Anda di halaman 1dari 27

Apakah

HAM itu?

Pelanggaran
HAM

Islam dalam
Memandang
HAM

Problem Deklarasi
Universal HAM

HAM dalam
Perspektif
BARAT dan Islam

Sejarah
tentang HAM

NASKAH HAM

Secara etimolgi Hak merupakan unsur normatif yang


berfungsi sebagai pedoman prilaku , melindumgi
kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya peluang
bagi manusia dalam menjadi harkat dan martabatnya.
Sedangkan asasi berarti yang bersifat paling mendasar
yang dimiliki manusia sebagai fitrah, sehingga tak
satupun
makhluk
mengintervensinya
apalagi
mencabutnya.
Hak Asasi Manusia adalah hak-hak dasar atau hak-hak
pokok yang di miliki oleh setiap umat manusia sejak
lahir sebagai Anugrah Tuhan YME kepada hambanya,
yaitu umat manusia tanpa terkecuali. Karena hak asasi
manusia melekat pada diri manusia sejak lahir,

Barat dan Islam sebagai dua buah


peradaban
besar
berbeda
dalam
memandang HAM, HAM dalam peradaban
Islam dinilai Teosentris sedang HAM Barat
Antroposentris
Pangkal perbedaan ini bersumber dari
pada
cara
memandang
apa
itu
KEBEBASAN, BARAT mutlak mengukur
kebebasan atau Free Will dari masyarakat
atau Manusia sedang Islam memandang
ukurannya adalah Wahyu

FREE WILL
ISLAM

IKHTIYAR

BARAT

FREEDOM OF CHOICE

Barat memandang Kebebasan berkehendak


atau Free Will sebagai kebebasan tanpa
batas, atau Freedom of Choice. Barat tidak
mengenal konsep haq dan bathil karena
ukuran kebenaran adalah masyarakat atau
manusia.

Tentu pemahaman Barat tentang Free Will ini


akan bertabrakan dengan pandangan Islam,
Islam memandang Free Will sebagai Ikhtiyar,
yakni bukan kebebasan tanpa batas (Freedom
of Choice) melainkan kebebasan memilih
yang baik dari yang
terbaik , karena
kebebasan yang sebebas-bebasnya (bebas
memilih baik yang Haq atau Bathil) bukanlah
makna Free Will sesungguhnya dalam
pandangan Islam

Piagam Madinah (1 H / 622 M) , sebagai


Konstitusi tertulis Pertama di dunia (nyaris 6
abad mendahului Magna Charta, dan hampir
12 abad mendahului Konstitusi Amerika
Serikat ataupun Prancis.) telah memuat
jaminan hak dan kewajiban setiap warga
negara
Khutbah
Nabi
Muhammad
(Khutbah
Wada`)1400 tahun lebih (19 Dzulhijjah 11 H)
di Jabal Rahmah yang lalu dianggap telah
menerobos ruang dan waktu mengenai HAM,
Khutbah ini mengandung Modus Vivendi
(Kesepakatan Luhur) tentang nilai-nilai
universal HAM

Sejarah awal hak asasi manusia di barat


berkembang sejak tahun 1215 yaitu dalam
Magna Charta yang berisi aturan mengenai
tindakan dan kebijakan negara supaya tidak
berjalan sewenang-wenang. Isi dari Magna
Charta ialah bermaksud untuk mengurangi
kekuasan
penguasa.
Usaha
untuk
diadakannya Magna Charta ini dimulai dari
perjuangan tuan tanah dan gereja untuk
membatasi kekuasaan raja dan para anggota
keluarga. Pada periode awal ini hubungan
antara isi dasar HAM adalah mengenai
(hubungan) antara anggota masyarakat yang
berada dibawaha kekuasaan yang diatur
kebendaanya.

Pada 1653 instrument of governmentberhasil


didesakkan. Pembatasan kekuasaan raja
semakin dikukuhkan dengan lahirnya Habeas
Corpus Actpada Mei 1679. Lonceng kebebasan
terus berdentang dan pada 16 desember
1689Bill Of Rightslahir. Mereka tidak hanya
berhasil membebaskan diri dari kesewenangan
raja. Dan mereka juga berhasil membentuk
parlemen yang mempunyai kewenangan untuk
mengontrol kekuasaan raja. Itulah sekilas
sejarah awal dari HAM yang berkembang di
barat khususnya yang berkembang diwilayah
Inggris.

Tonggak Zaman Modern berlakunya HAM


internasional ialah pada Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia (DUHAM) pada 10 Desember
1948 di Paris, Prancis. Disini tonggak deklarasi
universal mengenai hak asasi manusia yang
mengakui hak setiap orang diseluruh dunia.
Deklarasi ini ditanda tangani oleh 48 negara
dari 58 negara anggota PBB dan disetujui oleh
majelis umum PBB. Perumusan penghormatan
dan pengakuan norma-norma HAM yang
bersifat
universal,
nondiskriminasi,
dan
imparsial telah berlangsung dalam sebuah
proses yang sangat panjang.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Piagam (Konstitusi) Madinah 622 M


Khutbah Wada` Nabi Muhammad 632 M
Magna Carta (Piagam Agung, 15 juni 1215)
Habeas Courpus Act Petition of Right
Bill of Right (Undang-Undang Hak, inggris 1689)
Declaration of Independence (Pernyataan
kemerdekaan USA, 4 juli 1776)
Revolusi Prancis, 5 agustus 1789
The Four Freedom (empat kebebasan USA 1941)
Universal Declaration of Human Right (10
desember 1948)

Salah satu prestasi kemanusiaan terbesar setelah


Perang Dunia ke II adalah konseptualisasi dan
penyebaran Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia pada 10 Desember 1948. Deklarasi itu,
bersamaan dengan dua Kovenan Internasional
yaitu International Covenant on Civil and
Political Rights dan International Covenant on
Economic, Social, Cultural Right tahun 1966
secara umum kemudian dikenal sebagai
International Bill of Human Right. Secara umum
Deklarasi dan dua Kovenan itu merupakan usaha
bersama untuk mewujudkan dunia yang lebih
baik, berkeadilan dan kerjasama internasional
yang berguna bagi semua.

Namun dibanding dua Kovenan itu, Deklarasi itu sejak awal


telah menuai banyak kritikan dan keberatan. Mungkin ini
dikarenakan oleh situasi ketika Deklarasi itu disusun.
Faktanya Deklarasi itu di susun oleh segelintir orang, tidak
representative dan umumnya didominasi oleh orang Barat,
dan ketika itu orang-orang dari Afro-Asia sedang berada
dibawah penguasa kolonial. Konsekuensinya, tidak banyak
ide-ide yang masuk dan diperdebatkan serta didiskusikan
khususnya yang berkaitan dengan nilai-nilai Asia dan Afrika,
lebih-lebih nilai-nilai keagamaan dari berbagai agama di
dunia. Akibatnya, agama-agama itu hampir secara
keseluruhannya merasa tidak puas, meskipun tidak selalu
diekspresikan secara terus terang. Ketidak-puasan kedua
adalah ketika orang mulai berulang ulang mendesak agamaagama di dunia untuk mendukung atau mengakomodir
Deklarasi atau dokumen lain yang berkaitan dengan HAM.
Latar belakangnya nampaknya adalah karena adanya asumsi
bahwa agama adalah penghalang pelaksanaan dan
penyebaran HAM. Agama akhirnya diletakkan secara vis a
vis dengan HAM yang menekankan pada kebebasan dan
keadilan.

Karena situasi itu maka tidak heran jika utusan berbagai masyarakat
beragama seluruh dunia mengusulkan agar Deklarasi dan dua Kovenan
itu direvisi dan syarat-syaratnya dibuat lebih adil dengan memasukkan
konsep-konsep yang berdasarkan agama baik spiritualitas maupun
tanggung jawab. Peluncuran acara Project on Religion and Human
Right, pada bulan Juli tahun 1993 di New York merupakan tonggak
penting dalam hal ini. Perkembangan selanjutnya adalah revisi
Deklarasi pada ulang tahun ke 50 Deklarasi dan ulang tahun ke 50
Fakultas Religious Studies di universitas McGill, Montreal. Revisi itu
menghasilkan dokumen yang disebut Universal Deklaration of Human
Right by the World Religions. Acara ini dilanjutkan di berbagai tempat
seperti di California, New York, Durban, Barcelona, Paris pada acara
UNESCO. Dan yang terakhir adalah di Genting Highland, Malaysia pada
bulan November 2002. Pertemuan terakhir itu menghasilkan usulan
baru Deklarasi Universal dengan beberapa komentar yang
merepresentasikan dunia agama. Ini sekedar menunjukkan bahwa
Deklarasi yang dianggap Universal itu ternyata masih belum
mengakomodir aspirasi agama-agama. Ini berarti bahwa diperlukan
suatu Deklarasi yang adil, yang memberi hak dan pegakuan kepada
individu dan juga kelompok khususnya institusi agama dan Negara
untuk memberi makna tentang hak, kebebasan, moralitas, keadilan
dan kehormatan sekaligus mempraktekkannya dalam kehidupan nyata
yang beradab.

Dalam kasus diatas, sejalan dengan tuntutan agamaagama, Islam juga mempunyai persoalannya sendiri
terhadap Deklarasi Universal HAM. Bagi umat Islam dan
Negara-negara Islam, Deklarasi itu secara umum dapat
diterima. Namun yang sejak awal menjadi masalah bagi
umat Islam adalah pasal 18 yakni pasal mengenai hak
beragama dan hak mengganti agama. Problem ini telah
sejak awal disadari umat Islam. Konon Muhammad
Zafrullah Khan dari Pakistan dan Jamil al-Barudi dari
Saudi Arabia telah memperdebatkan pasal ini. Selain itu
pasal 16 Deklarasi HAM tentang perkawinan beda agama
juga tidak dapat diterima kalangan Muslim. Persoalan
yang mengemuka kemudian hingga kini adalah apakah
sikap Muslim secara individu dan kolektif terhadap pasalpasal Deklarasi HAM yang bertentangan dengan ajaran
dasar agamanya? Apakah Deklarasi HAM juga telah
memberikan Muslim secara kolektif atau institusional hak
dan kebebasan melaksanakan agamanya.

Selain dari sisi materi, persoalan yang lain adalah tentang


kekuatan hukum Deklarasi HAM diatas. Apakah Deklarasi ini
mempunyai kekuatan mengikat secara hukum. Terdapat
sedikitnya empat pandangan dalam hal ini. Pertama, yang
menganggap adanya kekuatan hukum Deklarasi tersebut secara
internasional. Yang berarti mengikat seluruh anggota PBB,
karena ini merupakan kelanjutan dari Charter PBB; kedua,
deklarasi ini bertentangan dengan pasal 2(7) Charter PBB
mengenai kedaulatan Negara. Ketiga, karena HAM dan
kebebasan bukan masalah internal Negara tapi merupakan
urusan internasional maka undang-undang disetiap Negara harus
disesuaikan dengan norma-norma HAM. Keempat, deklarasi
hanya diputuskan oleh PBB dan karena itu secara hukum tidak
mengikat. Mengingat bahwa Negara-negara itu mempunyai
kedaulatan dan batasannya sendiri tentang HAM dan kebebasan,
maka alternatif keempat adalah nampaknya ini yang lebih cocok
untuk Negara, dan mungkin juga agama-agama.

Jikapun Deklarasi itu mengikat (karena telah didukung oleh UU


No.12 tahun 2005), masalahnya kini masuk kedalam penafsiran arti
kebebasan dalam Deklarasi HAM dan juga Undang-undang. Dalam
penafsiran mengenai HAM ini terdapat sekurangnya empat aliran
pemikiran: yaitu: Pandangan Universal Absolut, Pandangan
Universal Relatif, Pandangan Partikularistis Absolut, dan Pandangan
Partikularistis Relatif. Menurut Prof. Muladi dan Masyhur Effendi
yang sesuai dengan kondisi Indonesia maupun negara-negara dunia
ketiga adalah konsep partikularistis relatif. Sebab paham tersebut
dinilai lebih mengedepankan aspek nasionalisme dan lokalistik
sebagai bentuk keragaman yang harus dihormati, dilindungi dan
dipenuhi dalam konstalasi penegakan HAM. Selain itu, paham ini
juga menyadari pentingnya menghargai sistem hukum dan nilai
masing-masing bangsa sebab bagaimanapun hakekat keberadaan
suatu bangsa tercermin dari sistem nilai dan hukum yang lahir
berdasarkan sense of law, justice value, dan customery law dari
masyarakat itu sendiri. Jadi hukum yang baik dengan segala
institusinya menurut aliran historis yang dipelopori oleh Friedrich
Carl von Savigny tidak lain adalah sistem hukum yang terbangun
dari jiwa bangsa itu sendiri. Jika kita menganut pandangan
partikularistis Relatif maka makna kebebasan yang dilontarkan
dalam Deklarasi HAM dapat disesuaikan dengan Negara atau
institusi agama masing-masing.

Pada hakekatnya Islam tidak bertentangan dan Hak Asasi


Manusia, ia bahkan sangat menghormati hak dan kebebasan
manusia. Jika prinsip-prinsip dalam al-Quran disarikan maka
terdapat banyak poin yang sangat mendukung prinsip
universal hak asasi manusia. Prinsip-prinsip itu telah
dituangkan dalam berbagai pertemuan umat Islam. Yang
pertama adalah Universal Islamic Declaration of Right,
diadakan oleh sekelompok cendekiawan dan pemimpin Islam
dalam sebuah Konferensi di London tahun 1981 yang
diikrarkan secara resmi oleh UNISCO di Paris. Deklarasi itu
berisi 23 pasal mengenai hak-hak asasi manusia menurut
Islam. Deklarasi London kemudian diikuti oleh Deklarasi Cairo
yang dikeluarkan oleh Organisasi Konferensi Islam (OKI) tahun
1990 (1411). Dari pendahuluan Deklarasi itu dapat disarikan
menjadi beberapa poin diantaranya adalah:

1. HAM dalam Islam diderivasi dari ajaran Islam. Menurut


ajaran Islam manusia dianggap sebagai makhluk yang
mulia. (QS. 17:70)
2. HAM dalam Islam adalah karunia dari Tuhan, dan bukan
pemberian dari manusia kepada manusia lain dengan
kehendak manusia. (artinya, hak asasi dalam Islam
adalah innate / fitrah).
3. HAM dalam Islam bersifat komprehensif. Termasuk
didalamnya hak-hak dalam politik, ekonomi, social dan
budaya.
4. HAM dalam Islam tidak terpisahkan dari syariah.
5. HAM dalam Islam tidak absolute karena dibatasi oleh
obyek-obyek syariah dan oleh tujuan untuk menjaga hak
dan kepentingan masyarakat yang didalamnya terdapat
individu-individu.

Dalam kaitannya dengan kebebasan yang merupakan bagian terpenting


dari hak asasi manusia, Islam dengan jelas telah memposisikan manusia
pada tempat yang mulia. Manusia adalah makhluk yang diberi keutamaan
dibanding makhluk-makhluk yang lain. Ia diciptakan dengan sebaik-baik
ciptaan.selain sifat kesucian yang bertendesi mengenal dan beribadah
kepada Tuhannya, serta bebas dari tendensi berbuat jahat.Namun
Manusia juga memiliki Sifat jahat yang diperoleh dari lingkungannya.
Dengan keutamaannya itu manusia yang diciptakan sebagai khalifah di
muka bumi (QS 2:30; 20:116). Oleh sebab itu manusia mengemban
tanggung jawab terhadap Penciptanya dan mengikuti batasan-batasan
yang ditentukanNya.
Namun dalam masalah kebebasan hanya Tuhanlah pemiliki kebebasan dan
kehendak mutlak. Manusia, meski diciptakan sebagai makhluk yang
utama diantara makhluk-makhluk yang lain, ia diberi kebebasan
terbatas, sebatas kapasitasnya sebagai makhluk yang hidup dimuka bumi
yang memiliki banyak keterbatasan. Keterbatasan manusia karena
pertama-tama eksistensi manusia itu sendiri yang relatif atau nisbi
dihadapan Tuhan, karena alam sekitarnya, karena eksistensi manusia
lainnya. Upaya untuk melampaui keterbatasan manusiawi adalah ilusi
yang berbahaya. Berbahaya bukan pada Yang Maha Tak Terbatas, yaitu
Tuhan, tapi pada manusia sendiri.

Kebebasan manusia dalam Islam didefinisikan secara berbeda-beda oleh ahli


fiqih, teolog, dan filosof. Bagi para fuqaha, kebebasan itu secara teknis
menggunakan terma hurriyah yang seringkali dikaitkan dengan perbudakan.
Seorang budak dikatakan bebas (hurr) jika tidak lagi dikuasai oleh orang
lain. Namun secara luas bebas dalam hukum Islam adalah kebebasan
manusia dihadapan hukum Tuhan yang tidak hanya berkaitan dengan
hubungan manusia dengan Tuhan tapi hubungan kita dengan alam, dengan
manusia lain dan bahkan dengan diri kita sendiri. Sebab manusia tidak
dapat bebas memperlakukan dirinya sendiri. Dalam Islam bunuh diri tidak
dianggap sebagai hak individu, ia merupakan perbuatan dosa karena
melampaui hak Tuhan.
Menurut para teolog kebebasan manusia tidak mutlak dan karena itu apa
yang dapat dilakukan manusia hanyalah sebatas apa yang mereka istilahkan
sebagai ikhtiyar. Ikhtiyar memiliki akar kata yang sama dengan khayr (baik)
artinya memilih yang baik. Istikaharah adalah shalat untuk memilih yang
baik dari yang tidak baik. Jadi bebas dalam pengertian ini adalah bebas
untuk memilih yang baik dari yang tidak baik. Sudah tentu disini kebebasan
manusia terikat oleh batas pengetahuannya tentang kebaikan. Karena
pengetahuan manusia tidak sempurna, maka Tuhan memberi pengetahuan
melalui wahyuNya. Orang yang tidak mengetahui apa yang dipilih itu baik
dan buruk tentu tidak bebas, ia bebas sebatas kemampuan dan
pengetahuannya sebagai manusia yang serba terbatas.

Dalam kaitannya dengan HAM dewasa ini dua persoalan penting yang perlu dibahas
adalah pertama kebebasan berfikir dan berekspresi, dan kedua kebebasan
beragama. Kebebasan berfikir dan berekspresi mendapat tempat yang tinggi Islam.
Namun berfikir dan berekspresi harus disertai keimanan kepada Tuhan, bukan
berfikir bebas yang justru menggugat Tuhan seperti di Barat. Dalam al-Quran
berfikir disandingkan dengan berzikir alias mengingat Tuhan. Selain itu kebebasan
berekspresi atau dalam Islam disebut ijtihad, dibolehkan bagi yang memiliki
otoritas keilmuan yang dapat dipertanggung jawabkan. Sebab innovasi dalam ilmu
apapun tidak dapat dipisahkan dari otoritas keilmuan. Secara epistemologis
kebebasan berfikir dan berekspresi dibatasi oleh pandangan hidup Islam
(Worldview of Islam) yang secara konseptual dapat dirujuk kepada konsep-konsep
seminal dalam al-Quran yang dielaborasi oleh Hadith dan tradisi intelektual Islam.
Jadi kebebasan berfikir dalam Islam harus berbasis pada epistemologi, ontologi dan
aksiologi Islam. Sebab Islam sebagai woldview adalah sebuah cara pandang. Jika
Islam dipandang dengan worldview selain Islam akan mengakibatkan kerancuan
konseptual dan pada tingkat sosial akan mengakibatkan konflik berkepanjangan
dalam memaknai dan menyelesaikan berbagai persoalan.
Kebebasan beragama yang diberikan Islam mengandung sekurangnya tiga arti:
Pertama bahwa Islam memberikan kebebasan kepada umat beragama untuk
memeluk agamanya masing-masing tanpa ada ancaman dan tekanan. Tidak ada
paksaan bagi orang non-Muslim untuk memeluk agama Islam. Kedua, apabila
seseorang telah menjadi Muslim maka ia tidak sebebasnya mengganti agamanya,
baik agamanya itu dipeluk sejak lahir maupun karena konversi. Ketiga: Islam
memberi kebebasan kepada pemeluknya menjalankan ajaran agamanya sepanjang
tidak keluar dari garis-garis syariah dan aqidah. Karena masalah ini kini merupakan
issu yang kini sedang mengemuka di negeri ini, maka perlu disoroti dalam dalam
konteks DUHAM dan perundang-undangan yang berlaku.

Bangsa Indonesia Penegakan HAM


a. Pembentukan Lembaga
1. Komisi Nasional HAM [Dasar: Keppres No 5/93 tgl 7 Juni 1993 UU No
39/1999 ttg HAM]

Lembaga mandiri, kedudukan setingkat lembaga negara yg lain.

Fungsi: pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, mediasi HAM.

Tujuan: Mengembangkan kond yg kondusif plaks HAM sesuai, UUD 45, Piagam
PBB, Deklarasi Universal HAM. Meningkatkan perlindungan & penegakan HAM
guna perkemb pribadi manusia Indonesia
seutuhnya & kemampuannya
berpartisipasi dlm brbagai bid kehdupan.

2. Pengadilan HAM [Dasar: UU No 26/2000 ttg Pengadilan HAM]


o
o

Pengadilan khusus di lingk pengadilan umum, berkedudukan di kab/kota.


Khususbertugas & berwenangmemeriksa & memutus pelanggaran HAM
berat (termasuk di luar batas teritorial wil RI oleh WNI).

3. Pengadilan HAM Ad Hoc dibentuk atas usul DPR, dengan Keppres.


Peristiwa Pelanggaran HAM berat sebelum terbit UU No. 26/2006
4. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, dibentuk berdasarkan undang-undang
Alternatif penyelesaian di luar Pengadilan HAM.

5. Contoh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM):


oKONTRAS (Komisi untuk orang hilang dan tindak kekerasan)
oYLBHI (Yayasan lembaga bantuan hukum Indonesia)
oELSAM (Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat)
oHRW (Human Right Watch)
Konvensi Internasional tentang HAM wujud nyata keperdulian
masy internasional:
The International on Civil & Political Rights (1966)
The International Covenant on Economic, Social & Cultural Rights
(1966)
Optional Protocol
Declaration on the Rights of Peoples to Peace (1984)
Declaration on the Rights to Development (1986)
African Charter on Human & Peoples Rights (1981)
Cairo Declaration on Human Rights in Islam (1990)
Bangkok Declaration (1993)
Deklarasi Wina (1993)

c. Keikutsertaan Indonesia dalam Konvensi Internasional

Ratifikasi perjanjian: pengikatan diri suatu negara utk melaksanakan


ketentuan2 dlm perjanjian, & ketentuan2 itu menjadi hukum
nasionalnya.

Konvensi internasional ttg HAM yg diratifikasi oleh Indonesia:


a) Konvensi Jenewa 12 Agust 1949 (UU No.59 th 1958)
b) Convention on the Political Rights of Woman (UU No.68 th 1958)
c) Convention of the Elimination of Discrimination Against Women (UU
No.7 th 1984)
d) Convention of the Rights of the Child (Keppres No.36 th 1990)
e) Convention on the Prohibition of the Development, Production and
Stockpiling of Bacteriological (Biological) and Toxic Weapons and on
their Destruction (Keppres No.58 th 1991)
f) International Convention Against Apartheid in Sports (UU No.48 th 1993)
g) Torture Convention (UU No.5 th 1998)
h) ILO Convention No.87 Concerning Freedom of Association and
Protection (UU No.83 th 1998)
i) Convention on the Elimination of Racial Discrimination (UU No.29 th
1999)

Genosida seperti yang terjadi di Gaza dan


Tepi Barat di Palestina, Rohingya di
Myanmar
Rasisme
Pelarangan Hijab dan Adzan di Eropa
Perdagangan Manusia

THANKS FOR
YOUR ATTENTION

Anda mungkin juga menyukai