PENELITIAN
METODOLOGI STUDI ISLAM
Disusun Oleh:
Kelompok 1 KPI 1A
TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT. yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah –Nya kepada kita semua kita. Shalawat serta
salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. beserta keluarga nya.
Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Islam Sebagai Sasaran
Studi dan Penelitian”.
Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
terciptanya makalah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
3. Islam sebagai Wahyu dan Kultur Masyarakat, Studi Islam dan Sains Islam
C. Tujuan
1. mengetahui studi islam sebagai disiplin ilmu, agama sebagai gejala budaya dan
sosial
2. mengetahui islam sebagai wahyu dan kultur masyarakat, dan studi islam dan sains
islam.
PEMBAHASAN
A. Studi Islam sebagai Disiplin Ilmu
Jauh sebelum itu, Harun Nasution mengatakan bahwa islam berlainan dengan
apa yang umum diketahui, bukan hanya mempunyai 1 atau 2 aspek, tetapi
mempunyai berbagai aspek. Islam sebenarnya mempunyai aspek teologi, aspek
ibadah, aspek moral, aspek mistisime, aspek filsafat, aspek sejarah, aspek
kebudayaan, dan sebagainya. 1
1
Harun Nasution, islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya jilid 1, (Jakarta :UI press, 1979),cet 1, hlm.33
dan pendekatan dalam memahami islam sebagaimana akan dijumpai pada bab
berikutnya.
[1] Idealist approach, yaitu memahami dan menafsirkan sejarah Islam dengan cara
ada cacatnya.
mengurangi apa yang semestinya. Pendekatan ini biasanya dimiliki oleh para
tidak onjektif. Sekarang ini perlu dikembangkan pendekatan baru yang objektif dan
atau menguranginya. Hal ini hanya dapat dilakukan oleh sejarawan muslim yang
seperti :
[a] regional approach,
Dengan pendekatan ini, diharapkan sejarah Islam akan dapat dilihat secara
lebih komprehensif dan Islam tidak identik dengan politik atau etnik tertentu, suatu
agama. Pada zaman dulu, sosiologi agama mempelajari hubungan timbal balik antara
hubungan timbal balik, melainkan lebih kepada pengaruh agama terhadap tingkah
laku masyarakat, yaitu bagaimana agama sebagai sistem nilai mempengaruhi tingkah
keagamaan.
meletakkan ilmu sosial lebih dekata kepada ilmu budaya. Mereka melihat, tingkah
laku sosial pada dasarnya selalu mengacu kepada aturan-aturan tingkah laku [rule of
behavior] yang berdasar atas pola ideal yang bersumber dari nilai. Karena itu, kunci
memahami masyarakat adalah memahami nilai yang ada pada masyarakat tersebut.
Kaum strukturalis, memandang begitu pentingnya nilai, sehingga mereka lupa bahwa
apa yang dilihat, dapat diukur dan dapat dibuktikan sebagaimana halnya dalam ilmu
diedit oleh G.Duncan Mitchell, menyatakan bahwa: “ilmu sosial menunjuk kepada
penerapan metode ilmiah untuk mempelajari jaringan hubungan manusia yang pelik
dan rumit, dan bentuk-bentuk organisasi yang dimaksudkan agar orang dapat hidup
yang dimaksud ilmu-ilmu ke-Islam-an adalah pengajian yang tidak hanya terfokus
pada aspek-aspek yang bersifat normative dan dogmatif, tepai juga pengkajian yang
menyangkut dengan aspek histories dan aspek sosiologis. Oleh karena itu, ilmu-ilmu
ilmu kemasyarakatan yang berasal dari tradisi keilmuan Barat, tidak mungkin dapat
merangkul dalam metode pengkajian kedua aspek yang dipandang tidak dapat
pangkal dari pengetahuan adalah gejala-gejala masyarakat yang lebih khusus terdiri
dalam abstraksi menjadi factor sosial. Oleh karena itu, pengkajian Islam pada aspek
sosio kulturalnya, sebagai fenomena nyata dalam kehidupan manusia, inilah segi
yang dapat diteliti, dikaji sedalam-dalamnya melalui metode yang terdapat dalam
etika, sama dengan ilmu pengetahuan aksiomatis seperti ilmu pasti, tidaklah
Dalam penelitian agama yang harus dipertanyakan pertama kali adalah agama
yang sedang diteliti akan dilihat dari gejala apa, menurut perspektif mana agama
keilmuan tersebut.
Pada awalnya ilmu hanya ada dua: ilmu kealaman dan ilmu budaya. ilmu
hasil penelitian dapat dites pada waktu yang lain dengan hasil yang sama dengan
aliran bahwa penelitian sosial lebih dekat pada penelitian budaya. Kedua, aliran yang
kuantitatif? Jawabannya, bisa. Agama bisa didekati secara kuantitatif dan kualitatif
sekaligus, atau salah satunya, tergantung agama yang sedang ditetliti itu dilihat
simbol-simbol. Kedua, para penganut agama, yakni sikap, perilaku dan penghayatan
dan berperan. Penelitian keagamaan dapat mengambil sasaran salah satu atau
bagaimana kehidupan tokoh tersebut dan pemikirannya. Dapat pula kita meneliti
Alqur’an sebagai sumber nilai, masjid sebagai alat-alat, shalat sebagai ibadat dan
Mengenai agama sebagai gejala sosial, pada dasarnya tertumpu pada konsep
sosiologi agama. Pada zaman dahulu, sosiologi agama mempelajari interaksi antara
hubungan timbal-balik itu, melainkan lebih pada pengaruh agama terhadap tingkah
laku masyarakat. Meski tidak dapat dipungkiri masyarakat juga mempengaruhi
pemikiran keagamaan. kitabnya boleh satu tapi interpretasi terhadap kandungan kitab
tersebut bisa jadi berbeda. Seperti lahirnya teologi Syi’ah, Khawarij, Ahli Sunnah
Letak geografis, budaya, kondisi sosial, politik dan sebagainya juga dapat
menjadi faktor perbedaan penafsiran masyarakat terhadap “kitab” atau dengan kata
lain masyarakat dapat mempengaruhi pemikiran keagamaan. Dan ini juga bisa
pedoman untuk kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Wahyu terdiri dari dua
macam: Al-Qur’an dan hadits. Kedua wahyu ini dapat menjadi sasaran penelitian.
diteliti. Mulai dari latar belakang lahirnya suatu ayat, maksud ayat tersebut,
Selanjutnya, menjadi penting pula menjadi sasaran penelitian adalah isi Al-
Qur’an itu sendiri. Sebab Al-Qur’an selain berbicara tentang keimanan, ibadah,
aturan-aturan, juga berbicara isyarat-isyarat ilmu pengetahuan. Dalam hal ini studi
Mengapa bisa demikian? Ada pula hadits shahih, mutawatir, mashur dan ahad, hadits
dirayah dan riwayah. Wilayah-wilayah inilah antara lain yang dapat dijadikan kajian