Anda di halaman 1dari 15

AGAMA DALAM PANDANGAN KARL MARX

Oleh:

MUHAMMAD AQIL

PENDAHULUAN

Eksistensi agama atau kepercayaan terhadap yang transenden telah ada setua
umur manusia. Dari agama yang paling sederhana (primitif) sampai yang kompleks
(organized religion) serta mulai agama bumi sampai agama langit, telah hadir
mewarnai sejarah manusia. Realitas ini kemudian dianggap bahwa keterlibatan
manusia dengan Realitas transenden untuk membentuk sejarah kemanusiaannya
merupakan sebuah keniscayaan. Hal ini sekaligus mengasumsikan peran positif
agama bagi peningkatan kualitas kemanusiaan, bahkan mungkin merupakan
kebutuhan eksistensial primordial manusia.
Namun realitas yang berbeda juga terpampang dalam sejarah manusia. Atas
nama agama, berbagai bentuk kekerasan, totalitarianisme, dan opresi berjalan secara
sistemik. Politik kekuasaan, penindasan aliran atau agama lain, subordinasi kelompok
marginal dan minoritas (perempuan, buruh, kaum miskin, kulit hitam, dan lain-lain)
berlangsung dalam peradaban manusia dengan legitimasi agama. Kekuatan agama
dipakai untuk menjaga keberlangsungan status quo. Legitimasinya memiliki
efektivitas yang sangat tinggi untuk menghegemoni kelompok lain dan menggiring
mereka untuk menerima subordinasi tersebut sebagai kodrat dan kebenaran yang tak
terbantahkan.
Dalam kegelisahan inilah, Karl Marx menyatakan Agama adalah alienasi,
agama adalah opium (candu). Statemen Marx ini sangat mengganggu kelompok
konservatif dan mengancam kemapanan agama. Namun demikian, dari sinilah kita
bisa refleksikan kritik Marx terhadap agama. Pada dasarnya pandangan Marx
terhadap agama tercipta dari hasil pengalaman beliau di lapangan terhadap

1
sekelompok orang yang menggunakan agama sebagai alat untuk melegitimasi
kepentingan pribadinya. Sehingga pandangan beliau terhadap agama cenderung ke
arah mengkritisi. Berdasarkan paparan di atas dalam makalah ini akan dijelaskan
lebih mendalam bagaimana pandangan Karl Marx tentang agama.

A. Biografi Karl Marx

Karl Marx lahir di sebuah kota kecil (Trier) di Jerman pada 1818. Marx
tumbuh dalam keluarga Yahudi taat, tetapi Marx muda adalah seorang ateis.
Meskipun demikian, Marx muda juga seorang humanis karena pemikiran-
pemikirannya ditujukan untuk memperbaiki masyarakat yang pada waktu itu
dianggapnya penuh dengan penindasan di bawah sistem Kapitalisme.1
Marx merupakan anak kedua dari delapan bersaudara ayahnya Heinrich
Marx, seorang pengacara Yahudi yang tinggal di kota kecil Rhineland, Trier. Saat
itu, ketika Jerman belum menjadi bangsa bersatu, daerah Trier di kuasai oleh
Prusia, Negara bagian yang paling kuat saat itu yang diperintah oleh para
bangsawan Kristen. Kakek Marx adalah Rabbi Yahudi. Namun karena Prusia
sangat anti Yahudi, menjelang kelahiran Marx, ayahnya pindah ke agama Kristen,
atau paling tidak pindah agama KTP saja. Kepribadian Marx sangat berbeda
dengan ayahnya. Marx memang memiliki bakat intelektual, tapi dia keras kepala,
kasar, agak liar dan jarang mengedepankan perasaannya. Walaupun prestasi
belajarnya di sekolah menengahnya tidak bagus, namun dia masih mendapatkan
pendidikan tambahan dari seorang kerabat keluarganya yang bekerja di kantor
pemerintahan Prusia bernama Baron Von Westphalen. Baron inilah yang

1
Sindung Haryanto, Sosiologi Agama dari Klasik hingga Postmodern, (Yogyakarta: AR-
RUZZ MEDIA, 2015), hlm. 65.

2
menumbuhkan minat Marx terhadap sastra klasik. Marx pun akhirnya menikahi
putri Baron dan dikaruniai enam orang anak.2
Pada tahun 1935, Marx telah lulus dari sekolah menengah Gymnasium di
Trier ketika ia masih berusia 17 tahun. Kemudian ayahnya menyuruh dia untuk
belajar ilmu hukum di Bonn agar di kemudian hari dapat menggantikan ayahnya
sebagai pengacara dan notaris.
Selama tahun pertama belajar filsafat dan hukum di Universitas Bonn,
waktu Marx hanya dihabiskan untuk mabuk-mabukan dan berkelahi. Dia juga
berhasil mengelak dari wajib militer dengan alasan kesehatan. Dia tidak pernah
belajar serius sampai kepindahannya ke Universitas Berlin. Di universitas ini
beliau memfokuskan diri mempelajari sejarah dan filsafat, ia sama sekali tidak
berminat mempelajari hukum sebagaimana kehendak sang ayah. Universitas
Berlin adalah sebuah pusat pendidikan yang terletak di kota besar, tempat
berkumpulnya para ilmuwan, kantor-kantor pemerintahan dan intelektual-
intelektual muda berbakat, yang beberapa diantaranya sangat radikal. Universitas
Berlin dan Universitas lain di Jerman saat itu didominasi oleh pemikiran seorang
figure filosof besar Jerman, Georg Wilhelm Friedrich Von Hegel (1770-1831).3
System filsafat Hegelian sangat penting dalam memahami pemikiran Marx,
walaupun tidak bias dijelaskan dengan terma-terma yang sederhana. Kita perlu
melangkah sedikit ke belakang, karena Hegel tergolong filosof yang idealis yang
menjelaskan persoalan klasik filsafat tentang materi dan pikiran dengan
menyatakan bahwa hal-hal yang bersifat mental, seperti ide dan konsep-konsep,
adalah asal dari segala sesuatu yang ada di alam ini, sedangkan yang material
adalah bagian yang sekunder. Benda-benda materi adalah pengejawantahan dari

2
Daniel L. Pals, Seven Theories Of Religion Tujuh Teori Agama Paling Komprehensif, terj.
Inyiak Ridwan Muzir, (Yogyakarta:IRCiSoD, 2011), hlm.182.
3
Daniel L. Pals, Seven Theories…, hlm 182-183.

3
roh universal atau ide absolut. Pemikir manapun yang ingin mengenal Jerman
lebih dekat harus memahami terlebih dahulu konsep dan system-sistem idealis ini.4
Hal tersebut juga disadari Marx dan karenanya di Universitas ini Marx
masuk menjadi anggota Hegelian muda atau club young Hegelian, sebuah
kelompok diskusi yang mempelajari filsafat Hegel. Mereka bukan hanya
menerima pemikiran Hegel, tapi juga mengkritisinya. Pada waktu itu filsafat
hegel menjadi sebuah tren hampir diseluruh lapisan di jerman, terutama konsep
tentang politik yang pada akhirnya melegetimasi praktik kekuasaan secara ilmiah
rasional. Dan ajaran hegel menjadi semacam,sumber,ideology resmi Negara ini.
Pada wilayah struktur kekuasaan inilah bagian sayap kanan pemikiran hegel
sehingga kelompok lain yang radikal dan selalu melancarkan kritik keras terhadap
pemikiran filosof dan juga pemerintah waktu itu disebut sayap kiri yang juga
beraliran hegel. Kelompok ini beranggapan bahwa sekalipun Hegel benar ketika
menilai materi dan pikiran sebagai persoalan yang sangat fundamental, namun
solusi yang ditawarkan ternyata malah memutar balikkan kebenaran.5
Menurut kelompok ini, materi jauh lebih utama karena pikiran dunia
konsep dan ide-ide sebagai sesuatu yang begitu penting bagi para pemikir
hanyalah sebuah refleksi. Konsep dan ide-ide bagaikan warna merah pada buah
apel. Semua pasti sudah tau bahwa apel itulah yang lebih utama ketimbang warna
merah yang melekatinya. Marx mempertahankan pendapat ini mati-matian.6
Pada tahun 1841 Marx mengajukan disertasi doktornya tentang filsafat
Yunani di University of Jena, dengan judul The Difference Between The Natural
Philosophy Of Democritos and Natural Philosophy Of Epicurus tempat Hegel
menulis karya awalnya dan diyakini yang terbesar, the Phenomenology of spirit.7

4
Daniel L. Pals, Seven Theories…, hlm…, 183.
5
Daniel L. Pals, Seven Theories…, hlm…, 183.
6
Daniel L. Pals, Seven Theories…, hlm…, 183.
7
Bryan S. Turner, Sosiologi Agama, terj. Daryatno, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm.
56.

4
Dari disertasi ini kita dapat mengerti betapa besar pengaruh pemikiran
Hegel terhadap diri Marx. Marx berharap dapat mengajar di Universitas sebagai
seorang professor. Akan tetapi, persahabatannya dengan orang-orang Hegelian
muda dan ide-idenya yang sagat radikal tidak memungkinkan cita-cita terwujud.
Karenanya kemudian dia banting stir ke dunia jurnalistik. Pada tahun 1843 surat
kabar yang disunting Marx, Die Rheinische Zeitung, dibredel oleh pemerintah
Prusia. Sehingga Marx karena takut dipenjara lalu berpindah ke paris. Selama di
paris inilah dia mulai serius mengembangkan teori-teorinya sendiri. Dalam waktu
hampir tujuh tahun, dari 1843 sampai 1850, mulai dari Paris, Brusel dan kembali
lagi ke Jerman. Marx telah menghasilkan beberapa esai penting tentang politik dan
filsafat. Diantaranya adalah on the jewish question (1843), toward the critique of
hegel’s philosophy of right: introduction (1843), economic and philosophic
manuscripts (1844), the holy family: or A critique of All Critiques, dan lain
sebagainya. Dalam tulisan-tulisan tersebut Marx memformulasikan pandangan
materialismenya tentang manusia dan tujuan hidup manusia. Dia juga
mengemukakan ide-ide kuncinya tentang sejarah dan masyarakat, ekonomi dan
politik, hokum, moral, filsafat dan agama.8
Pada periode setelah meninggalkan Jerman sebelum tiba di London, Marx
mulai mengidentifikasi politik demokratis radikalnya sebagai communist, sebuah
tradisi politik baru yang dicoba dibangun oleh Marx dan sahabatnya Friedrich
Engels melalui karyanya communist manifesto 1848. Pada saat tinggal di London,
Marx terus menulis untuk surat kabar dan terlibat dalam politik radikal, di sinilah
ia mulai melakukan penelitian besarnya yang masih belum selesai pada saat
kematiannya pada 1883, berjudul capital: A Critique of Political Economy. Dalam
periode ini tulisan-tulisan Marx menjadi lebih terfokus pada apa yang kini kita

8
Daniel L. Pals, Seven Theories…, hlm…, 184.

5
sebut ilmu ekonomi tulisan tersebut merupakan satu upaya untuk memahami
dinamika dasar masyarakat kapitalis.9

B. Pandangan Karl Marx tentang agama

Menyangkut agama banyak orang di dunia ini terlanjur berasumsi bahwa


lawan dari iman atau agama Marx, sosialisme dan komunisme. Marxisme selalu
diposisikan sebagai lawan yang harus senantiasa diwaspadai oleh kaum beragama.
Hal ini terjadi karena dari sekian pengikut, pengkritik bahkan penafsir Marx sering
mendekatkan Marx dengan ateisme yang notabenenya menolak secara mentah apa
yang disebut Tuhan atau agama. mereka tidak pernah mencoba menjelaskan
bagian atau sisi mana dari agama yang dibenci oleh Marx. Hal itu terjadi karena
sebagian pengikut Marx terfokus kepada tulisan Marx tua dengan sama sekali
tidak menyentuh ide-ide Marx muda yang sebenarnya cukup terbuka. Setelah itu
akhirnya dimensi-dimensi kritis transformative pikiran-pikiran Marx kembali
diperhatikan setelah munculnya Neo Marxisme.10
Karena dari generasi ini tulisan-tulisan Marx yang tidak sempat
terpublikasikan kemudian ditemukan dan diterbitkan karena sebelumnya memang
tidak diterbitkan. Seperti Critique of 1843, Economic and philosophical
Manuscrip 1844, Theses On Feuerbach 0f 1845, The German Ideology of 1845

9
Bryan S. Turner, Sosiologi Agama…, hlm. 57.
10
Neo-Marxisme muncul di berbagai tempat di kawasan Eropa atas dasar suatu keprihatinan
terhadap para penafsir Marx seperti Engels hingga Lenin yang ortodoks Neo Marxisme ini sama sekali
tidak terikat dengan ajaran resmi Marxisme Leninisme, yang lebih banyak bersandar kepada terutama
tulisan Marx Manifesto Komunis dan Das Capital. Dalam Neo-Marxisme ini terdapat beberapa aliran
yaitu (1). Marxis Ilmiah kelompok pro status quo ini yang selalu mencari pembenaran ilmiah dari
Marx terhadap perilaku Lenin. (2) Marxis Humanis dengan tokohnya seperti George Lukacs dan terus
mengembangkan sosialisme humanis menolak sosialisme ilmiah dan lebih cenderung menelaah
tulisan-tulisan Marx waktu muda. (3) Marxis Kritis (mazhab Frankfurt, seperti Max Horkheimer,
Theodor Adorno dan Habermas). Mereka mengembangkan ilmu social dengan teori kritisnya, terutama
perhatiannya terhadap kritisisme Marx terhadap bangunan kapitalisme dan kemudian memuncullah
tafsir kontekstual dari mereka tentang Marx dan teori kritisnya yang disempurnakan. (4) New Left
dengan Harbert Marcuse, Erick Fronun yang merupakan sempalan mazhab Frankfurt yang pindah ke
Amerika Serikat, dan di sana mereka mengembangkan sikap kritis terhadap lembaga-lembaga formal.
Di ambil dari Bakarudin Rosyidi Ahmad, pemikiran Karl Marx tentang Alienasi, hlm. 76.

6
adalah tulisan monumental Marx muda, yang berkaitan langsung dengan alienasi
oleh Engels hingga Lenin tidak pernah dikupas dan diterbitkan, mereka hanya
tertarik kepada manifesto dan Das capital yang merupakan tulisan-tulisan Marx
tua. Persoalan agama serta alienasi sebenarnya banyak dan dianalisis dalam masa
Marx muda, dengan demikian kedua hal itu syarat dengan muatan filosofis yang
mana ia pada itu adalah sosok pemikir filosofis dan belum terkontaminasi oleh
persoalan ekonomi dan politik. Gagasan yang dibangun saat muda mencerminkan
suatu pemikiran dan sikap humanis, sebab dari keseluruhannya adalah dalam
rangka membebaskan manusia dari segala macam belenggu dan represi termasuk
arogansi elite agama yang pada waktu itu rekayasa sosialnya sangat menindas.
pandangan Marx tentang agama yang terkenal adalah menyatakan agama sebagai
bentuk Alienasi (keterasingan) pandangan ini merupakan awal tercipta konsep
Marx yang manyatakan agama sebagai candu masyarakat. Untuk selanjutnya akan
di jelaskan bagaimana pandangan Marx tentang agama sebagai bentuk alienasi.
1. Agama sebagai bentuk alienasi (keterasingan)

Keterasingan (Alienasi) merupakan konsep sosiologi untuk


menunjukan suatu kondisi yang mencerminkan rendahnya relasi social dan
tingginya isolasi individu dari individu lain atau individu dari sekelompok
orang dalam suatu komunitas atau lingkungan. Istillah ini dipergunakan secara
luas, baik untuk menggambarkan keadaan psikologi pribadi maupun kondisi
hubungan social. Istillah keterasingan berasal dari bahasa latin, alienus, yang
berarti tempat lain atau orang lain. Istillah keterasingan telah digunakan
selama berabad-abad dengan defenisi yang variatif, bahkan kadang-kadang
bertentangan makna antara satu defenisi dengan defenisi yang lain.11
Dalam teori Marx keterasingan digambarkan sebagai aspek
Gattungswesen (esensi-spesies) dari rasa asing yang dialami manusia.

11
Muhammad Ali Fakih, Biografi Lengkap Karl Marx Pemikiran dan Pengaruhnya,
(Yogyakarta: Labirin, 2017), hlm. 81.

7
Keterasingan tersebut merupakan konsekuensi dari hidup mereka dalam
masyarakat di mana kelas sosialnya bertingkat. Dasar teori keterasingan Marx
adalah bahwa dalam cara produksi kapitalis, para pekerja selalu kehilangan
kemampuan untuk menentukan hidup dan takdir mereka. Para pekerja
kehilangan hak untuk berpikir tentang bagaimana mereka menentukan
tindakan mereka sendiri, untuk menentukan karakter tindakan mereka sendiri,
untuk mendefenisikan hubungan mereka dengan orang lain, dan untuk
memiliki barang atau jasa yang telah dihasilkan oleh mereka. Meskipun para
pekerja otonom dan sadar bahwa dirinya sebagai suatu entitas ekonomi, tetapi
kegiatan dan tujuan hidupnya didikte oleh kaum borjouis sebagai pemilik alat-
alat produksi, tempat dimana para pekerja bekerja. Kaum borjuis melakukan
hal itu dalam rangka memaksimumkan nilai lebih yang diperas dari keringat
para pekerja demi syahwat ekonomi mereka.12
Bagi Marx, kapitalisme memicu tindakan sewenang-wenang para
pemilik modal untuk menindas dan memeras kaum pekerja demi
kepentingannya sehingga menyebabkan pekerja teralienasi atau mengalami
keterasingan dalam menjalani aktivitas pekerjaannya.13
Begitupun juga dengan agama yang menciptakan sebuah alienasi,
menurut Marx, agama merampas potensi-potensi ideal kehidupan alami
manusia dan mengarahkannya kepada sebuah realitas asing yang kita sebut
Tuhan. Agama telah merampas nilai lebih kita sebagai manusia dengan
memberikannya kepada Tuhan, begitu juga dengan ekonomi kapitalis yang
telah merampas pekerjaan kita, ekspresi kesejatian diri kita dan kemudian
memberikannya dalam bentuk komoditi kepada kaum kaya yang akan
menjualnya. Kemiripan dalam hal yang sama-sama buruk ini bukan terjadi
secara kebetulan saja. Keterasingan yang terdapat dalam sebuah agama pada

Muhammad Ali Fakih, Biografi Karl Marx…, hlm. 82-83.


12
13
Derajat Fitra Marandika, Keterasingan Manusia Menurut Karl Marx, Tsaqafah Vol 14, No
2, November 2018, hlm. 303.

8
dasarnya adalah sebuah gambaran ketidakberesan yang terdapat dalam sebuah
pondasi masyarakat, yaitu ekonomi. Maka bukti-bukti alienasi yang terdapat
dalam agama tersebut harus dilihat sebagai refleksi, sebuah pantulan
keterasingan manusia yang paling nyata. Dan keterasingan ini lebih bersifat
ekonomi dan material ketimbang spiritual. Atas dasar ini, tentu sulit dipahami
kenapa agama bagi kebanyakan masyarakat merupakan kekuatan terbesar dan
tempat pelarian terakhir. Sebab agama mempunyai kelebihan tersendiri,
agama mampu memberikan dan mengarahkan kebutuhan emosional manusia
yang teralienasi, manusia yang tidak bahagia. Dengan alasan inilah Marx
menuliskan ungkapan pedas terhadap agama yang sangat terkenal itu:
Kepedihan yang dialami manusia dalam agama pada saat yang sama
adalah ekspresi kepedihan yang lebih dalam, yaitu kepedihan dalam
ekonomi dan merupakan bentuk proses melawan kepedihan yang lebih
dalam tersebut. Agama adalah lambang ketertindasan, agama adalah
hati dari sebuah dunia yang tidak mempunyai nurani, agama adalah
roh dari keadaan yang tidak punya jiwa sama sekali. Agama adalah
candu masyarakat. Untuk meraih kebahagiaan yang sebenarnya,
manusia harus mengahpaus agama, karena dia hanya memberikan
kebahagiaan khayalan. Tuntutan untuk menghilangkan khayalan yang
diberikan agama adalah tuntutan untuk menghilangkan kondisi-kondisi
yang membutuhkan khayalan-khayalan itu sendiri.14
Maka menurut Marx fungsi yang dimainkan agama dalam kehidupan
masyarakat sama seperti candu pada diri seseorang. Dengan agama
penderitaan dan kepedihan yang dialami oleh masyarakat yang tereksploitasi
dapat diringankan melalui fantasi tentang dunia spiritual tempat dimana tidak
ada lagi penderitaan, tidak ada lagi penindasan.15
Kepercayaan-kepercayaan keagamaan, yakni pengakuan atas
kebenaran mutlak dan tertinggi dogma-dogma aturan-aturan tingkah lakunya,
lebih tipikal terhadap kelas tertindas daripada terhadap para penindasnya,
kondisi mereka yang tidak memiliki hak apa-apa, dan karena itu juga tidak

14
Daniel L. Pals, Seven Theories…, hlm…, 203-204.
15
Daniel L. Pals, Seven Theories…, hlm…, 205.

9
memiliki hak untuk mengatur lingkungan hidup mereka, tercermin dalam
penyerahan diri mereka kepada agama. bagi mereka agama mengesahkan
tatanan ekonomik dan politik yang menempatkan mereka dalam posisi
tertindas, dan memberikan kompensasi atas penderitaan-penderitaan mereka
berupa fantasi-fantasi dalam kehidupan di akhirat kelak.16
Menurut Marx candu itu memberikan kepuasan, tetapi kepuasan itu
semu karena tidak mengubah situasi buruk si pecandu. Agama menjanjikan
ganjaran di akhirat. Maka rakyat kecil bukannya memperjuangkan perbaikan
nasib mereka, tetapi malah bersedia menerima penindasan yang dideritanya,
hal yang justru menguntungkan kelas-kelas yang menindas.17 lebih lanjut
Marx mengungkapkan:

Penderitaan agama merupakan ekspresi penderitaan rill sekaligus


protes terhadap penderttaan rill. Agama merupakan lenguhan makhluk
tertindas, kalbu dari dunia tanpa hati, dan jiwa dari situsi tanpa asa.
Agama adalah candu manusia. Agama sebagai kebahagiaan semu
manusia merupakan tuntutan akan kebahagiaan sejati mereka.
Tuntutan untuk melepaskan ilusi-ilusi kondisi mereka merupakan
tuntutan untuk melepaskan kondisi yang melahirkan yang melahirkan
ilusi. Oleh karena itu, kritikan atas agama merupakan benih kritikan
terhadap lembah air mata yang koronanya berupa agama. kritikan telah
mencabuti bunga-bunga imajiner dari belenggu bukannya agar
manusia dapat mencampakkan belenggu tersebut tanpa imajinasi atau
rasa nyaman, namun agar manusia dapat mencampakkan belenggu
tersebut dan mencabuti bunga-bunga nyata. Kritikan atas agama
16
Betty R. Scharf, Sosiologi Agama, terj. Machnun Husein (Jakarta: Prenada Media, 2004),
hlm. 125.
17
Agama yang dikritik Marx dalam konteks ini adalah agama Kristen di masanya hidup.
Karena waktu itu, kaum agama juga ikut melegitimasi penindasan yang dilakukan kelas atas terhadap
kelas bawah. Marx mengungkapkan: menjustifikasi perbudakan di zaman dulu, memuja perbudakan
yang terjadi di abad pertengahan, dan bila perlu, agama Kristen akan memberikan petunjuk bagaimana
cara mempertahankan penindasan atas kaum proletariat, walaupun agama Kristen tetap bermuka manis
kepada mereka. Prinsip-prinsip social agama Kristen menyerukan pentingnya kelas penguasa dan kelas
tertindas. Mereka mengajarkan kesalehan kepada kelas tertindas dan kedermawanan bagi kelas
penguasa. Prinsip-prinsip social agama Kristen menyatakan bahwa seluruh perlakuan buruk penindas
kepada tertindas merupakan ganjaran dari asal manusia dan juga merupakan cobaan Tuhan yang akan
memberikan pahala bagi mereka yang mau memohon ampun atas dosa dan bersabar atas cobaan itu.
Prinsip-prinsip social Kristen selalu mengajarkan ketakwaan, kerendahan hati, kehinaan diri, berserah
diri dan tidak berlaku sombong. Diambil dari Daniel L. Pals Seven Theories of Religion, hlm. 206-207.

10
melepaskan manusia dari ilusi sehingga dia bias berpikir, bertindak,
dan membentuk realitanya sendiri sebagaimana seseorang yang
terbangun dari tidur lelapnya, sehingga dia dapat menyadari dirinya
sendiri sebagai matahari yang nyata bagi dirinya. Agama hanyalah
matahari semu yang mengitari manusia sepanjang dia tidak dapat
menyadari dirinya sendiri.18
Berdasarkan titik-tolak Marx inilah, khayalan-khayalan tentang dunia
fantasi ini menjadikan agama sebagai bisnis yang sangat menguntungkan.
Dengan demikian jika ternyata Tuhan atau alam ghaib itu tidak ada, maka
beragama sama saja dengan mengkonsumsi candu semata-mata untuk pelarian
dari kenyataan. Celakanya lagi, dalam kaitannya dengan usaha melawan
kekuatan yang mengeksploitasi dunia, kondisi masyarakat seperti di atas juga
berakibat sangat buruk. Dengan kekuatan apakah masyarakat miskin dapat
merubah keadaan yang menjepit mereka, kalau pemikiran mereka masih
diracuni hal-hal ukrawi, bagaimana bisa mereka mengorganisir kekuatan,
merencanakan perlawanan dan memulai revolusi, kalau harapan akan
kehidupan surgawi menyebabkan mereka tidak ingin merubah semua itu
kecuali dengan mempergunakan langkah-langkah yang ada dalam ritual dan
upacara-upacara untuk kehidupan ukhrawi. Agama telah membuat pandangan
mereka hanya tertuju ke atas, kepada Tuhan, padahal seharusnya pandangan
itu ditujukan ke bawah untuk melihat ketidakadilan kehidupan material
mereka, ke dalam kehidupan fisis mereka sendiri.19
Mengapa Marx sangat keras dalam mengkritik agama yang dipahami
sebagai lambang ketertindasan. Sebenarnya pemikiran beliau yang seperti ini
dipengaruhi oleh kondisi dan konteks yang dihadapi Marx semasa hidupnya.
Mengingat sebagian besar pemikiran beliau lahir dari pengalaman dan konteks
yang dihadapi.

18
Bryan S. Turner, Sosiologi Agama…, hlm. 62.
19
Daniel L. Pals, Seven Theories…, hlm…, 205.

11
Pada masanya masyarakat kapitalis menjadikan agama sebagai alat
untuk mengeksploitasi buruh. Pemilik modal dalam hal ini menggunakan
fatwa-fatwa dari gereja untuk misalnya melegitimasi kerja lembur malam hari
termasuk bagi buruh perempuan. Kaum buruh juga dibuai dengan ideologi-
ideologi yang membius, misalnya kerja keras merupakan bentuk pengabdian
kepada Tuhan dan bahwa kekayaan dan kemiskinan merupakan sesuatu yang
sudah diatur Tuhan. Kaum buruh juga dibuai dengan janji akan masuk surga
jika mereka ikhlas dengan penderitaannya ketika di dunia. Dalam kondisi
demikian, Marx percaya bahwa agama dapat menjadi penghalang perubahan
karena agama merupakan bentuk Kontrol social yang menyebabkan kelas
buruh berada dalam kondisi kesadaran palsu. Dengan demikian agama
mendistorsi realitas, suatu ideology yang melegitimasi ketidakadilan tatanan
sosial.20
Agama adalah alat kekuasaan yang menguntungkan. Agama dapat
menjamin proses produksi berlangsung secara terus menerus. Bagi orang-
orang tertindas, agama tidak menjanjikan perubahan apapun kecuali
melanggengkan penindasan. Dengan justifikasi agama, yang kaya dapat
menjadi semakin kaya dan yang miskin tetap dalam kemiskinannya.21
Marx mempunyai pandangan yang bertentangan dengan dogma-
dogma agama dunia pada umumnya. Jika agama-agama besar dunia memiliki
kepercayaan bahwa Tuhan menciptakan manusia, Marx berpandangan bahwa
manusia menciptakan Tuhan dalam pemikirannya. Agama dalam hal ini
merupakan kesadaran diri manusia baik yang belum menemukan dirinya
maupun yang kehilangan dirinya sendiri. Masyarakat mencipatakan agama.
dalam hal ini agama merupakan simbol makhluk tertindas. Agama merupakan
candu masyarakat. Agama layaknya obat yang tidak menyembuhkan penyakit,

Sindung Haryanto, Sosiologi Agama dari Klasik…, hlm. 66-67.


20
21
M Isbah, Agama Dan Alienasi Manusia (Refleksi Atas Kritik Karl Marx Terhadap Agama,
Komunika Vol. 9, No. 2, Juli-Desember 2015. hlm. 200.

12
tetapi hanya mengurangi rasa sakit. Sebagai ideology, agama membantu
merekonsiliasi kelas penguasa dan memberikan harapan ilusi mengenai dunia
spiritual yang lebih baik pada masa mendatang. Jadi kekayaan dilegitimasi
dan berpotensi menimbulkan perlawanan kelas.22
Agama adalah bentuk ideology yang paling ekstrem dan paling nyata
sebuah system kepercayaan yang tujuan utamanya adalah dapat memberikan
alasan dan hukum-hukum agar seluruh tatanan dalam masyarakat bisa berjalan
sesuai dengan keinginan penguasa. Pada kenyataannya, agama sangat
bergantung pada kondisi ekonomi, sebab tidak satupun doktrin dan
kepercayaan-kepercayaan agama yang mempunyai nilai independen.
Walaupun doktrin satu agama berbeda dengan agama lain, namun bentuk-
bentuk spesifik yang ada dalam berbagai masyarakat pada akhirnya
bergantung pada satu hal, yaitu kondisi social kehidupan yang pasti juga
bergantung pada kekuatan materi yang bisa mengatur masyarakat dimanapun
dan kapanpun. Marx menegaskan bahwa kepercayaan terhadap Tuhan atau
dewa-dewa adalah lambang kekecewaan atas kekalahan dalam perjuangan
kelas. Kepercayaan tersebut adalah sikap memalukan yang harus dienyahkan,
bahkan dengan cara paksaan.23
Baginya kepercayaan terhadap Tuhan dan keselamatan surgawi bukan
hanya sekedar sebuah ilusi, tetapi bahkan melumpuhkan dan memenjarakan
manusia. Agama telah melumpuhkan para buruh dengan membayangkan
kepada mereka fantasi-fantasi, sehingga rasa marah dan Frustasi yang mereka
perlukan untuk menggalang revolusi menjadi mati. Keinginan untuk masuk
surga membuat mereka cukup puas dengan apa yang ada bumi. Pada saat yang
sama, agama juga memenjarakan manusia dengan memperkenalkan
penindasan melalui penciptaan system kepercayaan yang mengajarkan bahwa

22
Sindung Haryanto, Sosiologi Agama dari Klasik…, hlm. 67-68.
23
Daniel L. Pals, Seven Theories…, hlm…, 201.

13
penderitaan dan kemiskinan adalah kenyataan hidup yang harus diterima dan
dijalani dengan tabah.24
Dengan menyebut agama sebagai ideologi, agama memberikan
kesadaran palsu karena mendistorsi realitas dengan menutupi realitas sosial
yang sebenarnya. Agama memberikan sebuah kesadaran palsu untuk
menerimarealitas apa adanya dan menganggapnya sebagai kebenaran
sehingga taken forgranted. Kesadaran palsu ini pada gilirannya akan
mengalienasikan manusia dari dirinya dan dari realitas masyarakat di
sekelilingnya. Kondisi ini akan semakin memperteguh kemapanan.

KESIMPULAN

Gugatan Karl Marx terhadap agama, seperti halnya kritik tokoh-tokoh pemikir
lain, tentu menyentak kesadaran komunitas agama, karena bagi mereka agama
dipandang sebagai bagian eksistensial manusia yang bersifat primordial. Namun
demikian, kritik ini tidak perlu dihadapi secara defensif apologetik. Sikap yang
bijaksana perlu dikedepankan, karena kritik bisa dijadikan otokritik atas kekurangan
model keberagamaan kita yang bersifat formal.
Dengan memahami konteks sosial Karl Marx, kritiknya terhadap agama dapat
dipahami sebagai kegelisahannya atas model keberagamaan yang dominan saat itu
yang justru menjadi alat kekuasaan. Eksistensi agama bukannya meningkatkan
kualitas kemanusiaan, tapi justru dimanipulasi untuk memberikan legitimasi etis
untuk mengeksploitasi dan menindas masyarakat miskin dan marginal. Agama
mengalienasikan manusia dari diri dan realitas sosial, sehingga dosa sosial dapat
terjadi secara sistemik.

24
Daniel L. Pals, Seven Theories…, hlm…, 207.

14
Kritik Marx di atas bisa dijadikan pijakan untuk merekonstruksi teologi yang
humanis yang mampu membebaskan dan mengemansipasi manusia dari segala
belenggu. Untuk itu, teologi pembebasan bisa menjadi dasar praksis untuk melakukan
berbagai transformasi sosial. Dalam konteks ini, beragama tidak hanya berimplikasi
munculnya kesalehan individual tapi lebih-lebih kesalehan sosial. Keimanan tidak
semata-mata dihayati sebagai persoalan personal, namun realisasinya dalam wilayah
sosial justru menjadi konsekuensi iman yang paling penting. Seorang yang beriman
harus menjadi “intervensionis” yang mengubah sejarah demi tetap terciptanya
masyarakat yang sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan universal.

15

Anda mungkin juga menyukai