Anda di halaman 1dari 5

C.

Pendekatan Historis dalam Studi Islam

Studi tentang agama-agama pada masa modern dan kontemporer banyak


mengambil manfaat dari perkembangan metodologi dalam ilmu-ilmu sosial dan
humaniora. Pengaruh kedua disiplin keilmuan ini cukup besar bagi perkembangan
studi agama dan khususnya studi Islam. Mengkaji Islam belum sampai pada
kesimpulan yang komprehensif bila semata mengandalkan metode dan
pendekatan yang sifatnya berasal dari ilmu keislaman itu sendiri sebagaimana
dalam percabangan kajian Islam tradisional. Suatu kebutuhan yang sangat
mendesak untuk memahami fenomena Islam historis dari sudut pandang yang
empiris dan historis pula.1
Penerapan pendekatan dan metode keilmuan modern dan kontemporer
dalam Studi Islam ini bukan bermaksud untuk menggantikan apalagi
menyingkirkan kajian Islam tradisional, namun lebih merupakan melihat dari
perspektif lain yang dipercaya dapat memperkaya tentang pemahaman Islam dan
masyarakat Muslim. Cabang-cabang kajian Islam tradisional lebih fokus pada
pemahaman mengenai Islam secara tekstual. Historisitas dan pengalaman empirik
luput dari kajian mendalam tentang Islam.2
Menurut Eliade pakar studi agama pakar dewasa ini terbagi kedalam dua
wilayah berdasarkan orientasi metodologisnya, yaitu: kelompok yang mengkaji
agama berdasarkan konteks historisnya (historisitas), dan kelompok yang
memahami esensi ajaran agamanya (Normativitas). Keduanya berbeda namun
saling melengkapi. M Amin Abdullah dalam konteks ini menjelaskan bahwa
dalam wacana studi agama, fenomena keberagamaan manusia dapat dilihat dari
berbagai pendekatan. Studi agama kini tidak lagi hanya dapat dilihat dari sudut
dan semata-mata terkait dengan normativitas ajaran wahyu. Namun wacana juga
dapat dilihat dari sudut dan terkait dengan historisitas pemahaman dan interpretasi
orang per orang atau kelompok per kelompok terhadap norma-norma ajaran

1
Zakiyuddin Baidhawy, ISLAMIC STUDIES Pendekatan dan Metode,
(Yogyakarta: PT Pustaka Insan Madani, 2011), hlm. 261.
2
Zakiyuddin Baidhawy, ISLAMIC STUDIES..., hlm. 261-262.
agama yang mereka peluk, serta model-model amalan dan praktik-praktik ajaran
agama yang mereka lakukan dalam kehidupan sehari-hari.3
Salah satu pendekatan dalam ilmu humaniora, tepatnya ilmu sejarah telah
dan masih akan terus digunakan oleh para sarjana Muslim dan Barat untuk
mengkaji dimensi historis dari Islam. Pendekatan historis adalah suatu upaya
untuk menelusuri asal-usul dan pertumbuhan ide-ide dan lembaga-lembaga
keagamaan melalui periode-periode waktu tertentu dalam perkembangan historis
dan untuk menilai peran faktor-faktor yang berinteraksi dengan agama dalam
periode tersebut. Yang utama dari analisis historis adalah penggunaan bukti-bukti
pertama baik berupa sumber-sumber dokumenter maupun benda-benda yang
masih dapat dijumpai/diwariskan. Bukti dokumen khususnya literatur barangkali
merupakan tipe analisis historis yang lebih umum dan memerlukan perhatian
khusus dalam mengkaji agama-agama.4
Kerja ahli-ahli sejarah agama seringkali didasarkan pada arkeologi
(dengan bukti-bukti berupa monumen-monumen) dan filologi (dengan bukti-bukti
berupa literatur). Kritik sumber dan analisis gaya bahasa merupakan dasar penting
bagi penelitian-penelitian pada masa-masa yang akan datang. Selama abad
kesembilan belas, hermeneutik arkeologis dan filologis melahirkan teori yang luas
tentang pemahaman yang merupakan alat yang handal untuk studi klasik, akan
tetapi juga diterapkan pada kebudayaan Timur dan kebudayaan-kebudayaan
lainnya. Dengan kerja keras ahli-ahli bahasa dan ahli-ahli arkeologi, studi sejarah
agama menjadi terbuka. Memang, interpretasi-interpretasi filologis dan
hermeneutis-historis akan tetap merupakan elemen yang tidak dapat diabaikan
dalam studi agama apabila ada keinginan unuk memahami sejarah agama.5
Kajian historis tentang Islam bisa saja dibagi-bagi lagi dalam kajian yang
lebih spesifik. Yang jelas ada tiga kecenderungan para sarjana dalam mengkaji
aspek historis Islam. Pertama, kecenderungan para pengkajiuntuk mempelajari
sejarah Islam dengan pendekatan krononologis. Pendekatan ini bermaksud untuk
3
Syarif Hidayatullah, Studi Agama: Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Tiara
Wacana, 2011), hlm. 61-62.
4
Zakiyuddin Baidhawy, ISLAMIC STUDIES..., hlm. 262.
5
Sokhi Huda, Studi Agama-Agama (Wacana Pengantar Metodologis).
Jurnal UIN Sunan Ampel Surabaya, hlm. 13.
menelusuri perkembangan Islam dalam lintasan sejarah. Ciri utama dari
pendekatan ini adalah upaya para sejarawan untuk melakukan periodisasi
perkembangan Islam. Setelah periodisasi dilakukan, mereka menjelaskan urutan-
urutan peristiwa yang terjadi. Kecenderungan kajian sejarah semacam ini
merupakan tipikal para sarjana Muslim.6
Kedua, pendekatan kawasan yang berusaha untuk memetakan sejarah
perluasan dan perkembangan Islam berdasarkan teritorial atau wilayah tertentu.
Islam historis diteropong pertumbuhannya berdasarkan wilayah di mana kaum
Muslim tumbuh dan berkembang pesat serta menjadi penduduk mayoritas di
kawasan tersebut. Wajar apabila di sini kita akan menjumpai berkembangnya
departemen-departemen kajian kawasan di berbagai universitas di Barat,
departemen kajian kawasan Timur Tengah, kajian kawasan Asia Tenggara, dsb.
Karena ini juga yang menjadi kecenderungan kajian sarjana Barat tentang sejarah
Islam.7
Ketiga, pendekatan fenomenologis. Pendekatan ini bermaksud untuk
menutupi kekurangan-kekurangan yang ada pada dua pendekatan lain pendekatan
kronologis dan kawasan. Dua pendekatan ini tidak mampu menonjolkan
fenomena sejarah peradaban Islam dengan memadai. Pendekatan fenomenologis,
karena itu, berusaha untuk menelaah inti, semangat dan esensi dari peradaban
Islam itu sendiri, sehingga pesan dan kesan terdalamnya dapat diungkap dan
dipahami. Visi kajian semacam ini adalah dalam rangka agar Muslim menjadi
pengarah gerak sejarah Islam pada masa yang akan datang. Tipikal kajian
semacam ini dipelopori oleh Ismail Rajial-Faruqi dan isterinya Louis Lamya al-
Faruqi.8
Pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam memahami agama,
karena agama itu sendiri turun dalam situasi yang konkret bahkan berkaitan
dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Dalam hubungan ini Kuntowijoyo telah
melakukan studi yang mendalam terhadap agama yang dalam hal ini Islam,
menurut pendekatan sejarah. Ketika ia mempelajari al-Qur’an ia sampai pada satu
6
Zakiyuddin Baidhawy, ISLAMIC STUDIES..., hlm. 263.
7
Zakiyuddin Baidhawy, ISLAMIC STUDIES..., hlm. 263.
8
Zakiyuddin Baidhawy, ISLAMIC STUDIES..., hlm. 263-264.
kesimpulan bahwa pada dasarnya kandungan al-Qur’an itu terbagi menjadi dua
bagian. Bagian pertama, berisi konsep-konsep, dan bagian kedua berisi kisah-
kisah sejarah dan perumpamaan.9
Dalam bagian pertama yang berisi konsep ini kita mendapati banyak sekali
istilah al-Qur’an yang merujuk kepada pengertian-pengertian normative yang
khusus, doktrin-doktrin etik, aturan-aturan legal, dan ajaran-ajaran keagamaan
pada umumnya. Istilah-istilah atau singkatnya pernyataan-pernyataan itu mungkin
diangkat dari konsep-konsep yang telah dikenal oleh masyarakat Arab pada waktu
al-Qur’an, atau bias jadi merupakan istilah-istilah baru yang dibentuk untuk
mendukung adanya konsep-konsep religius yang ingin diperkenalkannya. Yang
jelas istilah itu kemudian dintegrasikan ke dalam pandangan dunia al-Qur’an, dan
dengan demikian, lalu menjadi konsep-konsep yang otentik.10
Dalam bagian pertama ini, kita mengenal banyak sekali konsep baik yang
bersifat abstrak maupun konkret. Konsep tentang Allah, Malaikat, Akherat,
ma’ruf, munkar, dan sebagainya adalah termasuk yang abstrak. Sedangkan konsep
tentang fuqara’, masakin, termasuk yang konkret.11
Selanjutnya, jika pada bagian yang berisi konsep, al-Qur’an bermaksud
membentuk pemahaman yang komprehensif mengenai nilai-nilai Islam, maka
pada bagian yang kedua yang berisi kisah dan perumpamaan, al-Qur’an ingin
mengajak dilakukannya perenungan untuk memperoleh hikmah. Melalui
pendekatan sejarah ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang
sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini maka seseorag
tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya. Seseorang yang
ingin memahami al-Qur’an secara benar misalnya, yang bersangkutan harus
memahami sejarah turunnya al-Qur’an atau kejadian-kejadian yang mengiringi
turunnya al-Qur’an yang selanjutnya disebut dengan ilmu asbab al-nuzul yang
pada intinya berisi sejarah turunnya ayat al-Qur’an. Dengan ilmu ini seseorang
akan dapat mengetahui hikmah yang terkadung dalam suatu ayat yang berkenaan

9
Mokh. Fatkhur Rokhzi, Pendekatan Sejarah dalam Studi Islam. Vol. III, No. I
Maret 2015, hlm. 93.
10
Mokh. Fatkhur Rokhzi, Pendekatan Sejarah..., hlm. 93.
11
Mokh. Fatkhur Rokhzi, Pendekatan Sejarah..., hlm. 93.
dengan hokum tertentu, dan ditujukan untuk memelihara syari’at dari kekeliruan
memahaminya.12

12
Mokh. Fatkhur Rokhzi, Pendekatan Sejarah..., hlm. 93.

Anda mungkin juga menyukai