Anda di halaman 1dari 16

Silahkan saudara pelajari materi perkuliahan berikut ini dengan cermat, teliti dan tuntas,

kemudian coba saudara jawaab pwertanyaan-pertanyaan yng ada di akhir materi ini

A. MSI; PENGERTIAN, RUANG LINGKUP, DAN SIGNIFIKANSI

B. Metodologi Studi Islam (Islamic Studies)

1.Pengertian Metodologi

Menurut bahasa metode berasal dari bahasa Yunani, yakni meta (sepanjang) dan hodos (jalan),

jadi metode adalah suatu ilmu tentang cara atau langkah-langkah yang ditempuh dalam suatu

disiplin tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Metode berarti ilmu cara menyampaikan

sesuatu kepada orang lain. Metode juga disebut dengan pengajaran atau penelitian.

Secara sederhana pengertian metodologi dapat dilihat dari dua sudut, yakni sudut bahasa

(etimologi) dan sudut istilah (terminologi). Seacara etimologis, kata metodologi merupakan

derivasi dari kata method yang berarti “cara”, “kiat”, dan “seluk beluk” menyelesaikan sesuatu,

dan logy atau logos yang berarti teori/ilmu, cakrawala, atau wawasan. Dengan demikian, secara

etimologi, sebagaimana diungkapkan oleh Abdul Rozak (2001: 27), bahwa metodologi

mempunyai arti sebagai suatu ilmu atau teori yang membicarakan tentang cara.
Dalam sumber lain dikatakan bahwa dari sisi bahasa, istilah metode sering diartikan sebagai

cara, Dalam bahasa Arab istilah ini dikenal dengan sebutan thariqah yang berarti langkah-

langkah strategis dalam mempersiapkan suatu pekerjaan. Akan tetapi menurut Ahmad tafsir,

sebagaimana dikutip oleh Dede Ahmad Ghazali dan Heri Gunawan (2015: 73), bahwa istilah

metode berasal dari kata method (bahasa Inggris) mempunyai pengertian yang lebih khusus

yakni cara yang tepat ddan cepat dalam mengerjakan sesuatu. Ungkapan cara yang paling tepat

dan cepat ini membedakan dari isilah way (bahasa Inggris) yang berarti cara juga, Secara

etimologis, metode diartikan sebagai cara yang paling tepat dan cepat, mak menurut Ahmad

Taafsir, sebagaimana dikutip oleh Dede Ahmad Ghazali (2015: 74), bahwa ukuran kerja suatu

merode harus diperhitungkan benar-benar secara ilmiah. Dengan demikian, hasil eksperimen

suatu metode tersebut telah teruji.

Berdasar uraian di atas dapat dipahami bahwa metode pembelajaran adalah cara yang paling

tepat dan cepat dalam mengajarkan materi pelajaran kepada peserta didik. Selanjutnya kata tepat

dan cepat tersebut, sering diugkapkan dengan istilah efektif dan efisien. Begitupun dengan

ungkapan studi Islam efektif berarti Islam yang dipelajari/dikaji dapat dipahami secar mudah dan

sempurna, sedangkan pengajaran yang efisien ialah bahwa ajaran yang dipahami tidak

memerlukan waktu dan enaga yang banyak.


Menurut istilah (terminologi), metode adalah suatu ajaran (ilmu) yang memberikan uraian,

penjelasan, dan penentuan nilai. Metode bias digunakan dalam penyelidikan keilmuan. Hugo F.

Reading mengatakan bahwa metode adalah kelogisan penelitian ilmiah, sistem tentang prosedur

dan teknik riset.

Ketika metode dibabungkan dengan logos maknanya berubah. Logos berarti “studi tentang” atau

“teori tentang”. Oleh karena itu, metodologi tidak lagi sekedar kumpulan cara yang sudah

diterima (well received) tetapi berupa kajian tentang metode. Dalam metodologi dibicarakan

kajian tentang cara kerja ilmu pengetahuan. Pendek kata, jika dalam metode tidak ada perbedaan,

refleksi, dan kajian atas cara kerja ilmu pengetahuan, sebaliknya dalam metodologi terbuka luas

untuk mengkaji, mendebat, dan merefleksi cara kertja suatu ilmu. Unttuk itu, metodologi

menjadi bagian dari sistematika filsafat, sedangkan metode tidak (MuhyarFanani, 2008: ix)

Dan menurut Pios A Partanto M. Dahlan al-Barry (1994: 462), metodologi adalah ilmu tentang

cara-cara dan langkah-langkah yang tepat (untuk menganalisa sesuatu) penjelasan serta

menerapkan cara.

Sementara itu secara terminologi, Anthony Flew, sebagaimana dikutif oleh Abdul Rozak (2001:

27), mengatakan bahwa metodologi adalah suatu kajian tentang cara; dalam kajian itu biasanya

dibicarakan tentang prosedur-prosedur, tujuan dari ilmu itu sendiri, dan dibicarakan juga jalan
yang harus ditempuh yang dengan jalan itu ilmu dapat disusun, Jadi, metodologi adalah suatu

proses yang ditempuh dalam mencapai tujuan. Rama Yulis, sebagaimana dikutip oleh Dede

Ahmad Ghazali dan HeriGunawan (2015: 74), mendefinisikan metode sebagai suatu cara atau

jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan.

2. Pengertian Studi Islam

Islam sebagai suatu ajaran menjadi sebuah tema yang menarik untuk dikaji, baik oleh kalangan

intelektual Muslim (in sider) sendiri maupun sarjana-sarjana Barat (out sider), mulai dari tradisi

orientalis sampai pada sebutan Islamisist (ahli pengkaji keislaman). Kajian keisalaman (Islamic

Studies), seperti diungkapkan oleh Jamali Saaharodi (2008: 37) merupakan suatu disiplin ilmu

yang membahas Islam, baik ajaran, kelembagaaan, sejarah maupun kehidupan matnya.

Di kalngan Islam sendiri, masih menurut Jamali Sahrodi, dalam prosesnya kajiaan tersebut

mencerminkan suatu transmisi doktrin-doktrin keagamaan dari generasi ke genersi denhan

menjadikan tokoh-tokoh agama, mulai dari Rasulullaj sampai dengan ustadz (guru agama), dan

para da’i sebagai perantara sentral yang hidup (the living mediators). Sementara secara

kelembagaan, proses itu berlangsung di berbaagai institusi, mulai dari keluarga, masayarakat,

masjid, kuttab, madrasah, pesanttren, sampai dengan al-Jami’ah. Di samping proses transmisi,

kajin agama juga merupakan usha bagi para pemeluk agama yang bersangkutan untuk
memberikan respon, baik dalam pengertian ofensif maupun defensive, terhadap ajaran, ideology,

atau pemikiran di luar agama yang diyakininya (2008: 37)

Studi Islam atau kajian Islam secara etimologs merupakan terjemah dari bahasa Arab Dirasah

Islamiayah. Adapun studi Islam di Barat dikenal dengan istiah Islamic Studies. Dengan demikian

studi Islam secara harfiah dapat dikatakan sebagai kajian mengenai hal-hal yang berkaitan

dengan Islam, baik berupa ajaran, doktrin, teks, pemikiran, sejarah, maupun institusi-institusi

keislaman. Dengan ungkapan lain, studi Islam sebagaimana dikatakan oleh Rosihon Anwar

(2009: 25), adalah usaha sadar dan sistematis untuk mengetahui dan memahami serta mendalami

tentang hal-hal yang berkaitan dengan agama Islam, baik berupa ajaran, sejarah maupun praktik-

praktik pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari sepanjang sejarahnya.

Pengertian metode di atas, jika dikaitkan deangan “kajian (studi) Islam” , maka metodologi studi

Islam (MSI), dapa dikatakan sebagai suatu ilmu yang mengkaji/mepelajari tentang beragam cara

(metode) dan pendekatan yang digunakan dalam menhkaji atau meneliti tentang Islam. Hal ini

bertujuan agar dapat memahami Islam dengan baik, benar, utuh, dan komprehensif, Untuk

sampai pada hal tersebut sudah barang tentu diperlukan suatu metodologI yang mampu

menhantarkan pemeluknya ke pemahaman Islam yang tepat, baik dan benar.


Istilah Metogologi Studi Islam (MSI) digunakan ketika seseorang ingin membahas kajian-kajian

seputar ragam metode yang biasa digunakan dalam studi Islam. Sebut saja misalnya kajian atas

metode normatif, historis, filosofis, komparatif dan lain sebagainya. Metodologi studi Islam

mengenal metode-metode itu sebatas teoretis. Seseorang yang mempelajarinya juga belum

menggunakannya dalam praktik. Ia masih dalam tahap mempelajari secara teoretis bukan praktis.

B. Ruang lingkup Studi Islam (Islamic Studies)

Agama sebagai objek studi, minimal dapat dilihat dari segi:

1. Sebagai doktrin dari Tuhan, sebenarnya agama bagi para pemeluknya sudah final dalam

arti ia bersifat absolut, dan diterima apa adanya.

2. Sebagai gejala (fenomena) budaya, yang berarti seluruh yang menjadi kreasi manusia

dalam kaitannya dengan agama, termasuk pemahaman orang terhadap doktrin agamanya.

3. Sebagai wujud interaksi sosial, yakni realitas umat Isalam.

Jika Islam dilihat dari ketiga sisi, Maka raung lingkup studi Islam dapat dibatasi pada tiga sisi

tersebut. Oleh karena segi doktrin merupakan suatu keyakinan atas kebenaran teks wahyu,

maka hal ini tidak memerlukan penelitian di dalamnya. Dan yang menjadi sasaran penelitian

agama sebagai doktrin, menurut H. M. Rozali (2020: 4), adalah pemahaman manusia

terhadap doktrin-doktrin tersebut.


Tidak semua aspek agama khususnya Islam dapat dijadikan sebagai objek studi Dalam

konteks studi Islam, ada beberapa aspek tertentu dari Islam yang bias menjadi objek studi,

yaitu: Islam sebagai doktrin dari Tuhan yang kebenarannya bagi pemeluknya sudah final

dalam arti absolut, dan diterima apa adanya. Sebagai gejala budaya yang berarti seluruh apa

yang menjadi kreasi manusia dalam kaitannya dengan agama, termasuk pemahaman orang

terhadap doktrin agamanya. Sebagai interaksi social yaitu realitas umat Islam.

C. Signifikansi Studi Islam

Seiring dengan perkembangan zaman, agama lantas tidak sekedar berfungi sebagai

penegasan terhadap doktrin semata, namun agama juga harus dapat dikaji atau dipelajari

secara akademis ilmiah. Daalam konteks ini, Amin Abdullah (1996: v), menjelaskan

bahwa fenomena keberagamaan manusia tidak hanya dilaihat dan semata-mata terkait

dengan sudut normativitas ajaran wahyu—meskipun fenomena ini sampai kapanpun

akaan akan menjadi ciri khas dari agama-agama yang ada, tetapi juga harus mampu

dilihat dari sudut ggistorisitas pemahaman dan interpretasi pemahaman 0rang-orang atau

kelompok terhadap norma-norma ajaran agama yang dipeluknya, serta model-model

amalan dan praktek-praktek ajaran agama yang dalakukannya dalam kehidupan sehari-

hari.
Upaya untuk mempelajari atau mengkaji agam, termasuk Islam dalam kenyataannya

tidak hanya dilakukan oleh sarjana-sarjana dari kalangan Islam, tetapi juga dilaksaanakan

oleh sarjana-sarjana dari kalangan luar Islam.

Dilihat dari sisi kebudayaan, agama merupakan universal cultural. Salah satu prinsip

teori fungsional, sebagaimana dikemukakan oleh H. M. Rozali (2020: 22), mengatakan

bahwa segala sesuatu yang tidak berfungsi akan lenyap dengan sendirinya. Karena sejak

dulu hingga sekarang, agama selalu menunjukkan eksistensinya, dalam hal ini

mempunyai dan memerankan sejumlah peran dan fungsi di masyarakat. Oleh karena itu,

secara umum studi Islam menjadi pening karena agama, termasuk Islam memerankan

sejumlah peran dan fungsi dalam kehidupan masyarakat. Lebih lanjut, Rozali (2020: 22-

27) mengemukakan faktor-faktor yang menyebabkan studi Ilam menjadi penting (urgen),

di antaranya adalah:

1. Adanya Perbedaan Paandangan antara Insider dan outsider yang Memerlukan Jalan

Tengah.

Insider adalah para apengkaji agama yang berasal dari pemeluk agama bersangkutan

(orang dalam). Sedangkan outsider adalah para pengkaji non-Muslim yang

mempelajari Islam dan menafsirkannya dalam berbagai analisis dan pembacaan

dengan metodologi tertentu (orang luar). Problem insider dan outsider muncul setelah
jatuhnya kejayaan Isalam, dan ilmu pengetahuan pindah ke Barat. Sejak saat itu,

orang-orang Barat kemudian mulai mempelaiari Islam yang pada gilirannya muncul

kajian orientalisme. Pada saat itu sudi Islam di Barat didorong oleh kepentingan

politis, yakni kebutuhan akan kekuasaan koloni untuk mempelajari dan memahami

masyarakat jajahan, sehingga studi Islaam di Baarat juga perlu untuk dikaji.

Seorng peneliti selalu menghadapi problem serius, di antaranya teramat sulit baginya

untuk melakukan studi yang bersifat objektif, netraal, dan terjhindar dari bias, terlebih

lagi ketika menyentuh wilayah ajaran-ajaran normative agama yang dianutnya.

Menurut Johan Meuleman, sebagaimana dikutif oleh H.M. Rozali (2020: 22-23),

bahwa problem yang terjadi dalam penelitian agama disebabkan oleh beberapa faktor:

Pertama, setiap pwmikiran manusia terikat pada bahasa atau meminjam istilah

Muhammad Arkoun, logocentrisme dengan segala peraturan dan batasannya.

Naamun, keterturutan logocentrisme ini amat menonjol di kalangan Muslimin,

Karena itu menganggap teks-teks yang bersifat immanent dari segi bahasa yakni

berfungsi dalam batas suatu bahasa dan kondisi tertentu dianggap sebagai

transcendent Ilahi. Kedua, dari sebab pertama pada akhirnya mengakibatkan

penelitian itu terpusat pada teks-teks dn mengabaikan unsur yang tidak tertulis dari

agama daan kebudayaan Islam. Ketiga, interpretasi yang terbatas dan tertutup
terhadap al-Qur’an dan al-Sunnah sebagai teks yang membicarakan faakta dan

peraturan (bukan makna dan nilai). Keempat, anggapan teks-teks klasik mewakili

agama dan bahkan dianggap sebagai agama itu sendiri sehingga mengabaikan yang

lainnya karena naskah tersebut dianggap asli. Kelima, sikap apologaetis terhadap

aliraan lain (Kaalam, Fikih dan sebagainya), sikap ini menunjang pada ketertutupan

pemikiran agama. Keenaam, sistim pendidikan yang terlalu mementingkan bahwa

terlampau besar terhadap tradisi terutama pada teks tradisional dan guru serta lebih

mementingkan hafalan daripada sikap kritis dan ilmiah.

Mengenai posisi insider dan outsider maka yang muncul adalah pertanyaan

mengenai siapa yang otentik dalam melakukan studi Islam, salah satu perspektif di

aantaranya menurut Abdul Rauf, yang dengan tegas mengatakan bahwa berdasarkan

data sejarah, agak susah bahkan tidak mungkin bagi seseorang yang menganut agama

tertentu kemudian mencoba mengkaji agama lain (outsider). Untuk itu patut

dipertanyakan keabsahan para sarjana Barat dalam menhkaji Islam secara objektif.

Sebagaimana diungkapkan oleh W.C. Smith, Ia mengakui bahwa interpretasi umat

Islam dipandang otoritatif. Ia menyatakan apapun yang saya katakana tentang Islam

sebaagai keyakinan yang hidup di tengah-tengah masyarakat aalah valid sejauh umat

Isalam setuju dan mengamininya terhadap pemahaman tersebut.


Kajian para outsider tentang Iaslam harus dicek daan dikontrol oleh umat Isalam

untuk menghindari penyaklahgunaan kegiatan akademik untuk melawan Isalam.

Terkait dengan problem insider dan outsider dalam studi Islam ada beberapa tawaran

solusi. Pertama dari Russelt T. McCulcheon, dalam karyanya The Insider/Outsider

Problem in The Studi of Religion; A reader. Dalam karya ini disebutkanbahwa untuk

menekan terjadinya biaskarena insider/outsider maka kemudian lahir satu bidng ilmu

yang diseut dngaan Phenomenology, melalui ilmu ini seorang peneliti mencooba

menggambarkan (to describe), menginterpretasikan (to interprete) daan enjelaskan (to

eksplane) fenomena yang ada.Ketiga hal tersebut akan berjalan dngan baik dengan

syarat seorang peneliti harus mencoba untuk memasuki dan merasakan pengalaman-

pengalaman dan makna-makna yang dimiliki pihak lain, mengakses momen-momen

pribadi dari persepsi manusiaa ang akhirnya daapat menjembatani jaarak antara

subjek dan objek. Hal ini didasarkan pada suatu asumsi dasar bahwa semua manusia

berbagi pengalaman-pengalaman yang saama dan karenanya seorang peneliti dapat

menjembatani jarak antara insider dan outsider dengan cara menjeneralisir

pengalaman-pengalaman orang lain.

2. Umat Islam Saat ini Berada dalam Kondisi Problematik.


Umat Islam berada dalam posisi yang terpinggirkan dan lemah dalam berbagai aspek

kehidupan, sementara di sisi lain dunia terus berkembang dengan modernisasinya.

Dalam kondisi tersebut, umat Islam dituntut intuk melakukan gerakan pemikiran yang

diharapkan dapat menghasailkan konsep pemikiran yang cemerlang untuk mampu

bersaing dengan perkembangan globalisasi.

Di satu sisi, jika umat Islam hanya berpegang pada ajaran-ajaran Ialam dari hasil

penafsiran ulama terdahulu yang dianggap sebagai ajaran yang sudah mapan,

sempurna, dan paten, serta tidak berani untuk elaakukan kajian ulang, hal ini berarti

bahwa umat Islam mengalami stagnasi (kemandegan) atau kebekuan intelektual dan

akan berdampak pada masa depan yang suram. Namun di sisi lain, jika mereka

bersikap kritis dan beraani melakukan pembaharuan rasional guna menyesuaikan

dengan tuntutan perkembangan zaman, mereka akan dituduh sebagai umat yang tidak

lagi setia dan menghargai ajaran Isalam dari pendahulunya.

Melalui pendekatan yang bersifat objektif rasional, studi Isalam diharapkan mampu

memberikan solusi atau alternatif pemecahan masalah atau jalan keluar dari kondisi

yang delimatis tersebut. Kajian Islam juga diharapkan dapat mengarah dan bertujuan

untuk mewujudkaan usaha-usaha pembaharuan dan pemikiran ulang ajaran-ajaran

Islam, seghingga mampu beradaptasi dan menjawab tantangan serta tuntutan zaman,
dengan tetap berpegang teguh pada sumber dasar ajaran Islam yaitu al-Quran dan al-

Sunnah.

3. Umat Manusia dan Peradabannya Berada dalam Suasana Problematik

Pesatnya laju perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern

telah membawa dan membuka era baru dalam perkembangan budaya dan peradaban

umat manusia. Dalam keadaan seperti ini, pastinya umat manusia membutuhkan

aaturan, nilai, dan norma serta pegangan gidup yang universal daan diakui atau

diterima oleh semua bangsa, demi terciptanya kemakmuran dan kesejahteraan hidup

dan kegidupan umat manusia.

Daaalam swjarah dan peradaabaan mogern, agama dipandang tidak ada kaitannya,

bahkan tidak mampu mengontrol dan mengarahkan perkembangan ilmu pengetahuan

dan ateknologi modern, Begitu juga Filsafat dan ilmu pengetahuan yang selama ini

diandalkan ternyata tidak mampu memberikan pedoman, pegangan hidup, apalagi

aturan-aturan yang universal. Kalaupun filsafat dna ilmu pengetahuan sampai pada

aspek nilai, norma, atau hokum hanya bersifat relative, temporal,

sektoral,kondisional, dan tentunya tidak universal. Sementara itu teknologi yang

semakin canggih justru ,enjadikan manusia modern kehilangan identitas dan

kemanusiaannya.
Adanya problematika yang rumit yang terjadi saat ini, tidak sekedar menjadi

tantangan bagi bangsa modern yang melahirkan kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi tersebut, namun juga bagi seluruh umat manusia termasuk iumat Islam di

dalamnya.

Islam sebagai agama rahmatan lil ‘aalamiin, tentunya mempunyai konsep atau ajaran

yang bersifat univerdal, yang dapat menyelamatkanumat manusia dan alam semesta

dari kehancurannya. Oleh karena itu, Islam harus mampu menawarkan nilai, norma,

atau aturan hidup yang manusiawi dan universal kepada dunia, serta diharapkan

mampu meberikan solusi untuk mengatasi problem kemanusiaan. Di sinilah aurgensi

dan signifikansi studi Islam menemukan maknanya, yakni menurut H.M. Rozali

(2020:27),untuk menggali kembali ajaran-ajaran Islam yang asli dan murni,

manusiawi, namun tetap relevan dengan tuntutan dan keadaan zaman.

Di Indonesia sendiri, yang mayoritas penduduknya beragama Islam, terlihat bahwa

ajaran-ajaran Islam belum sepenuhnya dapahami dan dihayati, Untuk itu, urgensi

studi Islam di Indonesia adalah merubah pemahaman dan penghayatan keislaman

masyarakat Muslim di Indonesia dari format formalisme keberagamaan Islam

menjadi format keberagamaan yang substantif. Sikap ekslusivisme diubah menjadi


universalisme, yakni agama yang tidak mengabaikan nlai-nilai spiritualitas dan

humanitas, karena pada dasarnya agama diwahyukan Tuhan untuk manusia.

Lebih dari itu, studi Islam diharapkan dapat melahirkan suatu komunitas yang mampu

melakukan perbaikan, baik secara internal maupun eksternal, Secara internal,

keberadaan komunitas tersebut dapat mempertemukan dan mencari jalan keluar dari

konflik internal yang terjadi dalam agama Islam, seperti organisasi keagamaan yang

belum final. Sedangkan secara eksternal adalah penanganan konflik yang melibatkan

Islam dengan dengan agama atau kepercayaan lain, salah satunya krisis kerukunan

antar umat beragama, Oleh karena itu studi Islam diharapkan dapat melahirkan

masyarakat yang siap hidup toleran dalam waacana pluralitas agama sehingga tidak

melahirkan individu-individu Muslim Ekstrem yang membalas kekerasan agama

dengan melakukan hal yang sama. Karenanya, menurut H.M. Rozali (2020: 27),

bahwa dalam kondisi masyarakat yang mayoritas beragama Islam, posisi studi Islam

menjadi sangat penting adanya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Abdul Rozak (2001), Cara Memahami Islam, Bandung, Gema Media Pusakatama
2. Amin Abdullah (1996), Studi Agama Normativitas atau Historisitas, Yogyakarta,

Pustaka Pelajar.

3. Dede Ahmad Ghazali dan Heri Gunawan (2015), Studi Islam Suatu Pengantar

Dengan Pendekatan Interdisipliner, Bandung, PT Remaja Rosdakarya.

4. Fanani Muhyar (2008), Metode Studi Islam, aplikasi sosiologi pengetahuan sebagai

cara pandang, Yogyakarta, Pustaka Pelajar

5. H. M. Rozali (2020), Metodologi Studi Islam Dalam Perspektif Multidisiplin

Keilmuan, Depok, PT Rajawali Buana Pusaka.

6. Jaamali Sahrodi (2008), Metodologi Studi Islam Meneluduri Jejak Historis Kajian

Islamala Sarjana Orientalis, Bandung, Pustaka Setia.

7. Partanto Pios A M. Dahlan al-Barry (1994), Kamus Ilmiah Populer, Surabaya,

Penerbit Arkola

8. Rosihon Anwar (2009), Pengantar Studi Islam, Bandung, Pustaka Setia.

Apa yang saudara ketahui dengan hal-hal di bawah ini

1. Pengertian metode (dari sisi bahasa dan istilah)


2. Islamic Studies (Kajian Islam)
3. Metodologi Studi Islam
4. Ruang lingkup Kajian Islam (Studi Islam)
5. Signifikansi/urgensi Studi Islam

Anda mungkin juga menyukai