Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

ISLAM TRADISIONAL DAN ISLAM MODERN


Untuk memenuhi tugas Moderasi Islam
Dosen Pengampu :

BOBBY RACHMAN SANTOSO, S.Sos.I., M.S.I.

Disusun Oleh :

Kelompok VII

1. Ushwatun Khasanah (12308193203)

JURUSAN PSIKOLOGI ISLAM 1E


FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB, DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
SEPTEMBER 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur mari kita panjatkan kehadirat Alloh SWT, atas segala
limpahan rahmat, taufik, hidayah dan inayahnya, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Pancasila sebagai Ideologi
Nasional” dengan hadirnya makalah ini semoga dapat memberikan informasi bagi
para pembaca, mahasiswa program studi Psikologi islam.
Selain itu kami ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu kami, yaitu sebagi berikut.
1. Rektor IAIN Tulungagung, Bapak Dr. H. Maftukhin, M.Ag.
2. Dekan Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah IAIN Tulungagung,
Bapak Dr. Akhmad Rizqon Khamami, Lc., M.A.
3. Ketua Jurusan Psikologi Islam, Ibu Hj. Uswah Wardiana, M.Si.
4. Dosen Pembimbing mata kuliah Moderasi Islam, Bobby Rachman
Santoso, S.Sos.I., M.S.I.
5. Civitas Akademi yang memfasilitas kami dalam kegiatan belajar
mengajar.
6. Teman-teman PI 1 E khususnya, dan teman-teman semua yang ikut
membantu terselesainya makalah ini.
Makalah ini telah kami buat semaksimal mungkin. Semoga bias
bermanfaat bagi pembaca maupun penyusun.

Tulungagung, 20 September 2019

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


A. PENGERTIAN ISLAM TRADISIONAL.

Kata tradisi berasal dari bahasa Inggris “tradition” yang artinya tradisi.
Sedangkan kata tradisi dalam kamus bahasa Indonesia adalah segala sesuatu
seperti adat, kepercayaan, kebiasaan, dan ajaran yang turun temurun dari
leluhur. Dalam bahasa Arab kata tradisi merupakan salah satu makna dari kata
“sunnah” selain makna norma, aturan, dan kebiasaan. Sedangkan kata
“sunnah” mempunyai arti segala yang dinukilkan dari Nabi SAW., baik
berupa perkataan, perbuatan, taqrir, pengajaran, sifat, kelakuan, perjalanan
hidup, baik sebelum Nabi diangkat menjadi rasul atau sesudahnya. Islam
Tradisional mengandung pengertian yang luas, karena tradisi pada umumnya
difahami sebagai hasil perlembagaan praktik-praktik keagamaan yang diyakini
bersumber pada syariah, maka tradisionalisme islam diyakini oleh para
pendukungnya sebagai Islam murni. Atas dasar pengertian ini, maka kaum
orientalis Barat menyebut kepada setiap orang yang berpegang teguh kepada
al-Sunnah Rasulullah SAW. Bahkan kepada mereka yang berpegang teguh
kepada al-Qur’an sebagai kaum tradisionalis.

Hal di atas, mereka dasarkan pada pandangannya bahwa al-Qur’an


merupakan warisan ajaran dari Tuhan yang bersifat abadi, sedangkan sunnah
merupakan warisan ajaran dari Nabi Muhammad SAW. Baharuddin Ahmad
mengatakan bahwa menurut masyarakat tradisional, Tuhan adalah dasar atau
asas dari segala-galanya. Secara teoritis golongan tradisional menganggap
bahwa kehadiran Tuhan itu sesuatu yang nyata, Tuhan hidup dalam segala
tradisi, mengatasi sejarah dan masa. Manusia adalah tafsiran Tuhan dalam arti
Tuhanlah yang merancang dan merencanakan kelahiran manusia dan alamnya
melalui “tipe induk” atau a’yan tsabita dalam istilah Ibnu ‘Arabi. Realitas
langit merupakan realitas objektif dan realitas bumi merupakan realitas
subjektif. Karena itu jika berbicara mengenai tingkatan ilmu, ilmu keagamaan
bagi masyarakat tradisional merupakan ilmu tertinggi (karena paling objektif),
dan ilmu teknologi adalah ilmu terendah.

Dalam pandangan tradisionalis, setiap yang modern bisa dicampuradukkan


antara satu dengan yang lain (sintesis). Bagi yang spiritual atau tradisional
tidak boleh dicampuradukkan, karena perlu diketahui mana yang lebih utama.
Pencampuradukkan berarti menyamaratakan semuanya sekaligus. Padahal
dalam perspektif tradisional terdapat hierarki, ada yang horizontal dan
vertikal, ada pula yang luar dan yang dalam. Pada prinsipnya kaum
tradisionalis yakin bahwa kebudayaan, pemikiran modern adalah buruk,
karena tidak berasaskan prinsip keagamaan dan keruhanian. Hal ini yang
mendasari mengapa Ulama tradisionalis tidak mau melakukan adaptasi dan
kompromi termasuk menerima kemajuan IPTEK yang berasal dari barat.
Karena mereka berpendapat bahwa barat adalah musuh islam, maka baik
politik maupun budayanya harus ditolak. Mereka berpandangan bahwa umat
islam tidak perlu mengikuti pemikiran barat, karena islam adalah agama yang
sempurna.

Sehingga menjadikan Ulama tradisionalis lebih cenderung kembali ke


masa lalu dalam usaha mencari jawaban Islam terhadap tantangan masa kini.
Mereka yakin bentuk kehidupan umat Islam abad ketujuh sudah sempurna dan
tidak perlu diubah dan disesuaikan dengan abad baru. Dari sini terlihat bahwa
Islam tradisionalis atau perennialis menentang segala bentuk kemodernan
terutama dalam hal teknologi dan estetika. Hal itu dikarenakan kedua hal
tersebut telah memberikan kerusakan pada roh manusia sehingga merupakan
manifestasi atau kenyataan zaman gelap, zaman akhir, zaman tanzibah, zaman
penghisaban, yaitu zaman manusia kehilangan Tuhan dan makna.

Dalam perkembangan selanjutnya, Islam tradisionalis tidak hanya


ditunjukkan kepada mereka yang berpegang teguh kepada al-Qur’an dan al-
Sunnah saja, tetapi juga kepada produk-produk pemikiran (hasil ijtihad) para
ulama yang dianggap unggul dan kokoh dalam berbagai bidang keilmuan.
Pemikiran para ulama dalam berbagai bidang yang pada hakikatnya
merupakan hasil penalaran terhadap al-Qur’an dan al-Sunnah harus dipegang
teguh dan tidak boleh diubah. Dalam hal demikian inilah, Islam tradisionalis
tidak lagi membedakan antara ajaran yang terdapat dalam al-Qur’an dan al-
Sunnah dengan ajaran yang merupakan hasil pemahaman terhadap keduanya.
B. PENGERTUIAN ISLAM MODERN

Kata moderins yang berada di belakang kata Islam, berasal dari bahasa
Inggris “modernistic” yang berarti model baru. Selanjutnya dalam Kamus
Umum Bahasa Indonesia, kata modern diartikan sebagai yang terbaru atau
mutakhir. Pada kata modern ini, erat pula kaitannya dengan kata
“modernisasi” yang berarti pembaharuan atau tajdid dalam bahasa arab.
Dalam barat, modernisasi mengandung arti pikiran, aliran, gerakan, dan usaha
untuk mengubah paham-paham, kemudian disesuaikan dengan suasana baru
yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Kata tersebut selanjutnya masuk ke dalam literatur Islam. Dalam hubungan ini
modernisasi mengalami perbedaan dengan modernisasi yang terjadi di Barat.
Dalam Islam, modernisasi berarti upaya yang sungguh-sungguh untuk
melakukan re-interpretasi terhadap pemahaman, pemikiran dan pendapat
tentang masalah ke-Islaman yang dilakukan oleh pemikiran terdahulu untuk
disesuaikan dengan perkembangan zaman. Dengan demikian yang
diperbaharui adalah hasil pemikiran atau pendapat, dan bukan memperbaharui
atau mengubah apa yang terdapat dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadits, tetapi
merubah atau memperbaharui hasil pemahaman terhadap al-Qur’an dan al-
Hadits.

Islam modernis sendiri adalah paham ke-Islaman yang didukung oleh


sikap yang rasional, ilmiah serta sejalan dengan hukum-hukum Tuhan baik
yang terdapat dalam al-Quran maupun alam raya. Islam modernis memiliki
pemikiran yang dinamis, progressif dan mengalami penyesuaian dengan ilmu
pengetahuan. Islam modernis timbul di periode sejarah Islam yang disebut
modern dan mempunyai tujuan untuk membawa umat Islam kepada kemajuan.
Gerakan Islam modernis timbul dalam rangka menyesuaikan paham-paham
keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan oleh
kemajuan ilmu pengetahuan. Dengan jalan demikian pemimpin-pemimpin
Islam modern mengharapkan akan dapat melepaskan umat Islam dari suasana
kemunduran untuk selanjutnya dibawa kepada kemajuan. Gerakan Islam
modernis juga timbul sebagai respon terhadap berbagai keterbelakangan yang
dialami oleh umat Islam, seperti keterbelakangan dalam bidang ekonomi,
pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan, politik dan lain sebagainya.

Keadaan ini dianggap tidak sejalan dengan Islam sebagaimana terdapat


dalam al-Quran dan Sunnah. Dalam kedua sumber ajaran tersebut, Islam
digambarkan sebagai agama yang membawa kepada kemajuan dalam segala
bidang untuk menciptakan kemaslahatan bagi manusia. Beberapa hal yang
menyebabkan kemunduran umat Islam: pertama, meninggalkan ajaran Islam
yang sebenarnya. Kedua, mengikuti ajaran yang datang dari luar Islam.
Ketiga, perpecahan umat Islam itu sendiri. Melalui kesadaran inilah akhirnya
muncul berbagai gagasan yang bertujuan membawa masyarakat Islam pada
kondisi yang lebih dinamis dan keluar dari lingkaran statis yang dianggap
menjadi penyebab kemunduran Islam. Salah satu bentuk pergerakan yang
tumbuh dari proses modernisasi adalah konsep mengenai ”sosialisme Islam”
dan kemudian ”Marxisme Islam.” Kelompok yang mengikuti pergerakan ini
dipengaruhi oleh Soviet dan dunia sosialis yang pada saat itu pro-Arab dalam
sengketa Arab-Israel.

Penerimaan slogan ”Sosialisme Islam” merupakan pengaruh konsep


keadilan sosial dari sosialisme dan karena keinginan kelompok ini untuk
menyebarluaskan keadilan dalam masyarakat. Pandangan ideologis ini
didukung oleh negara dan digunakan oleh kekuatan politis yang ada, yang
bersimpati kepada Soviet. Kemunculan Marxisme Islam dikaitkan dengan
kelompok-kelompok ekstrem tertentu di Timur Tengah yang menggunakan
ideologi politik Marxis beserta sarana pencapaiannya. Marxisme Islam
diartikan sebagai kekuatan politik revolusioner, dalam pengertian bahwa
revolusi dipahami dalam konteks Marxis dan aliran pasca-Marxis dalam
sejarah Eropa. Pergerakan ini banyak mendapat dukungan dari Negara. Ketiga
macam sebab yang membawa kemunduran umat Islam tersebut dikemukakan
oleh Jamaludin al-Afghani yang dikutip Harun Nasution. Dari pemaparan di
atas menggambarkan bagaimana Islam modern dapat muncul dan berkembang
di Dunia Islam. Beberapa pemikiran Islam modern tersebut ada yang sampai
ke Indonesia dan menjadi cikal bakal organisasi Islam modern di Indonesia.
C. CIRI-CIRI PEMIKIRAN ISLAM TRADISIONAL DAN ISLAM
MODERN

Anda mungkin juga menyukai