A. PENDAHULUAN
1
Supiana, Metodologi Studi Islam, (Jakarta : DitjenPendisKemenag RI, 2012), h. 73
2
Khoiruddin Nasution, Peran Hermeneutika dan Pengelompokan Nash dalam Studi Hukum Islam Integratif-
Interkonektif dalam Jamali Sahrodi, Metodologi Studi Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2008), h.18.
3
M. Atho Muzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1998), h.
19-24
1
sedangkan Islam jenis kedua merupakan wilayah terbuka untuk dikaji dan diijtihadi
karena merupakan produk pikiran manusia tentang Islam Ideal. Penentuan kategorisasi
tersebut dianggap penting sebagai titik tolak dari mana studi Islam seharusnya berangkat.
Untuk memahami sumber-sumber otentik ajaran Islam, maka diperlukan berbagai
pendekatan metodologi pemahaman Islam yang tepat, akurat dan responsible. Dengan
demikian diharapkan Islam sebagai sebuah sistem ajaran yang bersumber pada al Qur`an
dan Hadits dapat difahami secara komprehensif.4 Dan beberapa pendekatan yang lazim
dipergunakan dalam studi Islam antara lain pendekatan historis, pendekatan sosiologis,
pendekatan hermeneutika dan lain sebagainya termasuk pendekatan filsafat.
Pendekatan filsafat berusaha untuk sampai kepada kesimpulan-kesimpulan yang
universal dengan meneliti akar permasalahannya. Metode ini bersifat mendasar dengan
cara radikal dan integral, karena memperbincangkan sesuatu dari segi esensi (hakikat
sesuatu). Harun Nasution mengemukakan, sebagaimana dikutip Supiana, bahwa
berfilsafat intinya adalah berfikir secara mendalam, seluas-luasnya dan sebebas-
bebasnya, tidak terikat kepada apapun, sehingga sampai kepada dasar segala dasar.5
Menggunakan filsafat dalam mengkaji Islam ibarat menjadikan filsafat sebagai
pisau analisis untuk membedah Islam secara mendalam, integral dan komprehensif untuk
melahirkan pemahaman dan pemikiran tentang Islam yang senantiasa sĥlih ̂ kulli
za ̂n a al akâ n (relevan pada setiap waktu dan ruang) karena dengan pendekatan
filsafat, sumber-sumber otentik ajaran Islam digali dengan menggunakan akal, yang
menjadi alat tak terpisahkan dalam proses penggunaan metode ijtihad, tanpa lelah tak
kunjung henti.
Dan filsafat berperan membuka wawasan berpikir umat untuk menyadari
fenomena perkembangan wacana keagamaan kontemporer yang menyuarakan nilai-nilai
keterbukaan, pluralitas dan inklusivitas. Studi filsafat sebagai pilar utama rekonstruksi
pemikiran dapat membongkar formalisme agama dan kekakuan pemahaman agama –
atau dalam istilah M. Arkoun sebagai ta d̂s al akâ al di ̂ niyyah –sebagai salah satu
sumber ekslusivisme agama dan kejumudan umat. Salah satu problem krusial pemikiran
dan pemahaman keagamaan sekarang ini, misalnya, adalah perumusan pemahaman
Supiana, …, h. 74
4
Ibid, …, h. 96
5
2
agama yang dapat mengintegrasikan secara utuh visi Ilahi dan visi manusiawi tanpa
dikotomi sedikitpun.6
Mengacu pada kerangka pikir di atas, dalam makalah ini penulis mencoba
menjelaskan gambaran umum, pengertian, signifikansi, pola dan model serta contoh
butir-butir kajian Islam melalui pendekatan filsafat.
B. BATASAN ISTILAH
1. Pendekatan
2. Metodologi
6
Husein Heriyanto, Nalar Saintifik Peradaban Islam, (Bandung : Mizan, 2011), h. 355.
7
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2004), h. 28
8
Adeng Mukhtar Ghazali, Ilmu Perbandingan Agama, (Bandung : Pustaka Setia , 2000), h. 27
9
Jamali Sahrodi, Metodologi Studi Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2008), h. 64
10
Ibid, h. 64-65
3
Secara etimologis, kata metodologi diderivasi dari kata method yang berarti
ara`, da logy atau logos ya g erarti teori` atau il u`. Jadi kata etodologi
e pu yai arti suatu il u atau teori ya g e i araka ara .11Metodologi
juga berarti pengetahuan tentang metode atau cara-cara yang berlaku dalam
kajian atau penelitian.12
Dalam setiap kajian atau penelitian ilmiah metodologi mutlak harus digunakan
sebagai piranti lunak untuk menemukan kebenaran-kebenaran yang bersifat
ilmiah. Tanpa metodologi sebuah kajian akan kehilangan arah dan berakhir
tanpa kesimpulan yang akurat dan dapat dipertanggung jawabkan.
3. Studi Islam
Yang dimaksud Studi Islam (kajian Islam) menurut Rosihon Anwar, adalah
usaha untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam.
Dengan perkataan lain, usaha sadar dan sistematis untuk mengetahui dan
memahami serta membahas secara mendalam seluk beluk atau hal-hal yang
berhubungan dengan agama Islam, baik ajaran, sejarah maupun praktek-
praktek pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang
sejarahnya.14
11
Abdul Rozak, Cara Memahami Islam : Metodologi Studi Islam, (Bandung : Gema Media Pustakama, 2001),
h. 27
12
Jamali Sahrodi, op.cit, h. 68
13
Ibid, h. 68
14
Rosihon Anwar, Pengantar Studi Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2009), h. 25
4
Pengertian Studi Islam di atas memberikan pemahaman bahwa bidang
garapan atau aspek kajian yang menjadi objek studi Islam sangatlah luas
karena hampir mencakup semua aspek dan karakteristik ajaran Islam.
Disamping itu pula studi Islam terus menerus mengalami perkembangan dan
dinamika seiring dengan realitas kehidupan umat Islam yang terus dinamis.
Barangkali inilah salah satu disiplin ilmu tentang Islam yang mengalami
perkembangan dan kemajuan yang melaju sangat cepat seiring dengan
akselerasi kebudayaan dan peradaban umat Islam sendiri.
4. Filsafat
15
Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam, Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya, (Jakarta ;
Kalam Mulia, 2009), h. 1
5
ini maka jawaban yang akan diberikan berupa kebenaraan yang hakiki. Ini
sesuai dengan arti filsafat menurut kata-katanya.16
16
Soetriono dan SRDm Rita Hanafie, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian, (Yogyakarta : Andi Offset,
2007), h. 20
17
Abuddin Nata, op.cit, h. 4
18
Ibid
6
Deskripsi lain tentang ciri-ciri berpikir filsafat adalah bahwa berpikir filsafat
mengandung beberapa ciri, yaitu : deskriptif, kritis atau analitis, evaluatif atau
normatif, spekulatif, sistematis, mendalam, mendasar dan menyeluruh.19
19
Ibid, h. 21
20
Ibid, h. 22-23
7
Ketiga, metode pembahasan. Untuk ini Muzayyin Arifin mengajukan
alternatif metode analitis-sintetis, yaitu metode yang berdasarkan pendekatan
rasional dan logis terhadap sasaran pemikiran secara induktif, deduktif, dan
analisa ilmiah.
Keempat, pendekatan. Dalam hubungannya dengan pembahasan tersebut
di atas harus pula dijelaskan pendekatan yang akan digunakan untuk membahas
tersebut. Pendekatan ini biasanya diperlukan dalam analisa, dan berhubungan
dengan teori-teori keilmuan tertentu yang akan dipilih untuk menjelaskan
fenomena tertentu pula. Dalam hubungan ini pendekatan lebih merupakan pisau
yang akan digunakan dalam analisa. Ia semacam paradigma (cara pandang) yang
digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena. Hal ini selanjutnya erat
hubungannya dengan disiplin keilmuan.
Sedangkan dalam pola kedua, pendekatan filsafat dilakukan untuk
mengurai nilai-nilai filosofis atau hikmah yang terkandung dalam doktrin-doktrin
ajaran Islam yang terdapat dalam al- Qur a da Hadits. “eperti hik ah dala
penerapan syariat Islam atau hikmah dalam perintah tentang shalat, puasa, haji,
dan sebagainya. Pola ini banyak ditempuh oleh beberapa ulama, antara lain Imam
as- Syatibi melalui karyanya : al- Mu ̂fa ̂tu f̂ Ushûli al “ a ̂ ati atau yang
dilakukan oleh Syekh Ali Ahmad al- Jurjawi melalui karyanya : Hikmat al Tas i a
Falsafatuhu.
Pola pendekatan tersebut diharapkan agar seseorang tidak akan terjebak
pada pengamalan agama yang bersifat formalistik, yakni mengamalkan agama
dengan susah payah tapi tidak memiliki makna apa-apa, kosong tanpa arti. Yang
mereka dapatkan dari pengamalan agama tersebut hanyalah pengakuan
formalistik, misalnya sudah haji, sudah menunaikan rukun Islam yang kelima, dan
berhenti sampai di situ. Mereka tidak dapat merasakan nilai-nilai spiritual yang
terkandung di dalamnya. Namun demikian, pendekatan filosofis ini tidak berarti
menafikan atau menyepelekan bentuk pengamalan agama yang bersifat formal.
8
Filsafat mempelajari segi batin yang bersifat esoterik, sedangkan bentuk (forma)
memfokuskan segi lahiriah yang bersifat eksoterik.21
22
D. BEBERAPA MODEL PENDEKATAN FILSAFAT KONTEMPORER DALAM KAJIAN
ISLAM
Jamali Sahrodi menyebutkan setidaknya ada tiga jenis atau model yang termasuk
pendekatan filsafat modern (kontemporer) yang digunakan dalam studi Islam
(Islamic studies) saat ini yaitu : pertama, Pendekatan Hermeneutika, kedua,
Pendekatan Teologi-Filosofis, dan ketiga, Pendekatan Tafsir Falsafi.23
1. Pendekatan Hermeneutik
21
Abuddin Nata, op.cit, h. 45
22
Filsafat Kontemporer merupakan filsafat yang tumbuh dan berkembang mulai abad ke-20 sampai
sekarang. Milton K. Munitz, sebagaimana dikutip Abdul Basith Junaidi, membagi periode fisafat menjadi
empat periode. Pertama, filsafat Yunani dan Romawi yang dimulai abad ke 6 SM dan berakhir secara
definitif pada abad 529 M, ketika kaisar Yustianus dari Byzantium, yang didorong keyakinannya kepada
agama Kristen, menutup sekolah-sekolah filsafat kafir Athe a. Kedua, filsafat abad pertengahan,
meliputi pemikiran Boethius (abad ke- 6) sampai Nicolas Cusanos (abad ke- 15), dengan puncaknya abad
ke- 13 dan permulaan abad ke-14, ketiga, filsafat modern, didahului oleh pemikiran tokoh-tokoh
Renaissance tetapi mekar secara meyakinkan pada filsafat Rene Descartes (1596-1650) dan dianggap
berakhir pada pemikiran Friedrich Nietzsche (1844-1900). Keempat, filsafat kontemporer yang meliputi
seluruh filsafat abad ke-20 hingga sekarang. Lihat Abdul Basith Junaidi, Pencarian Makna kebenaran,
Perspektif Charles Sanders Pierce dalam Islam dalam Berbagai Pembacaan Kontemporer, (Yogyakarta ;
Pustaka Pelajar, 2009), h. 3
23
Lihat Jamali Sahrodi, op.cit, h. 105-116
24
E. Sumaryono, Hermeneutika : Sebuah Metode Filsafat, (Yogyakarta : Kanisius, 1999), h. 23
25
Seyyed Hossein Nasr menjelaskan, sebagaimana dikutip Fakhruddin Faiz, bahwa dalam agama Islam,
nama Hermes sering diidentikan dengan Nabi Idris, orang yang pertama kali mengenal tulisan, teknik
9
Hermeneutika secara terminologis dapat didefinisikan sebagai tiga hal : (1).
Mengungkapkan pikiran seseorang dalam kata-kata, menerjemahkan dan
bertindak sebagai penafsir. (2). Usaha mengalihkan dari suatu bahasa asing
yang maknanya gelap tidak diketahui ke dalam bahasa lain yang bisa
dimengerti oleh si pembaca, dan (3). Pemindahan ungkapan pikiran yang
kurang jelas, diubah menjadi bentuk ungkapan yang lebih jelas.26
Fungsi hermeneutika adalah untuk mengetahui makna dalam kata, kalimat dan
teks. Hermeneutika juga berfungsi menemukan instruksi dari simbol.
Hermeneutika oleh Josef Bleicherr, sebagaimana dikutip Khoiruddin Nasution ,
dapat dipetakan menjadi tiga bagian, yaitu : 1), hermeneutika sebagai
metodologi, 2). Hermeneutika sebagai filsafat/filosofis, dan. 3). Hermeneutika
sebagai kritik. 27
dan kedokteran. Di kalangan Mesir Kuno, Hermes dikenal sebagai Thot, sementara di kalangan Yahudi
dikenal sebagai Unukh dan di kalangan masyarakat Persia Kuno sebagai Hushang. Fakhruddin Faiz,
He e eutika Qu a i, (Yogyakarta : Qalam, 2007), h. 46
Fakhruddin Faiz, He e eutika Qu a i, (Yogyakarta : Qalam, 2007), h. 19
26
27
Khoiruddin Nasution, op.cit, h. 18-19
10
paling benar mestinya hanyalah keinginan dan kehendak si pengarang, dan
bukan terletak di tangan penafsir.28
Istilah hermeneutika dalam pengertian teori penafsiran kitab suci ini pertama
kali dimunculkan oleh J.C. Dannhauer dalam bukunya Hermeneutica Sacra Siva
Methodus Expondarum Sacrarum Litterarum. Istilah hermeneutika dalam hal
ini dimaksudkan sebagai kegiatan memahami kitab-kitab suci yang dilakukan
para agamawan. Kata hermeneutika dalam pengertian ini muncul pada abad
17-an, meskipun sebenarnya kegiatan penafsiran dan pembicaraan tentang
teori-teori penafsiran, baik itu terhadap kitab suci, sastra maupun dalam
bidang hukum, sudah berlangsung sejak lama. Dalam agama Yahudi misalnya,
tafsir terhadap teks-teks Taurat dilakukan oleh para ahli kitab, yaitu mereka
yang membaktikan hidupnya untuk mempelajari dan menafsirkan hukum-
hukum agama yang dibawa oleh para Nabi. Berbeda dengan kaum Yahudi,
awal tradisi Kristen dengan pengalaman akan Yesus yang dianggap wafat dan
bangkit lagi, juga menerapkan tafsir pada teks-teks Perjanjian Lama, dimana
tafsir tersebut bisa dikategorikan hermeneutika, karena Perjanjian Lama
dipahami secara Kristiani dan hasilnya kemudian disebut Perjanjian Baru.29
Istilah hermeneutika sendiri dalam sejarah keilmuan Islam, khususnya tafsir al-
Qur a klasik, e a g tidak dite uka . Istilah terse ut popular justru dala
28
Asnawi Ihsan, Otoritarianisme : Catatan kelam Peradaban Islam, dalam situs
http://asnawiihsan.blogspot.com
29
Fakhruddin Faiz, op. cit, h. 20-21
30
Ibid, h. 22
11
masa kemunduran. Meski demikian, menurut Farid Esack, sebagaimana dikutip
Fakhruddin Faiz, dalam bukunya Qur`an : Liberation and Pluralism, praktik
hermeneutik sebenarnya telah dilakukan oleh umat Islam sejak lama,
khususnya ketika menghadapi al- Qur`an. Bukti dari hal itu adalah :
1. Problematika Hermeneutik senantiasa dialami dan dikaji, meski tidak
ditampilkan secara definitif. Hal ini terbukti dari kajian-kajian mengenai
as ̂ a uzûl dan nasakh-mansukh.
2. Perbedaan antara komentar komentar yang aktual terhadap al- Qur`an
(tafsir) dengan aturan, teori atau metode penafsiran telah ada sejak mulai
munculnya literatur-literatur tafsir yang disusun dalam bentuk ilmu tafsir.
3. Tafsir tradisional itu selalu dimasukkan dalam kategori-kategori, misalnya
tafsir “yi ah, tafsir u tazilah, tafsir hukum, tafsir filsafat, dan lain
sebagainya. Hal itu menunjukan adanya kelompok-kelompok tertentu,
ideologi-ideologi tertentu, periode-periode tertentu, maupun horison-
horison tertentu dari tafsir.31
Dalam dunia pemikiran Islam, adalah Hassan Hanafi yang pertama kali
memperkenalkan Hermeneutika dalam bukunya berjudul : Les Methods
d E eges, Essai su La “ ie e des Fo de e ts de la Comprehension, Ilm Ushul
al-Fi h pada tahun 1965.32
Selain di Mesir, seperti Hassan Hanafi, Muhammad Abduh dan Nasr Hamid
Abu Zayd sendiri, tokoh Islam yang menggeluti kajian hermeneutika antara lain
: di India, Ahmad Khan, Amir Ali dan Ghulam Ahmad Parves, yang berusaha
melakukan demitologisasi konsep-konsep dalam al- Qur`an yang dianggap
bersifat mitologis. Di Aljazair muncul Mohammed Arkoun yang menggagas ide
cara baca semiotik terhadap al- Qur a . Lalu Fazlurrah a ya g eru uska
31
Ibid, h. 38-39
32
Muzairi, Hermeneutika dalam Pemikiran Islam dalam Hermeneutika Al-Qur a Mazha Yogya, Isla ika,
2003), H. 30
12
hermeneutika semantik terhadap al- Qur`an, dan kemudian dikenal sebagai
dou le o e e t . 33
2. Pendekatan Teologis-Filosofis
35
Nurcholis Madjid, Khazanah Intelektual Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1994), hlm. 21-22
36
Jamali Sahrodi, op.cit., h. 113
14
untuk menggelutinya kemudian menjadikannya sebagai alat untuk
menganalisis ajaran-ajaran Islam, khususnya al- Qur`an.37
Tafsir falsafi juga diartikan sebagai suatu tafsir yang bercorak filsafat. Dalam
menjelaskan makna suatu ayat, mufassir mengutip atau merujuk pendapat
para filsuf. Persoalan yang diperbincangkan dalam suatu ayat dimaknai atau
didefinisikan berdasarkan pandangan para ahli filsafat. Makna suatu ayat
ditakwilkan sehingga sesuai dengan pandangan mereka.38 Ibnu Sina adalah
salah satu contoh tokoh yang berkecenderungan tafsir jenis ini ketika
menjelaskan ayat-ayat al- Qur`an. Salah satu karyanya dalam bidang ini adalah
Al- Is ̂ ̂t a at -ta ̂ĥt : AL-Qism Ats -Tŝ i at -Tâi ah. Dalam karyanya
tersebut Ibnu Sina, misalnya, memberikan penafsiran filosofis terhadap ayat 35
surat an- N̂r se agai erikut :
A ti a : Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. perumpamaan cahaya Allah,
adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. pelita itu di
dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang
dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh
tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja)
Hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. cahaya di atas cahaya (berlapis-
lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah
memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala
sesuatu .
Ia menafsirkan kata kepada kata hayula, kepada akal malakah,
kepada akal fa al, ia maknai dengan akal mustafad, dan
37
Lihat Jamali Sahrodi, op.cit, h. 113-114
38
Kadar M. Yusuf, Studi Al Qur`an, (Jakarta : Amzah, 2012), h. 163
15
ia artikan pula kepada pikir. Penafsiran ini ia lakukan
untuk menguatkan pendapatnya tentang pembagian akal manusia.39
Kitab tafsir Fakhr al-Razi, Mafatih al-Ghaib, dianggap sebagai jenis tafsir falsafi
yang berusaha menolak teori-teori filsafat, ter asuk paha Mu tazilah yang
berlatar belakang filsafat, dengan ayat-ayat al-Qur`an dan argumen-argumen
filosofis.40 Selain itu Tafsir karya Al- Zamakhsyari, Al-Kas s af a Ha Al-Ta ẑl
a U û Al -A ̂ il i Wujû Al -Ta il̂ juga dapat digolongkan sebagai karya
tafsir bercorak tafsir falsafi.
Selain tiga model pendekatan filsafat dalam kajian Islam yang telah disebut di atas,
Tasawuf Falsafi juga bisa disebut sebagai disiplin kajian berpendekatan filsafat.
Tasawuf falsafi, atau biasa juga disebut tasawuf nazhari, merupakan tasawuf yang
ajaran-ajarannya memadukan antar visi mistis dan visi rasional sebagai
pengasasannya. Tasawuf falsafi menggunakan terminologi filosofis dalam
pengungkapannya. Terminologi filosofis tersebut berasal dari bermacam-macam
ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya.41
E. PENUTUP
39
Kadar M. Yusuf, op.cit, h. 163-164
Al-Dzahabi, Al-Tafŝr wa al-Mufassi ̂n, II, t.t.p (Dar al- Maktab al-Haditsah, 1976), h. 417
40
41
Solihin, Ilmu Tasawuf, (Bandung : Pustaka Setia, 2008), h. 67
16
Pendekatan filsafat dalam kajian Islam telah dilakukan banyak tokoh sejak
masa klasik sampai masa kontemporer dalam berbagai disiplin ilmu. Beberapa
model pendekatan filsafat tersebut antara lain : 1). Pendekatan Hermeneutik, 2).
Pendekatan Teologi-Filosofis, 3). Pendekatan Tafsir Falsafi, dan 4). Pendekatan
Tasawuf Falsafi.
Filsafat, dengan beragam karakteristik dasarnya yang inheren, sendiri
berperan mengasah dan mempertajam penalaran kita, dan juga membongkar
kejumudan pola pikir yang kita warisi begitu saja yang seakan turun dari langit,
taken for granted, pula bagaikan mata kunci yang membuka hijab-hijab
formalisme dan irasionalisme untuk menembus dan menangkap substansi
persoalan. Idealitas filsafat inilah yang diharapkan juga meruhi upaya-upaya kajian
Islam dengan menggunakan pendekatan filsafat agar produk pemikiran yang
dilahirkan benar-benar menunjukan universalitas dan ke-rahmat-an Islam bagi
umat, bagi manusia, dan bagi alam semesta.
17
DAFTAR PUSTAKA
Al-Dzahabi, Al-Tafŝr wa al-Mufassi ̂ , II, t.t.p (Dar al- Maktab al-Haditsah, 1976).
Junaidi, Abdul Basith, Pencarian Makna kebenaran, Perspektif Charles Sanders Pierce
dalam Islam dalam Berbagai Pembacaan Kontemporer, (Yogyakarta ; Pustaka
Pelajar, 2009).
Muzhar, M. Atho, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 1998).
Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam, Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran Para
Tokohnya, (Jakarta ; Kalam Mulia, 2009).
Rozak, Abdul, Cara Memahami Islam : Metodologi Studi Islam, (Bandung : Gema Media
Pustakama, 2001).
18
Sahrodi, Jamali, Metodologi Studi Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2008).
Soetriono dan SRDm Rita Hanafie, Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian, (Yogyakarta :
Andi Offset, 2007).
Supiana, Metodologi Studi Islam, (Jakarta : Ditjen Pendis Kemenag RI, 2012)
19