Disusun Oleh:
Kelompok II
1
Islam sebagai Objek Studi, Urgensi, Asal-Usul dan
Pertumbuhannya
A. Pendahuluan
Islam merupakan agama yang terakhir sebagai penutup semua agama yang
telah ada, dan islam merupakan agama Rahmatan lil’alamin untuk semua umat.
Untuk mengetahui Islam lebih mendalam maka muncullah ilmu yang dinamakan
Studi Islam.1
Dalam buku Kawasan dan Wawasan studi Islam karya Muhaimin, dkk
menjelaskan bahwa Islamic Studies itu adalah usaha sadar dan sistematis untuk
memahami dan mengetahui serta membahas secara mendalam tentang seluk beluk
atau hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam, baik yang berhubungan
dengan ajaran, sejarah, maupun praktik-praktik pelaksanaannya secara nyata
dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang sejarahnya. Karena studi Islam adalah
pengetahuan yang dirumuskan dari ajaran Islam yang dipraktikkan dalam sejarah
dan kehidupan manusia. Oleh karena itu, pengkajian terhadap metodologi studi
Islam secara benar sangat diperlukan, agar umat Islam mampu menyesuaikan diri
keberagamaan. Disinilah letak urgensi studi Islam, untuk menggali kembali
ajaran-ajaran Islam yang asli dan murni, dan yang bersifat manusiawi dan
universal.2
2
yang dapat dipelajari bahkan pendekatan-pendekatan dan metode-metodenya bisa
juga diterapkan dalam era Modern seperti di zaman sekarang ini. bahkan sejarah
perkembangan studi Islam ini merupakan bidang studi yang banyak menarik
perhatian para peneliti, baik dari kalangan sarjana muslim maupun non muslim.
Karena dari penelitian tersebut dapat banyak manfaat yang diperoleh. Seperti
halnya perkembangan atau pertumbuhannya dan asal-usulnya, ataupun hal-hal
lain dalam studi Islam.4
Agama sebagai objek studi dapat dilihat dari tiga sisi. Pertama, sebagai
doktrin dari Tuhan yang kebenarannya sudah final dalam arti absolut, dan
diterima apa danya. Kedua, sebagai gejala budaya, termasuk pemahaman orang
dalam doktrin agamanya. Ketiga, sebagai interaksi social, yang merupakan
realitas umat Islam.5
Sebagai mana yang telah dikemukakan di atas, bahwa studi Islam atau
Islamic Studies adalah kajian ilmiah berkaitan dengan Islam, prosedur dalam
memahami Islam secara ilmiah. oleh karena itu yang menjadi objek studi Islam
adalah ajaran Islam itu sendiri dalam berbagai aspeknya dan berbagai mazhab
alirannya. ajaran Islam tidak hanya sebatas ibadah dalam arti sempit, tetapi
meliputi interaksi sosial kemasyarakat. Di samping itu, sebagian kaum muslim
masih menduga bahwa pemahaman Islam itu bersifat permanen, sehingga
penafsiran atas ajaran Islam harus mengikuti penafsiran-penafsiran ulama,
terutama ulama masa klasik.
Kalangan para ahli belum sepakat tentang apakah studi Islam dapat
dimasukkan kedalam kelompok ilmu pengetahuan, mengingat sifat dan
karakteristik antara ilmu pengetahuan (sains) berbeda. Amin Abdullah (1996:106)
4 Ibid,hlm.13
5 Muh Arif, Metodologi studi Islam: suatu kajian integrative, (Jawa Barat: Insan Cendekia
Mandiri, 2020), hlm.5
3
menyatakan”jika penyelenggaraan dan penyampaian Islamic Studies atau Dirasah
Islamiyah hanya mendengarkan dakwah keagamaan dalam kelas, apa bedanya
dengan kegiatan pengajian dan dakwah yang sudah ramai diselenggarakandi
bangku kuliah?” menanggapi kritikan tersebut, Amin Abdullah menyatakan
bahwa pangkal tolak kesulitan pengembangan scope wilayah kajian Islamic
Studies berakar pada kesulitan para agamawan untuk membedakan antara yang
normativitas dan historisitas.
Islam sebagai the original text bersifat mutlak dan absolute, sedangkan
Islam yang berupa hasil pemikiran dan praktek umat Islam bersifat relative-
temporal, berubah sesuai dengan perubahan konteks zaman dan konteks sosial.
Dengan demikian, yang menjadi objek studi Islam semua hal yang membicarakan
tentang Islam, mulai dari wahyu (nash), hasil pemikiran ulama (hadist), hingga
praktek yang dilakukan umat muslim. perbedaan-perbedaan studi Islam ini
meniscayakan adanya perbedaan dalam menentukan pendekatan dan metode yang
digunakan.
4
Dari fenomena sosial yang terjadi di dalam masyarakat, Islam memang
menarik untuk dijadikan sebagai objek kajian dan dalam mengkaji Islam, tentu
kita harus berpedoman pada dua sumber otentiknya yakni Alquran dan hadist.
Untuk memecahkan masalah yang timbul dalam masyarakat, maka seorang
muslim mengadakan suatu penafsiran terhadap Alquran dan hadis sehingga
timbullah pemikiran Islam, baik yang bersifat tekstual maupun kontekstual.
Islam sebagai agama, pemikiran atau penafsiran Alquran dan hadis, juga
sebagai objek kajian, sebuah sistem yang hidup dan dinamis. Sistem ini meliputi
sebuah matriks mengenai nilai dan konsep yang abadi. Hidup dan realistis
sehingga memberikan karakter yang unik bagi peradaban. Karena Islam
merupakan suatu sistem total, maka nilai dan konsep ini menyerap setiap aspek
kehidupan manusia.
Islam sebagai agama teologis juga merupakan agama pengetahuan yang
melahirkan beragan pemikiran, lahirnya pemikiran ini memberi indiksi yang kuat
bahwa pada dataran pemahaman dan aktualisasi nilai Islam merupakan suatu
wujud keterlibatan manusia dalam Islam, dan bukan berarti mereduksi atau
mentransformasikan doktrin esensialnya.
Jadi, ketika pemikiran hendak masuk dalam wilayah Islam untuk dikaji
dengan beragam intensi dan motif, sudut pandang atau perspektif, metodologi dan
berbagai aspeknya, maka dalam proses dan bentuknya kemudian, Islam dapat
dipandang sebagai pemikiran. Islam yang ditunjuk di sini tentu bukan saja apa
yang terdapat dalam Alquran dan hadis (tekstuan dan skriptual) tetapi mencakup
juga Islam yang berupa pemahaan dan pengejawantahan nilai-nilainya.
Islam berbentuk nilai-nilai, jika pemikiran (akal pikiran) dilibatkan dalam
proses memahami dan mengaktualisasikannya dalan senarai sejarah Pemikiran
Islam terpotret bagaimana pemikiran peminat studi Islam memberi andil kreatif
dan signifikan terhadap bangunan pemahaman ajaran Islam dalam berbagai
dimensinya yang melahirkan berbagai jenis pengetahuan Islam (ulumul Islam)
seperti teologis, filsafat Islam, ulumul Quran dan hadis, ilmu-ilmu syariah dan
sebagainya.
5
Jadi, mengkaji Islam sebagai pemikiran berarti mempelajari apa yang
dipahami oleh pemikir-pemikir yang telah mengkaji ajaran-ajaran Islam yang
melahirkan bentuk pemahaman atau kajian tertentu.7
C. Urgensi
Insider adalah para pengkaji agama yang berasal dari agamanya sendiri
(orang dalam). Sedangkan outsider adalah para pengkaji non-Muslim yang
mempelajari Islam dan menafsirkannya dalam berbagai analisis dan pembacaan
dengan motodologi teretntu (orang luar).
7https://www.academia.edu/7031882/METODOLOGI_STUDI_ISLAM_Oleh_Syafieh?aut
o=download, diakses pada hari Sabtu, tanggal 31 Oktober 2020
6
batasannya. Namun, keterturutan logocentrisme ini amat menonjol di kalangan
Muslimin. Kedua, dari sebab pertama pada kahirnya mengakibatkan penelitian itu
terpusat pada teks-teks dan mengakibatkan unsur yang tidak tertulis dari agama
dan kebudayaan Islam. Ketiga, interpretasi yang terbatas dan tertutup terhadap Al-
Qur’an dan As-Sunnah sebagai teks yang membicarakan fakta dan peraturan
(bukan makna dan nilai). Keempat, anggapan teks-teks klasik mewakili agama
dan bahkan dianggap sebagai agama itu sendiri sehingga mengabaikan yang
lainnya karena naskah tersebut dianggap asli. Kelima, sikap apologetis terhadap
aliran lain (kalam, fikih, dan sebagainya), sikap ini menunjang ke tertutupan
pemikiran agama. Keenam, sistem pendidikan yang terlalu mementingkan
terlampau besar terhadap tradisi terutama pada teks tradisional dan guru serta
lebih mementingkan hafalan daripada sikap kritis dan ilmiah.
Mengenai posisi insider dan outsider maka yang timnul adalah pertanyaan
mengenai siapa yang otentik dan meneliti studi Islam, salah satu prespektif
diantaranya menurut Muhammad Abdul Rauf, yang secara tegas menyatakan
bahwa berdasarkan data sejarah, agak susah bahkan tidak mungkin bagi seseorang
yang menganut agama tertentu kemudian mencoba mengkaji agama lain atau
outsider.
Umat Islam berada dalam posisi yang terpinggirkan dan lemah dalam
berbagai aspek kehidupan, sementara disisi lain dunia terus berkembang dengan
modernisasinya. Dalam kondisi tersebut, umat Islam dituntut untuk melakukan
gerakan pemikiran yang diharapkan dapat menghasilkan konsep pemikiran yang
cemerlang untuk mampu bersaing dengan perkembangan globalisasi.
7
diterima oleh semua bangsa, demi terciptanya kemakmuran dan kesejahteraan
hidup serta kehidupan umat manusia.
Dengan rumitnya problematika yang terjadi saat ini, hal ini bukan hanya
tantangan bagi semua bangsa modern yang memunculkan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi tersebut, namun juga bagi seluruh umat manusia
termasuk umat islam.
8
Masa ini berlangsung sejak diangkatnya beliau menjadi Rasul sampai beliau
hijrah ke Madinah dalam usia 53 tahun atau 17 Ramadhan sampai 1 Rabiul Awal
atau kurang lebih 12 setengah tahun. Pada masa ini merupakan pembangunan
fondasi bagi kekuatan Islam yaitu keimanan dan akhlak.
Masa ini dimulai sejak beliau hijrah dari kota Mekkah ke Madinah sampai
dengan wafatnya beliau pada 13 Rabiul awal 11H/ 632 M atau berjalan kurang
lebih 19 tahun. Pada masa ini terdapat pembinaan masyarakat dalam praktik
ibadah, banyak ayat-ayat yang diturunkan tentang hukum-hukum amaliah, ibadah,
perdata, pidana dan lain sebagainya. Dalam periode ini pendidikan islam
menyertakan peranan sanksi-sanksi hukuman dan ganjaran terhadap individu dan
masyarakat atas tanggung jawabnya dalam mempraktekkan ajaran Islam.
Kemajuan ilmu Fikih dimulai pada abad ke-2 H, disamping berijtihad, para
ulama juga giat melakukan penyususnan atau pembukuan ilmu fikih.
5. Periode Taklid
Periode ini dimulai sekitar abad ke 7-13 H. Pada abad ini para ulama
umumnya tidak lagi melakukan ijtihad, mereka hanya membedakan mana dalil
9
yang kuat dan lemah sehingga bias dikatakan ulama pada masa ini dalam keadaan
statis.
10http://gilangserbaserbipengetahuan.blogspot.com/2017/03/islam-studi-islam-pentingnya-
studi.html, diakses pada hari sabtu, tanggal 31 Oktober 2020
10
Berkembangnya studi Islam di dunia barat adalah disebabkan para pelajar
barat yang datang ke dunia timur untuk mengkaji ilmu pengetahuan. Di samping
itu juga mereka telah berhasil menerjemahkan karya-karya ilmuwan muslim ke
dalam bahasa Latin. Gerakan ini pada akhirnya menimbulkan masa pencerahan
dan revolusi industri yang menyebabkan Eropa maju. Dengan demikian Andalusia
merupakan sumber-sumber cahaya bagi Eropa, memberikan kepada benua itu
manfaat dari ilmu dan budaya Islam selama hampir tiga abad.11
Studi Islam sebagai pengetahuan dan ajaran bagi pemeluknya sudah dimulai
semenjak Nabi Muhammad SAW diutus menjadi rasul. Selama beliau masih
hidup, beliau lah pembimbing agama dan politik satu-satunya bagi kaum
Muslimin, baik melalui wahyu berupa Al-Qur’an maupun dengan ucapan-ucapan
beliau sendiri di luar Al-Qur’an dan tingkah lakunya yang kemudian disebut
Hadist. Dengan wafatnya beliau pada tahun 632M. Bimbingan keagamaannya
yang otoritatif menjadi terputus.
a. Ilmu Kalam
Ilmu kalam adalah suatu ilmu yang membahas tentang sifat-sifat yang wajib
tetap pada-Nya. Sifat-sifat yang boleh disifatkan pada pada-Nya dan tentang sifat-
sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan pada-Nya, juga membahas tentang rasul-
rasul Allah, meyakinkan apa yang wajib ada pada mereka, apa yang boleh
dihubungkan kepada mereka, dan apa yang terlarang menghubungkannya kepada
mereka.
Pembahasannya tentang kalam ini telah ada pada masa Rasulullah dan masa
Khulafaurrasyidin hingga Dinasti Umayyah, namun kajian kalam pada saat itu
hanya bersifat sebagai ilmu atau ajaran untuk diamalkan. Kalam baru terbentuk
sebagai disiplin ilmu tersendiri pada abad ke-2 H / 8 M, tepatnya pada masa Al-
Makmun setelah ulama mu’tazilah mempelajari kitab-kitab filsafat yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Oleh karena itu, para ahli menganggap
pendiri ilmu ini adalah kelompok mu’tazilah. Melalui terjemahan-terjemahan itu,
11
mereka mempertemukan cara(sistem) filsafat dengan sistem ilmu kalam, sejak itu
pula dipakailah perkataan al-Kalam untuk ilmu yang berdiri sendiri.
Ilmu Ushul fiqh yang ada selama ini telah dipandang oleh para pakarnya
sebagai sistem tertutup yang sudah baku. Padahal peninjauan ulang atau
pengembangan suatu metode atau ilmu adalah suatu keharusan. Karena pada
dasarnya, tidak ada ilmu yang sudah tidak boleh lagi dikritik dan dikembangkan.
Suatu ilmu yang telah mengalami kritikan dan pengembangan, maka ilmu tersebut
akan berkembang secara dinamis.
Dengan demikian, ilmu ushul fiqh bukanlah ilmu yang berada dalam
wilayah transendental yang tidak boleh lagi dikritik, ilmu ini senantiasa
berkembang secara dinamis sehingga pesan-pesan dalam Al-Qur’an dan Hadist
dapat dilaksanakan oleh manusia sesuai dengan dikehendaki oleh Khalik.
c. Ilmu Hadist
Hadist pertama kali dibukukan pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz,
seorang Khalifah Bani Umayyah yang menjabat khalifah pada tahun 99-101 H.
12
Adapun kitab-kitab Hadist yang mula-mula dan yang termasyur dalam Al-
Muwaththa’ di dalamnya terdapat lebih kurang 1720 buah Hadist yang disusun
oleh Imam Malik, pada tahun 144 H. Musnadu’sy Syafi’iy dan Mukhtaliful
Hadist, keduanya karya Imam Syafi’i.
d. Ilmu Tafsir
E. Kesimpulan
Studi Islam atau Islamic Studies adalah kajian ilmiah berkaitan dengan
Islam, oleh karena itu yang menjadi objek studi Islam adalah ajaran Islam itu
sendiri dalam berbagai aspeknya dan berbagai mazhab alirannya. Disinilah letak
urgensi studi islam, untuk menggali kembali ajaran-ajaran Islam yang asli dan
murni, serta yang bersifat manusiawi dan universal.
13
Menurut Fazhur Rahman, studi Islam dalam bentuk metodologi muncul
pada tahun (50-150H/670-767M), yang merupakan abad munculnya mazhab-
mazhab. Pada masa inillah ilmu-ilmu keislaman mulai dikaji dengan pendekatan-
pendekatan secara metodologi, baik Ilmu kalam, ilmu ushul fiqh, ilmu hadist,
ilmu tafsir, dan ilmu-ilmu keislaman lainnya.
14
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Muh, Metodologi studi Islam: suatu kajian integrative, Jawa Barat: Insan
Cendekia Mandiri, 2020.
http://gilangserbaserbipengetahuan.blogspot.com/2017/03/islam-studi-islam-
pentingnya-studi.html, diakses pada hari sabtu, tanggal 31 Oktober 2020
https://www.academia.edu/7031882/METODOLOGI_STUDI_ISLAM_Oleh_Sya
fieh?auto=download, diakses pada hari Sabtu, tanggal 31 Oktober 2020
15