Anda di halaman 1dari 10

I.

STUDI ISLAM

A. Arti dan Lingkup Studi Islam


B. Urgensi Mempelajari Studi Islam
C. Aspek-aspek Sasaran Studi
Islam

Nama : Slamet Guswanto


Nim : 221101010031

A. Arti dan Lingkup Studi Islam

>Arti Studi Islam

Studi Islam secara etimologis merupakan terjemahan dari Bahasa


Arab: Dirasah Islamiyah. Sedangkan studi Islam di Barat dikenal
dengan istilah Islamic Studies. Maka studi Islam secara harfiah adalah
kajian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Islam. Makna ini
sangat umum sehingga perlu ada spesifikasi pengertian terminologis
tentang studi Islam dalam kajian yang sistematis dan terpadu. Dengan
perkataan lain, studi Islam adalah usaha sadar dan sistematis untuk
mengetahui dan memahami serta membahas secara mendalam tentang
hal-hal yang berhubungan agama Islam, baik berhubungan dengan
ajaran, sejarah maupun praktik-praktik pelaksanaannya secara nyata
dalam kehidupan sehari-hari sepanjang sejarahnya.

Ditinjau dari sisi pengertian, studi Islam secara sederhana


dimaknai sebagai “Kajian Islam”. Pengertian studi Islam sebagai
kajian Islam sesungguhnya memiliki cakupan makna dan pengertian
yang luas. Hal ini wajar adanya sebab sebuah istilah akan memiliki
makna tergantung kepada mereka yang menafsirkannya. Karena
penafsir memiliki latar belakang yang berbeda satu sama lainnya, baik
latar belakang studi, bidang keilmuan, pengalaman, maupun berbagai
perbedaan lainnya, maka rumusan dan pemaknaan yang dihasilkannya
pun juga akan berbeda

>Ruang lingkup Studi Islam

Agama sebagai sasaran kajian dapat dikategorikan menjadi tiga,


yaitu agama sebagai doktrin, dinamika dan struktur masyarakat yang
dibentuk oleh agama, dan sikap masyarakat pemeluk terhadap doktrin.
Mempersoalkan substansi ajaran, dengan segala refleksi pemikiran
terhadap ajaran agama. Namun, yang menjadi sasaran penelitian
agama sebagai doktrin adalah pemahaman manusia terhadap doktrin-
doktrin tersebut. Meninjau agama dalam kehidupan sosial dan
dinamika sejarah.

Usaha untuk mengetahui corak penghadapan masyarakat terhadap


simbol dan ajaran agama. Tidak semua aspek agama khususnya Islam
dapat menjadi obyek studi. Dalam konteks Studi Islam, ada beberapa
aspek tertentu dari Islam yang dapat menjadi obyek studi, yaitu: Islam
sebagai doktrin dari tuhan yang kebenarannnya bagi pemeluknya
sudah final, dalam arti absolut, dan diterima secara apa adanya.
Sebagai gejala budaya yang berarti seluruh apa yang menjadi kreasi
manusia dalam kaitannya dengan agama, termasuk pemahaman orang
terhadap doktrin agamanya. Sebagai interaksi sosial yaitu realitas umat
Islam. Terdapat tiga wilayah keilmuan agama Islam yang dapat
menjadi obyek studi Islam, yaitu: Wilayah praktek keyakinan dan
pemahaman terhadap wahyu yang telah diinterpretasikan sedemikian
rupa oleh para ulama, tokoh panutan masyarakat pada umumnya.
Wilayah praktek ini umumnya tanpa melalui klarifikasi dan
penjernihan teoritik keilmuan yang penting di sini adalah pengalaman.
Wilayah tori-teori keilmuan yang dirancang dan disusun sistematika
dan metodologinya oleh para ilmuan, para ahli, dan para ulama sesuai
bidang kajiannya masing- masing. Apa yang ada pada wilayah ini
sebenarnya tidak lain dan tidak bukan adalah “teori-teori” keilmuan
agama Islam, baik secara deduktif dari nash-nash atau teks-teks wahyu,
maupun secara induktif dari praktek-praktek keagamaan yang hidup
dalam masyarakat era keNabian, sahabat, tabi’in maupun sepanjang
sejarah perkembangan masyarakat Muslim di manapun mereka berada.
Telaah teoritis yang lebih popular disebut metadiscourse, terhadap
sejarah perkembangan jatuh bangunnya teori-teori yang disusun oleh
kalangan ilmuan dan ulama pada lapis kedua. Wilayah pada lapis
ketiga yang kompleks dan sophisticated ini lah yang sesungguhnya
dibidangi oleh filsafat ilmu- ilmu keislaman. Obyek kajian Islam
adalah substansi ajaran-ajaran Islam, seperti kalam, fikih dan taSawuf.
Dalam aspek ini agama lebih bersifat penelitian budaya hal ini
mengingat bahwa ilmu-ilmu keislaman semacam ini merupakan salah
satu bentuk doktrin yang dirumuskan oleh penganutnya yang
bersumber dari wahyu Allah melalui proses penawaran dan
perenungan.

Adapun ruang lingkup Studi Islam menurut pendapat Menurut para


ahli, yaitu :1. Menurut Muhammad Nur Hakim, tidak semua aspek
agama, terutama Islam, bisa menjadi objek studi. Dalam konteks Studi
Islam, ada aspek-aspek tertentu dari Islam yang dapat menjadi objek
studi, yaitu: a) Islam sebagai doktrin tuhan yang kebenarannya kepada
para mualaf adalah final, dalam arti absolut, dan diterima apa adanya.
b) Sebagai gejala budaya yang berarti segala sesuatu yang merupakan
ciptaan manusia dalam kaitannya dengan agama, termasuk pemahaman
masyarakat tentang doktrin agama mereka.c) Karena interaksi sosial
adalah realitas umat Islam.

2. Menurut Muhammmad Amin Abdullah ada tiga bidang ilmu


keislaman yang bisa menjadi objek kajian Islam: a) Bidang praktik
kepercayaan dan pemahaman wahyu yang telah ditafsirkan dengan
cara ini oleh para sarjana, pemimpin opini publik secara umum.
Bidang praktik ini sebagian besar tanpa klarifikasi dan klarifikasi
pengetahuan teoretis yang dipertaruhkan di sini sebagai pengalaman.
b) Bidang teori ilmiah yang dirancang dan dirumuskan secara
sistematis oleh para ilmuwan, cendekiawan, dan cendekiawan sesuai
dengan bidang studi masing-masing. Apa yang ada di bidang ini
sebenarnya tidak lain adalah "teori" sains Islam, baik secara deduktif
dari nash-nash atau teks wahyu, atau induktif dari praktik keagamaan
yang hidup di zaman kenabian, teman, teman, dan semua sepanjang
sejarah komunitas Muslim di mana pun mereka berada. c) Studi sastra
paling populer disebut metadiscourse, tentang sejarah perkembangan
teori-teori yang dikembangkan oleh para cendekiawan dan
cendekiawan di lapisan kedua. Area lapisan ketiga yang kompleks dan
canggih inilah yang benar-benar dicakup oleh filsafat ilmu Islam.

3. Menurut M.Atho 'Mudzhar menyatakan bahwa objek kajian


Islam adalah substansi ajaran Islam, seperti pulpen, yurisprudensi dan
sufisme. Dalam hal ini agama lebih merupakan studi budaya karena
mengakui bahwa pengetahuan Islam semacam ini adalah salah satu
formula dari doktrin yang dirumuskan oleh para pengikutnya yang
berasal dari wahyu Allah melalui proses penawaran dan refleksi

B. Urgensi mempelajari Studi Islam

> Seiring berkembangnya zaman, mempelajari metodologi studi


islam diharapkan dapat mengarahkan kita untuk untuk mengadakan
usaha-usaha pembaharuan dalam pemikiran aiaran-ajaran islam yang
merupakan warisan doktriner yang dianggap sudah mapan dan sudah
mandek serta ketinggalan zaman tersebut, agar mampu beradaptasi
serta menjawab tantangan serta tuntutan zaman dan modernisasi dunia
dengan tetap berpegang terhadap sunber agama islam yang asli, yaitu
al- qur’an dan as-sunnah. Mempelejari metodologi studi islam juga
diharapkan mampu memberikan pedoman dan pegangan hidup bagi
umat islam agar tetap menjadi muslim yang sejati yang mampu
menjawab tantangan serta tuntutan zaman modern maupun era-
globalisasi sekarang ini. Disamping itu, metodologi studi islsm
merupakan solusi agar islam tidak mudah disalah pahami oleh outsider
(non muslim). salah satu penyebab seiringnya islam disalah pahami
barat karena mereka tidak memiliki instrument secara ilmiah bisa
dibenarkan tidak hanya insider (muslim) tetapi juga oleh outsider. Bila
insider tidak merumuskan pemahaman yang bisa dimengerti oleh
outsider akan terus berlangsung seperti yang dialami oleh Salman
Rushdie, Kurt Wester, Goard dan Geertz Wilder yang menghebohkan
itu.

Urgensi studi islam yang demikian dapat dipahami dan diuraikan


sebagai berikut:

1. Umat Islam saat ini berada dalam kondisi problematik.

Pada masa sekarang ini, umat Islam berada dalam posisi marginal
(Pinggiran) dan lemah dalam segala aspek kehidupan sosial budaya
serta harus berhadapan dengan dunia modern yang serba maju dan
semakin canggih. Dalam kondisi tersebut, umat Islam dituntut untuk
melakukan gerakan pemikiran yang diharapkan dapat menghasilkan
konsep pemikiran yang cemerlang dan operasional untuk
mengantisipasi perkembangan dan kemajuan tersebut. Umat Islam
tidak terjebak pada romantisme, dalam arti menyibukkan diri untuk
membesar besarkan kejayaan masa lalu sebagaimana terwujud dalam
sejarah Islam, sementara Islam sendiri masih silau dalam menghadapi
masa depannya.

Pada sisi lain, umat Islam hanya berpegang pada ajaran-ajaran


Islam hasil penafsiran ulama terdahulu yang merupakan warisan
doktriner turun-temurun dan yang dianggap sebagai ajaran yang sudah
mapan, sempurna, dan paten, serta tidak ada keberanian untuk
melakukan pemikiran ulang, berarti mereka mengalami ke mandegan
intelektual yang akan menghadapi masa depan yang suram. Pada sisi
lain, jika mereka melakukan usaha pembaruan dan pemikian kembali
secara kritis dan rasional terhadap ajaran-ajaran Islam untuk
menyesuaikan terhadap tuntutan perkembangan zaman dan
kehidupan modern, mereka akan
dituduh sebagai umat yang meninggalkan atau tidak setia lagi terhadap
ajaran-ajaran Islam yang dianggap sudah mapan dan sempurna
tersebut.Melalui pendekatan yang bersifat objektif rasional, studi Islam
diharapkan mampu memberikan alternatif pemecahan masalah atau
jalan keluar dari kondisi problematik tersebut. Studi Islam diharap kan
dapat mengarah pada tujuan untuk mengadakan usaha-usaha
pembaruan dan pemikiran kembali ajaran-ajaran agama Islam yang
merupakan warisan doktriner turun-temurun dan dianggap sudah
mapan damandeg serta tertinggal zaman tersebut, agar mampu
beradaptasi dan menjawa tantangan serta tuntutan zaman dan dunia
modern, dengan tetap berpegang pada sumber dasar ajaran Islam yang
asli dan murni, yaitu Al-Quran dan As-Sunnah. Studi Islam tersebut
juga diharapkan mampu memberikan pedoman dan pegangan hidup
bagi umat Islam, agar tetap menjadi seorang muslim sejati, yang hidup
dalam dan mampu menjawab tantangan serta tuntutan zaman modern
ataupun era globalisasi sekarang ini.

Dalam problematika masyarakat muslim dunia itu sendiri,


seluruhnya terbagi atas problem internal dan problem eksternal.
Berikut ini penjelasan secara rincinya:

a. Problem Internal
>Perpecahan di kalangan umat Islam.
Dijadikannya negara Muslim menjadi banyak dan kecil-kecil
menjadikan umat Islam selalu dalam keadaan berpecah-belah.
Sehingga negara Muslim lebih banyak disibukkan dengan
perebutan batas negara dan munculnya paham sukuisme
sekterian dan nasionalisme sempit.

> Pluralitas Gerakan Dakwah dan Fanatisme Mazhab


Sebenarnya banyaknya gerakan Islam di dunia yang bisa
menjadi suatu sinergi dakwah jika saja semua elemen itu
memiki visi bersama dan melakukan gerakan
dengan landasan kebersamaan, profesionalisme dan
spesifikasi gerakan. Namun karena tidak ada misi bersama,
yang terjadi saat ini adalah masing-masing gerakan bekerja
nafsi-nafsi yang kadang-kadang overleap sehingga tidak
optimal. Bahkan banyak yang bertentangan
secara diametral sehingga justru malah
menghasilkan resultan yang lebih kecil karena saling
melemahkan. Dan malangnya, kadang bukannya fastabiqul
khairat malah saling menyikut, saling menyalahkan dan
mengkafirkan.

>Tingkat Pendidikan Yang Rendah


Keterpurukan ekonomi biasanya memang diiringi dengan
kurangnya intelektual di sana. Karangan ilmiah dari negara-
negara Muslim tidak ada yang mencapai 0.3% dari seluruh
karya ilmiah dunia. Bahkan jika digabungkan pun jumlahnya
juga tidak mencapai 0.5%.

b. Problem Eksternal
>Invasi Pemikiran
Yang dimaksud dengan invasi pemikiran adalah usaha suatu
bangsa untuk menguasai pemikiran bangsa lain, lalu
menjadikan mereka sebagai pengikut setia terhadap setiap
pemikiran, idealisme, way of life, metode pendidikan,
kebudayaan, bahasa, etika, serta norma-norma kehidupan yang
ditawarkan kaum penginvasi.

>Sekulerisme
Sekularisme merupakan upaya untuk menghilangkan peran
agama dalam masyarakat dan memunculkan keraguan akan
kebenaran agama. Sekulerisme berdampak cukup serius kepada
umat Islam, selain hilangnya kepahaman akan syumuliataul
Islam juga menjadikan agama hanya sebatas ritual-ritual
semata.Mereka menganggap bahwa agama memainkan peranan
negatif dalam masyarakat karena mendorong rakyat untuk
mengabaikan kehidupan aktual dan material mereka.Dalam
kondisi umat Islam saat ini berada dalam posisi pinggiran
(marginal) dan lemah dalam segala bidang kehidupan sosial
budaya, diharuskan bisa melakukan gerakan pemikiran yang
dapat menghasilkan konsep pemikiran yang cemerlang dan
operasional untuk mengantisipasi perkembangan dan kemajuan
tersebut

2. Umat manusia dan peradabannya berada dalam suasana


problematis.
>Pesatnya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan
serta teknologi modern telahmembuka era baru dalam
perkembangan budaya dan peradaban umat manusia, yang
dikenal dengan era
globalisasi. Pada era ini ditandai dengan semakin dekatnya
jarak hubungan komunikasi antar bangsa dan budaya umat
manusia. Pada suasana semacam ini tentunya umat manusia
membutuhkan adanya aturan-aturan, nilai-nilai dan norma-
norma serta pedoman dan pandangan hidup yang universal dan
diakui atau diterima oleh semua bangsa. Masalahnya adalah
"Dari mana sumber aturan ini dan norma serta pedoman hidup
yang universal itu diperoleh?" Umat manusia dalam
peradaban dan kebudayaaan memang telah berhasil
menemukan aturan, nilai dan norma sebagai pedoman dan
pegangan hidup, yang berupa agama, filsafat serta ilmu
pengetahuan dan teknologi.

Dengan demikian, manusia modern pun berada dalam kondisi


yang serba problematis. Harold, H. Titus dan beberapa filosofis
dewasa ini, dalam menjelaskan situasi problematis tersebut
menyatakan bahwa "Filosofis sekarang telah mencapai kekuatan
besar tetapi tanpa kebijaksanaan, kita hidup dalam suatu periode
yang mirip dengan tahap tahap terakhir dari kebudayaan Greeko
Romawi, renaissance, reformasi dan revolusi industri dimana
terjadi perubahan dalam cara manusia berfikir”. Dalam hal ini
peraktik, atau terjadi perubahan-perubahan yang menyentuh
kehidupan manusia dan masyarakat.

Inilah barangkali makna dari ungkapan salah satu tokoh filosof


(Harol H. Titus 1979) yang mengatakan bahwa: manusia telah
menemukan cara-cara untuk memperoleh keamanan dan
kenikmatan, tetapi pada waktu yang sama mereka merasa tidak
aman dan merasa risau, karena mereka tidak yakin akan arti
kehidupannya, tidak memiliki kebermaknaan hidup dan tidak
tahu arah mana yang mereka pilih dalam kehidupan itu.

Demikian sekilas situasi problemtis yang ditimbulkan oleh


pengetahuan dan teknologi modern dewasa ini. Situasi
semacam ini bukan hanya menimpa bangsa-bangsa modern,
tetapi juga menimpa seluruh umat manusia di dunia termasuk
di dalamnya umat Islam.
3. Untuk menimbulkan kecintaan manusia terhadap ajaran
Islam bahwa sifatnya bukan hanya normatif, yaitu karena
diperintah oleh Allah, dan bukan pula karena emosional
semata-mata karena didukung oleh argumentasi yang bersifat
rasioal, kultural, dan aktual, melainkan
argumen yang masuk akal, dapat dihayati, dan dirasakan oleh
umat manusia

4. Untuk membuktikan kepada umat manusia bahwa Islam,


baik secara normatif maupun
secara kultural dan rasional adalah ajaran yang dapat membawa
manusia kepada kehidupan yang lebih baik, tanpa harus
mengganggu keyakinan agama Islam.

5. Untuk menghilangkan citra negatif dari sebagian masyarakat


terhadap ajaran Islam.

C. Aspek-aspek Sasaran Studi Islam

Antara agama dan ilmu pengetahuan masih dirasakan adanya


hubungan yang belumserasi. Dalam bidang agama terdapat sikap
dogmatis, sedang dalam bidang ilmiah terdapatsikap rasional dan
terbuka. Oleh karena itu, aspek sasaran studi Islam meliputi 2 hal
yaitu:

1. Aspek sasaran keagamaan

Kerangka ajaran yang terdapat dalam Al-Qur’an dan hadits tetap


dijadikan sandaran sentralkagar kajian keislaman tidak keluar dan
tercerabul dari teks dan konteks. Dari aspek sasarantersebut, wacana
keagamaan dapat ditransformasikan secara baik dan menajdikan
landasankehidupan dalam berperilaku tanpa melepaskan kerangka
normatif. Elemen dasar keislamanyang harus dijadikan pegangan:
pertama, islamn sebagai dogma juga merupakan pengamalan universal
dari kemanusiaan. Oleh karena itu sasaran study Islam diarahkan pada
aspek-aspek praktik dan emprik yang memuat nilai-nilai keagamaan
agar dijadikan pijakan. Kedua, Islamtidak hanya terbatas pada
kehidupan setelah mati, tapi orientasi utama adalah dunia
sekarang.Dengan demikian sasaran study Islam diarahkan pada
pemahaman terhadap sumber-sumberajaran Islam, pokok-pokok ajaran
Islam sejarah Islam dan aplikasinya dalam kehidupan. Oleh karena itu
studi Islam dapat mempertegas dan memperjelas wilayah agama yang
tidak bisadianalisis dengan kajian empirik yang kebenarannya relatif.

2. Aspek sasaran keilmuwan

Studi keilmuwan memerlukan pendekatan kritis, analitis,


metodologis, empiris, dan historis.Dengan demikian studi Islam
sebagai aspek sasaran keilmuwan membutuhkan berbagai
pendekatan. Selain itu, ilmu pengetahuan tidak kenal dan tidak terikat
kepada wahyu. Ilmu pengetahuan beranjak dan terikat pada
pemikiran rasional. Oleh karena itu kajian keislamanyang bernuasa
ilmiah meliputi aspek kepercayaan normatif dogmatik yang
bersumber dariwahyu dan aspek perilaku manusia yang lahir dari
dorongan kepercayaan.

Anda mungkin juga menyukai