Yoh 5:23 Yesus berkata, “... supaya semua orang
menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa. Barangsiapa tidak menghormati
Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia”. Hubungan Yesus dengan Bapa-
Nya mewarnai seluruh hidup-Nya sehingga Ia lebih ditampilkan sebagai Pribadi yang
berwibawa dan berkuasa daripada sebagai manusia hina. Kisah sengsara menurut injil ini pun
lebih menampilkan keagungan-Nya daripada kesengsaraan dan kehinaan-Nya. Misalnya,
begitu mendengar jawaban Yesus, para serdadu yang hendak menangkap Dia, mundur dan
jatuh ke tanah (18:6).
6. Injil Yohanes paling jelas menampilkan Yesus sebagai Mesias (=Kristus). Hanya dalam Yoh,
Yesus (hampir) secara langsung memgaku diri Mesias, yakni dalam Yoh 4:25-26. Tema Kistus
memang sering muncul, lebih-lebih dalam perdebatan dengan orang-orang Yahudi (Yoh 7).

83
BAB X
KISAH PARA RASUL

A. Nama kitab
Nama buku ini dalam bahasa Yunaninya adalah prakseis apostoloon, yang secara hurufiah
berarti “perbuatan-perbuatan para rasul”. Nama ini sebenarnya kurang tepat, karena dua alasan
berikut ini:
1) buku ini tidak hanya memuat perbuatan para rasul, melainkan juga perbuatan para diakon,
Paulus, dan teman-temannya.
2) tujuan utama buku ini bukanlah menonjolkan tindakan-tindakan para rasul, melainkan
perkembangan Injil Yesus Kristus dari Yerusalem sampai ke ujung dunia (Kis 1:8) berkat
karya Roh Kudus (lewat karya para rasul dan kawan-kawan).
Namun patut dicatat di sini bahwa nama itu bukan dari pengarang Lukas sendiri, tetapi
baru diberikan orang pada abad II, ketika Kisah Para Rasul (selanjutnya disingkat Kis) dipisahkan
dari Injil Lukas (selanjutnya disingkat Luk).

B. Soal Pengarang
Yang dimaksud dengan pengarang ialah orang yang menyusun suatu karya tulis, atau kalau
dia sendiri tidak ikut menulisnya, paling kurang ajarannya yang berwibawa ada di balik karya
tulis itu. Jadi pengarang di sini bukan “tukang ngarang” seperti dalam pengertian bahasa Jawa,
yaitu suka menceritakan sesuatu yang tidak benar. Kalau kita membandingkan awal Kis dengan
akhir Luk, kita dapat menemukan banyak persamaan dalam hal gaya bahasa, kosa-kata dan
terutama idenya; semuanya ini menandakan bahwa kedua kitab ini memiliki pengarang yang
sama. Baiklah kita lihat beberapa persamaan idenya:
1) Pada akhir Luk Yesus berpesan kepada para rasul agar mereka tinggal di Yerusalem (Luk
24:49) meski sebenarnya keadaan waktu itu berbahaya bagi mereka. Untuk apa? Untuk
menantikan janji Bapa, yakni turunnya “kekuasaan dari tempat tinggi”. Sedang menurut
Kis1;4, Yesus melarang mereka meninggalkan Yerusalem, untuk menantikan Roh Kudus yang
akan turun ke atas mereka (Kis 1:8); jadi baik menurut Luk maupun Kis, Roh Kudus adalah
kuasa yang turun dari atas, dari Bapa.

84
2) Dalam Luk 24:47 ditekankan pentingnya pertobatan dan pengampunan dosa, yang harus
diwartakan kepada segala bangsa. Tema yang sama kita jumpai beberapa kali dalam Kis.
Sebagai contohnya: peristiwa di hari Pentakosta. Pada waktu itu, setelah Petrus selesai
berkhotbah, banyak orang menangis karena terharu. Kemudian mereka bertanya, “Apakah
yang harus kami perbuat, saudara-saudara?” Lalu apa jawaban Petrus? “Bertobatlah dan
hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk
pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus” (Kis 2:38). Dalam
Luk dan Kis tema pertobatan dan pengampunan berhubungan erat sekali: orang harus bertobat
dahulu, baru diampuni. Hal ini tampak jelas sekali dalam kisah anak yang hilang (Luk 15:11-
32).
3) Dalam Kis l:8 Yesus memberi tugas para rasul untuk menjadi saksi: “Dan kamu akan menjadi
saksiKu, di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi”. Kata
“saksi” diambil dari dunia pengadilan. Menjadi saksi berarti secara resmi dan di bawah
sumpah menyampaikan apa yang benar-benar ia lihat, dengar dan alami sendiri. Jika tidak
melihat atau mendengar apa-apa, ya tidak bisa jadi saksi. Apa yang dikatakan dalam Kis ini,
juga ada dalam Luk 24:47: “berita tentang pertobatan dan pengampuan harus disampaikan
kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem. Kamu adalah saksi dari semuanya ini”. Jika
dalam Kis dikatakan, mulai dari Yerusalem, di seluruh Yudea dan Samaria sampai ke ujung
bumi, maka dalam urutannya Luk dibalik: kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem.
Intinya: Yesus datang bukan hanya untuk orang Yahudi, melainkan juga untuk segala bangsa.
4) Luk ditulis untuk Teofilus, artinya pencinta Allah (Theos = Allah, Philein = mencintai). Ada
ahli yang menganggap nama ini adalah nama seorang Romawi yang punya kedudukan. Tetapi
ada juga ahli yang berpendapat bahwa Teofilus adalah nama simbolis, artinya buku ini
ditujukan untuk semua pencinta Allah. Apa pun kebenarannya, yang penting Teofilus dalam
Lukas sama dengan Teofilus dalam Kis.
5) Luk dan Kis bersama-sama membentuk tema “janji dan pemenuhannya”. Ada janji turunnya
Roh Kudus dalam Luk, ada pemenuhannya dalam Kis.

85
Luk 24:49-53 Kis 1: 4-11
(49) Dan Aku akan mengirim kepadamu apa (4) . . . . . melarang mereka meninggalkan
yang dijanjikan BapaKu. Tetapi kamu harus Yerusalem, dan menyuruh mereka tinggal di
tinggal di dalam kota ini sampai kamu situ menantikan janji Bapa ... (8) Tetapi kamu
diperlengkapi dengan kekuasaan dari tempat akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun
tinggi . . . . . (51) Di situ Ia mengangkat ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksiKu
tanganNya dan memberkati mereka. Dan ketika di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan
Ia sedang memberkati mereka, Ia berpisah dari Samaria dan sampai ke ujung bumi.” Sesudah
mereka dan terangkat ke sorga. (52) Mereka Ia mengatakan demikian, terangkatlah Ia
sujud menyembah kepadaNya, lalu mereka disaksikan oleh mereka, dan awan menutupNya
pulang ke Yerusalem dan sangat bersukacita .... dari pandangan mereka.

6) Baik Luk maupun Kis memuat kisah perjalanan: dalam Luk ada kisah perjalanan Yesus dari
Galilea ke Yerusalem (Luk 9:51-19:27), sedang dalam Kis ada perjalanan para rasul dan
kawan-kawan dari Yerusalem sampai ke ujung bumi.

Apabila pengarangnya sama, maka mana yang lebih dahulu? Dari Kis 1:1 dapat ditarik
kesimpulan bahwa Luk ditulis lebih dahulu, sebab disebut sebagai bukunya yang pertama. Akan
tetapi belum tentu demikian halnya. Bisa saja orang menulis isi buku, baru kemudian menulis
pengantarnya. Bisa saja Kis ditulis lebih dahulu, baru kemudian Luk. Namun lebih baik kita
mengikuti pendapat yang lebih umum ini: Luk ditulis dulu, baru Kis.

86
C. Waktu Penulisan
Kalau Luk ditulis sekitar tahun 80, maka Kis ditulis sesudah tahun itu. Pendapat lain
mengatakan Luk ditulis sebelum tahun 60, sedang Kis sebelum tahun 62. Alasannya: karena
pemenggalan kepala Paulus dan penyaliban Petrus (yang terjadi antara tahun 63 dan 67) tidak
dikisahkan dalam Kis. Itu berarti Kis ditulis sebelum tahun 63. Tetapi pendapat ini pun masih
belum pasti. Bisa saja penulis mengetahui kemartiran Petrus dan Paulus, tetapi tidak menulisnya,
karena dianggap tidak relevan untuk tulisannya.
D. Garis besar isi Kisah Para Rasul
Tadi telah disinggung mengenai Kis 1:8, “Kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem, dan
seluruh tanah Yudea dan Samaria sampai ke ujung bumi.” Ini adalah program seluruh Kis. Akan
kita lihat bagaimana seluruh isi Kis sebenarnya merupakan pelaksanaan dari Kis 1:8 tadi. Bagian
awal Kis hanya berputar-putar di Yerusalem (Kis 1-7). Lalu misi para rasul meluas dari Yerusalem
ke seluruh tanah Yudea, lalu ke Samaria, bahkan lebih jauh lagi sampai ke Antiokhia di Siria (Kis
8-12). Setelah itu dalam Kis 13-15 ditunjukkan bagaimana Gereja, melalui karya misi Paulus dan
kawan-kawan, berkembang terus sampai ke P. Siprus dan Asia Kecil (=Turki yang sekarang).
Setelah itu Paulus pulang ke Yerusalem untuk mengikuti konsili pertama. Sesudah konsili, ia
melanjutkan misinya di Asia Kecil, antara lain untuk memberitakan hasil konsili di Yerusalem
(Kis 15:35-16:8). Bahkan misi Paulus meluas sampai ke Eropa. Paulus pernah bermimpi melihat
orang Makedonia (=orang Eropa) berteriak minta tolong, “Menyeberanglah ke mari dan tolonglah
kami” (Kis 16:10). Maka dari itu Paulus melanjutkan misinya ke Makedonia dan Yunani (Kis 17-
18). Dari Yunani (yakni dari kota Korintus), Paulus kembali ke Efesus (=Asia Kecil), lalu dari situ
kembali Yerusalem, lewat Makedonia dan Yunani. Sesampai di Yerusalem Paulus ditangkap dan
diadili. Tetapi karena dia itu warga negara Roma, maka dia minta naik banding kepada Kaisar.
Perjalanan ke Roma inilah yang diceritakan di bagian akhir Kis. Kota Roma, oleh orang zaman
dulu dianggap sebagai pusat (kebudayaan) dunia. Karena itu jika keluar dari laut Roma, mereka
menganggap tidak ada dunia lagi. Karena itulah maka Roma juga berarti ujung bumi.
Jadi Kis 1:8 dengan indah menggambarkan perkembangan umat Yesus Kristus dari
segelintir orang (sekitar 120 orang) menjadi amat banyak. Inilah program Kis. Karena tujuannya
menceritakan perkembangan Gereja mulai dari Yerusalem sampai ke ujung bumi, maka ketika
cerita sudah sampai ke ujung bumi, ceritanya selesai. Jadi pendapat beberapa ahli yang
mengatakan bahwa Kis ditulis sebelum tahun 62 karena tidak memuat kisah pemenggalan kepala
Paulus bisa dibantah dengan teori ini.
87
Selain itu ada tema yang lebih sempit. Dalam Kis 28:31 dikatakan bahwa selama di Roma
Paulus, dengan terus terang dan tanpa rintangan, mewartakan Kerajaan Allah. Sebenarnya dalam
teks Yunaninya, frasa “tanpa rintangan” diletakkan pada akhir kalimat. Ini untuk menggarisbawahi
kenyataan bahwa Injil tanpa rintangan apa pun dapat sampai ke ujung bumi berkat kuasa Roh
Kudus. Mungkin lebih tepat lagi kalau dikatakan bahwa Paulus dapat mewartakan Injil, meskipun
harus menghadapi banyak tantangannya. Dari awal sampai akhir, Kis berisi perjuangan para rasul.
Malapetaka, godaan, penangkapan, pembunuhan, dan sebagainya. Walaupun begitu toh dalam
akhir Kis dikatakan bahwa Injil Yesus diwartakan tanpa halangan.

E. Tujuan Penulisan
Tujuan Kis sering diperdebatkan oleh para ahli. Kita tidak mau masuk terlalu jauh ke
dalam masalah ini. Yang jelas suatu karya tulis bisa memiliki beberapa tujuan, yang utama dan
yang “sampingan”. Adapun tujuan utamanya kiranya terungkap dalam Kis 1:8, “Kamu akan
menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di
Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.” Dalam ayat kunci ini
ada dua unsur penting:
1) Boleh dikatakan Kis adalah Injil Roh Kudus, sedangkan Luk adalah Injil Yesus. Memang Roh
Kudus sudah berkarya atau diceritakan dalam Luk, tetapi yang paling dominan tetap Yesus.
Namun setelah Yesus naik ke surga, peranan-Nya “digantikan dan dilanjutkan” oleh Roh
Kudus. Kis menunjukkan karya Roh Kudus pada masa Gereja ini. Dalam Injil Yohanes
dikatakan bahwa Yesus tidak akan meninggalkan kita sebagai yatim piatu, melainkan akan
mengutus Roh Penghibur. Kis mau mengungkapkan hal yang sama secara lain. Kuasa dari
surga akan turun untuk menjadi pengganti Yesus. Jadi ada semacam pembagian kerja di antara
Allah Tritunggal. Pada masa Perjanjian Lama Allah Bapa yang punya peranan besar, lalu
muncul zaman Yesus, zaman Allah Putera, dan sekarang, pada masa Gereja, Roh Kuduslah
yang berkarya. Namun tidak berarti, masing-masing Pribadi ilahi bekerja sendiri. Tidak, setiap
karya yang dikerjakan Pribadi yang satu dilakukan dalam kesatuan dengan Pribadi lain.
2) Dipenuhi Roh Kudus, para murid Yesus mewujudnyatakan misi yang mereka terima itu.
Seluruh Kis dapat dianggap pelaksanaan dari misi tersebut: misi di Yerusalem (Kis 1-8), misi
di Yudea dan Samaria, bahkan di luar Palestina (Kis 8-12), dan misi keluar Palestina hingga ke
ujung bumi (Kis 13 - 28), sebagaimana sudah disebut secara ringkas di atas. Masih erat
kaitannya dengan tujuan yang diuraikan di atas, Kis mau menggambarkan bagaimana para
88
murid Yesus mengalami terus apa mereka alami ketika Yesus masih hidup. Kis mengingatkan
kita akan kehadiran Yesus. Mujizat-mujizat maupun ucapan-ucapan Yesus yang diwartakan
dalam Luk akan kita temukan kembali dalam Kis. Mujizat-mujizat yang dilakukan Petrus dan
Paulus mirip sekali dengan yang dilakukan Yesus. Sifat, sikap, perbuatan dan nasib Stefanus
mirip sekali dengan sifat, sikap dan nasib Yesus. Jadi, Yesus tetap hadir dalam Gereja. Robert
F. O’Toole68 menemukan 18 kemiripan ide dan kata antara kisah Stefanus (dalam Kis) dan
Yesus dalam Injil Lukas, antara lain yang perlu kita perhatikan adalah yang berikut ini:
Yesus Stefanus
1. “Dan Yesus yang penuh dengan Roh 1. Stefanus, seorang yang penuh iman dan
Kudus ...” (Luk 4:1) Roh Kudus,
2. ... mereka menghadapkan Dia ke 2. ... [mereka] membawanya ke hadapan
Mahkamah Agama mereka ... (Luk 22:66) Mahkamah Agama” (Kis 6:12)
3. ... rupa wajahNya berubah ... (Luk 9:29) 3. muka Stefanus sama seperti muka seorang
malaikat.
4. ... Yesus juga dibaptis dan sedang berdoa, 4. “... aku melihat langit terbuka ...
terbukalah langit
5. Lalu Yesus berseru dengan suara nyaring: 5. Sedang mereka melemparinya, Stefanus
“Ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan berdoa, katanya: “Ya Tuhan Yesus, terimalah
nyawaKu: Dan sesudah berkata demikian Ia rohku.”
menyerahkan nyawaNya.” (Luk 23:46)

3) Kis bertujuan untuk menggambarkan bagaimana injil Yesus Kristus, kendati harus
menghadapi banyak gangguan, ternyata dapat diwartakan sampai ke ujung dunia (yang dalam
hal ini diwakili kota Roma) “tanpa rintangan apa-apa” (kata Yunaninya akōlutōs diletakkan
pada akhir kalimat, tentunya hal ini dimaksudkan untuk menegaskan maknanya, artinya
gangguan-gangguan yang ada tidak mampu menghentikan pewartaan Injil).
4) Ada juga ahli yang berpendapat bahwa tujuan Kis adalah untuk menekankan pentingnya
bertahan dalam iman yang benar akan Yesus di tengah penderitaaan. Jadi, Kis adalah semacam
kisah para martir yang menjadi teladan bagi orang lain.

68
Dalam The Unity of Luke's Theology An Analysis of Luke-Acts, Wilington, Delaware: Michael Glazier Inc., hal. 63
dst.
89
Susunan Kisah Para Rasul
(Dikutip dari Flanagan, Neal M., Kisah Para Rasul. Tafsir Perjanjian Baru 5; saduran LBI;
Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1990, hlm. 19-20).

PEMBAGIAN BUKU

I. PENGANTAR 1:1-11
1. Pendahuluan 1:1-5
2. Yesus terangkat ke surga 1:6-11

II. YERUSALEM: TITIK TOLAK PERKEMBANGAN GEREJA 1:12-6:7


1. Kelompok Kristen yang pertama; pemilihan Matias 1:12-26
2. Pentakosta; Perjanjian Baru; khotbah pertama Petrus 2:1-41
3. Kehidupan jemaat 2:42-47
4. Penyembuhan seorang lumpuh; pertentangan pertama dengan ajaran
keyahudian 3:1-4:31
5. Barnabas: Ananias dan Safira 4:36-5:11
6. Kesukaran lebih lanjut dengan Mahl:amah Agama; Gamaliel 5:17-42
7. Pengaruh kebudayaan Yunani yang pertama atas Kekristenan 6:1-7

III. PERLUASAN GEREJA PERTAMA DI LUAR YERUSALEM 6:8-11:18


1. Martir yang pertama, Stefanus 6:8-7:60
2. Saulus, penganiaya 8:1-3
3. Filipus Rasul 8:4-40
4. Saulus bertobat; khotbahnya di Damsyik; kunjungannya ke Yerusalem 9:1-30
5. Pertumbuhan Gereja di Palestina 9:31-11:18
6. Kornelius 10:1-11:18

90
IV. ANTIOKIA: PUSAT PERKEMBANGAN GEREJA BARU 11:19-15:35
1. Barnabas dan Saulus di Antiokia; kelaparan di Yerusalem 11:19-30
2. Petrus dipenjarakan; keberangkatannya keluar Yerusalem 12:1-9
3. Kematian Herodes; Barnabas dan Saulus kembali ke Antiokia 12:20-24
4. Perjalanan misi yang pertama 13:1-14:27
5. Sidang di Yerusalem 15:1-35

V. PERJALANAN MISI PAULUS YANG KEDUA 15:36-18:22


1. Asia Kecil 15:36-16:10
2. Makedonia 16:11-17:15
3. Atena 17:16-34
4. Korintus; kembali ke Antiokia 18:1-22

VI. PERJALANAN MISI PAULUS YANG KETIGA 18:23-21:26


1. Efesus 18:23-19:40
2. Makedonia; Korintus; Filipi; Troas; Miletus 20:1-16
3. Wejangan kepada para penatua di Efesus 20:17-38
4. Dari Miletus ke Yerusalem 21:1-16
5. Paulus disambut di Yerusalem 21:17-26

VII. PAULUS, SEORANG TAWANAN KRISTUS 21:27-28:31


1. Paulus ditangkap; wejangannya kepada orang-orang Yahudi 21:27-22:29
2. Paulus di hadapan Mahkamah Agama; Kaisarea; pembelaannya
di hadapan raja Agripa II 22:30-26:32
3. Berlayar ke Italia; kapal terkandas 27:1-28:16
4. Roma 28:17-31

91
PENGANTAR SINGKAT SURAT-SURAT PAULUS

Latar belakang surat-surat Paulus

Dengan kata latar belakang kita dapat berpikir mengenai banyak hal yang langsung atau
tidak langsung mempengaruhi surat-surat Paulus. Secara global kita dapat mengatakan bahwa latar
belakang surat-surat Paulus itu adalah kebutuhan umatnya. Misalnya: 1 Kor ditulis terutama untuk
menjawab perpecahan yang timbul dalam tubuh jemaat, Gal karena ada penyelewengan Injil oleh
sekelompok kristen yang mewartakan suatu injil yang sebenarnya bukan Injil (Gal 1:6-8), dll.
Sekali lagi, tujuan Paulus menulis surat adalah untuk menjawab kebutuhan, kesukaran atau
masalah yang dihadapi umatnya, tetapi juga untuk meneguhkan iman mereka dan menciptakan
keteraturan dan “disiplin” dalam kehidupan jemaat-jemaat muda. Mungkin satu-satunya surat
yang tidak didorong oleh suatu kebutuhan/masalah konkret jemaat adalah surat kepada jemaat di
Roma. Berbeda dengan surat-surat lainnya, jemaat di Roma tidak dikenal Paulus (bdk 1:13),
karena tidak didirikan olehnya. Karena itu lain dari kebiasaannya yang tidak suka, Paulus
“memaparkan” Injil kepada jemaat di Roma meskipun orang lain sudah lebih dahulu mewartakan
Injil di sana. Biasanya Paulus tidak suka “membangun di atas dasar yang telah diletakkan orang
lain” (15:20). Apakah tujuan Paulus menulis surat kepada mereka? Untuk mempersiapkan
perjalananannya ke Spanyol dengan singgah di Roma (15:23-24). Jadi ia membutuhkan bantuan
orang-orang Roma dalam misinya ke Spanyol (bantuan material maupun spiritual). Agar mereka
tidak menaruh curiga kepadanya, maka ia memaparkan Injil Yesus Kristus sebagaimana yang dia
yakini.
Masih dalam konteks latar belakang surat-surat kiranya kita dapat membicarakan
peristiwa-peristiwa yang ikut mempengaruhi surat-surat Paulus; peristiwa-peristiwa yang
terpenting adalah sbb:69
1) Visi Paulus tentang kebangkitan Kristus:
Sebagai orang Farisi Paulus sudah percaya bahwa kebangkitan badan itu memang akan
terjadi. Tetapi bagi dia hal itu terjadi pada zaman eskatologis. Kini keyakinannya itu diteguhkan
oleh fakta kebangkitan Yesus Kristus yang sudah terjadi di masa sekarang. Maka dia percaya

69
Uraian ini merupakan ringkasan dari buku Peter F. Ellis, Seven Pauline Letters (Collegeville, Minnesota: The
Liturgical Press, 1984) 4-7.
92
bahwa dengan kebangkitan Yesus itu mulailah zaman eskatologis. Selain itu dia lalu percaya
bahwa Yesus itu Kristus, utusan Allah dan bahkan Anak Allah.

2) Pengharapan yang naif akan kedatangan Yesus yang kedua (parousia):


Kebangkitan Yesus membuat Paulus dan jemaat kristen pada pertengahan abad pertama
mengira bahwa Yesus akan segera menuntaskan kemenangan-Nya atas kuasa setan. Mereka
mengira Yesus segera kembali untuk mengadili orang jahat dan memberi ganjaran kepada
pengikut-pengikut Yesus yang setia. Ini salah satu ciri pengharapan apokaliptik! Gema dari
pengharapan semacam ini dapat dilihat dalam 1 Tes 4:16-17; 1 Kor 15:51-52.

3) Reaksi terhadap orang-orang Yunani yang menolak kebangkitan badan (bdk 1 Kor 15 dan
sebagian dari 2 Kor):
Bagi kebanyakan orang Yunani, karena pengaruh Platonisme, badan manusia adalah
penjara jiwa. Maka sulit bagi mereka menerima kebangkitan badan [bdk Kis 17:32dst].

4) Di Efesus Paulus pernah hampir mati (bdk Flp 1:12-26 dan 2 Kor 1:8-11).
Dari pengalaman ini Paulus menjadi sadar bahwa ia tidak akan mengalami parousia
Kristus dan bahwa menjadi pengikut Kristus berarti ikut menderita bersama Dia, agar dengan
demikian ia dapat mulia bersama Kristus pula. Tema partisipasi pada sengsara dan kebangkitan
Yesus Kristus tampak terutama dalam Flp dan 2 Kor.

5) Di Korintus Paulus berjumpa dengan rasul-rasul palsu. Pengalaman ini mendorong Paulus
untuk merenungkan makna dan tujuan seorang rasul yang sejati berikut ciri-cirinya yang
membedakan rasul yang sejati dari yang palsu (2 Kor). Rasul yang sejati tidak hanya mewartakan
Yesus Kristus dengan kata-kata belaka, melainkan dengan seluruh kehidupannya yang disesuaikan
dengan kehidupan Yesus yang menderita dan hina itu.

6) Dahulu Paulus sendiri seorang Farisi. Karena itu ia sudah percaya akan adanya kebangkitan
(badan). Namun, dengan mengimani Yesus yang telah bangkit dari maut, Paulus yakin bahwa
kebangkitan badan sudah dimulai sekarang dan dengan demikian juga zaman eskatologis, zaman
keselamatan yang definitif, sudah dimulai (meskipun akan mencapai kepenuhannya pada akhir
zaman).
93
Otentisitas surat-surat Paulus

Tujuh surat yang tidak diragukan para ahli berasal dari Paulus adalah: Rm, 1 - 2 Kor, Gal;
Flp, Flm, 1 Tes. Sedangkan 2 Tes, Kol dan Ef diragukan; lalu ketiga surat pastoral (1 - 2 Tim dan
Tit) hampir pasti bukan dari Paulus. Biasanya kriteria untuk menentukan mana yang dari Paulus
dan mana yang bukan ialah kosa-kata, gaya bahasa serta gagasan teologis surat tersebut. Kalau
gagasan-gagasan teologisnya dianggap mencerminkan keadaan dan struktur Gereja zaman
sesudah Paulus, maka tentunya surat tersebut bukan dari Paulus.

Jenis sastra surat

Seperti surat-surat lain pada zamannya, surat-surat Paulus pada umumnya mempunyai
bentuk sebagai berikut:
1) Salam pembuka, yang terdiri dari: siapa pengirimnya, kepada siapa surat itu ditujukan dan
salam.
2) Ucapan syukur (yang kadang-kadang dapat memberi indikasi kepada kita mengenai tujuan
penulisan suatu surat)
3) Isi/tubuh surat, yang sering terdiri dari dua bagian, yaitu: bagian yang lebih bersifat pewartaan
dan bagian yang bersifat himbauan atau nasihat (=paranese). Contoh: Rm 1:16 – 11:36 adalah
bagian pewartaan/doktrin, sedangkan Rm 12-15 adalah bagian paranese.
4) Salam penutup

Contoh untuk surat yang mengikuti skema penuh di atas adalah Surat kepada Filemon yang terdiri
dari: Salam (ayat 1-3), ucapan syukur (ayat 4-7), isi surat (ayat 8-22) dan salam penutup (ayat 23-
25). Menurut Peter F. Ellis, ayat 6 merupakan persiapan untuk mengetahui isi suratnya. Ayat 6
berbunyi demikian, “Dan aku berdoa agar persekutuanmu di dalam iman turut mengerjakan
pengetahuan akan yang baik di antara kita untuk Kristus.” Mungkin yang dimaksud Paulus
dengan “pengetahuan akan yang baik” adalah soal mengampuni Onesimus, budak Filemon yang
melarikan diri dan yang akan dikirim kembali oleh Paulus, bukan lagi sebagai budak tetapi sebagai
saudara seiman.

94
Pengelompokan surat Paulus
Biasanya para ahli mengelompokkan surat-surat Paulus sebagai berikut:
1) Surat-surat awali: 1 dan 2 Tesalonika. Disebut demikian karena surat-surat ini dianggap
paling tua.
2) Surat-surat besar: Galatia, 1 dan 2 Korintus, Roma. Disebut besar karena surat-surat ini
mengandung gagasan teologis yang penting.
3) Surat-surat tahanan/penjara: Filipi, Kolose, Efesus dan Filemon. Disebut demikian karena
surat-surat ini ditulis selama Paulus ditahan di penjara.
4) Surat-surat pastoral: 1 dan 2 Timotius dan Titus. Disebut demikian, karena surat-surat ini
bersifat pastoral, yakni ingin menciptakan keteraturan dan disiplin dalam jemaat.

95
BAB XI
SURAT PAULUS KEPADA JEMAAT DI ROMA

Surat Paulus kepada Jemaat di Roma merupakan surat Paulus yang paling penting, sebab
memuat teologinya yang paling matang yang ditulis menjelang akhir hidupnya. Tulisan teolog
besar ini telah mempengaruhi banyak teologi kristen sepanjang zaman. Akan tetapi surat ini paling
sukar dari antara surat-surat Paulus. Tidak mengherankan jika sejak zaman dahulu surat ini
menyebabkan timbulnya perdebatan, perselisihan bahkan perpecahan di dalam tubuh Gereja.

A. Tempat dan tahun penulisan Surat Roma


Kebanyakan ahli percaya, Surat Paulus kepada Jemaat di Roma ditulis Paulus ketika dia
berada di Korintus, dalam perjalanan misionaris yang ketiga. Waktu itu ia sedang dalam
perjalanan menuju Yerusalem, dan ia berharap dapat melanjutkan perjalanannya sampai ke Roma.
Diperkirakan oleh para ahli, penulisan surat ini terjadi selama musim dingin antara tahun 57 dan
58.70

B. Tujuan penulisan surat Roma


Biasanya Paulus menulis surat-suratnya untuk menanggapi situasi dan kebutuhan konkret
yang timbul dalam jemaat yang didirikannya. Dia sendiri mengatakan, “Dalam pemberitaan itu
aku menganggap sebagai kehormatanku, bahwa aku tidak melakukannya di tempat-tempat, di
mana nama Kristus telah dikenal orang, supaya aku jangan membangun di atas dasar, yang telah
diletakkan orang lain” (Rm 15:20). Kalau begitu mengapa ia menulis surat kepada jemaat di Roma
yang tidak didirikan olehnya, bahkan yang belum pernah dikenalnya itu? Menurut Paulus sendiri,
karena ia sudah tidak mempunyai lagi daerah untuk pewartaan Injil lagi di bagian timur, maka ia
ingin pergi ke barat sampai ke Spanyol. Untuk tujuan itu ia ingin singgah di Roma (15:24). Inilah
yang menurut banyak ekseget merupakan tujuan utama penulisan surat Roma. Akan tetapi hal ini
tidak tanpa kesulitan. Sebab kalau mau singgah saja, mengapa ia harus menulis surat sekian
panjang? Mengapa ia berbicara panjang lebar mengenai masalah hubungan orang Yahudi dan
bukanYahudi, soal kedudukan Taurat dan sebagainya? Lagi pula dalam Rm 1:11-12 ia menulis
demikian, “Sebab aku ingin melihat kamu untuk memberikan karunia rohani kepadamu guna

70
Lembaga Biblika Indonesia (editor dan penyadur), Surat-surat Paulus 1 (Tafsir Perjanjian Baru 6; Yogyakarta:
Penerbit Kanisius, 1990) 29.
96
menguatkan kamu, yaitu, supaya aku ada di antara kamu dan turut terhibur oleh iman kita bersa-
ma, baik oleh imanmu maupun oleh imanku.” Apakah ini juga merupakan tujuan penulisan
suratnya? Bahkan ada sementara ekseget yang berpendapat bahwa tujuan penulisan surat Roma
adalah untuk membela orang-orang kristen Yahudi yang ada di Roma, yang pada tahun 49 M
diusir dari Roma oleh kaisar Klaudius tetapi kemudian diizinkan kembali oleh kaisar Nero pada 54
M, tetapi mereka menjadi minoritas.71 Maka timbullah ketegangan antara orang kristenYahudi
yang minoritas dan yang ingin berpegang teguh pada Taurat itu dan orang-orang kristen bukan-
Yahudi yang ingin lepas dari Taurat. Bahwa ada usaha membela orang Yahudi, itu tampak dalam
hal-hal berikut ini:
a) ada bab-bab yang mengagungkan bangsa Yahudi sebagai umat pilihan Tuhan (Rm 9-11) yang
merupakan bab-bab paling sulit yang membicarakan misteri bangsa Yahudi!
b) ada bab-bab yang berbicara tentang fungsi Taurat (misalnya Rm 7).
c) ada ayat-ayat yang menjelaskan pentingnya kesatuan jemaat (Rm 12:3 dst).
d) ada ayat-ayat yang membela mereka yang berhati nurani lemah (mengacu pada soal makan
bagi orang kristen-Yahudi).
Jadi masalah tujuan penulisan Rm tidak bisa dipecahkan secara tuntas. Namun mudah
diterima pendapat yang mengatakan bahwa tujuan utama Paulus menulis surat adalah
memperkenalkan Injilnya atau ajarannya tentang Injil, supaya jemaat di Roma bersedia menerima dia
tanpa curiga.72 Hal ini penting karena Paulus nanti akan mohon bantuan material dari jemaat di Roma
dan lebih dari itu mohon bantuan orang-orang kristen Roma dalam usahanya mewartakan Injil di
Spanyol. Paulus tidak berbicara Latin, padahal bahasa yang dipakai di Spanyol adalah bahasa Latin.
Untuk itu teman misionaris dari Roma tentu sangat berguna.73

71
Bdk. Peter F. Ellis, Seven Pauline Letters (Collegeville, Minnesota: The Liturgical Press, 1984) 201, di mana ia
mengemukakan pendapat W. Marxsen. Bdk. juga T. Jacobs, Hidup dalam Roh yang Membebaskan.(Yogyakarta:
Kanisius, 1992) 53-4.
72
Menurut Charles H. Giblin, “A Summary Look at Paul’s Gospel: Romans 1-8”, dalam Michael J. Taylor, A
Companion to Paul (Readings in Pauline Theology). (New York: Alba House, 1975) 227, bisa jadi umat Roma sudah
mendengar tentang Paulus dan mereka kurang memahami ajarannya atau pewartaannya. Hal yang sama dikatakan
oleh P. F. Ellis, Art.cit., hlm. 201: “If Paul had a hidden agenda, therefore, it seems more likely that it was in the
nature of an apologia for hinmself and his gospel. He used the opportunity the letter afforded him to accomplish
several objectives: ..... (3) to defend himself against the accusations of his enemies; (4) to correct misinterpretations of
his letter to the Galatians ....”
73
Lih. T. Jacobs, Hidup dalam Roh, hal. 55.
97
C. Susunan Surat Roma
Sebelum kita menafsir bab-bab pilihan dari Surat Roma, baiklah dikutip di sini skema surat
Roma yang kami ambil dari Robert H. Gundry, A Survey of The New Testament (Grand Rapids,
Michigan: Zondervan Publishing House, 1994):

An Outline of Romans

INTRODUCTION (1:1-17)
A. Greeting (1:1-7)
B. Paul’s plan to visit Rome (1:8-15)
C. Statement of theme (1:16-17)

I. THE SINFULNESS OF ALL HUMAN BEINGS (1:18-3:20)


A. The sinfulness of Gentiles (1:18-32)
B. The sinfulness of Jews (2:1-3:8)
C. The sinfulness of Jews and Gentiles together (3:9-20)

II. THE JUSTIFICATION OF SINNERS WHO BELIEVE IN JESUS CHRIST (3:21-5:21)


A. The basis of justification in the propitiatory death of Jesus (3:21-26)
B. Faith as the means of obtaining justification (3:27-4:25)
1. Its exclusion of boasting in one's work (3:27-31)
2. Its Old Testament examples in Abraham (especially) and David (4:1-25)
C. The many blessings of justification (5:1-11)
D. A contrast between Adam, in whom there is sin and death, and Christ, in whom there is
righteousness and life (5:12-21)

III. THE SANCTIFICATION OF SINNERS JUSTIFIED BY FAITH IN JESUS CHRIST (6:1-


8:39)
A. Baptism as a representation of believers’ union with Christ in his death with reference to sin
and in his coming alive with reference to righteousness (6:1-14)
B. Slavery to sin and freedom from righteousness versus slavery to righteousness and freedom
from sin (6:15=23)
C. Death to the law through union with Christ in his death, as illustrated by the cancellation of
marriage through the death of one’s spouse (7:1-6)
D. The failure of the law to produce righteousness as due to the inability of human beings to
overcome their own sinful bent (7:7-25)
E. Righteous living through the Spirit by those who are justified through faith in Jesus Christ
(8:1-27)
F. A statement of confidence and triumph (8:28-39)

IV. THE UNBELIEF OF ISRAEL (9:1-11:36)


A. The concern of Paul for Israel (9:1-5)
B. The unbelief of Israel as a matter of God's predetermined plan (9:6-33)
C. The unbelief of Israel as a matter of her own self-righteousness (10:1-21)
98
D. The present remnant of believers in Israel (11:1-10)
E. The future restoration and salvation of Israel (11:11-32)
F. A doxology to God for his ways of wisdom (11:33-36)

V. PRACTICAL EXHORTATIONS (12:1-15:13)


A. Consecration to God (12:1-2)
B. Ministries in the church (12:3-8)
C. Love in the Christian community, with attendant virtues (12:9-13)
D. Relations with unbelievers (12:14-21)
E. Obedience to the government (13:1-7)
F. Love (13: 8-10)
G. Eschatological watchfulness (13:11-14)
H. Freedom and avoidance of offense on ritual questions, such as the eating of certain food and
the observance of sacred days (14:1-15:13)

VI. CONCLUSION (15:14-16:27)


A. Paul’s plan to visit Rome after taking a gift of money to the Christians in Jerusalem
(15:14-33)
B. Commendation of Phoebe (16:1-2)
C. Greetings (16:3-16)
D. Warning against false teachers (16:17-20a)
E. Benediction (16:20b)
F. Further greetings (16:21-24)
G. Doxology (16:25-27)

99
BAB XII
SURAT-SURAT PAULUS KEPADA JEMAAT DI KORINTUS

Memahami suatu karya tulis tidak selalu mudah, apalagi tulisan kuno. Jarak waktu dan
budaya yang memisahkan pembaca dari karya tulis kuno begitu jauh. Demikianlah halnya dengan
surat-surat Paulus. Di zaman para rasul pun orang sudah mengalami kesukaran untuk memahami
surat-surat Paulus (lih. 2 Ptr 3:16). Apalagi kita yang hidup hampir 2000 tahun sesudahnya! Namun,
para ahli kitab suci berjuang terus untuk memahami surat-surat Paulus, antara lain dengan membaca
dengan teliti dan kritis tulisan-tulisannya dan mempelajari segala sesuatu yang bisa menolong mereka
memahami tulisan Paulus, termasuk di dalamnya mempelajari kota Korintus.

Kota Korintus
Kota Korintus adalah sebuah kota Yunani kuno yang mempunyai sejarah yang panjang.
Letaknya di tanah genting yang menghubungkan semenanjung Peloponesos dengan daratan utama
Yunani. Kota ini mempunyai dua pelabuhan. Yang satu adalah Kengkrea yang menghubungkan
Yunani dengan Asia, yang lain adalah Lechaeum/Lechaeon yang menghubungkannya dengan Italia.
Sesungguhnya, kota itu menjadi persinggahan dagang dari jalur utara-selatan maupun dari jalur barat-
timur. Oleh karena itu, seperti kota-kota pelabuhan dan perdagangan lainnya, Korintus adlah kota
yang makmur. Selain dari perdagangan, penghasilan kota ini berasal juga dari turisme, dari pesta olah
raga tiap dua tahunan, dan dari perbankan.74 Selain itu, bisa dipahami jika ada banyak budaya dan
agama masuk ke kota dunia atau kosmopolitan ini. Ada banyak dewa-dewi dipuja di sana,
teristimewa dewi cinta Aprodit. Banyak pelacur “suci” melayani orang di kuil-kuil dewi cinta itu. Di
luar kuil pun, ada banyak tempat pelacuran untuk melayani hawa nafsu kaum pria. Karena itu,
ungkapan “menjadi orang Korintus” berarti orang yang kehidupannya tidak bermoral.
Namun, pada 146 SM kota Korintus dihancurkan dan dibumiratakan oleh konsul Romawi,
Lucius Mummius, untuk melenyapkan setiap bentuk saingan terhadap kota Roma. Akan tetapi, pada
44 SM Yulius Caesar mendirikan kembali suatu kota di atas puing-puing Korintus kuno dan
menempatkan di koloni Romawi ini para veteran tentara Roma dan bekas budak kaisar. Jadi,
mayoritas penduduk Korintus yang baru adalah orang miskin, suatu hal yang disesalkan oleh seorang
penulis Yunani. Kota yang semula kota Romawi ini segera menjadi kota Yunani, bahkan kota

74
Bdk. Charles H. Talbert, Reading Corinthians. A Literary and Theological Commnetary on 1 and 2 Corinthians
(New York, N.Y.: Crossroad, 1989)xvii.
100
internasional, sebab mengalirlah ke kota yang baru ini orang dari berbagai negara, termasuk orang-
orang Yahudi sehingga terdapat sinagoga di sana (Kis 18:2-4). Masuk juga ke Korintus macam-
macam agama, filsafat dan cara hidup. Sesungguhnya Korintus menjadi kota internasional yang
kehidupan ekonomis dan moralnya tidak jauh berbeda dengan Korintus kuno atau dengan kota-kota
besar lainnya! Sejak 27 SM, kaisar Augustus menjadikan Korintus ibukota Akhaya, propinsi
Romawi.
Paulus mengunjungi Korintus menjelang akhir perjalanannya yang kedua. Dia tinggal di
Korintus selama 16 bulan dan berhasil mendirikan jemaat Tuhan di sana (Kis 18:11). Sementara itu
datanglah Galio menjadi penguasa Romawi di Akhaya (Kis 18:12). Karena Galio menjadi penguasa
di Korintus tidak lebih dari satu tahun (51/52 M), maka kita juga bisa mengetahui kapan Paulus
berada di kota tersebut.
Jemaat yang didirikan Paulus tidaklah terlalu besar. Seluruh jemaat bisa ditampung di rumah
seorang bernama Gayus (Rm 16:23; 1 Kor 1:14); mungkin antara 60 sampai 100 orang saja. Sebagian
besar dari mereka adalah budak yang miskin dan yang tidak memiliki status sosial (bdk. 1 Kor 1:26-
29; 11:22), namun ada juga orang kaya (1 Kor 11:17-22). Mereka yang kaya mampu mengajukan
perkara ke pengadilan negeri (1 Kor 6:1-11). Ada Gayus yang memiliki rumah besar tadi, ada
Krispus (Kis 18:8) dan Sostenes (Kis 18:17), keduanya penguasa sinagoga; ada juga Erastus yang
adalah bendahara negeri. Jurang perbedaan sosial yang ada di jemaat Korintus ini sesuai dengan
keadaan kota Korintus sendiri yang menurut perkiraan orang pada waktu itu berjumlah sekitar
600.000 orang, 400.000 ribu dari antaranya kaum budak.75 Jadi, jemaat Korintus terdiri atas macam-
macam status sosial dan bangsa (Yahudi dan non-Yahudi).

Surat-surat Paulus kepada jemaat Korintus


Banyak diperdebatkan para ahli, berapa surat yang pernah ditulis Paulus kepada jemaat
Korintus: dari hipotesa 3 surat sampai ke hipotesa 9 surat.76 Dari sekian surat, yang jelas cuma dua
yang masih kita miliki, yakni 1 dan 2 Korintus. Yang lebih umum diikuti orang adalah teori 4 surat.
Yang hilang adalah satu surat yang ditulis sebelum 1 Kor yang sekarang (bdk. 1 Kor 5:1-3) dan surat
lain yang ditulis sebelum 2 Kor yang sekarang (2 Kor 2:3.
Apa yang mendorong Paulus menulis 1 Korintus ialah timbulnya sejumlah masalah setelah
Paulus pergi. Hal itu diketahui Paulus dari laporan lisan yang disampaikan oleh keluarga Kloe (1 Kor

75
Groenen, C., Pengantar ke dalam Perjanjian Baru (Yoygakarta: Kanisius 1984)
76
Talbert, Op.cit., hlm. xvi-xvii.
101
1:11-12) maupun dari surat yang dikirim jemaat sendiri kepada Paulus dengan perantaraan Fortunatus
dan kawan (1 Kor 7:1.25; 8:1; 12:1; 16:1).
Di antara penulisan 1 Kor dan 2 Kor, terjadilah perselihan antara Paulus dan jemaat di
Korintus. Masalah utamanya adalah adanya sekelompok orang yang meragukan keabsahan jabatan
Paulus sebagai rasul. Selain seorang individu dari Korintus sendiri (2 Kor 2:5-11), musuh-musuh
Paulus adalah orang-orang kristen Yahudi (bdk. 2 Kor 11:22-23). Mungkin mereka itu datang dari
Palestina, dengan membawa surat rekomendasi (2 Kor 3:1). Mereka menu-duh Paulus rasul palsu
yang mengajarkan kesesatan, yang suka memakai cara-cara yang licik, yang plin-plan, yang tidak
mengalami pernyataan kuasa Roh Kudus seperti yang mereka alami dan mereka banggakan (2 Kor
12:1), hidup secara duniawi (10:2), dan sebagainya.
Untuk menyelesaikan masalah ini, Paulus mengutus Timotius tetapi tanpa ada hasil. Lalu
Paulus sendiri secara mendadak mengadakan kunjungan singkat ke kota itu, namun masalahnya
malah meruncing. Akhirnya, Paulus mengirim sepucuk surat yang keras isinya kepada jemaat
Korintus. Syukur kepada Allah, kali ini suratnya yang dibawa oleh Titus itu membawa hasil yang
menggembirakan. Sebagian besar umat akhirnya mau mengakui kebenaran Paulus dan berdamai
dengannya. Untuk menindaklanjuti perdamaian yang sudah dipulihkan ini, Paulus menulis 2 Kor ini.
Ada nada damai dalam surat ini, namun di sana sini masih terasa juga nada perselisihan, terutama
pada 2 Kor 10-13 yang cukup “panas” itu. Jadi, nada dasar keseluruhan 2 Kor masih apologetis,
artinya pembelaan diri Paulus. Dalam surat ini Paulus ganti menuduh para musuhnya: menurut
Paulus mereka itu mau mencari untung dari pewartaan Firman (2 Kor 2:17; 4:2), sombong (2 Kor
10:12; 10:18; dll.), bahkan adalah kaki tangan Iblis (bdk. 2 Kor 11:12-15) yang akan mengalami
kebinasaan (2 Kor 2:15; 4:3).

102
SISIPAN77 TENTANG SURAT-SURAT RASUL PAULUS

SURAT PERTAMA RASUL PAULUS


KEPADA JEMAAT DI KORINTUS
Isi dan corak :
Jemaat banyak terpengaruh keramaian Kota Korintus, kota pelabuhan dengan budaya Helenis,
dengan demikian ada banyak aliran agama dan praktik kekafiran. Tujuannya untuk menanggapi
persoalan percabulan yang dianggap biasa. Surat ini ditulis sekitar tahun 49.
Alasan penulisan :
Adanya perpecahan di antara umat: kelompok Paulus, kelompok Petrus, dll. Efeknya pada perjamuan
ekaristi: orang Kristen ada yang kaya dan ada yang miskin. Saat perjamuan, orang kaya makan
sampai kenyang sedang orang miskin dibiarkan kelaparan. Masalah perkawinan: kehidupan sex yang
kacau antara ibu (tiri) dan anak (tiri). Masalah makan daging persembahan.
Nasihat:  Cinta kasih Allah adalah kelayakan untuk ikut Kristus dlm perjamuan Tuhan.
Kristus = kepala; jemaat = anggotanya, kita bersatu dalam satu tubuh.

SURAT KEDUA RASUL PAULUS


KEPADA JEMAAT DI KORINTUS
Ditulis setelah Paulus berselisih dengan umatnya, surat ini sering disebut surat cucuran air mata.
Isinya, Paulus menghadapi orang2 yang meragukan kerasulannya, sebab ia tidak membuat mukjizat,
& tidak berbahasa Roh. Surat ini berisi tentang apologi Paulus. Paulus bangga atas penderitaanya
karena Kristus. Paulus menggambarkan diri sebagai bejana rapuh namun isinya sangat berharga.

SURAT RASUL PAULUS


KEPADA JEMAAT DI GALATIA
Merupakan kembaran surat Roma karena temanya sama “keselamatan datang karena percaya
kepada Kristus” namun terkesan lebih keras karena lebih awal dari suratRoma.
Permasalahannya: Orang Galatia cepat terpengaruh kelompok yang ingin meng-Yahudikan orang
Kristen. (tentang keharusan sunat dan menjalankan hukum Taurat). Ada kelompok fanatik agar orang
lain ikut bersunat, orang yang bersunat harus menjalankan hukum Taurat.
Timbul dua kelompok : bersunat dan tak bersunat.
Galatia melukiskan dua cara hidup: hidup menurut daging dan roh (tentang hidup susila/ beradab).
77
Disisipkan oleh Angkatan 2009, dari ringkasan persiapan UAS 2010. Keterangan lebih lanjut baca buku “Pengantar
ke dalam Perjanjian Baru” oleh Dr. C. Groenen OFM, Yogyakarta: Kanisius, 1984.
103
SURAT RASUL PAULUS
KEPADA JEMAAT EFESUS DAN KOLOSE
Isi: tentang jemaat Kristus, persatuan orang Kristen dengan Kristus sebagai kepala, Gereja adalah
Tubuh Kristus.
Perbandingan:

Efesus Kol
Tekanan Gereja sebagai tubuh Kristus Kristus sebagai kepala tubuh
untuk menghadapi ajaran palsu yang
untuk mengagungkan kesatuan orang
Tujuan mengurangi & merendahkan fungsi
Kristen dlm Kristus
Yesus

Misteri Gereja merupakan ceriman kehidupan surgawi.


Kolose: ditujukan untuk umat bukan Yahudi.
Tujuannya untuk menghadapi ajaran sesat dari para guru yang mengandalkan pengetahuan mistik
yang meremehkan Kristus.Surat ini menekankan Kristus sebagai kepala.
Kesimpulan: untuk menghadapi ajaran sesat yang merupakan campuran dari legalisme Yahudi
dengan filsafat Yahudi serta mistik timur.
Tema pokok (menurut Groenen) : kedudukan dan peran Kristus serta nasihat.

SURAT PERTAMA RASUL PAULUS


KEPADA JEMAAT DI TESALONIKA
Berisi tentang kedatangan Kristus dan akhir jaman
Alasan penulisan: nasib orang yang mati dalam iman akan Kristus
Tema pokok:
Bicara tentang hari Tuhan yang datang sprti pencuri/pentingnya berjaga-jaga.
Bicara tentang kekuatan Roh Kudus dlm pewartaan.

SURAT PASTORAL ( 1-2 TIM, TIT )


Disebut surat pastoral sebab isinya ditujukan untuk para gembala .
Isi:  Membentuk dan menegakan disiplin jemaat yang mengacu pada tradisi dan ajaran yang
dipercaya. Menekanan pada perjanjian lama sebagai pegangan. Memberi petunjuk tentang syarat-
syarat penatua.

104
BAB XIII
SURAT KEPADA ORANG IBRANI

Selain berisi tentang nasihat pertobatan, surat ini hendak menunjukkan perbandingan antara imamat
Perjanjian Lama dengan imamat Perjanjian Baru (dalam diri Yesus Kristus).
ASPEK PERBANDINGAN IMAM AGUNG PL IMAM AGUNG PB
Tanpa sumpah Allah (7:20) & dengan sumpah Allah (7:21) &
I. DASAR HUKUM/
tidak menurut tata Melkisedek menurut tata Melkisedek (5:6-
JENISNYA
tapi menurut Harun (bdk. 7:11) 10 dll)
Banyak, karena mereka bisa Cuma satu sebab Yesus tak bisa
II. JUMLAH IMAM
mati (7:23) mati lagi (7:24-25)
Banyak, diulang-ulang karena Cuma satu kali saja karena
III. JUMLAH KURBAN
tidak sempurna (7:27) sudah sempurna (7:27; 10:12)
Darah binatang (9:25; 10:4) Darah-Nya atau Diri-Nya
IV. YANG
yang tidak berkenan kepada sendiri sehingga berkenan
DIKURBANKAN
Allah (10:5-8) kepada Allah (10:5-8)
Tidak menyucikan hati nurani, Menyucikan hati nurani (9:14;
hanya menyucikan secara 10:22) dan menghapus dosa
V. HASIL KURBAN
lahiriah (9:13) dan tidak (9:26)
menghapus dosa (10:4)
Diri sendiri dan umat; keduanya Yesus tidak berdosa (4:15);
VI. SASARAN KURBAN sama-sama berdosa (5:3; 7:27) kurban-Nya untuk dosa orang
lain (2:17; 9:28)
Bait Allah buatan tangan Bait Allah yang bukan buatan
VII. TEMPAT KURBAN
manusia (9:1) tangan manusia (9:11.24.)

105
BAB XIV
SURAT YAKOBUS

A. Soal kepengarangan
Surat Yakobus, bersama dengan 1 -2 Petrus, 1-2-3 Yohanes, dan Yudas, merupakan satu
kelompok tersendiri yang disebut Surat-surat Katolik. Disebut katolik sebab surat-surat
itu ditujukan kepada orang kristen pada umumnya, dan bukan kepada jemaat tertentu atau pribadi
tertentu. Itulah arti asli kata Yunani katholikos, yakni: universal, umum. Sebenarnya 2-3 Yohanes
ditujukan kepada pribadi tertentu, namun secara tradisional kedua surat ini dianggap sebagai surat
umum.
Masalah pertama yang perlu kita bahas ialah soal siapa sebenarnya pengarang surat ini. Nama
pengarang yang dikenakan tradisi pada surat ini adalah Yakobus. Akan tetapi dalam Perjanjian Baru
ada tiga orang yang bernama Yakobus, yakni:
1) Rasul Yakobus, anak Zebedeus, saudara Yohanes (Mat 4:21; Mrk 1:19; Luk 5:10). Orang
menyebut dia Yakobus Tua untuk membedakan dia dari Yakobus, anak Klopas.
2) Rasul Yakobus, anak Alfeus (Mat 10:3).
3) Yakobus Muda, anak Maria, dan saudara Yoses (Mrk 15:40). Dia ini Yakobus, saudara Tuhan
(Gal 1:19). Mula-mula ia tidak percaya kepada Yesus, namun setelah kebangkitan dia menjadi
pengikut Yesus dan menjadi tokoh jemaat Kristen awal di Yerusalem.

Yakobus manakah yang menjadi pengarang Surat Yakobus (=Yak)? Menurut tradisi
kuno, dia itu Yakobus saudara Tuhan (Yesus). Namun, sejumlah ahli modern meragukan
pandangan semacam itu. Keberatan yang mereka ajukan adalah sebagai berikut.
Pertama,Yakobus Saudara Tuhan itu orang Yahudi dari Galilea. Bagaimana mungkin dia
bisa menulis sepucuk surat dalam bahasa Yunani yang bermutu? Kedua, dalam Yak sama
sekali tidak dinyatakan perlunya semua orang Kristen (Yahudi maupun bukan-Yahudi)
untuk menghayati hukum Yahudi, padahal Yakobus saudara Tuhan hingga tahun 55 atau 58
M masih memperjuangkan penghayatan hukum Yahudi oleh semua orang kristen (Gal
2:12; Kis 21:2-24).78 Ketiga, kalau Yakobus saudara Tuhan memang pengarangnya, aneh

78
Bo, Reicke, The Epistles of James, Peter, and Jude (The Anchor Bible 37; Garden City: Doubleday & Co. Inc.,
1982) 4.
106
bahwa surat itu tidak segera diterima secara universal sebagai bagian dari kitab suci
padahal surat itu diakui berasal dari seorang Yakobus yang mempunyai wibawa dan
pengaruh besar dalam sejarah Gereja Awali. Patut dicatat, baru pada akhir abad ketiga Yak
diterima sebagai kanonik secara universal, artinya di Gereja Timur maupun Barat.79
Di lain sisi, para ahli yang mempertahankan Yakobus, saudara Tuhan, sebagai pengarang Yak
memberikan alasan sebagai berikut:80
1) Mutu sastra Yunani surat Yakobus sebenarnya tidak terlalu tinggi. Sebagai orang Yahudi
yang tinggal di Galilea dan yang memiliki banyak kontak dengan orang asing yang
berbahasa Yunani, bisa saja Yakobus ini menjadi penyusunnya
2) Ada ajaran dari Yak yang jelas memiliki kemiripan dengan ajaran Yesus dalam Injil,
misalnya tentang perlunya menjadi pendengar dan pelaksana Sabda Allah (bdk. Yak 1:19-
27 dengan Mat 7:24-27). Kemiripan semacam ini lebih mudah dipahami jika memang
pengarang Yak memang saudara Yesus.
3) Yak mengandung hal-hal yang bernada Yahudi, misalnya nasihat-nasihat yang mirip
dengan nasihat kaum bijak Israel. Hal ini cocok dengan sifat Yakobus saudara Tuhan
seperti yang sudah diterangkan di atas.

Sebagaimana tampak dari uraian di atas, masalah kepengarangan Yak sulit dipecahkan.
Argumen masing-masing pihak ternyata bisa dibantah oleh pihak lain. Surat yang sama, misalnya,
dinilai mengandung unsur-unsur yahudi oleh satu pihak, tetapi oleh pihak lain justru dipandang
sebagai suatu surat yang universal atau netral.
Ada yang berpendapat bahwa pengarang Yak adalah murid Yakobus saudara Tuhan.
Mungkin pendapat ini semacam jalan tengah yang bisa memecahkan banyak persoalan di atas.

B. Waktu penulisannya
Kapan Yak ditulis? Penentuan waktu penulisannya pun sulit dipastikan karena tidak
ada petunjuk yang cukup kuat untuk menjadi dasarnya. Soal waktu penulisan juga terkait
erat dengan soal kepengarangan. Jika benar-benar ditulis oleh Yakobus, saudara Tuhan,

79
Lihat catatan pengantar surat-surat katolik pada La Bible de Jerusalem (edisi 1984).
80
Gundry, Robert H., A Survey of the New Testament (Grand Rapids: Zondervan Publishing House, 1994) 432-3.
107
maka pasti surat itu selesai ditulis sebelum 62, yakni tahun kemartiran saudara Yesus ini
(62 M). Malah ada sejumlah ahli menganggap tahun 45-an sebagai waktu penulisannya.
Alasan mereka: dalam Yak tidak ada kesan bahwa ada usaha dari pihak orang Kristen-
Yahudi untuk meng-Yahudi-kan orang kristen yang bukan-Yahudi, suatu usaha yang baru
muncul sesudah tahun 45 dan yang kemudian diselesaikan pada Konsili Yerusalem pada 49
M.
Para ahli lain yang tidak menerima Yakobus saudara Tuhan sebagai pengarang Yak
cenderung menempatkan penulisan Yak ini pada akhir abad pertama atau bahkan awal abad
kedua Masehi. Pertimbangan mereka: ada hal-hal dalam Yak yang lebih cocok ditempatkan
pada masa ketika orang kristen sedang dianiaya di luar Palestina (bdk. Yak 1:2.12; 2:6;
4:6), rupanya pada zaman penganiayaan oleh kaisar Domitianus (81-96 M); jadi jauh
sesudah zaman Paulus. Juga nasihat untuk tidak memperlakukan orang miskin secara
berbeda dari orang kaya (1:2-7; 4:13-5:6), nasihat untuk bersabar menantikan kedatangan
Yesus pada akhir zaman (5:8) dan sebagainya paling cocok untuk situasi jemaat kristen
jauh sesudah Paulus wafat.

C. Tujuan penulisan
Mungkin Yak adalah tulisan yang paling bersifat praktis dari seluruh Perjanjian
Baru. Yak memuat banyak nasihat mengenai bagaimana orang kristen harus hidup di dunia
ini yang penuh cobaan dan penderitaan ini. Jadi, tujuannya adalah memberikan pedoman
hidup moral bagi orang kristen. Ada yang mengatakan, Yak adalah tulisan kebijaksanaan
kristen.

D. Susunan surat
Sulit menemukan suatu skema tertentu dalam Yak. Maka tidak perlu kita uraikan di
sini macam-macam susunan yang diusulkan para ahli. Yang penting, kita memahami isinya.

108
BAB XV
SURAT PERTAMA RASUL PETRUS
Pengantar dan catatan-catatan singkat
(Dikutip dari Kitab Suci Perjanjian Baru dengan pengantar dan catatan, LBI 1989)

Ada dua surat katolik yang dari sendiri menyatakan bahwa ditulis oleh Petrus. Surat per-
tama yang dalam alamatnya memuat nama ketua rasul 1: l, sejak awal mula diterima oleh Gereja
tanpa keraguan atau pertentangan. Surat ini barangkali sudah digunakan oleh Klemens dari Roma
dan pasti dipakai oleh Polikarpus. Sejak Ireneus, dengan tandas dikatakan bahwa surat itu ka-
rangan rasul Petrus. Petrus menulis surat ini di Roma (Babilon, 5-13). Di sana Petrus ada bersama
Markus yang disebutnya sebagai “anaknya”. Meskipun kita tidak tahu banyak tentang akhir hidup
Petrus, namun sebuah tradisi yang cukup dipercaya mengatakan bahwa Petrus datang ke ibu kota,
lalu mengalami kemartiran selama pemerintahan Kaisar Nero (th. 64 atau 67).
Surat Ptr ini dialamatkan kepada orang-orang Kristen “di perantauan”, 1:1 (terj: yang
tersebar) dengan menyebut nama lima propinsi yang pada pokoknya merangkum seluruh Asia-
Kecil. Apa yang dikatakan tentang hidup mereka dahulu, 1:14,18; 2:9 dst; 4:3, menyarankan
bahwa mereka dahulu kafir meskipun tetap mungkin bahwa juga ada orang Kristen keturunan
Yahudi di kalangan mereka. Itulah sebabnya maka Petrus menulis suratnya dalam bahasa Yunani.
Bahasa Yunaninya adalah sederhana tetapi tepat dan halus sehingga tampaknya terlalu bermutu
untuk dapat dipakai oleh seorang nelayan asal Galilea. Tetapi kali ini kita mengenal nama murid
jurutulis yang kiranya menolong dalam mengarang surat itu. Namanya ialah Silwanus, 5:12, yang
umumnya disamakan dengan rekan Paulus yang bernama Silas, Kis 15:22+.
Maksud tujuan surat ini ialah mempertahankan iman pada mereka yang dituju dan dilanda
banyak percobaan. Ada orang yang berpendapat bahwa apa yang dimaksudkan dengan percobaan
itu ialah penganiayaan dari pihak pemerintah, misalnya dari pihak Kaisar Domitianus atau bahkan
Kaisar Trayanus. Kalau demikian maka surat itu ditulis setelah Petrus meninggal. Tetapi apa yang
dikatakan surat itu sekali-kali tidak menyarankan bahwa ada penganiayaan dari pihak pemerintah,
apa lagi dari pihak Domitianus atau Trayanus. Apa yang dimaksudkan tidak lain kecuali gang-
guan-gangguan dari pihak lingkungan orang-orang Kristen itu, fitnah dan penghinaan dari pihak
mereka yang merasa tersinggung oleh karena orang Kristen tidak mau ikut dalam adat istiadat dan
kebejatan akhlak mereka, 2:12; 3:16; 4:4,12-16.

109
Terhadap keaslian 1 Ptr (sebagai karangan Petrus) masih diketengahkan kesulitan lain.
Kesulitan itu ialah: Rupanya 1 Ptr banyak menggunakan karangan-karangan Perjanjian Baru lain,
khususnya Yak, Rom dan Ef, sedangkan anehnya Injil hanya sedikit dipakai. Namun demikian 1
Ptr sering meski secara halus sekalipun menyinggung Injil. Seandainya Injil dengan lebih jelas
dikutip kiranya orang berkata bahwa pengarang berbuat demikian justru dengan maksud supaya
suratnya dianggap sebagai karangan Petrus. Adapun hubungan 1 Ptr dengan Yak dan Paulus
jangan dibesar-besarkan. Tidak ada satupun pokok utama dari surat-surat Paulus (ciri sementara
hukum Taurat, Tubuh Kristus dll) yang tampil dalam 1 Ptr. Banyak pokok yang dikatakan berasal
dari Paulus oleh karena terutama dibahas dalam surat-surat Paulus kiranya tidak lain dari pokok-
pokok yang banyak dibahas dalam teologi Gereja Purba pada umumnya (kematian Kristus sebagai
penebusan, iman dan baptisan, dll). Makin banyak ahli menerima bahwa di zaman itu ada
rumusan-rumusan tertentu dalam pengajaran agama dan kumpulan-kumpulan ayat-ayat Kitab Suci
dan semuanya itu mungkin dipakai oleh macam-macam karangan tanpa bergantung satu sama lain.
Namun demikian ada beberapa bagian dalam 1 Ptr yang dijiwai oleh Rom dan Ef. Tetapi hal itu
dapat diterima walaupun tidak perlu menolak l Ptr sebagai karangan Petrus: Petrus tidak
mempunyai keunggulan di bidang teologi seperti Paulus; maka ia dapat menimba dari karangan-
karangan Paulus, terutama kalau berbicara kepada kalangan orang Kristen yang meresapkan ajaran
Paulus ke dalam hati. Jangan dilupakan pula bahwa juru tulis Petrus, yaitu Silwanus, adalah murid
Paulus juga. Perlu masih dicatat pula bahwa di samping kedekatan dengan Paulus, ada juga
sementara ahli yang menemukan kesamaan antara 1 Ptr dan karangan-karangan lain yang berasal
dari lingkungan Petrus, yaitu injil kedua dan wejangan-wejangan Petrus yang termaktub dalam
Kis.
Surat Petrus ini tentu saja mendahului kematiannya dalam th. 64 atau 67. Namun ada
kemungkinan juga bahwa menurut petunjuk-petunjuk Petrus, Silwanus menulis surat ini setelah
Petrus meninggal dunia, lalu mengumumkannya di bawah kewibawaan Petrus. Dugaan semacam
itu terutama masuk akal seandainya benar bahwa surat ini sebenarnya terdiri atas beberapa
kepingan, antara lain sebuah homili yang diucapkan dalam rangka upacara baptisan. Tetapi ini
hanya dugaan belaka yang tak mungkin dibuktikan.
Meskipun 1 Ptr terutama berisikan nasihat-nasihat praktis, namun ajaran yang termaktub di
dalamnya bermutu tinggi. Terdapat di dalamnya sebuah ikhtisar bagus dari teologi Kristen di
zaman itu dan ikhtisar itu mengharukan hati justru dalam kesederhanaannya. Sebuah gagasan
pokok ialah: dengan berani dan sabar orang Kristen mesti menanggung percobaan sesuai dengan
110
teladan Kristus sendiri, 2:21-25; 3:18; 4:1, sama seperti Kristus orang Kristen harus menderita
dengan berkanjang dan merasa gembira kalau sengsaranya yang disebabkan iman dan
kelakuannya yang suci, 2:19 dst; 3:14; 4:12-19; 5:9, mereka harus menentang yang jahat dengan
kasih sambil mentaati pemerintah sipil, 2:13-17, dan dengan lembut dan rendah hati terhadap
sekalian orang, 3:8-17; 4:7-11, 19. Ada bagian sulit dalam surat ini yang diartikan dengan
berbagai cara, yakni 3:19 dst; bdk 4:6. Pemberitaan (Injil) oleh Kristus sementara ahli
mengartikannya sebagai pemberitaan keselamatan atau hukuman, sedangkan “roh-roh” yang di
dalam penjara, diartikan entah sebagai orang fasik yang mati di waktu air bah, entah sebagai
malaikat-malaikat yang menurut tradisi alkitabiah dan apokaliptik berdosa. Tetapi bagaimanapun
juga tindakan Tuhan itu ditempatkan di saat wafatNya. Dan karena itu nas menjadi dasar utama
bagi ajaran tentang turunnya Kristus ke dunia orang mati (penantian kurang tepat).

Tambahan:81
Skema Surat Pertama Rasul Petrus
Pengantar, salam 1:1-2
I. Pujian terhadap warisan surgawi atas umat Kristen yang dianiaya. 1:3-12
II. Himbauan untuk menjadi suci. 1:13-21
III. Himbauan untuk saling mencintai. 1:22-25
IV. Himbauan untuk terus menuju penebusan. 2:1-10
V. Himbauan untuk umat Kristen di tengah umat bukan-Kristen 2:11-4:19
VI. Himbauan untuk kemanusiaan dalam Gereja dan bertahan dalam derita 5:1-11
Simpulan, peran Silwanus sebagai amanuensis (sekretaris), atau kurir, atau
keduanya, salam, berkat. 5:12-14
Skema Surat Kedua Rasul Petrus
Salam 1:1-2
I. Pengetahuan benar yang harus dimiliki umat Kristen 1:3-21
II. Nabi Palsu 2:1-22
III. Parousia dan penghakiman terakhir 3:1-18a
Simpulan, Doksologi 3:18b
Skema Surat Yudas
Salam 1-2
I. Masuknya nabi palsu dalam Gereja 3-4
II. Karakter tak bertuhan dan pengadilan atas nabi palsu 5-16
III. Bertahan terhadap ajaran nabi palsu 17-23
Simpulan 24-25

81
Ditambahkan dari catatan Angkatan 2009. Keterangan lebih lanjut dan untuk surat Yohanes 1-3 silakan lihat buku
“Pengantar ke dalam Perjanjian Baru” oleh Dr. C. Groenen OFM, Yogyakarta: Kanisius, 1984.
111
BAB XVI
KITAB WAHYU YOHANES

Kitab Wahyu, kitab terakhir Alkitab, di satu sisi cukup memukau pembaca tetapi di sisi lain amat
membingungkan. Kata “wahyu” (Yunani: apokalupsis) itu sendiri berarti penyingkapan tabir rahasia.
Dari judulnya orang bisa mengetahui bahwa buku ini bertujuan menyatakan hal-hal yang akan tetap
tersembunyi bila tidak disibakkan. Dengan keahlian yang tinggi si pengarang kitab ini menuliskan jalannya
“sejarah dunia” ini menuju kepenuhannya pada akhir zaman, ketika orang-orang jahat akan dihukum
sedangkan orang yang beriman kepada Allah akan diselamatkan.
Dalam batas-batas tertentu kitab Wahyu dapat dianggap termasuk jenis sastra apokaliptik Yahudi
yang berkembang di kalangan orang-orang Yahudi pada tahun 200 SM hingga 200 M. Untuk dapat
memahami kitab Wahyu (Yohanes) dengan lebih baik, perlu kita lihat secara singkat apakah yang disebut
kesusasteraan apokaliptik itu.

A. Kesusasteraan apokaliptik Yahudi


Jenis sastra apokaliptik muncul dan berkembang pada zaman ketika umat beriman mengalami
banyak penderitaan, pengejaran dan penindasan. Dalam situasi krisis semacam ini iman umat bisa goyah.
Mereka bisa mengira bahwa Allah sudah melupakan mereka. Nah, untuk menghidupkan iman dan
pengharapan mereka inilah ditulis buku yang bertujuan menghidupkan semangat dan harapan umat
beriman. Inti pokok buku itu adalah mengajar umat untuk melihat sejarah manusia masa lalu, masa kini
dan masa depan dalam terang Sabda Allah. Orang diajak melihat bahwa Allah tetap hadir dalam sejarah
manusia. Tidak ada yang lepas dari perhatian dan kuasa Allah. Biarpun tampaknya setan dan anak
buahnya menang, namun sebenarnya hanya Allah Israel yang berkuasa atas semua kejadian/peristiwa
sejarah di dunia ini. Oleh karena itu orang tidak boleh kecil hati. Allah memang membiarkan setan dan
anak buahnya mengacau dunia. Tetapi pada suatu saat kekacauan dan penderitaan akan mencapai
puncaknya, lalu Allah akan menghancurkan dunia yang jahat itu beserta kerajaan setan dan
menciptakan dunia dan zaman baru bagi pengikut-Nya yang setia sampai akhir. Gagasan dasar jenis
sastra apokaliptik ini tampak cukup jelas pada Dan 2:31-45 dan 7. Pada bab 2 dilukiskan zaman beberapa
raja jahat/bengis yang berkuasa berturut-turut di dunia ini. Mereka digambarkan sebagai patung yang
terbuat dari macam-macam logam, makin lama makin keras (besi paling keras). Tetapi pada suatu saat
Allah akan mengirim seorang utusan (atau bangsa pilihan-Nya) untuk menghancurkan kerajaan-kerajaan
besar dan jahat itu. Itu dilambangkan dengan batu kecil yang dicungkil oleh tangan Allah (“bukan tangan
manusia” pada ayat 34). Batu kecil itu bisa menghancurkan patung besar itu dan setelah itu ia sendiri

112
menjadi besar, menjadi suatu kerajaan yang tidak akan berkesudahan (ayat 44). Gagasan yang mirip
dengan Dan 2 kita jumpai juga pada Dan 7. Binatang-binatang ganas yang mengerikan itu
menggambarkan para raja yang bengis. Raja yang terakhir malah yang paling jahat; ia adalah penghojat
Allah (ayat 25). Tetapi Allah di depan segenap “bala tentara surgawi-Nya” akan mengadili dunia ini dan
akan mengakhiri dunia dan zaman jahat dan mengawali suatu zaman baru, zaman penuh kebahagiaan,
bagi orang yang setia kepada-Nya (ayat 27).
Kitab Wahyu mirip sekali dengan sastra apokaliptik, sejauh kitab ini mewartakan lenyapnya
dunia lama yang kacau balau itu untuk digantikan dengan dunia yang baru. Why 21:1.5 berbunyi, “Lalu
aku melihat langit yang baru dan bumi yang baru, sebab langit yang pertama dan bumi yang
pertama telah berlalu, dan lautpun tidak ada lagi ... Ia yang duduk di atas takhta itu berkata:
“Lihatlah, Aku menjadikan segala sesuatu baru!” Seperti kesusasteraan apokaliptik Yahudi,
begitu juga kitab Wahyu bertujuan untuk menghibur umat kristen yang mengalami penindasan
dan kesukaran dan menghimbau agar mereka bertahan dalam iman yang benar.

B. Penggunaan simbol-simbol
Salah satu ciri kesusasteraan apokaliptik Yahudi adalah penggunaan simbol-simbol yang tidak
selalui mudah kita pahami, terutama jika kita tidak mengenal Perjanjian Lama dengan baik. Mungkin
penggunaan simbol dimaksudkan untuk mempermudah pemahaman. Untuk menggambarkan raja-raja
duniawi yang bengis penulis kitab Daniel, misalnya, merasa lebih baik memakai simbol binatang yang
mengerikan daripada memakai kata-kata biasa (Dan 7). Memang bahasa lambang sering kali lebih kuat
daripada bahasa biasa. Yesus pun pernah menyebut raja Herodes sebagai serigala (Luk 13:32). Bagi
orang yang tahu hewan macam apa serigala itu, akan tahu orang macam apa Herodes itu. Cukup
dengan menyamakan dia dengan serigala, Yesus sudah mengatakan banyak hal tentang Herodes.
Simbol yang dipakai dalam kesusasteraan apokaliptik Yahudi macam-macam. Selain simbolisme
hewan, ada juga simbolisme angka. Alasannya ialah karena Allah Israel memang menguasai waktu dan
zaman (yang dapat dihitung dengan angka). Ia sudah dapat menubuatkan sejarah yang akan datang dan
masa-masanya. Masa atau zaman itu diukur dengan angka: 12 bulan dalam setahun; tujuh hari dalam
seminggu. Angka tujuh merupakan angka yang mengacu pada kesempurnaan atau kelengkapan. Latar
belakangnya adalah kepercayaan orang Babilon bahwa ada tujuh benda angkasa yang disembah sebagai
dewa. Oleh karena itu angka “tujuh” mencerminkan kesempurnaan dan keseluruhan.82 Dalam Alkitab ada
banyak permainan angka “tujuh”. Bdk Kisah Penciptaan dalam skema 7 hari: 6 hari yang ditutup dengan
hari ketujuh, hari istirahat (Kej 1:1 - 2:4a); dll. Sebaliknya, angka “tiga setengah” menunjukkan jangka

82
E. Lohse, The New Testament Environment (trans. John E. Steely; London: SCM Press, 1980) 58.
113
waktu yang tidak sempurna atau terbatas saja (Dan 7:25; 12:7; Luk 4:25 - tiada hujan selama 3 setengah
tahun saja; seandainya genap 7 tahun, tentu semua makhluk hidup akan binasa!).
Dalam kitab Wahyu ada simbolisme angka, misalnya:
 ada 7 gereja yang mendapat suraa dari Tuhan, artinya semua gereja Yesus Kristus mendapat surat
(Why 2-3). Tujuh adalah angka yang menunjukkan kepenuhan/totalitas.
 ada Anak Domba yang memiliki 7 tanduk dan 7 mata yang berarti: Yesus Kristus (=Anak Domba
Allah) mempunyai kekuasaan (=tanduk) penuh (=7) dan pengetahuan (=mata) yang maha-
sempurna (=7)
 ada simbol angka empat (7:1) yang berarti seluruh dunia (=empat penjuru)
 ada angka sebagai angka 12 angka kesempurnaan atau bilangan yang mengacu pada dua belas suku
Israel (Israel Lama maupun Israel baru, yaitu Gereja Yesus Kristus); angka seribu berarti jumlah yang
luar biasa. Jadi, 144.000 orang pilihan yang dimeterai oleh malaikat berarti suatu jumlah yang amat
banyak (12 x 12 x 1000), bukan 144.000 dalam arti sebenarnya.

Mengingat banyaknya simbol yang dipakai maka orang harus hati-hati sekali dalam menafsirkan
kitab Wahyu. Kita tidak boleh terpaku pada apa yang tertulis, melainkan harus mencari maksud yang lebih
mendalam.
Jadi, ciri-ciri penting jenis sastra ini:
- pemakaian simbol-simbol yang sulit dipahami oleh orang yang belum begitu biasa dengan jenis ini.
- keyakinan bahwa sejarah ini ada dalam kontrol Allah
- keyakinan bahwa suatu saat Allah akan mengakhiri semua penderitaan umat-Nya dan memberi mereka
kerajaan kekal yang penuh dengan sukacita
- keyakinan bahwa pengadilan terakhir akan berlaku baik atas musuh-musuh Allah maupun atas umat-
Nya sendiri. Hanya orang yang setia kepada Allah akan selamat. Pengadilan terakhir itu berlaku juga
untuk semua orang yang sudah mati.

Mudah dipahami kalau Perjanjian Baru pun terpengaruh oleh gagasan semacam itu, tetapi
semuanya diberi isi baru, yaitu iman mereka kepada Kristus. Orang-orang kristen memang menantikan
datangnya zaman baru yang sudah dimulai dalam diri orang kristen berkat jasa Yesus Kristus (2 Kor
5: l7). Kedatangan Yesus Kristus pada akhir zaman akan didahului dengan banyak kesusahan (perang,
penindasan, dan sebagainya). Kristus, mewakili Bapa-Nya, akan mengadili dunia (2 Kor 5:10). Pada waktu
itulah kejahatan akan dikalahkan.

114
C. Pengarang
Pengarang mengaku diri bernama Yohanes (1:1; 1:4; 21:2; 22:8) yang sedang menderita
(1:9), bahkan sedang dibuang di P. Patmos (1:9). Ia memperkenalkan dirinya sebagai seorang
nabi (bdk. 22:9) dan menyebut bukunya itu kitab nubuatan (1:3; 22:7). Menurut kesaksian kuno,
antara lain Yustinus Martir (150 M) dan Ireneus (sekitar 200 M), dia itu rasul Yohanes, saudara
Yakobus. Memang tidak semua ahli menerima hal itu. Alasannya antara lain karena bahasa
Yunani kitab ini berbeda dengan bahasa Yunani Injil dan ketiga surat Yohanes. Namun, tidak ada
alasan yang cukup kuat untuk menolak pandangan tradisional yang menerima rasul Yohanes
sebagai pengarangnya. Mengenai bahasa yang berbeda, bisa saja penyebabnya adalah tidak
adanya juru tulis yang memperhalus kitab Wahyu, seperti yang terjadi pada penulisan injil dan
ketiga suratnya. Atau, bisa jadi, bahasa Yunani yang lebih jelek (termasuk beberapa kesalahan
gramatikal) itu memang disengaja untuk menarik perhatian pembaca.

D. Tempat dan tanggal penulisan


Menurut Ireneus, kitab Wahyu ditulis pada akhir masa pemerintahan kaisar Domitianus
(81-96 M) , yakni sekitar 90-96 M. Alasannya ialah karena pada zaman kaisar ini (masih) terjadi
penganiayaan umat kristen seperti pada zaman kaisar-kaisar yang mendahuluinya, namun ada
sesuatu yang khusus: pada zaman kaisar Domitianus ini berkembang subur usaha untuk men-
dewakan sang kaisar serta menyembah patungnya. Pada kenyataannya, di Efesus didirikan patung
besar kaisar Domtianus. Mungkin hal ini menjadi latar belakang untuk Why 13:14-15 (tentang
patung binatang yang disembah manusia).
Kebanyakan ahli menerima kesaksian Ireneus ini. Namun ada juga pendapat-pendapat
lain. Ada yang menempatkan tahun penulisan kitab Wahyu pada zaman kaisar Nero karena ada
angka 666 pada Why 13:18 yang menurut pendapat banyak ahli merupakan jumlah dari bilangan
nama kaisar Nero.83 Ada juga yang berpendapat, kitab Wahyu ditulis pada zaman kaisar
Vespasianus. Mengenai alasan serta keberatan yang dapat diajukan melawan teori-teori lain,
dapat dilihat buku-buku yang ada.84

E. Latar belakang sejarah


Umat yang menerima kitab Wahyu adalah umat kristen di Asia Kecil yang mengalami banyak
penderitaan dan penganiayaan; adanya kaisar-kaisar Romawi ingin disembah sebagai dewa, istimewanya
kaisar Domitianus; kemerosotan moral di pelbagai bidang yang juga mempengaruhi jemaat kristen.

83
Notabene: dalam bahasa Ibrani huruf berfungsi juga sebagai angka/bilangan. Huruf alef (a) sama dengan l, huruf
bet (b) sarna dengan 2, dst. Jadi, kata Ibrani ab (=ayah) mempunyai nilai tiga (1 + 2).
84
Lih. antara lain J.J. de Heer, Wahyu Yohanes I (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989) 17-19; Robert H. Gundry, A
Survey of the New Testament (Grand Rapids: Zondervan Publishing House, 1994) 459.
115
F. Teori/paham penafsiran
Ada macam-macam teori yang dipakai para penafsir, yang kadang-kadang tumpang-tindih. Teori-
teori tersebut adalah:85

a) teori preterist (“praeteritum” [Latin] berarti: telah lampau)


Menurut teori ini kitab Wahyu mengandung peristiwa-peristiwa yang telah lampau, misalnya
binatang dalam Why 13 adalah kekaisaran Romawi. Namun nubuat-nubuatnya tidak dimaksudkan sebagai
nubuat yang sesungguhnya melainkan mengungkapkan keyakinan agama akan suatu masa depan yang
sempurna untuk meneguhkan iman umat yang menderita. Jadi, nubuatan ini hanya mengungkapkan
pengharapan umum akan masa depan yang baik. Dengan kata lain, nubuat-nubuatnya tidak akan terjadi;
kekaisaran Romawi tidak runtuh seperti yang diramalkan kitab Wahyu; Kristus tidak datang meskipun
kekaisaran Romawi sudah runtuh. Teori ini sulit diterima karena terlalu meremehkan nubuat-nubuat dan
terlalu terpaku pada sejarah lampau.

b) teori historis (Kirchengeschlchtlich)


Menurut teori ini Kitab Wahyu memuat seluruh sejarah Gereja dari dahulu hingga akhir zaman.
Dengan menganut teori ini, misalnya, ada banyak orang yang berpendapat bahwa binatang yang disebut
dalam Why 13 adalah paus Katolik Roma. Teori ini sulit diterima karena tidak ada patokan yang jelas
untuk mencari penerapan suatu ayat pada peristiwa tertentu dalam sejarah Gereja. Akibatnya, tafsiran yang
ada begitu berbeda satu sama lain. Misalnya: angka 666 dalam Why 13:18 ditafsirkan secara beraneka
ragam: paus Roma Katolik, Hitler, dan sebagainya.

c) teori idealist
Menurut teori ini Kitab Wahyu tidak berbicara sama sekali tentang sejarah (baik di masa lampau
maupun di masa sekarang), melainkan mengungkapkan cita-cita atau idealisme kemenangan kebaikan
dalam peperangan melawan kejahatan. Teori ini mengabaikan kaitan kitab Wahyu dengan sejarah konkret,
maka sulit juga diterima.

d) teori futurist
Menurut teori ini Kitab Wahyu memuat hal-hal yang bagi kita masih akan terjadi di masa depan.
Teori ini sulit diterima karena seandainya kitab Wahyu hanya bicara tetapi kejadian-kejadian yang masih
jauh di masa depan, apakah maknanya bagi si pembaca waktu itu?

85
Bdk. Robert H. Gundry, Ibid., hlm. 460-61; George Eldon Ladd, A Commentary on the Revelation of John (Grand
Rapids, Mi. : William B. Eerdmans Publishing Company, 1991) 10-12.
116
Keempat teori di atas bisa kita sederhanakan menjadi dua saja, yakni dengan menanyakan apakah
hakikat kitab Wahyu itu suatu buku sejarah (=tentang peristiwa-peristiwa yang lampau) ataukah suatu kitab
nubuatan mengenai hal-hal yang masih akan terjadi? Masing-masing teori mempunyai dasarnya dalam
kitab ini. Kalau begitu, paham atau teori mana yang patut kita ikuti? Kiranya kita perlu menerima teori
yang menggabungkan macam-macam teori yang ada. Kitab Wahyu memuat nubuat seorang nabi sekaligus
memuat sejarah. Dalam nubuat seorang nabi tentu ada unsur sejarah konkret yang dialami nabi tersebut
(unsur yang diakui oleh aliran preterist), namun sekaligus memuat masa depan dekat dan mungkin juga
(tanpa disadari oleh nabi itu sendiri) suatu masa depan yang masih sangat jauh (unsur yang diakui aliran
futurist) . Misalnya: nubuat Yesaya tentang perempuan muda yang akan mengandung dan melahirkan anak
(Yes 7:14) meramalkan lahirnya seorang anak pada zaman nabi Yesaya sendiri, tetapi dalam rencana Tuhan
(yang tidak diketahui oleh nabi Yesaya sendiri!) ternyata nubuatan itu berlaku secara lebih penuh pada
kelahiran Yesus dari perawan Maria. Dalam menafsirkan Kitab Wahyu pertama-tama kita harus melihat
kaitan Kitab Wahyu dengan peristiwa konkret pada zaman rasul Yohanes. Satu peristiwa di masa lampau
bisa merupakan model untuk peristiwa-peristiwa yang masih akan terjadi di masa depan; sebaliknya, suatu
peristiwa di masa depan dapat dilihat sebagai model untuk masa kita. Jadi, satu peristiwa bisa terjadi
berulang-ulang dalam pelbagai zaman!

G. Struktur Kitab Wahyu


Salah satu kemungkinan struktur Why adalah sbb:86
I. PROLOG 1:1-8
II. PENGLIHATAN PERTAMA 1:9-3:22
1. Sang Pewahyu: Kristus yang mulia 1:9-20
2. Tujuh Surat 2:1-3:22
III. PENGLIHATAN KEDUA 4:1-16:21
1. Takhta Surgawi 4:1-11
2. Kitab/gulungan yang bermeterai (tujuh meterai) 5:1-8:1
a. Kitab yang bermeterai 5:1-14
b. Pembukaan Meterai Keenam kitab pertama 6:1-17
c. Selingan: Dua kumpulan besar 7:1-17
d. Meterai ketujuh 8:1
3. Tujuh sangkakala 8:2-14:20
a. Keenam sangkakala pertama 8:2-9:21
b. Selingan 10:1-11:13

86
Disusun berdasarkan struktur yang diusulkan oleh G. Eldon Ladd, Op.cit., hlm. 15-16.
117
c. Sangkakala ketujuh 11:14-19
d. Selingan 12:1-14:20
4. Tujuh cawan 15:1-16:21
IV. PENGLIHATAN KETIGA 17:1-21:8
1. Misteri Babel 17:1-18
2. Lagu ratapan/lagu kematian atas Babel 18:1-19:5
3. Kemenangan Akhir dan Pemusnahan total 19:6-21:8
V. PENGLIHATAN KEEMPAT: YERUSALEM SURGAWI 21:9-22:5
VI. EPILOG 22:6-21

H. Sulitnya menafsirkan kitab Wahyu


Sulitnya menafsirkan Why tampak dari perbedaan penafsiran. Sebagai contoh kita lihat perbedaan
tafsiran atas beberapa lambang berikut ini:
a) Tujuh roh (1:4) adalah Roh Kudus (karena 7 melambangkan kepenuhan Roh) atau menurut tafsiran
lain, mereka adalah tujuh malaikat tertinggi.
b) loh-loh batu putih (2:17) berarti jimat yang lazim dipakai orang pada zaman itu atau menurut tafsiran
lain, itu adalah batu piagam untuk para pemenang dalam pertandingan.
c) dua puluh empat tua-tua (4:4 dll) berarti wakil PL dan PB atau 12 wakil Gereja Yahudi dan 12 wakil
Gereja bukan-Yahudi, atau menurut tafsiran lain mereka itu adalah 24 malaikat agung ( karena dalam
Why 14:3 kedua puluh empat tua-tua itu dibedakan dari Gereja Yesus Kristus dan karena Yohanes
sendiri memanggil mereka “Tuan”).

118

Anda mungkin juga menyukai