Anda di halaman 1dari 13

MEMAHAMI ISLAM NORMATIF DAN HISTORIS

MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam

Dosen Pengampu : Dr. Hj. Muzaiyyanah Mu’tasim Hasan, MA

Disusun :
Surya Agung Dwi Anggoro - 07010621013
Vindy Fatika Novianti - 07010621014
Ratih Nabila Putri - 07040621103

PROGRAM STUDI TASAWUF PSIKOTERAPI


FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILFASAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam sebagai objek kajian ilmu yang dalam hal ini disebut dengan
Islamic Studies sesungguhnya telah memberikan kontribusi yang teramat
besar terhadap pemahaman masyarakat terhadap Islam itu sendiri,
khususnya para cendikiawan dan ilmuwan. Melalui kajian Islamic Studies
ini kelompok ilmuwan dan cendikiawan saat ini semakin menyadari bahwa
Islam tidak lagi dilihat sebagai dogma yang final, rigid dan kaku tetapi
sesungguhnya Islam telah membuka dirinya untuk ditelaah dari berbagai
disiplin ilmu pengetahuan. Sedemikian rupa studi Islam dan nama lain yang
seirama dengan itu telah menjadi branding ilmiah yang mendapat sambutan
luar biasa di berbagai perguruan tinggi di berbagai belahan dunia. 1
Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, yang termasuk
didalamnya ilmu-ilmu sosial kemasyarakatan dengan cepat relatif
memperpendek jarak perbedaan budaya antara satu wilayah dan wilayah
yang lain. Pada gilirannya, hal ini berpengaruh pada kesadaran manusia
tentang apa yang disebut fenomena agama. Pada era sekarang ini agama
tidak dapat lagi didekati dan difahami hanya lewat pendekatan teologis-
normatif saja.2
Pada penghujung abad ke 19, lebih-lebih pada pertengahan abad ke
20, terjadi pergeseran paradigma pemahaman tentang “agama” dari yang
dahulu terbatas pada “Idealitas” ke arah “historitas”, dari yang hanya
berkisar pada “doktrin” ke arah entitas “sosiol logis”, dari diskursus
“esensi” ke arah “eksistensi”. 3

1 Amin M, Islam Normatif dan Historis (Fatktual): Ziarah Epistemologi Integratif-Interkonektif


dalam Pendidikan (Riau: Jurnal Kependidikan Islam Vo. 5 No. 1, 2019), 80.
2 Syamsul Bahari, Islam dalam Bingkai Normativitas dan Historisitas diakses dari https://catatan-

ustadz.blogspot.com/2015/09/islam-dalam-bingkai-normativitas-dan.html?m=1 pada 20 maret


2023
3 Ibid.
Hal ini menjadikan agama Islam agama memiliki keunikan dan
menjadi daya tarik bagi pemeluknya maupun pemeluk agama lainnya baik
secara normatif maupun historis. Dengan sebab itu, di dalam mengkaji
agama Islam secara universal memerlukan pendekatan yang berkaitan
dengan Islam dan aspek-aspek di dalamnya. Secara umum Islam bisa
dipandang dari dua aspek yang berkaitan satu dengan lainnya yaitu aspek
normatif dan historis. 4
Adapun penelitian ini akan membahas tentang bagaimana Islam
normatifdalam studi Islam? Dan bagaimana Islam historis dalam studi
Islam?
B. Rumusan Masalah
1. Apa Itu Konsep Normativitas Islam?
2. Apa Itu Historisitas Islam?
3. Bagaimana Paradigma Islam Normatif dan Historis?
C. Tujuan
1. Mengetahui Apa Itu Konsep Normativitas Islam.
2. Mengetahui Apa Itu Historisitas Islam.
3. Mengetahui Bagaimana Paradigma Islam Normatif dan Historis.

4Rendy Saputra Dkk, Islam Normatif dan Islam Historis (Palembang: Jurnal Ilmu Agama Vol. 22
No. 2, 2021), 168.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Normativitas Islam


Istilah normativitas diambil dari kata berbahasa inggris “norm” yang
berarti landasan, ajaran, atau ketentuan yang berkaitan dengan etika,
ketentuan tentang masalah baik dan buruk yang boleh atau tidak boleh
dilakukan.5 Pengertian lain mengenai normativitas adalah sesuatu yang
dipegang teguh berdasarkan norma atau pada kaedah yang ditetapkan. 6
Normatif yang kemudian dimasukkan kedalam corak ajaran islam inilah
yang disebut normativitas islam. 7 Dengan demikian normativitas islam
adalah islam yang berpegang teguh dengan norma dan prinsip yang telah
ditetapkan dalam islam.8
Berdasarkan pemikiran Amin Abdullah mengenai persoalan yang
dialami kaum muslimin, normativitas islam adalah persoalan pemahaman
terhadap keislaman yang selama ini pahami sebagai dogma yang baku. Hal
ini dikarenakan umumnya normativitas islam ditelaah lewat pendekatan
normatif atau doktrinal teologis. Dimana pendekatan ini berangkat dari teks
kitab suci yang pada akhirnya membuat corak pemahaman yang tekstualis
dan skriptualis.9
Pendekatan normatif juga memandang masalah dari sudut legal
formal dan normatifnya. Maksud dari legal formal adalah hubungannya
dengan halal-haram, boleh atau tidak, dan sejenisnya. Sementara

5 Tim, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008),
1078.
6 Amin M, Islam Normatif dan Historis (Fatktual): Ziarah Epistemologi Integratif-Interkonektif

dalam Pendidikan,…, 83.


7 Rendy Saputra Dkk, Islam Normatif dan Islam Historis,…, 169.
8 Amin M, Islam Normatif dan Historis (Fatktual): Ziarah Epistemologi Integratif-Interkonektif

dalam Pendidikan,…
9 Siswanto, Normativitas dan Historisitas dalam Kajian Keislaman (Lamongan: Jurnal Ummul Qura

Vol. X No. 2, 2017), 134-135.


normatifnya adalah seluruh ajaran yang terkandung dalam nash. Sehingga
cakupan pendekatan normatif sangat luas. 10
Lebih lanjutnya, islam normatif adalah suatu pendekatan untuk
dapat memahami islam melalui ajaran-ajaran atau doktrin-doktrin islam.
Dimana islam pada dimensi sakral, yang diakui adanya realitas transedental,
yang bersifat mutlak dan universal, melampaui ruang dan waktu yang sering
disebut realitas ketuhanan. 11
B. Historisitas Islam
Historisitas adalah kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi
pada masa lampau. Sedangkan dalam pengartian yang lebih komprehensif
suatu peristiwa sejarah perlu juga dilihat siapa yang melakukan peristiwa
tersebut, dimana, kapan, dan mengapa peristiwa tersebut terjadi. 12 Adanya
pendekatan historisitas suatu cerita maka diajak untuk menukik dari alam
idealis yang bersifat empiris dan mendunia. Tujuan adanya pendekatan
historis adalah untuk membuat rekonstruksi masa lampau secara sistematis
dan obyektif, dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi,
memverifikasikan, serta mensistesiskan bukti-bukti untuk menegakkan
fakta dan memperoleh kesimpulan yang kuat. 13 Adanya historitas bukan
suatu yang bersifat belaka namun benar kenyataannya yang terbukti dengan
adanya data yang akurat.
Dalam memaknai kata historis para sejarawan memiliki pendapat
yang beragam, Edward Freeman, misalnya menyatakan historis adalah
politik masa lampau. Sementara Ernst Bernheim, menyebut historis sebagai
ilmu tentang perkembangan manusia dalam upaya-upaya mereka sebagai
makhluk sosial.14 Dan menurut Hasan, historis atau tarikh adalah suatu seni

10 Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam (Yogyakarta: Academia, 2010), 190.


11 Ahmad Naddhif Faishal, Islam Normatif dan Islam Historis diakses dari https://an-
nur.ac.id/islam-normatif-dan-islam-historis/ pada tanggal 20 Maret 2023.
12 Siswanto, Normativitas dan Historisitas Dalam Kajian Keislaman, Jurnal: Ummul Qura, Vol X,

No. 2, 2017, hal 121.


13 Haryanto Sri, Pendekatan Historis Dalam Studi Islam, Jurnal Ilmiah Studi Islam, Vol 17, No 1,

2017, hal 127.


14 Nasution, Harun Tradisi Baru, hal 119.
yang membahas tentang kejadian-kejadian waktu dari segi spesifikasi dan
penentuan waktunya, tema-nya manusia dan waktu, permasalahaannya
adalah keadaan yang menguraikan bagian-bagian ruang lingkup situasi yang
terjadi pada manusia dalam suatu waktu. 15 Dari berbagai pendapat di atas
dapat ditarik benang merah bahwa sejarah merupakan gambaran tentang
peristiwa-peristiwa atau kejadian masa lampau yang dialami manusia,
disusun secara ilmiah, meliputi urutan waktu tertentu, diberi tafsiran dan
analisa kritis sehingga mudah dimengerti dan dipahami. Dengan kata lain di
dalam sejarah terdapat objek peristiwa (what), orang yang melakukan
(who), waktu (when), tempat (where) dan latar belakang (why). jika kita
melihat historisitas tentang islam maka dapat ditarik sebuah kesimpulan
bahwa dari adanya historisitas islam ini, dikaji dari aspek sejarah,
menganalisis perkembangannya dari awal sampai sekarang. dengan cara
kita mengikuti perkembangan agama islam dari awal sampai sekarang maka
agama islam tidak akan lepas dari historitasnya.
Pendekatan historis merupakan penelaahan serta sumber-sumber
lain yang berisi informasi mengenai masa lampau dan dilaksanakan secara
sistematis, maka dapat dikatan bahwa pendekatan historis dalam kajian
islam adalah usaha sadar dan sistematis untuk mengetahui dan memahami
serta membahas secara mendalam tentang seluk-beluk atau hal-hal yang
berhubungan dengan agama Islam, baik berhubungan dengan ajaran, sejarah
maupun praktik-praktik pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan
sehari-hari, sepanjang sejarahnya. Pendekatan kesejarahan sangat
dibutuhkan dalam studi Islam, karena Islam datang kepada seluruh manusia
dalam situasi yang berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatannya
masing-masing. Ketika tidak ada historisitas islam maka adanya
kemungkinan ilmu agama islam yang sekarang pasti ada kekurangan yang
banyak dibanding agama islam yang sekarang ini. Jika kita mengetahui
historisitas islam maka dapat dipastikan kita akan memahami sejarah

15 Hasan Usman, Metode Penelitian Sejarah, hal 46.


dengan baik dan benar, dengan mengetahui sejarah tersebut maka kita juga
dapat menerapkan perbuatan yang baik pada masa lampau yang pernah
terjadi di agama islam.16
Mengingat begitu besar peranan pendekatan historis ini, maka
diharapkan akan melahirkan semangat keilmuan untuk meneliti lebih lanjut
beberapa peristiwa yang ada hubungannya terutama dalam kajian Islam di
berbagai disiplin ilmu. Adanya pendekatan historitas islam maka kita dapat
memahami tentang Islam dengan baik, benar, dan lebih baik jika kita dapat
menerapkan ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari.
C. Ragam Paradigma Normativitas dan Historitas Islam
Paradigma, secara etimologis, berarti matriks, disipliner, model/pola
pikir, pandangan dunia (world view), konstelasi teori, pertanyaan,
pendekatan, prosedur, dan tema pemikiran. Sementara secara terminologis
adalah seperangkat asumsi, tersurat maupun tersirat, yang berfungi sebagai
dasar bagi gagasan-gagasan ilmiah,17 sedangkan ada juga yang berpendapat
paradigma adalah seperangkat asumsi metafisis, ontologis, epistemologis,
teoretis, hukum-hukum, teknik-teknik aplikasi, dan sistem nilai yang dianut
oleh suatu komunitas ilmiah sebagai kerangka konseptual untuk memahami
dan memaknai fenomena-fenomema eksperimental maupun realitas social
dalam kerangka pemahaman (frame of reference) yang sama, sehingga
mereka dapat melangsungkan komunikasi antara satu dengan lainnya. 18
Islam seringkali secara langsung dikaitkan dengan pertemuan dua
pandangan, karena itu dialog selalu saja terjadi dalam tiap
perkembangannya. Oleh sebab itu, latar belakang historis dari praktik ide
Islam selamanya diwarnai oleh berbagai upaya pembaharuan yang progresif
secara konsisten. Hal tersebut juga diakibatkan oleh persoalan eksistensi

16 Ikhsan Nur D.c, S.Hum, pentingnya Pelajaran Sejarah dan Kebudayaan Islam diakses dari
https://sumsel.kemenag.go.id/opini/view/409/pentingnya-pelajaran-sejarah-dan-kebudayaan-
islam
17 Bernard S. Philips, Social Research, Strategy and Tactics (New York: Macmillan, 1971), h. 44.
18 T. Mautner (ed.), Dictionary of Philosophy (London: Pinguin Books, 1996), h. 408. Bandingkan,

Thomas Kuhn, The Structures of Scientific Revolution (Chicago: The University of Chicago Press,
1970).
hingga berbagai kesadaran, realisasi dan praksis sosial yang muncul sebagai
akibat ketika Islam telah melalui siklus dialogis dengan wilayah lokal yang
ada pada kondisi masyarakat. Selanjutnya, dalam pandangan Amin
Abdullah, rasionalitas dan pemahaman agama membutuhkan interaksi yang
konsisten untuk menjawab kebenaran dari berbagai perbaikan yang dapat
dibuktikan dengan tujuan agar value sebuah agama dapat mendorong
perbaikan siklus dan meningkatkan gagasan pembangunan peradaban
manusia.19 Sudut pandang konsep integrasi-interkoneksi dari Amin
Abdullah inisejatinya memberi penekanan bahwa ada keterkaitan antara
beberapa bidang keilmuan pengetahuan, yang sering luput dari kajian
keislaman, padahal jika diterapkan dengan baik, integrasi antara beberapa
keilmuan dapat dikolaborasikan membentuk kebermanfaatan yang lebih
utuh untuk memahami keislaman.
Paradigma yang dimaksud tergambar dalam teori jaring laba-laba
yang memberi gambaran kajian Islam memiliki cakrawala yang sangat luas
karena diharapkan dapat membantu eksistensi manusia di tiap masa yang
ada. Kemudian lebih jauh lagi, paradigma tersebut dapat pula untuk
menghadapi dan mengkaji problematika umat manusia, baik yang bersfat
ketuhanan, maupun kemasyarakatan dengan mengkolaborasikan berbagai
keilmuan lainnya, seperti IPA, sosial, psikologi, dan lainnya. Meski
demikian, sumber atau acuan yang dijadikan pijakan tetaplah menggunakan
perspektif Alquran dan hadis sebagai sumber moral yang esensial. konsep
ini merupakan buah dari integrasi ketiga metode filsafat,
yakni bayani, burhani, dan irfani. Ketiga metode tersebut juga mewakili
beberapa pendekatan seperti normatif, historis, dan intuisi sebagai jembatan
yang menghubungkan kedua metode tadi agar dapat beriringan. Jika diurai
lebih dalam, segitiga metode tersebut akan ada variabel dengan jumlah yang
banyak. Akan tetapi, jika dibuat sederhana, dialektika dari segitiga tersebut

Janah, “Pendekatan Normativitas Dan Historisitas Serta Implikasinya Dalam


19

Perkembangan Pemikiran Islam", h. 105


memunculkan tiga elemen, yakni: haradharah an-nash, hadarah ilm, dan
hadarah falsafah.
Pertama, hadharah an-nash ini memiliki kecenderungan tekstualis
dan dengan kaku mempertahankan sisi otentik sebuah teks. Kedua,
hadharah ilm, yakni bercorak lebih dinamis karena menggunakan
paradigma ilmu pengetahuan lain selain Alquran, dan memiliki sifat
empirik. Ketiga, hadharah falsafah, entitas ini yang dibutuhkan dalam
sebuah perkembangan zaman yang ada, karena sifatnya lebih untuk
melakukan dialog atau memberi jembatan dari dua entitas di atas melalui
etika keislaman. Tentu saja hal ini berguna untuk mengembangkan ragam
pemikikiran lebih utuh. Lebih lajut, konsep ini melihat bahwa antara kajian
qauliyah/hadharah an-nash dengan kajian kauwniyah/hadharah ilm
maupun dengan hadharah falsafah memiliki hubungan yang saling
terintegrasi satu sama lain, dan juga tidak menutup kemungkinan untuk
membuka kesempatan pada semua bidang ilmu pengetahuan untuk
dikolaborasikan dan dihubungkan menjadi sebuah pandangan baru dalam
rangka melengkapi kekurangan antar disiplin keilmuan yang ada.
Dalam perjalananya, konsep integrasi-interkoneksi memang sering
dipakai dan diaplikasikan dalam memberi sudut pandang serta sebagai
acuan atau tolak ukur seberapa urgensinya sudut pandang menyeluruh
dalam sebuah pendekatan. 20 Konsep ini memang bertujuan agar
menciptakan suasana yang toleran serta memunculkan kesadaran untuk
lebih fokus pada solusi daripada perbedaan pendekatan yang dipakai.21
Eksekusi epistemologis seperti ini secara positif akan menunjukkan
kebenaran yang lebih jauh jangkauannya daripada realitas yang tujuan
utamanya adalah satu epistemologi secara eksklusif dalam studi Islam, baik
normatif maupun historis saja. Dalam model “jaring laba-laba” ini, Alquran
dan hadis tetap digunakan sebagai prinsip dan pijakan dalam penerapan

20 Eka Saftri and Ihsan Sa’dudin, “Aplikasi Integrasi Interkoneksi Keilmuan Di Lembaga
Pendidikan Tinggi,” Tadrib: Jurnal Pendidikan Agama Islam 5, no. 1 (2019), hlm. 136.
21 Arfan Nusi, “Dikotomi Pendidikan Islam Dan Umum: Telaah Pemikiran Integrasi-

Interkoneksi M. Amin Abdullah,” Irfani 16, no. 2 (2020), hlm. 36.


konsep integratif-interkoneksi. Penggunaan model “sarang laba-laba”
secara integrasi-interkoneksi ini adalah respon terhadap kejenuhan dialog
antara pendekatan normatif dan historis yang masing-masing yang
mengungkapkan bahwa realitas masing-masing dapat dilihat secara relatif.
Demikian pula, perpaduan model ini diharapkan dapat menguraikan
ketegangan dalam dialog bertemakan keragaman pemikiran, yang pada
akhirnya dapat mmewujudkan aktivitas publik secara waras dan cakap yang
terbebas dari sikap saling serang secara berlebihan
BAB III

PENUTUPAN

A. Kesimpulan
Islam normatif dan Islam historis selalu dipertentangkan, hal ini bukan
saja lantaran dua kata ini dalam kaedah bahasa berwatak antonim tetapi
lebih dari itu sejatinya memang dikarenakan memiliki cara pandang yang
berbeda satu dengan lainnya. Upaya dialogisasi antara kedua konsep
tersebut dapat memakai konsep integrasi-interkoneksi Amin Abdullah.
Ada tiga hubungan yang dapat diterapkan untuk mendialogiskan
pendekatan normatif dan historis, yakni: Hadharat an-Nash, Hadharat al-
'Ilm, dan Hadharat al-Falasafah, yang diyakini dapat menetralkan antara
Islam normatif dan Islam historis, dikarenakan ketiga konsep tersebut
memiliki hubungan yang saling terintegrasi satu sama lain oleh karena itu
memiliki potensi kebenaran dengan presentase lebih tinggi karena
menggunakan kolaborasi beberapa pendekatan yang ada
DAFTAR PUSTAKA

Amin M, Islam Normatif dan Historis (Fatktual): Ziarah Epistemologi Integratif-


Interkonektif dalam Pendidikan (Riau: Jurnal Kependidikan Islam Vo. 5
No. 1, 2019)

Syamsul Bahari, Islam dalam Bingkai Normativitas dan Historisitas diakses dari
https://catatan-ustadz.blogspot.com/2015/09/islam-dalam-bingkai-
normativitas-dan.html?m=1

Rendy Saputra Dkk, Islam Normatif dan Islam Historis (Palembang: Jurnal Ilmu
Agama Vol. 22 No. 2, 2021)

Tim, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan


Nasional, 2008)

Siswanto, Normativitas dan Historisitas dalam Kajian Keislaman (Lamongan:


Jurnal Ummul Qura Vol. X No. 2, 2017)

Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam (Yogyakarta: Academia, 2010), 190.

Ahmad Naddhif Faishal, Islam Normatif dan Islam Historis diakses dari
https://an-nur.ac.id/islam-normatif-dan-islam-historis/

Haryanto Sri, Pendekatan Historis Dalam Studi Islam, Jurnal Ilmiah Studi Islam,
Vol 17, No 1, 2017, hal 127.

Ikhsan Nur D.c, S.Hum, pentingnya Pelajaran Sejarah dan Kebudayaan Islam
diakses dari https://sumsel.kemenag.go.id/opini/view/409/pentingnya-
pelajaran-sejarah-dan-kebudayaan-islam

Bernard S. Philips, Social Research, Strategy and Tactics (New York: Macmillan,
1971), h. 44.

T. Mautner (ed.), Dictionary of Philosophy (London: Pinguin Books, 1996), h.


408. Bandingkan,

Thomas Kuhn, The Structures of Scientific Revolution (Chicago: The University


of Chicago Press,1970).

Janah, “Pendekatan Normativitas Dan Historisitas Serta Implikasinya Dalam


Perkembangan Pemikiran Islam”, h. 105

Eka Saftri and Ihsan Sa’dudin, “Aplikasi Integrasi Interkoneksi Keilmuan Di


Lembaga Pendidikan Tinggi,” Tadrib: Jurnal Pendidikan Agama Islam 5,
no. 1 (2019), hlm. 136.
Arfan Nusi, “Dikotomi Pendidikan Islam Dan Umum: Telaah Pemikiran
Integrasi-Interkoneksi M. Amin Abdullah,” Irfani 16, no. 2 (2020), hlm.
36.

Anda mungkin juga menyukai