Anda di halaman 1dari 19

PENDEKATAN NORMATIF DAN HISTORIS

DALAM STUDI ISLAM

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah Pendekatan dalam Pengkajian Islam
Dosen pengampu: Dr. H. Sangkot Sirait, M. Ag.

Disusun Oleh:
M. Fauzil ‘Adzim (18204010075)

MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
TAHUN 2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam merupakan agama penutup, dimana Islam sebagai agama yang
mangcu dan bersumber pada wahyu Allah. Islam diyakini dapat menjamin
terwujudnyakehidupan manusia yang sejahtera lahir batin.
Islam tidak hanya pada jalur horizontal, akan tetapi memiliki jalur vertikal.
Dimana Islam telah mengatur segala hal yang dilakukan oleh manusia
Didalamnya terdapat berbagai petunjuk tentang bagaimana seharusnya
manusia itu menyikapi hidup dan kehidupan ini secara lebih bermakna dalam
arti yang seluas-luasnya.
Kehadiran agama pada saat ini semakin dituntut agar ikut terlibat secara
aktif dalam memecahkan masalah yang dihadapi umat manusia. Agama tidak
boleh hanya sekedar menjadi lambang keshalehan atau berhenti sekedar
disampaikan dalam pengajian, melainkan secara konsepsional menunjukkan
cara-cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah. 1 Oleh sebab itu
Islam memiliki serangkaian kajian yang menarik diteliti bagi sebagian
kalangan, terbukti dengan semakin berkembangnya studi Islam.
Tetapi bagi sebagian masyarakat, tidak mudah untuk memahami agama
Islam secara mendalam. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan tentang
bagaimana cara mempelajari Islam dengan benar. Pemahaman ajaran Islam
yang tidak utuh menyebabkan keracunan sehingga dalam praktek ajaran Islam
hanya dilihat dari satu aspek saja.2
Oleh karena itu perlu adanya upaya-upaya sistematis yang memadai
sehingga mampu memberika solusi atas keadaan. Salah satu upaya yang bisa
dilakukan yaitu perlu dilakukan pengkajian pendekatan yang digunakan
dalam memahami tentang agama Islam. Karena melalui pendekatan, kehadiran
agama Islam secara fungsional dapat dirasakan oleh penganutnya.

1
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Pres, 2009), hlm. 27.
2
Dede Ahmad Ghazali dan Heri Gunawan, Studi Islam, (Bandung Remaja Rosdakarya,
2015), hlm. 13.

1
Sebaliknya tanpa mengetahui pendekatan tersebut, tidak mustahil agama
akan menjadi sulit dipahami oleh masyarakat. Dan akhirnya masyarakat
mencari pemecahan masalah kepada selain agama, hal ini tidak boleh terjadi.
Dengan ini beberapa pendekatan yang digunakan dalam memahami agama
Islam yaitu pendekatan normatif dan pendekatan historis yang akan dibahas
pada makalah ini.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pendekatan normatif dalam studi Islam?
2. Bagaimana pendekatan historis dalam studi Islam?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pendekatan normatif dalam studi Islam.
2. Untuk mengetahui pendekatan historis dalam studi Islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendekatan Normatif dalam Studi Islam


1. Pengertian Pendekatan Normatif
Pendekatan dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) berarti
proses atau cara mendekati.3 Pendekatan adalah suatu sikap ilmiah
(persepsi) dari seseorang untuk menemukan kebenaran ilmiah. Dengan
kata lain pendekatan dapat diartikan sebagai cara pandang pada suatu ilmu
tertentu.
Menurut H. Sangkot Sirait, pendekatan merupakan cara seseorang
untuk membaca, memahami, menjelaskan suatu fakta (teks, realitas).4
Menurut Dede Ahmad dan Heri Gunawan dalam buku Studi Islam,
pendekatan adalah suatu persepsi dari seseorang dalam menemukan suatu
kebenaran. Jika objeknya adalah agama Islam, maka pendekatan disini
merupakan cara pandang atau paradigma seseorang untuk membaca,
memahami serta menjelaskan suatu bidang ilmu dalam memahami agam
Islam.5
Dengan demikian secara sederhana pendekatan itu dapat diartikan cara
pandang seseorang dalam memahami sesuatu.
Sedangkan kata normatif berasal dari kata “norm” yang berarti norma,
ajaran. Sementara di dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia),
normatif artinya berpegang teguh norma-norma atau kaidah yang berlaku.6
Dengan demikian normatif diartikan sebagai hal-hal yang mengikuti
norma-norma atau aturan tertentu. Dalam konteks ajaran Islam pendekatan
normatif ini merupakan ajaran agama yang belum ada campur tangan
penafsiran dan pemahaman manusia.
Dalam hal ini makna normatif memiliki maksud yang sama dengan
teologis dalam memahami agama Islam. Istilah teologis berasal dari

3
Aplikasi Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Offline).
4
Sangkot Sirait, Pendekatan Tekstual dan Kontesktual, Disampaikan dalam Mata Kuliah
Pendekatan dalam Pengkajian Islam di UIN Sunan Kalijaga, 2019.
5
Dede Ahmad Ghazali dan Heri Gunawan, Studi Islam...., hlm. 64.
6
Aplikasi Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Offline).

3
bahasa Yunani dari kata theos yang berarti Tuhan dan logos yang berarti
studi atau ilmu. Jadi teologi secara sederhana berarti ilmu yang
mempelajari tentang ketuhanan.
Pendekatan normatif/teologis dalam memahami agama secara harfiah
sebagai upaya untuk memahami agama dengan menggunakan kerangka
Ilmu Ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa suatu
keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan
yang lainnya.7
Menurut H. Sangkot Sirait, pendekatan normatif adalah memberikan
penilaian atas suatu berdasarkan norma (ayat-ayat/hadis secara
tekstual/apa adanya). Hal ini tidak jauh berbeda dengan pendekatan teologi
(berdasarkan Tuhan) dan tekstual (berdasarkan teks/ayat).8
Menurut Masdar Hilmi dan Muzakki, pendekatan normatif memiliki
domain (ranah) yang bersifat keimanan, tanpa melakukan kritik.
Pendekatan ini mengosumsi seluruh ajaran Islam (al-Quran dan Hadits)
sebagai suatu kebenaran yang hakiki, harus diterima dan tidak bisa
dinganggu gugat.9
Menurut Dede Ahmad dan Heri Gunawan, pendekatan normatif
merupakan sebuah upaya dalam memahami dan mempelajari agama
dengan menggunakan kerangka Ketuhanan yang mengacu dari suatu
keyakinan dan merasa yang paling benar dibanding dengan yang lain.10
Maka pendekatan normatif sangat erat kaitannya dengan pendekatan
normatif, yaitu suatu cara pandang agama dilihat dari segi ajarannya yang
pokok dan asli dari Tuhan, yang di dalamnya belum terdapat campur
tangan manusia atau penalaran pemikiran manusia.
Menurut Amin Abdullah, pendekatan normatif ini memiliki
karakteristik yaitu kecenderungan untuk mengutamakan loyalitas terhadap
kelompok sendiri, adanya keterlibatan pribadi dan penghayatan yang
begitu kental kepada ajaran-ajaran teologi yang diyakini kebenarannya,

7
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Rajawali Pres, 2009), hlm. 29.
8
Sangkot Sirait, Pendekatan Tekstual dan Kontesktual.
9
Masdar Hilmi dan Muzakki, Dinamika Baru Studi Islam, (Surabaya: Arkola, 2015), hlm
63-64.
10
Dede Ahmad Ghazali dan Heri Gunawan, Studi Islam...., hlm. 65.

4
mengungkapkan perasaan dan pemikiran dengan menggunakan bahasa
yang bersifat subjektif yakni bahasa sebagai pelaku bukan sebagai
pengamat.11 Hal ini merupakan ciri-ciri yang melekat pada bentuk
pemikiran normatif atau teologis. Dengan manyatunya ketiga karakteristik
dalam diri seseorang atau dalam kelompok, akan memiliki sifat eksklusif,
emosional dan kaku.
Dalam pendekatan ini agama dilihat sebagai suatu kebenaran mutlak
dari Tuhan, tidak ada kekurangan sedikit pun dan tampak bersikap ideal.
Agama Islam secara normatif pasti benar, menjunjung nilai-nilai luhur.
Sehingga tidak perlu dipertanyakan lebih dahulu, melainkan dimulai dari
keyakinan yang selanjutnya diperkuat dengan dalil-dali dan argumentasi.12
Dengan demikian pendekatan normatif merupakan cara pandang
seseorang dalam memahami agama menggunakan kerangka ilmu
Ketuhanan dari sumber murni yaitu dalil-dalil yang tercantum di dalam
Kitab Suci suatu agama atau ketentuan-ketentuan yang menjadi pedoman
seseorang dalam meyakini adanya Tuhan. Jadi pendekatan normatif dalam
kajian Islam yaitu pendekatan yang mengkaji tentang ke-Esa-an Allah
melalui al-Qur’an dan al-Hadits.
2. Klasifikasi Pendekatan Normatif dalam Studi Islam
Pendekatan normatif menurut Charles J. Adams yang dijelaskan oleh
Prof. Drs. H. Akh Minhaji, M.A., Ph.D. dalam bukunya yang berjudul
“Sejarah Sosial dalam Studi Islam” diklasifikasi menjadi tiga bagian yaitu.
a. Pendekatan Misionaris Tradisional
Pendekatan ini muncul pada abad 19, pada saat terjadi gerakan
misionaris besar-besaran di kalangan gereja, aliran dan sekte dalam
Kristen. Gerakan ini dalam rangka merespon perkembangan pengaruh
politik, ekonomi, militer di Eropa yang sangat berpengaruh terhadap
kehidupan masyarakat di Asia dan Afrika.
Pada dasarnya, pendekatan ini berkembang cepat pada masa
penjajahan dunia Barat terhadap dunia Islam. Pada waktu itu, para

11
Amin Abdullah, Studi Agama Normativitas atau Historisitas?, Cet. V, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2011), hlm. 14.
12
Abuddin Nata, Metodologi Studi..., hlm. 34-35.

5
misionaris (Kristen) mengikuti para penjajah mendatangi Islam untuk
merubah suatu komunitas masyarakat agar masuk agama Kristen serta
meyakinkan masyarakat akan pentingnya peradaban Barat.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, para misionaris mencoba
memahami ajaran dan masyarakat Islam. Harus diakui bahwa studi
Islam inilah yang menjadi embrio studi-studi Islam yang berkembang
selanjutnya di dunia Barat hingga saat ini.
Metode yang digunakan yaitu metode komparatif antara keyakinan
Islam dengan keyakinan Kristen yang selalu merugikan Islam.
Peristiwa ini merupakan langkah awal pertumbuhan bagi orang Islam
untuk membangkitkan keilmuan Islam.13
b. Pendekatan Apologetik
Pendekatan ini merupakan karakter pemikiran Islam yang muncul
pada abad 20 sebagai respon terhadap pendekatan misionaris
tradisional. Pendekatan ini juga lahir dalam rangka menghadapi
kolonialisasi Barat yang disertai misi Kristenisasi yang dipandang
berdampak negatif bahkan merusak terhadap umat Islam
Sebagai sebuah respon, pendekatan ini didominasi oleh pemikiran
tentang kehebatan Islam sekaligus bukti kebenaran Islam. Bahkan
Islam ditampilkan sebagai agama yang mampu membangun peradaban
yang lebih baik dari peradaban-peradaban yang ada termasuk
peradaban Barat.
Kontribusi para pengkaji Islam dengan menggunakan pendekatan
apologetik dapat membangun identitas dan wacana baru serta
menemukan kembali aspek sejarah dan kejayaan Islam yang
terlupakan oleh masyarakat. Sehingga hasilnya dapat kita lihat dengan
banyaknya penelitian dan karya tulis yang menekankan pada warisan
intelektual, kultural dan agama Islam sendiri.14

13
Minhaji, Sejarah Sosial dalam Studi Islam, Cet. II, (Yogyakarta: Sunan Kalijaga Perss,
2013), hlm. 64.
14
Minhaji, Sejarah Sosial dalam Studi Islam, hlm. 66-67.

6
c. Pendekatan Simpatih
Pendekatan ini muncul sejak Perang Dunia II, dibangun
berdasarkan pengalaman sejumlaj sarjana Barat (Kristen) dalam
mengkaji Islam dan komunikasi mereka dengan sejumlah tokoh
masyarakat Islam.
Tujuan utamanya yaitu untuk memperkuat apresiasi terhadap Islam
dan sekaligus memperkuat sikap baru yang bersifat simpatih terhadap
Islam dan masyarakat Islam. Melalui pendekatan ini sejumlah sarjana
Barat (Kristen) mencoba membangun dialog dengan umat Islam.
Di samping itu pendekatan ini telah berhasil mengatasi sikap orang
barat yang curiga, antagonistik dan menuduh, khususnya Kristen Barat
terhadap Islam.
Usaha ini pernah dilakukan oleh Bishop Kenneth Cragg, seorang
yang mumpuni dalam kajian Arab dan teologi. Ia berusaha
menampakkan nilai-nilai dalam Islam dengan adanya keindahan dan
nilai religius yang menjiwai tradisi Islam melalui beberapa seri
tulisannya yang cukup elegan dan dengan gaya bahasa yang puitis.
Karenanya menjadi tugas bagi orang Kristen untuk bersikap terbuka
terhadap kenyataan ini.
Tokoh lain yang mengembangkan pendekatan ini yaitu W.C. Smith
yang mensosialisasikan konsep ini melalui buku dan tulisan-
tulisannya yang lain. Pemikiran Smith mempunyai implikasi jauh dan
melampaui batas-batas kajian Islam dalam artian sempit serta motif
yang mendasari kajian tersebut lebih bersifat teologis dan religius.
Smith sangat konsen pada persoalan perbedaan agama, terutama
menyangkut implikasi teologi dan religius.15
Dari pendekatan-pendekatan diatas dapat diambil kesimpulan, yaitu
Pertama, dari tiga pendekatan diatas memiliki karakteristik sendiri-sendiri.
Pedekatan Misionaris Tradisional merupakan sikap Barat dan Kristen yang
fokus kepada kebenaran Kristen sekaligus kesalahan Islam; Pendekatan
Apolegetik merupakan respon terhadap pendekatan pertama yang berusaha

15
Minhaji, Sejarah Sosial dalam Studi Islam, hlm. 68-70

7
menunjukkan kehebatan Islam sebagai agama dan peradaban; sedangkan
Pendekatan Seimpatih mencoba menghubungkan kedua pendekatan
sebelumnya dengan membangun saling pengertian dan sikap saling
toleransi antara penganut agama yang berbeda. Kedua, walaupun terdapat
perbedaan dalam ketiga pendekatan tersebut, namun ketiganya diikat
dengan satu hal yang secara fundamental sama; dalam melihat Islam (juga
agama lain) berdasarkan kerangka berfikir teologis dan religius dan inilah
yang menjadi karakteristik pokok dalam Pendekatan Normatif.
3. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Normatif dalam Studi Islam
Pendekatan normatif sebagai sebuah pendekatan pasti memiliki
kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dan kekurangan pendekatan ini
yaitu sebagai berikut
a. Kelebihan
1) Melalui pendekatan normatif, seseorang akan memiliki sikap
militansi dalam bergama, yakni berpegang teguh terhadap agama
yang diyakini atas kebenarannya, tanpa memandang dan
meremehkan agama lainnya.
2) Seseorang akan memiliki sikap fanatis terhadap agama yang
dianutnya.16
3) Membuat agama yang dianut menjadi sederhana dan lebih mudah
diamalkan serta tidak menghilangkan kesakralan agama itu
sendiri.17
b. Kekurangan
1) Bersifat Eksklusif dan Tidak mau mengakui kebenaran agama lain
Jika seseorang meyakini sesuatu dengan kebenaran yang
mutlak, maka seseorang tersebut akan menjadi pribadi tertup, tidak
mau menerima pendapat serta pemahaman orang lain. Setiap orang
yang memahami Islam dengan pendekatan normatif akan menutup
diri dari kebenaran yang dibawa oleh orang lain.
Pendekatan normatif dalam memahami Islam beranggapan
bahwa tidak ada agama yang benar selain agam Islam.18
16
Abuddin Nata, Metodologi Studi..., hlm. 46.
17
Sangkot Sirait, Pendekatan Tekstual dan Kontesktual.

8
2) Dogmatis
Dogma dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) yaitu
pokok ajaran yang harus diterima sebagai hal yang benar dan baik,
tidak boleh dibantah dan diragukan.19 Dalam pendekatan normatif
dalam memahami Islam cenderung manganggap sebagai ajaran
yang tidak boleh diragukan lagi atas kebenarannya.
3) Ruang dialog sempit
Dalam pendekatan normatif, seseorang akan mempersempit
ruang dialog dengan agama lain. Seseorang itu hanya akan
berdialog kepada orang yang berkeyakinan Islam, karena
beranggapan bahwa selain agama Islam itu salah.20
4. Aplikasi Pendekatan Normatif dalam Studi Islam
Penerapan pendekatan normatif dalam studi Islam dapat dilihat pada
pemahaman terhadap nash (al-Qur’an). Dalam memahaami nash (al-
Qur’an) banyak teori-teori yang telah digunakan oleh para fuqoha (ahli
fikih), ushuliyyin (ahli usul fikih), muhadditsin (ahli hadits), mufassirin
(ahli tafsir), diantaranya adalah dengan teori teologis-filosogis yaitu
pendekatan memahami Islam dengan cara menafsirkan secara logis-
filosofis (mencari nilai-nilai objektif dari subjektifitas al-Qur’an).21
Teori lain adalah normatif-sosiologis atau sosio-teologis, sebagaimana
yang ditawarkan Asghar Ali Engerineer dan Tahir al-Haddad, yakni dalam
memahami nash ada pemisahan antara nash normatif dengan nash
sosiologis. Nash normatif adalah nash yang tidak tergantung pada konteks.
Sementara nash sosiologis adalah nash yang dalam pemahamannya harus
disesuaikan dengan konteks, waktu, tempat, dan konteks lainnya.22
Contoh pendekatan normatif dalam realita di kehidupan sekarang ini
seperti peringatan “Maulidan”, yakni sebuah acara peringatan untuk
mengenang kelahiran Nabi Muhammad saw. yang dilakukan dengan
berbagai cara yang berbeda antara satu kelompok dengan yang lainnya.

18
Abuddin Nata, Metodologi Studi..., hlm. 46.
19
Aplikasi Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Offline).
20
Sangkot Sirait, Pendekatan Tekstual dan Kontesktual.
21
Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam (Yogjyakarta: Academia, 2010), hlm. 190.
22
Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam..., hlm 191.

9
Hampir setiap tahunnya acara peringatan ini dimeriahkan diberbagai
daerah di Indonesia, bahkan di dunia. Untuk format acaranya anatar satu
daerah dengan daerah yang lain cukup beragam, ada yang dengan
membaca manaqib, al-Barzanji, sampai peringatan dengan semacam
perlombaan seperti menyambut hari kemerdekaan negara tanggal 17
Agustus.
Hingga saat ini mengenai acara peringatan tersebut masih menjadi isu-
isu keagamaan yang menjadi bahan perbincangan dalam tiap tahunnya,
pada bulan Rabi’ul Awal tepatnya. Tidak cukup sampai di situ, dampak
dari perbedaan pemahaman mengenai boleh tidaknya mengadakan acara
“maulidan” tersebut bahkan sampai pada titik saling mengklaim “benar”
dan “salah” atau “bid’ah”.
Mahrus Ali mengutip dari Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz (pernah
menjadi ketua majelis ulama’ besar Saudi dan mufti Makkah)
mengemukakan, bahwa peringatan maulid sekalipun itu maulid Nabi
seluruhnya adalah bid’ah, kemungkaran, diada-adakan oleh manusia dan
tidak terdapat pada masa Nabi, para sahabat atau di abad-abad yang utama.
Menurutnya peringatan semacam ini adalah bagian dari tasyabbuh dengan
kebudayaan Nasrani dan Yahudi untuk memperingati hari besar mereka,
walaupun banyak orang yang melakukannya. Ia menyatakan bahwa
ukuran kebenaran bukan karena banyak orang yang mendukung, tapi ada
tidaknya dalil-dalil dari al-Qur’an dan al-Sunnah yang menjelaskan.23
Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz dalam memberikan ketegasan
terhadap hukum bid’ah yang menyesatkan pada peringatan maulid Nabi
merupakan contoh implementasi dari pendekatan normatif dalam
memahami agama Islam. Karena ia membangun argumentasinya dengan
melandaskan pada al-Qur’an dan al-Sunnah. Perayaan maulid Nabi saw.
itu tidak ditemukan baik secara tersurat maupun secara tersirat dalam dua
skrip utama agama Islam tersebut.24

23
Arif Shaifudin, Makana Islam dalam Pendekatan Noematif, El-Wasathiya Jurnal Studi
Islam, Vi. 5, No. 1, Juni 2017, hlm. 11.
24
Arif Shaifudin, Makana Islam dalam..., hlm. 12.

10
Memahami Islam secara normatif berarti menggali, memahami,
menghayati dan mengamalkan pesan-pesan Islam yang bersumber dari al-
Qur’an dan al-Sunnah. Jadi segala sesuatu baik yang berupa ritual
keagamaan atau tidak yang tidak berlandaskan dua referensi utama
tersebut dianggap menyalahi ajaran Islam yang sebenarnya.
Dengan memahami urian di atas, tidak bisa dikatakan salah memahami
agama dengan menggunakan pendekatan normatif. Karena nomatifitas
agama akan mendorong masyarakat untuk selalu memegang teguh nilai-
nilai universal yang ada dalam agamanya. Namun menyikapi setiap
permasalahan yang muncul di masyarakat dengan hanya menggunakan
pendekatan normatif juga tidak bisa dibenarkan. Karena paradigma
normatif yang berisi doktrin ketat yang mengharuskan agama muncul
sebagai kekuatan absolut dapat memicu gesekan antar kelompok atau
organisasi masyarakat. Dengan demikian diperlukanpendekatan lain
seperti pendekatan sosial. Dengan pendekatan ini agama akan muncul
sebagai agama yang dinamis dan lunak terhadap perbedaan yang sudah
menjadi realitas masyarakat Indonesia.

B. Pendekatan Historis dalam Studi Islam


1. Pengertian Historis
Dalam Historis atau sejarah menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa
Indonesia) yaitu kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi di masa
lampau.25 Dalam kamus bahasa Inggris histori berasal dari kata history
artinya sejarah atau peristiwa. Kata sejarah berasal dari bahasa Arab
syajarah yang berarti pohon, syajaratun nasab berarti pohon silsilah.26
Menurut Taufik Abdullah di dalam bukunya, historis satu sejarah
adalah suatu ilmu yang membahas berbagai peristiwa dengan
memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang dan pelaku dari
peristiwa tersebut. Dalam hal ini, segala peristiwa dapat dilacak dengan

25
Aplikasi Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Offline).
26
Minhaji, Sejarah Sosial dalam Studi Islam, hlm. 13.

11
melihat kapan peristiwa itu terjadi, di mana, apa sebabnya, siapa yang
terlibat di dalam peristiwa tersebut.27
Menurut Ibnu Khaldun, sejarah dapat dilihat dari dua sisi (sisi luar dan
dalam). Dari sisi luar, pengertian sejarah tidak lebih dari rekaman
perputaran kejadian pada masa lampau. Tetapi jika dilihat dari sisi dalam,
maka sejarah merupakan suatu penalaran kritis dan usaha cermat untuk
mencari kebenaran tentang sebab-sebab dan asal-usul segata peristiwa.28
Aloy Meister dan Gilbert Carraghan yang dikutip Badri dalam
bukunya, menjelaskan bahwa sejarah itu dapat dibagi menjadi tiga konsep
yang berlainan tetapi salaing berkaitan, yaitu sejarah merupakan peristiwa-
peristiwa prosuk manusia di masa lampau, penulisan mengenai apa yang
terjadi di masa lampau dan sejarah sebagi metode penelitian.29
Sedangkan menurut Eant Breisach yang dikutip oleh Manhaji dalam
bukunya menegaskan bahwa sejarah adalah upaya mempertemukan
berbagai peristiwa baik berupa perubahan maupaun kountinuitas, dengan
memperhatikan masa lalu, masa sekarang dan masa akan datang sebagi
satu kesatuan yang utuh.30
Berdasarkan uraian diatas, bahwa historis atau sejarah merupakan
suatu ilmu yang bertujuan memahami dan menghubungkan peristiwa
kehidupan manusia, kejiadian peristiwa yang bukan hanya terjadi pada
masa lalu, tetapi juga masa kini dan memprediksi apa yang akan terjadi di
masa yang akan datang.
Jadi yang dimaksud pendekatan historis merupakan cara pandang
dalam memahami sesuatu dengan melihat, memahami dan
menghubungkan suatu peristiwa atau kejadian berdasarkan data dan fakta
agar bermanfaat masa yang akan datang.
2. Pendekatan Historis dalam Studi Islam
Pendekatan historis atau sejarah ini sangat dibutuhkan dalam
memahami agama dalam hal ini agama Islam. Karena agama itu sendiri

27
Taufik Abdullah, Sejarah dan Masyarakat, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1987), hlm. 105.
28
Basri, Metodologi Penelitian Sejarah, (Jakarta: Restu Agung, 2006), hlm. 8.
29
Basri, Metodologi Penelitian Sejarah..., hlm. 9.
30
Minhaji, Sejarah Sosial dalam Studi Islam, hlm. 24.

12
turun dalam situasi yang konkret bahkan berkaitan dengan kondisi sosial
kemasyarakatan.31
Dalam hal ini, Kuntowijoyo yang dikutip oleh Abuddin Nata telah
melakukan studi yang mendalam terhadap agama Islam dengan
pendekatan sejarah. Menurut beliau, dasar kandungan al-Qur’an itu terbagi
menjadi dua bagian. Bagian pertama berisi tentang konsep-konsep dan
bagian kedua berisi tentang kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.
Dalam bagian pertama yang berisi konsep ini kita mendapati banyak
sekali istilah al-Qur’an yang merujuk kepada pengertian-pengertian
normative yang khusus, doktrin-doktrin etik, aturan-aturan legal, dan
ajaran-ajaran keagamaan pada umumnya. Istilah-istilah atau singkatnya
pernyataan-pernyataan itu mungkin diangkat dari konsep-konsep yang
telah dikenal oleh masyarakat Arab pada waktu al-Qur’an, atau bias jadi
merupakan istilah-istilah baru yang dibentuk untuk mendukung adanya
konsep-konsep relegius yang ingin diperkenalkannya. Yang jelas istilah itu
kemudian dintegrasikan ke dalam pandangan dunia al-Qur’an, dan dengan
demikian, lalu menjadi konsep-konsep yang otentik.
Dalam bagian pertama ini, kita mengenal banyak sekali konsep baik
yang bersifat abstrak maupun konkret. Konsep tentang Allah, Malaikat,
Akherat, ma’ruf, munkar, dan sebagainya adalah termasuk yang abstrak.
Sedangkan konsep tentang fuqara’, masakin, termasuk yang konkret.
Selanjutnya, jika pada bagian yang berisi konsep, al-Qur’an bermaksud
membentuk pemahaman yang komprehensif mengenai nilai-nilai Islam,
maka pada bagian yang kedua yang berisi kisah dan perumpamaan, al-
Qur’an ingin mengajak dilakukannya perenungan untuk memperoleh
hikmah.32
Melalui pendekatan sejarah ini seseorang diajak untuk memasuki
keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa.
Dari sini maka seseorag tidak akan memahami agama keluar dari konteks
historisnya. Seseorang yang ingin memahami al-Qur’an secara benar
misalnya, yang bersangkutan harus memahami sejarah turunnya al-Qur’an
31
Dede Ahmad Ghazali dan Heri Gunawan, Studi Islam...., hlm. 72.
32
Abuddin Nata, Metodologi Studi..., hlm. 47.

13
atau kejadian-kejadian yang mengiringi turunnya al-Qur’an yang
selanjutnya disebut dengan ilmu asbab al-nuzul yang pada intinya berisi
sejarah turunnya ayat al-Qur’an.33
Dengan ilmu ini seseorang akan dapat mengetahui hikmah yang
terkadung dalam suatu ayat yang berkenaan dengan hokum tertentu, dan
ditujukan untuk memelihara syari’at dari kekeliruan memahaminya.
3. Aliran Pendekatan Historis dalam Studi Islam
Ada dua aliran besar yang dikemukakan oleh Koren dan Nevo. Aliran-
aliran tersebut banyak digunakan dalam mengkaji Arab pra-Islam,
kelahiran Islam dan penaklukan Islam atau secara umum kajian Islam dan
masyarakat Islam.
Aliran pertama digunakan oleh kaum tradisionalis yang disebut
pendekatan tradisionalis dan kedua disebut pendekatan revisionis,
dijelaskan sebagai berikut.
a. Pendekatan Tradisionalis
Pedekatan ini dalam parakteknya membatasi diri, hanya pada
warisan literatur Arab-Muslim dengan pemahaman yang menggunakan
premis-premis yang berkembang dalam tradisi keagamaan Islam.
Pada prinsipnya, pendekatan ini didasarkan pada asumsi-asumisi
dan premis-premis dasar berikut ini.
1) Literatur Islam
2) Jika terjadi perbedaan apalagi pertentangan informasi tentang suatu
peristiwa sejarah maka diselesaikan dengan cara mengkaji
rangkaian transmisi dari para pembawa berita yang dikenal dengan
sanad.
3) Data tulisan menjadi dominan bahkan hampir tidak perlu bukti lain
dalam proses analisa peristiwa sejarah.
4) Al-Qur’an dianalisa berdasarkan tradisi yang berkembang dalam
kalagan ilmuwan Islam.

33
Manna’ Al-Qathan, Mabhits fi Ulum al-Qur’an, (Mesir: Darul Ma’arif, 1977), hlm. 79.

14
5) Analisa linguistik juga mengikuti tradisi yang berkembang
dikalangan muslim masa klasik, sedangkan analisa linguistik
modern dipandang tidak relevan.34
Dengan demikian pendekatan tradisionalis merupakan pola
penulisan yang hanya mengandalkan sumber-sumber tertulis, itu pun
dibatasi hanya sumber-sumber dari umat Islam yang berbahasa Arab
dengan menggunakan pola-pola pendekatan, teori dan metodologi di
kalangan umat Islam.
b. Aliran Revisionis
Pendekatan revisionis ini didasarkan pada asumsi-asumisi dan
premis-premis dasar sebagai berikut:
1) Sumber tertulis
Apapun dan bagaimanapun bentuknya, belum bisa
menggambarkan apa yang benar-benar terjadi. Tetapi hanya
sebatas menjelaskan apa yang telah terjadi menurut penulisnya atau
apa yang penulis inginkan tentang sesuatu yang telah terjadi atau
apa yang diinginka agar orang lain yakin mengenai sesuatu yang
terjadi.
2) Hanya saksi mata yang bisa mengetahui apa yang ia tulis. Itu juga
kemungkianan terjadi interpretasi yang sesuai atau juga tidak
sesuai dengan peristiwa yang diamati. Karena tidak jarang apa
yang ditulis itu dipengaruhi oleh pengetahuan yang telah dimiliki
sebelumnya.
3) Karena keterbatasan kata-kata untuk menggambarkan peristiwa
yang benar-benar terjadi, maka tidak jarang terjadinya reduksi
dalam proses penulisan tersebut.
4) Sejarah tentang tranmisi dokumen tertulis harus dicermati. Hal-hal
yang dicermati yaitu sejauh mana telah terjadi proses
penyempurnaan, penjelasan, penambahan, pengurangan,
penggantian menyangkut sebuah kata atau ungkapan.

34
Minhaji, Sejarah Sosial dalam Studi Islam, hlm. 99-101.

15
5) Karya tulis belum pasti mengungkapkan apa yang benar-benar
terjadi atau hanya menyajikan pandangan penulisnya tentang suatu
peristiwa yang diketahui.
6) Bukti eksternal merupakan hal penting untuk diteliti ketika seorang
sejarawan membaca bukti-bukti tertulis karya umat Islam.35
Dengan demikian pendekatan revisionis pada dasarnya bertumpu
pada tiga hal: pertama, pendekatan kritik sumber terhadap al-Qur’an
dan literatur Islam terkait dengan kebangkitan Islam, penaklukan
Islam; kedua, pentingnya membandingkan literatur Islam dengan data
eksternal di luar tradisi umat Islam; ketiga pemanfaatan bukti material
yang semasa dengan peristiwa yang diteliti dan kesimpulan yang
diambil dari data yang tidak semasa, yakni data berupa literatur Islam
yang ditulis jauh setelah peristiwa terjadi.
Dengan demikian, jika kita mengkaji dasar-dasar dan prinsip yang
terdapat pada dua aliran tersebut, maka kedua aliran diatas berguna bukan
hanya dalam mengkaji Islam dan umat Islam masa lalu tetapi juga dalam
mengkaji Islam dan umat Islam masa kini dan juga masa mendatang.

35
Minhaji, Sejarah Sosial dalam Studi Islam, hlm. 102-108.

16
BAB III
KESIMPULAN

Pendekatan normatif dalam studi Islam merupakan cara pandang


seseorang dalam memahami agama menggunakan kerangka ilmu Ketuhanan dari
sumber murni yaitu dalil-dalil yang tercantum di dalam Kitab Suci suatu agama
atau ketentuan-ketentuan yang menjadi pedoman seseorang dalam meyakini
adanya Tuhan. Jadi pendekatan normatif dalam kajian Islam yaitu pendekatan
yang mengkaji tentang ke-Esa-an Allah melalui al-Qur’an dan al-Hadits
Pendekatan historis Islam merupakan cara pandang dalam memahami
sesuatu dengan melihat, memahami dan menghubungkan suatu peristiwa atau
kejadian berdasarkan data dan fakta agar bermanfaat masa yang akan datang.
Melalui pendekatan sejarah ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang
sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini maka seseorag
tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya. Seseorang yang
ingin memahami al-Qur’an secara benar misalnya, yang bersangkutan harus
memahami sejarah turunnya al-Qur’an atau kejadian-kejadian yang mengiringi
turunnya al-Qur’an yang selanjutnya disebut dengan ilmu asbab al-nuzul yang
pada intinya berisi sejarah turunnya ayat al-Qur’an.

17
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Amin. Studi Agama Normativitas atau Historisitas?. Cet. V.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2011.
Abdullah, Taufik. Sejarah dan Masyarakat. Jakarta: Pustaka Firdaus. 1987.
Abdullah, Taufik. Sejarah dan Masyarakat. Jakarta: Pustaka Firdaus. 1987.
Al-Qathan, Manna’. Mabhits fi Ulum al-Qur’an. Mesir: Darul Ma’arif. 1977.
Aplikasi Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Offline). 2018
Basri. Metodologi Penelitian Sejarah. Jakarta: Restu Agung. 2006.
Ghazali, Dede Ahmad & Gunawan, Heri. Studi Islam. Bandung: Remaja
Rosdakarya. 2015.
Hilmi, Masdar & Muzakki. Dinamika Baru Studi Islam. Surabaya: Arkola. 2015.
Minhaji. Sejarah Sosial dalam Studi Islam. Cet. II. Yogyakarta: Sunan Kalijaga
Perss. 2013.
Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: Rajawali Pres. 2009.
Sirait, Sangkot. Pendekatan Tekstual dan Kontesktual. Disampaikan dalam Mata
Kuliah Pendekatan dalam Pengkajian Islam. UIN Sunan Kalijaga. 2019.

18

Anda mungkin juga menyukai