Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ISLAM SEBAGAI OBJEK STUDI, URGENSI, ASAL-USUL


DAN PERTUMBUHANNYA

Dosen Pengampu: Dr. H. M. Rozali, MA

Disusun Oleh:
Kelompok II

Anna Maharani Lubis Nim: 0602193056

PRODI SEJARAH PERADABAN ISLAM


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
T.A 2020/2021

1
Islam sebagai Objek Studi, Urgensi, Asal-Usul dan
Pertumbuhannya

A. Pendahuluan

Islam merupakan agama yang terakhir sebagai penutup semua agama yang
telah ada, dan islam merupakan agama Rahmatan lil’alamin untuk semua umat.
Untuk mengetahui Islam lebih mendalam maka muncullah ilmu yang dinamakan
Studi Islam.1

Dalam buku Kawasan dan Wawasan studi Islam karya Muhaimin, dkk
menjelaskan bahwa Islamic Studies itu adalah usaha sadar dan sistematis untuk
memahami dan mengetahui serta membahas secara mendalam tentang seluk beluk
atau hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam, baik yang berhubungan
dengan ajaran, sejarah, maupun praktik-praktik pelaksanaannya secara nyata
dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang sejarahnya. Karena studi Islam adalah
pengetahuan yang dirumuskan dari ajaran Islam yang dipraktikkan dalam sejarah
dan kehidupan manusia. Oleh karena itu, pengkajian terhadap metodologi studi
Islam secara benar sangat diperlukan, agar umat Islam mampu menyesuaikan diri
keberagamaan. Disinilah letak urgensi studi Islam, untuk menggali kembali
ajaran-ajaran Islam yang asli dan murni, dan yang bersifat manusiawi dan
universal.2

Studi Islam merupakan pengetahuan yang dirumuskan dari agama Islam


yang diperaktikkan dalam sejarah dan kehidupan manusi.3 Sejarah perkembangan
studi Islam didunia Islam, dari masa ke masa ada banyak sekali kisah atau hal

1 Rozali, M, Metodologi Studi Islam Dalam Perspectives Multydisiplin Keilmuan, (Depok:


PT Rajawali Buana Pusaka.2020), hlm.1

2 Chuzaimah, Iwan dkk, Handbook Metodologi Studi Islam,(Jakarta Timur: Prenadamedia


Group.2018),Hlm.10
3 Fadlan Kamali Batubara, Metodologi Studi Islam “Menyingkap Persoalan Ideologi Dari
Arus Pemikiran Islam Dengan Berbagai Pendekatan Dan Cabang Ilmu”, (Yogyakarta:
Deepublish, 2019), hlm.6

2
yang dapat dipelajari bahkan pendekatan-pendekatan dan metode-metodenya bisa
juga diterapkan dalam era Modern seperti di zaman sekarang ini. bahkan sejarah
perkembangan studi Islam ini merupakan bidang studi yang banyak menarik
perhatian para peneliti, baik dari kalangan sarjana muslim maupun non muslim.
Karena dari penelitian tersebut dapat banyak manfaat yang diperoleh. Seperti
halnya perkembangan atau pertumbuhannya dan asal-usulnya, ataupun hal-hal
lain dalam studi Islam.4

B. Islam Sebagai Objek Studi

Agama sebagai objek studi dapat dilihat dari tiga sisi. Pertama, sebagai
doktrin dari Tuhan yang kebenarannya sudah final dalam arti absolut, dan
diterima apa danya. Kedua, sebagai gejala budaya, termasuk pemahaman orang
dalam doktrin agamanya. Ketiga, sebagai interaksi social, yang merupakan
realitas umat Islam.5

Sebagai mana yang telah dikemukakan di atas, bahwa studi Islam atau
Islamic Studies adalah kajian ilmiah berkaitan dengan Islam, prosedur dalam
memahami Islam secara ilmiah. oleh karena itu yang menjadi objek studi Islam
adalah ajaran Islam itu sendiri dalam berbagai aspeknya dan berbagai mazhab
alirannya. ajaran Islam tidak hanya sebatas ibadah dalam arti sempit, tetapi
meliputi interaksi sosial kemasyarakat. Di samping itu, sebagian kaum muslim
masih menduga bahwa pemahaman Islam itu bersifat permanen, sehingga
penafsiran atas ajaran Islam harus mengikuti penafsiran-penafsiran ulama,
terutama ulama masa klasik.

Kalangan para ahli belum sepakat tentang apakah studi Islam dapat
dimasukkan kedalam kelompok ilmu pengetahuan, mengingat sifat dan
karakteristik antara ilmu pengetahuan (sains) berbeda. Amin Abdullah (1996:106)

4 Ibid,hlm.13
5 Muh Arif, Metodologi studi Islam: suatu kajian integrative, (Jawa Barat: Insan Cendekia
Mandiri, 2020), hlm.5

3
menyatakan”jika penyelenggaraan dan penyampaian Islamic Studies atau Dirasah
Islamiyah hanya mendengarkan dakwah keagamaan dalam kelas, apa bedanya
dengan kegiatan pengajian dan dakwah yang sudah ramai diselenggarakandi
bangku kuliah?” menanggapi kritikan tersebut, Amin Abdullah menyatakan
bahwa pangkal tolak kesulitan pengembangan scope wilayah kajian Islamic
Studies berakar pada kesulitan para agamawan untuk membedakan antara yang
normativitas dan historisitas.

Islam sebagai the original text bersifat mutlak dan absolute, sedangkan
Islam yang berupa hasil pemikiran dan praktek umat Islam bersifat relative-
temporal, berubah sesuai dengan perubahan konteks zaman dan konteks sosial.
Dengan demikian, yang menjadi objek studi Islam semua hal yang membicarakan
tentang Islam, mulai dari wahyu (nash), hasil pemikiran ulama (hadist), hingga
praktek yang dilakukan umat muslim. perbedaan-perbedaan studi Islam ini
meniscayakan adanya perbedaan dalam menentukan pendekatan dan metode yang
digunakan.

Dalam perkembangan, studi Islam di arahkan pada delapan bidang sesuai


dengan pengakuan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada tahun
1982. yakni sebagai berikut:

1. Sumber ajaran yakni Al-Qur’an dan Hadist


2. Pemikiran dasar Islam yakni Kalam, Filsafat, dan Tasawuf
3. Fiqh dan Pranata Sosial
4. Sejarah kebudayaan Islam
5. Dakwah
6. Pendidikan Islam
7. Bahasa dan Sastra Bahasa
8. Pembaharuan pemikiran dalam Islam.6

6 Supiana, Metodologi Studi Islam,(Bandung: PT Remaja Rosdakarya.2017), hlm.10-11

4
Dari fenomena sosial yang terjadi di dalam masyarakat, Islam memang
menarik untuk dijadikan sebagai objek kajian dan dalam mengkaji Islam, tentu
kita harus berpedoman pada dua sumber otentiknya yakni Alquran dan hadist.
Untuk memecahkan masalah yang timbul dalam masyarakat, maka seorang
muslim mengadakan suatu penafsiran terhadap Alquran dan hadis sehingga
timbullah pemikiran Islam, baik yang bersifat tekstual maupun kontekstual.
Islam sebagai agama, pemikiran atau penafsiran Alquran dan hadis, juga
sebagai objek kajian, sebuah sistem yang hidup dan dinamis. Sistem ini meliputi
sebuah matriks mengenai nilai dan konsep yang abadi. Hidup dan realistis
sehingga memberikan karakter yang unik bagi peradaban. Karena Islam
merupakan suatu sistem total, maka nilai dan konsep ini menyerap setiap aspek
kehidupan manusia.
Islam sebagai agama teologis juga merupakan agama pengetahuan yang
melahirkan beragan pemikiran, lahirnya pemikiran ini memberi indiksi yang kuat
bahwa pada dataran pemahaman dan aktualisasi nilai Islam merupakan suatu
wujud keterlibatan manusia dalam Islam, dan bukan berarti mereduksi atau
mentransformasikan doktrin esensialnya.
Jadi, ketika pemikiran hendak masuk dalam wilayah Islam untuk dikaji
dengan beragam intensi dan motif, sudut pandang atau perspektif, metodologi dan
berbagai aspeknya, maka dalam proses dan bentuknya kemudian, Islam dapat
dipandang sebagai pemikiran. Islam yang ditunjuk di sini tentu bukan saja apa
yang terdapat dalam Alquran dan hadis (tekstuan dan skriptual) tetapi mencakup
juga Islam yang berupa pemahaan dan pengejawantahan nilai-nilainya.
Islam berbentuk nilai-nilai, jika pemikiran (akal pikiran) dilibatkan dalam
proses memahami dan mengaktualisasikannya dalan senarai sejarah Pemikiran
Islam terpotret bagaimana pemikiran peminat studi Islam memberi andil kreatif
dan signifikan terhadap bangunan pemahaman ajaran Islam dalam berbagai
dimensinya yang melahirkan berbagai jenis pengetahuan Islam (ulumul Islam)
seperti teologis, filsafat Islam, ulumul Quran dan hadis, ilmu-ilmu syariah dan
sebagainya.

5
Jadi, mengkaji Islam sebagai pemikiran berarti mempelajari apa yang
dipahami oleh pemikir-pemikir yang telah mengkaji ajaran-ajaran Islam yang
melahirkan bentuk pemahaman atau kajian tertentu.7

C. Urgensi

Dalam memahami Islam, dapat dilakukan dengan dua metode. Pertama,


mempelajari al-Qur’an yang merupakan ide dan output ilmiah dan literature Islam.
Kedua, mempelajari dinamika historis yang menjadi ide-ide Islam, dari mulai
diturunkannya misi Islam, terutama masa nabi Muhammad SAW, hingga masa
akhir ini.8

Seiring berkembangnya agama lantas tidak hanya berfungsi sebagai


penegasan terhadap doktrin semata namun agama juga harus mampu dipelajari
secara akademik. Usaha mempelajari agama terutama Islam dalam kenyataannya
bukan hanya dilaksanakan oleh kalangan umat Islam, melainkan juga
dilaksanakan oleh orang-orang di luar kalangan umat Islam. Studi keislaman
dikalangan umat Islam sendiri tentunya sangat berbeda tujuan dan motivasinya
dengan yang dilakukan oleh orang-orang diluar kalangan umat Islam.

a. Munculnya Perbedaan Pandangan Antara Insider dan Outsider yang


Memerlukan Jalan Tengah.

Insider adalah para pengkaji agama yang berasal dari agamanya sendiri
(orang dalam). Sedangkan outsider adalah para pengkaji non-Muslim yang
mempelajari Islam dan menafsirkannya dalam berbagai analisis dan pembacaan
dengan motodologi teretntu (orang luar).

Seorang peneliti selalu menghadapi problem serius, daintaranya teramat


sulit bagi peneliti untuk melakukan studi yang bersifat objektif, netral dan
terhindar dari bias, apalagi ketika menyentuh ajaran-ajaran normatif agama yang
dianutnya. Menurut Johan Meuleman, problem yang terjadi dalam penelitian
agama disebabkan oleh beberapa faktor:

Pertama, setiap pemikiran manusia terikat pada bahasa atau meminjam


istilah Mohammad Arkoun, logocentrisme dengan segala peraturan dan

7https://www.academia.edu/7031882/METODOLOGI_STUDI_ISLAM_Oleh_Syafieh?aut
o=download, diakses pada hari Sabtu, tanggal 31 Oktober 2020

8 . Dedi Sumanto, Dimensi Studi Islam Kontemporar,(Jakarta: Prenadamedia Group, 2016),


hlm.7

6
batasannya. Namun, keterturutan logocentrisme ini amat menonjol di kalangan
Muslimin. Kedua, dari sebab pertama pada kahirnya mengakibatkan penelitian itu
terpusat pada teks-teks dan mengakibatkan unsur yang tidak tertulis dari agama
dan kebudayaan Islam. Ketiga, interpretasi yang terbatas dan tertutup terhadap Al-
Qur’an dan As-Sunnah sebagai teks yang membicarakan fakta dan peraturan
(bukan makna dan nilai). Keempat, anggapan teks-teks klasik mewakili agama
dan bahkan dianggap sebagai agama itu sendiri sehingga mengabaikan yang
lainnya karena naskah tersebut dianggap asli. Kelima, sikap apologetis terhadap
aliran lain (kalam, fikih, dan sebagainya), sikap ini menunjang ke tertutupan
pemikiran agama. Keenam, sistem pendidikan yang terlalu mementingkan
terlampau besar terhadap tradisi terutama pada teks tradisional dan guru serta
lebih mementingkan hafalan daripada sikap kritis dan ilmiah.

Mengenai posisi insider dan outsider maka yang timnul adalah pertanyaan
mengenai siapa yang otentik dan meneliti studi Islam, salah satu prespektif
diantaranya menurut Muhammad Abdul Rauf, yang secara tegas menyatakan
bahwa berdasarkan data sejarah, agak susah bahkan tidak mungkin bagi seseorang
yang menganut agama tertentu kemudian mencoba mengkaji agama lain atau
outsider.

b. Umat Islam Saat ini Berada dalam Kondisi Promblematik

Umat Islam berada dalam posisi yang terpinggirkan dan lemah dalam
berbagai aspek kehidupan, sementara disisi lain dunia terus berkembang dengan
modernisasinya. Dalam kondisi tersebut, umat Islam dituntut untuk melakukan
gerakan pemikiran yang diharapkan dapat menghasilkan konsep pemikiran yang
cemerlang untuk mampu bersaing dengan perkembangan globalisasi.

Melalui pendekatan yang bersifat objektif rasional, studi Islam diharapkan


dapat mampu memberikan alternatif pemecahan masalah atau jalan keluar dari
kondisi yang problematik tersebut. Studi Islam diharapkan dapat mengarah dan
bertujuan untuk mengadakan usaha-usaha pembaharuan dan pemikiran kembali
ajaran-ajaran Islam, agar mampu beradaptasi dan menjawab tantangan serta
tuntutan zaman, dengan tetap berpegang teguh pada sumber dasar ajaran Islam
yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah.

c. Umat Manusia dan Peradabannya Berada dalam Suasana Problematis

Pesatnya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi


modern telah membuka era baru dalam perkembangan budaya dan peradaban
umat manusia. Dalam suasana seperti ini, tentunya umat manusia membutuhkan
aturan, nilai, dan norma serta pegangan hidup yang universal dan diakui atau

7
diterima oleh semua bangsa, demi terciptanya kemakmuran dan kesejahteraan
hidup serta kehidupan umat manusia.

Dalam sejarah dan peradaban modern, agama dipandang tidak ada


kaitannya, bahkan tidak mampu mengontrol dan mengarahkan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Filsafat dan ilmu pengetahuan yang
selama ini diandalkan ternyata juga tidak mampu memberikan pedoman,
pegangan hidup, apalagi aturan-aturan yang universal. Adanya filsafat dan ilmu
pengetahuan jika sampai kepada aspek nilai, norma, atau hukum yang bersifat
relatif, temporal sektoral, kondisional, dan tidak universal. Sementara ini
teknologi yang semakin canggih justru menjadikan manusia modern kehilangan
identitas dan kemanusiaannya.

Dengan rumitnya problematika yang terjadi saat ini, hal ini bukan hanya
tantangan bagi semua bangsa modern yang memunculkan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi tersebut, namun juga bagi seluruh umat manusia
termasuk umat islam.

Disamping itu, studi islam diharapkan dapat melahirkan komunitas yang


mampu melakukan perbaikan baik secara internal maupun eksternal. Secara
eksternal, komunitas tersebut dapat mempertemukan dan mencari jalan keluar dari
konflik internal dalam agama Islam, seperti, organisasi keagamaan.9

D. Asal Usul dan Pertumbuhan Studi Islam

Dalam sejarah awal perkembangan Islam, pendidikan Islam sebagaimana


yang telah dilakukan nabi Muhammad Saw. Merupakan upaya pembebasan
manusia dari belenggu akidah yang sesaat yang telah dianut kelompok quraisy dan
upaya pembebasan manusia dari segala bentuk penindasan suatu kelompok
terhadap kelompok lain yang dipandang rendah status sosialnya. Metode yang
digunakan oleh Nabi mula-mula adalah personal-individual kemudian meluas kea
rah pendekatan keluarga dan meluas ke arah pendekatan sosiologis (masyarakat).

1. Masa Rasulullah SAW di Makkah

9 Rozali, M, Metodologi Studi Islam Dalam Perspectives Multydisiplin Keilmuan, (Depok:


PT Rajawali Buana Pusaka.2020), hlm.21-27

8
Masa ini berlangsung sejak diangkatnya beliau menjadi Rasul sampai beliau
hijrah ke Madinah dalam usia 53 tahun atau 17 Ramadhan sampai 1 Rabiul Awal
atau kurang lebih 12 setengah tahun. Pada masa ini merupakan pembangunan
fondasi bagi kekuatan Islam yaitu keimanan dan akhlak.

2. Masa Rasulullah di Madinah

Masa ini dimulai sejak beliau hijrah dari kota Mekkah ke Madinah sampai
dengan wafatnya beliau pada 13 Rabiul awal 11H/ 632 M atau berjalan kurang
lebih 19 tahun. Pada masa ini terdapat pembinaan masyarakat dalam praktik
ibadah, banyak ayat-ayat yang diturunkan tentang hukum-hukum amaliah, ibadah,
perdata, pidana dan lain sebagainya. Dalam periode ini pendidikan islam
menyertakan peranan sanksi-sanksi hukuman dan ganjaran terhadap individu dan
masyarakat atas tanggung jawabnya dalam mempraktekkan ajaran Islam.

3. Masa sesudah Rasulullah Saw

Pembinaan dan pengembangan hukum islam dilakukan oleh para sahabat


beliau. Pada masa ini daerah islam semakin luas serta timbul masalah-masalah
baru sehingga para sahabat merasa berkewajiban memberikan penjelasan dan
penafsiran terhadap nash-nash hukum yang belum jelas dan memberikan fatwa
atas masalah-masalah hukum yang timbul dikalangan mereka tersebut. Tugas
memberikan fatwa kepada masyarakat setelah para sahabat dilanjutkan oleh para
Tabi’in.

4. Periode Ulama Mujtahid dan Kemajuan Fikih

Kemajuan ilmu Fikih dimulai pada abad ke-2 H, disamping berijtihad, para
ulama juga giat melakukan penyususnan atau pembukuan ilmu fikih.

5. Periode Taklid

Periode ini dimulai sekitar abad ke 7-13 H. Pada abad ini para ulama
umumnya tidak lagi melakukan ijtihad, mereka hanya membedakan mana dalil

9
yang kuat dan lemah sehingga bias dikatakan ulama pada masa ini dalam keadaan
statis.

6. Periode kebangkitan umat Islam

Setelah umat Islam menyadari akan kemundurnya dan kelemahannya, maka


dunia Islam muncul kembali dengan ide-ide gerakan pembaharuan, baik dalam
bidang pendidikan, social, ekonomi, militer dan sebagainya. Hal ini juga banyak
pengaruhnya terhadap perkembangan ilmu fikih. Misalnya Ibnu Taimiyah dan
Ibnul Qayyim kemudian dilanjutkan oleh para ulama lainnya.10

➢ Asal Mula Studi Islam dikalangan Orang-Orang Barat

Kemajuan peradaban Barat dimulai pada periode pertengahan (1250-1800


M), yang mana peradaban Islam pada periode ini mengalami stagnasi. Sedangkan
peradaban barat mengalami perkembangan yang sangat pesat dari ilmu
pengetahuan, ekonomi dan teknologi sampai sekarang ini.

Sebenarnya perkembangan tersebut banyak dipengaruhi oleh ilmu


pengetahuan Islam. Sebagaimana kita ketahui bahwa Andalusia atau Spanyol pada
masa pemerintahan Bani Abbasiyah adalah merupakan salah satu tempat yang
paling utama bagi Eropa dalam menyerap peradaban Islam baik dalam bentuk
hubungan politik sosial maupun perekonomian dan peradaban antar negara. Salah
satu contoh yang kami ambil adalah pemikiran Ibnu Rusyd yang melepaskan
Belenggu taklid dan menganjurkan kebebasan berpikir

Terbukti dengan adanya beberapa Universitas Islam yang didirikan seperti


Universitas Cordova, Seville, Malaga, Granada dan salamanca. Pada waktu itu
beberapa tokoh-tokoh barat datang mengunjungi universitas-universitas tersebut
untuk memperdalam ilmu mereka. Selama belajar, mereka melakukan
penerjemahan ilmu-ilmu karya tokoh-tokoh muslim ke dalam bahasa Latin. Hal
ini dilakukan oleh Frederick H (mantan Kaisar Holy Roman Empire 1215-1250)
yang dipimpin oleh Petrus Venerabilis dengan cara membayar orang Spanyol
sebagai penerjemah.

10http://gilangserbaserbipengetahuan.blogspot.com/2017/03/islam-studi-islam-pentingnya-
studi.html, diakses pada hari sabtu, tanggal 31 Oktober 2020

10
Berkembangnya studi Islam di dunia barat adalah disebabkan para pelajar
barat yang datang ke dunia timur untuk mengkaji ilmu pengetahuan. Di samping
itu juga mereka telah berhasil menerjemahkan karya-karya ilmuwan muslim ke
dalam bahasa Latin. Gerakan ini pada akhirnya menimbulkan masa pencerahan
dan revolusi industri yang menyebabkan Eropa maju. Dengan demikian Andalusia
merupakan sumber-sumber cahaya bagi Eropa, memberikan kepada benua itu
manfaat dari ilmu dan budaya Islam selama hampir tiga abad.11

➢ Pertumbuhan Studi Islam Dulu dan Sekarang

Studi Islam sebagai pengetahuan dan ajaran bagi pemeluknya sudah dimulai
semenjak Nabi Muhammad SAW diutus menjadi rasul. Selama beliau masih
hidup, beliau lah pembimbing agama dan politik satu-satunya bagi kaum
Muslimin, baik melalui wahyu berupa Al-Qur’an maupun dengan ucapan-ucapan
beliau sendiri di luar Al-Qur’an dan tingkah lakunya yang kemudian disebut
Hadist. Dengan wafatnya beliau pada tahun 632M. Bimbingan keagamaannya
yang otoritatif menjadi terputus.

Menurut Fazhur Rahman, studi Islam dalam bentuk metodologi muncul


pada tahun (50-150H/670-767M), yang merupakan abad munculnya mazhab-
mazhab. Pada masa inillah ilmu-ilmu keislaman mulai dikaji dengan pendekatan-
pendekatan secara metodologi, baik Ilmu kalam, ilmu ushul fiqh, ilmu hadist,
ilmu tafsir, dan ilmu-ilmu keislaman lainnya.

a. Ilmu Kalam

Ilmu kalam adalah suatu ilmu yang membahas tentang sifat-sifat yang wajib
tetap pada-Nya. Sifat-sifat yang boleh disifatkan pada pada-Nya dan tentang sifat-
sifat yang sama sekali wajib dilenyapkan pada-Nya, juga membahas tentang rasul-
rasul Allah, meyakinkan apa yang wajib ada pada mereka, apa yang boleh
dihubungkan kepada mereka, dan apa yang terlarang menghubungkannya kepada
mereka.

Pembahasannya tentang kalam ini telah ada pada masa Rasulullah dan masa
Khulafaurrasyidin hingga Dinasti Umayyah, namun kajian kalam pada saat itu
hanya bersifat sebagai ilmu atau ajaran untuk diamalkan. Kalam baru terbentuk
sebagai disiplin ilmu tersendiri pada abad ke-2 H / 8 M, tepatnya pada masa Al-
Makmun setelah ulama mu’tazilah mempelajari kitab-kitab filsafat yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Oleh karena itu, para ahli menganggap
pendiri ilmu ini adalah kelompok mu’tazilah. Melalui terjemahan-terjemahan itu,

11 Slamet,Achmad, Metodologi Studi Islam,(Yogyakarta: Deepublish.Maret 2016), hlm.45-


46

11
mereka mempertemukan cara(sistem) filsafat dengan sistem ilmu kalam, sejak itu
pula dipakailah perkataan al-Kalam untuk ilmu yang berdiri sendiri.

Peristiwa kafir mengkafirkan ini kembali terjadi pada masa pemerintahan


Ali bin Abi Thalib, yaitu pada saat terjadi Perang Siffin. Ali menerima tawaran
Muawiyah untuk berdamai, sehingga golongan Ali terpecah menjadi dua,
Khawarij dan pengikut seita Ali (syiah). Persoalan-persoalan yang terjadi dalam
dunia politik inilah yang akhirnya menimbulkan permasalahan teologi.

b. Ilmu Ushul Fiqh

Ilmu ushul fiqh merupakan metodologi terpenting yang ditemukan oleh


dunia pemikiran Islam dan tidak dimiliki oleh umat lain. Ilmu ini memiliki
kedudukan yang terhormat dalam khazanah intelektual Islam. Pada dasarnya, ilmu
ini tidak hanya menjadi metodologi baku bagi hukum Islam saja, tetapi
merupakan metode baku bagi seluruh pemikiran intelektual Islam, karna ilmu ini
bagian dari filsafat, dan cara para pemikir intelektual dalam melahirkan ilmu-ilmu
keislaman dibangun berdasarkan kajian filsafat Islam.

Ilmu Ushul fiqh yang ada selama ini telah dipandang oleh para pakarnya
sebagai sistem tertutup yang sudah baku. Padahal peninjauan ulang atau
pengembangan suatu metode atau ilmu adalah suatu keharusan. Karena pada
dasarnya, tidak ada ilmu yang sudah tidak boleh lagi dikritik dan dikembangkan.
Suatu ilmu yang telah mengalami kritikan dan pengembangan, maka ilmu tersebut
akan berkembang secara dinamis.

Dengan demikian, ilmu ushul fiqh bukanlah ilmu yang berada dalam
wilayah transendental yang tidak boleh lagi dikritik, ilmu ini senantiasa
berkembang secara dinamis sehingga pesan-pesan dalam Al-Qur’an dan Hadist
dapat dilaksanakan oleh manusia sesuai dengan dikehendaki oleh Khalik.

c. Ilmu Hadist

Hadist pertama kali dibukukan pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz,
seorang Khalifah Bani Umayyah yang menjabat khalifah pada tahun 99-101 H.

Ibnu Hazim mengumpulkan Hadist-hadist, baik yang ada pada dirinya


sendiri maupun pada ‘Amrah Tabi’iy, seorang wanita yang banyak meriwayatkan
Hadist dari ‘Aisyah r.a. instruksi tersebut juga dijalankan oleh Ibnu Syihab az-
Zuhri seorang imam dan ulama besar Hijaz dan Syam. Beliau mengunmpulkan
Hadist-hadist dan kemudian ditulisnya dalam lembaran-lembaran dan dikirim
kepada masing-masing penguasa di tiap wilayah.

12
Adapun kitab-kitab Hadist yang mula-mula dan yang termasyur dalam Al-
Muwaththa’ di dalamnya terdapat lebih kurang 1720 buah Hadist yang disusun
oleh Imam Malik, pada tahun 144 H. Musnadu’sy Syafi’iy dan Mukhtaliful
Hadist, keduanya karya Imam Syafi’i.

d. Ilmu Tafsir

Penafsiran tentang Al-Qur’an merupakan kegiatan yang paling tua, bila


dibandingkan dengan kegiatan ilmiah lainnya dalam Islam. Yaitu yang dimulai
semenjak diturunkannya Al-Qur’an pada Nabi Muhammad. Beliau adalah sebagai
pemberi penjelasan (mubayyin) yang telah telah menjelaskan arti dan kandungan
Al-Qur’an kepada sahabat-sahabat nya. Keadaan ini berlangsung hingga wafatnya
Rasulullah. Kemudian dilanjutkan oleh para sahabatnya seperti Ali bin Abi
Thalib, Ibnu Abbas, Ubay bin Ka’ab dan Ibnu Mas’ud. Para sahabat di samping
dirinya adalah sebagai muffasir, mereka juga mempunyai murid-murid dari para
tabi’in seperti Sa’id bin Jubair, Mujahid bin Jabair, Muhammad bin Ka’ab, Zaid
bin Aslam dan lain-lain.

Gabungan ketiga sumber di atas, yaitu penafsiran Rasulullah SAW,


penafsiran para sabahat, serta tabi’in dikelompokan menjadi satu kelompok yang
selanjutnya dijadikan periode pertama dari perkembangan tafsir. Setelah
berakhirnya masa tabi’in sekitar tahun 150 H, maka pada tahun 151 H masuklah
periode kedua dari sejarah perkembangan tafsir. Periode ini sudah banyak
ditemukan Hadis-hadis palsu, muncul berbagai persoalan yang belum terjadi pada
masa periode sebelumnya kembali mereka persoalkan. Pada mulanya, usaha
penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an berdasarkan ijtihad masih sangat terbatas dan
terikat dengan kaidah-kaidah bahasa serta arti yang terkandung oleh satu
kosakata.12

E. Kesimpulan

Studi Islam atau Islamic Studies adalah kajian ilmiah berkaitan dengan
Islam, oleh karena itu yang menjadi objek studi Islam adalah ajaran Islam itu
sendiri dalam berbagai aspeknya dan berbagai mazhab alirannya. Disinilah letak
urgensi studi islam, untuk menggali kembali ajaran-ajaran Islam yang asli dan
murni, serta yang bersifat manusiawi dan universal.

12 Chuzaimah, Iwan dkk, Handbook Metodologi Studi Islam,(Jakarta Timur: Prenadamedia


Group.2018), hlm.16-20

13
Menurut Fazhur Rahman, studi Islam dalam bentuk metodologi muncul
pada tahun (50-150H/670-767M), yang merupakan abad munculnya mazhab-
mazhab. Pada masa inillah ilmu-ilmu keislaman mulai dikaji dengan pendekatan-
pendekatan secara metodologi, baik Ilmu kalam, ilmu ushul fiqh, ilmu hadist,
ilmu tafsir, dan ilmu-ilmu keislaman lainnya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Muh, Metodologi studi Islam: suatu kajian integrative, Jawa Barat: Insan
Cendekia Mandiri, 2020.

Batubara, Fadlan Kamali, Metodologi Studi Islam “Menyingkap Persoalan


Ideologi Dari Arus Pemikiran Islam Dengan Berbagai Pendekatan Dan
Cabang Ilmu”,Yogyakarta: Deepublish, 2019.

http://gilangserbaserbipengetahuan.blogspot.com/2017/03/islam-studi-islam-
pentingnya-studi.html, diakses pada hari sabtu, tanggal 31 Oktober 2020

https://www.academia.edu/7031882/METODOLOGI_STUDI_ISLAM_Oleh_Sya
fieh?auto=download, diakses pada hari Sabtu, tanggal 31 Oktober 2020

Sumanto, Dedi, Dimensi Studi Islam Kontemporar, Jakarta: Prenadamedia Group,


2016.

Supiana, Metodologi Studi Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2017.

Chuzaimah, Iwan dkk, Handbook Metodologi Studi Islam, Jakarta Timur:


Prenadamedia Group, 2018.

Rozali, M, Metodologi Studi Islam Dalam Perspectives Multydisiplin Keilmuan,


Depok: PT Rajawali Buana Pusaka,2020.

Slamet,Achmad, Metodologi Studi Islam,Yogyakarta: Deepublish, Maret 2016.

15

Anda mungkin juga menyukai