Desember 2017
1. Penulis Kitab Matius
Walaupun dokumen ini tidak mencantumkan nama penulisnya, namun kesaksian
semua bapa gereja yang mula-mula (sejak kira-kira tahun 130 M) menyatakan bahwa
Injil ini ditulis oleh Matius. Matius adalah seorang pemungut cukai (petugas pajak pada
zaman itu) yang menjadi salah satu dari kedua belas rasul Yesus. Meskipun ada yang
menduga ditulis oleh Matius lain yang hidup 80 tahun setelah Yesus wafat. Namun,
penemuan naskah papirus yang sekarang disimpan di Magdalen
College, Oxford, Inggris, menunjukkan bahwa Injil Matius ini sudah selesai ditulis
sebelum tahun 66.
Irenaeus menulis:
"Matius, sekali lagi, mengisahkan penjelmaan-Nya (Yesus) sebagai seorang
manusia, katanya, ‘Inilah silsilah Yesus Kristus, anak Daud, anak Abraham;’ dan
juga, ‘ Kelahiran Yesus Kristus adalah seperti berikut.’ Jadi, ini adalah Injil
Kemanusiaan-Nya; dengan alasan itu juga (karakter) manusia yang rendah hati
dan lembut ini terus dinyatakan dalam seluruh Injil." (Melawan Ajaran
Sesat 3.11.8)
Epifanius (atau Epiphanius; ~320-403 M) yang hidup sezaman dengan Hieronimus
(=Jerome) menulis dalam catatannya "Panarion" bahwa Matius menulis Injil dalam
bahasa Yunani yang dikutipnya dan dengan jelas ia menggunakan frasa baku yang
menyatakan status pengarang.[1]
Penemuan naskah-naskah papirus, "The Oxford Papyri", oleh Prof. Casten Peter
Thiede, memberi bukti kuat bahwa Injil Matius ditulis sebelum tahun 65 M. Di antara
naskah-naskah tersebut ditemukan 3 lembar yang berisi ayat-ayat dari Injil Matius pasal
26, tentang pengurapan Yesus di rumah Simon, orang lepra di Betania, dan
pengkhianatannya oleh Yudas Iskariot. Di antara naskah-naskah itu juga ditemukan
surat dari seorang petani bernama Harmiysis yang mengajukan banding pada
pengadilan Romawi untuk menambah jumlah ternaknya dengan menyebut tanggal
"tahun ke-12 kaisar Nero, Epeieph 30." atau pada penanggalan Gregorian, 24 Juli
65/66 M.
Beberapa sarjana Alkitab percaya bahwa Injil ini merupakan Injil yang pertama
ditulis, sedangkan ahli-ahli yang lain beranggapan bahwa Injil yang ditulis pertama
adalah Injil Markus.
3. Penerima Kitab Matius
Matius ingin sekali agar pembacanya memahami bahwa:
1. Hampir semua orang Israel menolak Yesus dan kerajaan-Nya. Mereka tidak mau
percaya karena Ia datang sebagai Mesias yang rohani dan bukan sebagai
Mesias yang politis (yang akan membebaskan mereka dari penjajahan Romawi.
2. Hanya pada akhir zaman, Yesus akan datang dalam kemuliaan-Nya sebagai
Raja segala raja untuk menghakimi dan memerintah semua bangsa.
4. Zaman dan Situasi Penulisan Kitab Matius
Jika Injil Markus ditulis untuk orang Romawi dan Injil Lukas untuk Teofilus dan
semua orang percaya bukan Yahudi, maka Injil Matius ditulis untuk orang percaya
bangsa Yahudi.
Latar Belakang Yahudi dari Injil ini tampak dalam banyak hal, termasuk:
Perceraian (19:1–12)
Yesus memberkati anak-anak (19:13–15)
Orang muda yang kaya (19:16–26)
Upah mengikut Yesus (19:27-30)
Perumpamaan tentang orang-orang upahan di kebun anggur (20:1–16)
Pemberitahuan ketiga tentang penderitaan Yesus ((20:17-19)
Permintaan ibu Yakobus dan Yohanes
Bukan memerintah melainkan melayani (20:20–28)
Yesus menyembuhkan dua orang buta (20:29-34)
Yesus dielu-elukan di Yerusalem (21:1–11)
Yesus menyucikan Bait Allah (21:12–17)
Yesus mengutuk pohon ara (21:18–22)
Pertanyaan mengenai kuasa Yesus (21:23-27)
Perumpamaan tentang dua orang anak (21:28–32)
Perumpamaan tentang penggarap-penggarap kebun anggur (21:33-46)
Perumpamaan tentang perjamuan kawin (22:1-14)
Tentang membayar pajak kepada Kaisar (22:15–22)
Pertanyaan orang Saduki tentang kebangkitan (22:23-33)
Hukum yang terutama (22:34–40)
Hubungan antara Yesus dan Daud (22:41-46)
Yesus mengecam ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi (23:1-36)
Keluhan terhadap Yerusalem (23:37-39)
Kotbah tentang akhir zaman
^ a b The Hebrew and Greek Gospels Written by Matthew the Apostle of Jesus
Christ. The Main Evidence. ("Injil bahasa Ibrani dan Yunani ditulis oleh Matius
rasul Yesus Kristus. Bukti Utama.) oleh Rev. Ron Jones dan the Titus Institute.
^ Thomas, Robert L. and Farnell, F. David, Jesus Crisis, Kregel Publications,
1998, 53.
^ a b c Why Matthew is the First Gospel – and not Mark (or Q) oleh Dr Taylor
Marshall
^ St. Augustine, The Harmony of the Gospels, 2.
^ a b c Old texts make case that Matthew wrote first gospel ("Teks kuno memberi
kesaksian bahwa Matius yang pertama menulis Injil")
^ Was Mark the First Gospel? - Josh McDowell Ministry
^ Papias. Explanation of the Sayings of the Lord [dikutip oleh Eusebius dalam
History of the Church 3:39].
^ Irenaeus. Melawan Ajaran Sesat 3:1:1.
^ Origen. Commentaries on Matthew [dikutip oleh Eusebius dalam History of the
Church 6:25].
^ Eusebius. History of the Church 3:24 [inter 300-325].
^ Eusebius, Questiones Ad Marinum (Membandingkan Mat 28:1 dengan Yoh
20:1)
^ Kutipan ini dari "Bukti-bukti Injil" ("Proof of the Gospel Being The Demonstratio
Evangelica of Eusebius of Caesarea"), Tr. W.J. Ferrar, Vol.1 The Macmillan
Company, New York, 1920 (CCEL).
^ Owen, John, A commentary, critical, expository and practical, on the Gospels
of Matthew and Mark, New York, Leavitt and Allen, 1857, 398
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………ii
1. Penulis Kitab…………………………………………………………………1
2. Waktu dan Tempat Penulisan………………………………………..2
3. Penerima Kitab…………………………………………………………..…3
4. Zaman dan Situasi Penulisan Kitab………………………………...4
5. Tujuan Penulisan Kitab………………………………………………….5
6. Garis – garis Besar Isi Kitab………………………………..................6
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..iii
1. Penulis Kitab Markus
1. Penulis Injil ini adalah Markus, yang disebut juga
Yohanes,[1] kemenakan Barnabas, rekan sekerja Paulus[2] dan yang
disebut Simon Petrus sebagai "anaknya", yaitu "anak rohani" atau murid
terdekatnya.[3]
2. Menurut catatan gereja mula-mula, Markus menulis Injilnya berdasarkan
penuturan Petrus. Eusebius mengutip tulisan Papias (~60-130), uskup
Hierapolis, sekitar tahun 120, demikian:[4]
“
Ini juga dikatakan oleh penatua (Yohanes): Markus, yang menjadi
penterjemah bagi Petrus, menulis dengan teliti, meskipun tidak berurutan,
apa yang diingat-nya [Petrus] dari perkataan atau tindakan Kristus. Karena
dia [Markus] tidak mendengar sendiri maupun menjadi pengikut langsung
dari Tuhan, tetapi kemudian, seperti saya katakan, menjadi pengikut
Petrus, yang menyesuaikan pengajarannya menurut kebutuhan
pendengarnya, tetapi tidak dengan maksud untuk memberikan riwayat
yang beruntunan dari pengajaran Tuhan, sehingga Markus tidak keliru
ketika menuliskan sejumlah hal menurut ingatannya. Karena dia berhati-
”
hati dalam satu hal, yaitu tidak menghilangkan apa pun yang didengarnya,
maupun tidak menyatakannya dengan tidak tepat." Hal-hal ini dituliskan
Papias mengenai Markus.
2. Waktu dan Tempat Penulisan Kitab Markus
Injil Markus, bersama-sama dengan Injil Matius dan Injil Lukas seringkali disebut
sebagai Injil Sinoptik, karena kemiripan isi ketiga buku tersebut. Secara tradisi,
Yohanes Markus dipercaya menulis buku ini antara tahun 64-67. Menuruti
tulisan Agustinus dari Hippo, gereja mula-mula berpendapat bahwa Injil ini ditulis
setelah Matius menulis Injil Matius, namun sejumlah sejarawan modern berpendapat
bahwa Injil Markus merupakan Injil yang paling awal ditulis, dan kedua Injil Sinoptik
lainnya menggunakan Injil Markus sebagai sumber mereka.
Markus menulis Injil ini terutama untuk orang-orang Yunani atau Grika dan
bangsa-bangsa lainnya yang berbicara bahasa Yunani di kekaisaran Romawi, berbeda
dengan Matius rupanya yang menulis untuk orang-orang Yahudi. Hal ini dapat dilihat
dari pilihan kata yang digunakan, referensi-referensi Perjanjian Lama yang
dicantumkan, penjelasan tentang adat-istiadat orang Yahudi yang ditujukan kepada
kaum non-Yahudi.
Markus juga menggunakan istilah Anak Allah untuk menyebut
Tuhan Yesus (Markus 1:1), bandingkan dengan Matius yang menggunakan istilah Anak
Daud (Matius 1:1) dan Lukas yang menggunakan istilah Anak Manusia dan Yohanes
yang memakai istilah Firman atau bahkan Allah.
Markus menulis Injil ini terutama untuk orang-orang Yunani atau Grika dan
bangsa-bangsa lainnya yang berbicara bahasa Yunani di kekaisaran Romawi, berbeda
dengan Matius rupanya yang menulis untuk orang-orang Yahudi. Hal ini dapat dilihat
dari pilihan kata yang digunakan, referensi-referensi Perjanjian Lama yang
dicantumkan, penjelasan tentang adat-istiadat orang Yahudi yang ditujukan kepada
kaum non-Yahudi.
Wanita-wanita Mengunjungi Kubur Yesus yang kosong (Lukas 24:1-3, Markus 16:2-
4, Yohanes 20:2)
Para Malaikat Menampakkan Diri (Lukas 24:4-8; Matius 28:5-7, Markus 16:5-7)
Laporan dari Wanita-wanita (Lukas 24:8-11)
Petrus dan Yohanes ke kubur (Lukas 24:12, Yohanes 20:3-10)
Yesus Menampakkan Diri kepada Murid-murid yang Sedang Menuju ke
Emaus pada Petang Hari di Minggu Paskah (Lukas 24:13-32, Markus 16:12)
Yesus Menampakkan Diri kepada Petrus pada Minggu Paskah (Lukas 24:33-35,
Markus 16:13, 1 Korintus 15:5)
Yesus Menampakkan Diri Kepada Sebelas Murid tanpa Tomas di Yerusalem pada
Petang Minggu Paskah (Lukas 24:36-49, Markus 16:14-18, Yohanes 20:19-25)
Yesus Menampakkan Diri Kepada Sebelas Rasul di Gunung Zaitun pada Hari Ke
Empat Puluh Setelah Paskah (Kisah Para Rasul 1:3-8, Lukas 24:50)
Kenaikan Yesus Ke Sorga (Lukas 24:51-53; Kisah Para Para Rasul 1:9-12, Markus
16:19-20)
Persoalan kedua adalah banyaknya orang kaya yang sudah menjadi
Kristen.[1] Orang-orang kaya ini kemudian menimbulkan masalah di dalam
jemaat.[1] Mereka memiliki watak yang egois dan tamak serta mengabaikan keadaan
orang miskin.[1] Karena ketamakan ini, mereka berada pada posisi yang berbahaya dan
mereka dapat dengan mudah jatuh dari imannya.[1] Persoalan ketiga adalah mengenai
hubungan gereja dan negara.[1] Hubungan keduanya digambarkan oleh Injil Lukas
tidaklah saling bermusuhan atau terlibat dalam konflik.[1]
Daftar Pustaka
1. ^ David L. Bartlett. 2003. Pelayanan dalam Perjanjian Baru. Jakarta: BPK
Gunung Mulia. Hlm 114-142.
2. ^ a b c d e f g h i j k l Merrill C. Tenney. 1995. Survei Perjanjian Baru. Malang:
Yayasan Penerbit Gandum Mas. Hlm 231-245.
3. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u Samuel Benyamin Hakh. 2010. Perjanjian Baru:
Sejarah dan Pokok-pokok Teologisnya. Bandung: Bina Media Informasi. Hlm
302-310.
4. ^ a b Bambang Subandrijo. 2010. Menyingkap Pesan-pesan Peranjian Baru
2.Bandung: Bina Media Informasi. Hlm 82-84.
5. ^ a b The New Oxford Annotated Bible. 4th ed. New York: Oxford Press, 2010.
6. ^ Graham N. Stanton. 1989. The Gospels and Jesus. New York: Oxford
University Press. Hlm 114.
7. ^ May, Herbert G. and Bruce G. Metzger, The New Oxford Annotated Bible with
the Apocrypha, Revised Standard Version, New York: Oxford University Press,
1977, p. 1286
8. ^ Judul perikop menurut TB LAI
ROMA
Rencana Paulus sendiri berubah karena ancaman orang Yahudi, sehingga Paulus tidak
jadi naik kapal dari Korintus, melainkan berjalan kaki ke Makedonia[17] dan berlayar
ke Yerusalem dari Filipi pada musim semi tahun berikutnya (58 M).[18]. Paulus baru
sampai di [Roma]] setelah ditangkap dan diadili di Yudea.[19]
4. Daftar Pustaka
1. ^ Pengantar Alkitab Lembaga Alkitab Indonesia, 2002
2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae af ag ah ai Samuel Benyamin
Hakh. 2010, Perjanjian Baru: Sejarah, Pengantar dan Pokok-pokok Teologisnya.
Bandung: Bina Media Informasi. hlm. 201-210.
3. ^ M.E. Duyverman. 1990, Pembimbing ke dalam Perjanjian Baru. Jakarta: BPK
Gunung Mulia. hlm. 94-101.
4. ^ a b c (Indonesia) John Drane. 2005, Memahami Perjanjian Baru. Jakarta: BPK
Gunung Mulia. hlm. 369-372.
5. ^ a b The Nelson Study Bible. Thomas Nelson, Inc. 1997
6. ^ a b c d e f (Indonesia) William Barclay. 1986, Pemahaman Alkitab Setiap Hari -
Roma. Jakarta: BPK Gunung Mulia. hlm. 9-21.
7. ^ a b c d e f g (Inggris) Udo Schnelle. 2005, Apostle Paul, His Life and Theology.
Grand Rapids Michigan: Baker Academic. hlm. 306-310.
8. ^ a b Hadiwiyata, A.S. 2002. Tafsir Alkitab Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisus.
9. ^ Th. Van den End. 2003. Tafsiran Alkitab: Surat Roma. Jakarta: BPK Gunung
Mulia. Hal. 4
10. ^ 1 Korintus 16:1-3; 2 Korintus 8:1-9:1
11. ^ Roma 15:22-29
12. ^ Roma 16:1
13. ^ Roma 16:2
14. ^ John Arthur Thomas Robinson (1919-1983). "Redating the New Testament".
Westminster Press, 1976. 369 halaman. ISBN 10: 1-57910-527-0; ISBN 13: 978-
1-57910-527-3
15. ^ A. Harnack, Geschichte der altchristlichen Litteratur bis Eusehius, Leipzig
1893-7, vol. II.
16. ^ W. G. Kummel, "Introduction to the New Testament" (Heidelberg i963),ET
1966; 21975.
17. ^ Kisah Para Rasul 20:3
18. ^ Kisah Para Rasul 20:6
19. ^ Kisah Para Rasul 28:17-31
20. ^ a b c (Inggris) Frank Tielman. 2005, The Theology of the New Testament.
Grand Rapids Michigan: Zondervan. hlm. 368-370.
21. ^ Roma 12:1
Surat Paulus yang Pertama kepada Jemaat di
Korintus
Penulis dan Tempat Penulisan Surat I Korintus
Surat ini menyebut Paulus sebagai pengarang utama surat ini,
bersama Sostenes, seperti yang tertulis di 1 Korintus 1:1. Nampaknya surat ini ditulis
dengan bantuan seorang sekretaris (mengingat tidak mudahnya penulisan surat di atas
kertas perkamen, tetapi di akhir surat ini, Paulus menulis dengan tulisan tangannya
sendiri.[7] Ia menulis surat ini di kota Efesus.[8]
Waktu penulisan]
Berdasarkan informasi dari Kisah Para Rasul 20:31 kemungkinan besar pada tahun terakhir dari
masa tinggal selama 3 tahun di Efesus, sekitar bulan Maret-April 56 M, yang berarti gereja Korintus
saat itu berusia sekitar 4 tahun.[5] Robinson meyakini penulisannya pada musim semi (antara
bulan Maret - Juni) tahun 55 M.[9] Pendapat lain memberi perkiraan tahun 53,[10] atau tahun 53-56.[11]
Tujuan penulisan
Keberadaan jemaat di Korintus dikenal karena perpecahan mereka antara berbagai golongan dan
karena perilaku moral mereka yang menyimpang, sehingga masing-masing membanggakan
keunggulannya dan berbuat semaunya tanpa ada aturan.[6][12] Adanya perbedaan antara mereka
sebenarnya bukan timbul dari kejahatan mereka saja, namun juga disebabkan oleh guru-guru
agama yang membuat perbedaan golongan.[12] Atas perbedaan-perbedaan inilah Paulus menulis
suratnya untuk menegur perpecahan yang telah merusak iman jemaat.[12]
Pernikahan
Tuhan memberikan kepada sebagian orang karunia menjadi suami atau istri, dan sebagian
diberikan karunia untuk tinggal membujang, demi kepentingan kerajaan-Nya (7:7,32). Paulus
mengakui "lebih baik kawin daripada hangus karena hawa nafsu." (7:9).
Daftar Pustaka
1. ^ John Drane. 1996. Memahami Perjanjian Baru: Pengantar Historis-Teologis. Jakarta: BPK Gunung
Mulia. Hlm.346-360.
2. ^ a b c d e f g h i (Indonesia)J.D Douglas. 1992. Ensiklopedi Alkitab Masa Kini: Jilid I (A-L). Jakarta:
Yayasan Bina Kasih/OMF. Hlm.583-587.
3. ^ a b c Bambang Subandrijo. 2010. Menyingkap Pesan-pesan Perjanjian Baru. Bandung: Bina Media
Informasi. Hlm.33-34.
4. ^ a b c d V.C.Pfitzner. 2000. Kesatuan dalam Kepelbagaian: Tafsiran atas Surat 1 Korintus. Jakarta:
BPK Gunung Mulia. Hlm.1-11.
5. ^ a b The Nelson Study Bible. Thomas Nelson, Inc. 1997
6. ^ a b c Klaus Koch. 1997. Kitab Yang Agung. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm.119-124.
7. ^ 1 Korintus 16:21
8. ^ 1 Korintus 16:8
9. ^ John Arthur Thomas Robinson (1919-1983). "Redating the New Testament". Westminster Press,
1976. 369 halaman. ISBN 10: 1-57910-527-0; ISBN 13: 978-1-57910-527-3
10. ^ A. Harnack, Geschichte der altchristlichen Litteratur bis Eusehius, Leipzig 1893-7, vol. II.
11. ^ W. G. Kummel, "Introduction to the New Testament" (Heidelberg i963),ET 1966; 21975.
12. ^ a b c d Howard M. Gering. 1992. Analisis Alkitab Perjanjian Baru. Jakarta: Yayasan Pekabar Injil
"IMMANUEL". Hlm.64-67.
13. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s Samuel B.Hakh. 2010. Perjanjian Baru: Sejarah, Pengatar dan Pokok-
pokok Teologisnya. Bandung: Bina Media Informasi. Hlm.137-155.
Surat Paulus yang Kedua kepada Jemaat di
Korintus
Surat Paulus yang Kedua kepada Jemaat di Korintus merupakan salah satu dari ketiga surat
(1 & 2 Korintus serta Roma) yang menempati posisi sentral dalam bagian Perjanjian
Baru di Alkitab Kristen.[1] Adalah lanjutan dari surat pertama yang juga ditujukan untuk jemaat di
kota Korintus, Yunani. Surat ini langsung ditulis oleh rasul Paulus.[2] Melalui surat ini Paulus ingin
menerangkan mengapa ia melakukan perubahan rencana perjalanan ke Korintus.[2] Ia juga
menyampaikan pujiannya kepada jemaat Korintus karena telah menaati pesan yang
disampaikannya pada suratnya yang pertama.[2] Titus adalah orang yang ditunjuk Paulus untuk
mengantarkan surat ini, dengan harapan agar surat yang kedua juga disambut dengan baik oleh
jemaat di Korintus.[2]
Ayat-ayat terkenal
2 Korintus 3:17: Sebab Tuhan adalah Roh; dan di mana ada Roh Allah, di situ ada
kemerdekaan.
2 Korintus 4:6: Sebab Allah yang telah berfirman: "Dari dalam gelap akan terbit terang!", Ia juga
yang membuat terang-Nya bercahaya di dalam hati kita, supaya kita beroleh terang dari
pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus.
Konteks Surat
Surat ini berusaha menjawab permasalahan yang terjadi di Korintus.[3] Ketika itu terjadi pertikaian
antara Paulus dan golongan orang yang memfitnahnya.[3] Mereka adalah rasul-rasul palsu yang
memberitakan Yesus yang lain.[4] Akan tetapi, lawannya justru mengklaim Paulus sebagai rasul
palsu sehingga kewenangannya sebagai rasul patut diragukan.[3]Tindakan Paulus meninggalkan
mereka dengan terburu-buru akhirnya menjadi hal yang disesalinya dikemudian hari, karena
tindakannya itu seolah-olah membuktikan kebenaran tuduhan yang dikenakan
kepadanya.[3] Akhirnya orang-orang Kristen di Korintus ditinggalkan dalam keadaan yang kacau, di
tengah-tengah pertikaian yang belum usai.[3]
Tempat Penulisan
Surat ini dikirim setelah Paulus bertemu dengan Titus di Makedonia.[1] Titus kemudian diutus
kembali ke Korintus untuk mengantarkan surat dari Paulus bagi jemaat di Korintus.[4]
Waktu Penulisan
Berdasarkan waktu pertemuan dengan Titus, besar kemungkinan surat ini ditulis di Makedonia pada
akhir tahun 56 M. [5] Robinson meyakini penulisannya pada awal tahun 56 M.[6]Pendapat lain
memberi perkiraan tahun 53,[7] atau tahun 53-56.[8]
Maksud Penulisan
Maksud penulisan surat ini terkait erat dengan pertikaian yang pernah terjadi
sebelumnya.[4] Berdasarkan hal itu ia ingin membenarkan dirinya dari tuduhan yang sudah
dikenakan pada dirinya, sekaligus menjelaskan bahwa ia adalah rasul yang sebenarnya dan bukan
rasul palsu seperti yang mereka tuduhkan.[4] Surat ini juga mencatat ungkapan syukur Paulus
karena segala sesuatu yang sudah dibenarkan, dan bahwa Tuhan selalu menghiburnya ketika
mengalami masa-masa sulit, hal ini disampaikan untuk menghibur jemaat Korintus yang juga
sedang mengalami masa-masa sulit (pasal 1-7).[2] Dalam surat ini Paulus juga menasehati mereka
memenuhi janjinya untuk mengumpulkan uang yang nantinya akan diberikan kepada orang-orang
kudus yang miskin di Yerusalem.[2] Surat ini juga menceritakan kesedihan Paulus karena tidak bisa
datang ke Korintus untuk mengunjungi mereka, dengan ini Paulus berharap kalau mereka tahu
kesedihan Paulus karena sangat mengasihi mereka.[5]
Garis Besar
Pembukaan Surat (1:1-11).
Salam (ay. 1, 2).
Ungkapan syukur (ay. 3-11).
Paulus membela diri di hadapan jemaat Korintus ( 1:12-7:16).
Pertanyaan mengenai perjalanan Paulus ke Korintus (1:12-2:13).
Paulus mempertahankan kerasulan (2:14-7:4).
Kesetiaan Rasul (2:14-3:6).
Keunggulan Rasul dalam Perjanjian Baru (3:7-4:6).
Kelemahan dan penderitaan Rasul (4:7-5:10).
Pengalamannya pada masa lalu dan masa sekarang (4:7-12).
Harapannya (4:13-5:10).
Rasul sebagai duta besar dan pelayan Allah (5:11-6:10).
Kesimpulan ganda (6:11-7:4).
Perjalanan Paulus berikutnya (7:5-16).
Pengumpulan uang untuk Gereja Yerusalem (8:1-9:15).
Rekomendasi untuk pengumpulan uang dan utusan-utusan (pasal 8).
Rekomendasi kedua (pasal 9).
Pertentangan pendapat dan pertahanan (10:1-13:10).
Paulus mempertahankan diri an pekerjaannya melawan tuduhan pribadi (pasal 10).
Sanjungan diri Paulus (11:1-12:18).
Pemberitahuan akhir (12:19-13:10).
Penutup Surat (13:11-13).
Penghiburan di Tengah Penderitaan
Surat ini diawali dengan ucapan syukur kepada Allah karena telah membebaskan Paulus dari
kesedihan dan penderitaan.[10] Penderitaan yang Paulus alami dalam pelayanannya sangatlah berat,
sehingga ia merasa seperti dijatuhi hukuman mati.[10] Paulus memuji Allah karena penghiburan yang
diberikan oleh-Nya di tengah penderitaan.[10] Penghiburan yang ia rasakan akhirnya menguatkannya
dalam melakukan pelayanan, karena itulah ia pun akhirnya harus membagi penghiburan tersebut ke
orang lain agar merekapun dapat merasakan penghiburan dari Allah.[10]
Hidup di Tengah Kesedihan
Perubahan rencana Paulus untuk mengunjungi jemaat Korintus menimbulkan banyak tanggapan
negatif dari lawan-lawannya di Korintus.[10] Perubahan rencana tersebut memojokkan Paulus,
Paulus dituduh sebagai orang yang memiliki ketidakmampuan dan ketidakpedulian terhadap
pelayanan di jemaat Korintus.[10] Di satu sisi memang benar kalau Paulus mengadakan perubahan
rencana mengenai perjalanannya ke Korintus, tetapi di sisi lain tuduhan yang dikenakan padanya
tidaklah benar.[10] Itulah sebabnya ia menulis surat kepada mereka dan menceritakan kesedihan
yang ia rasakan supaya ketika ia datang lagi mereka akan bersukacita (2:3).[10] Surat ini justru ingin
mengungkapkan bahwa Paulus mengasihi mereka.[10]
Hidup di Tengah Ancaman Kematian
Bagian ini pun ingin menceritakan tentang penderitaan yang Paulus hadapi dalam melakukan
pelayanan.[10] Penderitaan yang ia alami, membuat hidupnya seperti terancam dengan
kematian.[10] Inilah hal yang membuat ia berserah penuh pada Allah sehingga ia dimampukan.[10]
Membantu yang Miskin sebagai Wujud Kasih Allah
Sukacita yang ia alami tidak membuatnya lupa dengan keadaan jemaat lain yang sedang
mengalami kesulitan.[10] Ia meminta agar jemaat Korintus mengumpulkan uang untuk membantu
saudara-saudara seiman yang miskin di Yerusalem.[10] Pemberian persembahan ini merupakan
wujud dari pembaharuan yang telah dilakukan Allah kepada mereka.[10]Tujuan lainnya adalah agar
tercipta keseimbangan di antara umat Allah.[10]
Daftar Pustaka
1. ^ a b John Drane. 1996. Memahami Perjanjian Baru: Pengantar Historis-Teologis.
Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm.346-360.
2. ^ a b c d e f J. Wesley Brill. 2003. Tafsiran Surat Korintus. Bandung: Yayasan Kalam
Hidup. Hlm 10-11.
3. ^ a b c d e John Drane. 1996. Memahami Perjanjian Baru. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Hlm 360-361.
4. ^ a b c d Drs. M.E. Duyverman. 1990. "Pembimbing ke Dalam Perjanjian Baru". Jakarta:
BPK Gunung Mulia. Hlm 110.
5. ^ a b Bambang Subandrijo. 2010. "Menyingkap Pesan-pesan Perjanjian Baru 1".
Bandung: Bina Media Informasi. Hlm 35.
6. ^ John Arthur Thomas Robinson (1919-1983). "Redating the New Testament".
Westminster Press, 1976. 369 halaman. ISBN 10: 1-57910-527-0; ISBN 13: 978-1-
57910-527-3
7. ^ A. Harnack, Geschichte der altchristlichen Litteratur bis Eusehius, Leipzig 1893-7, vol.
II.
8. ^ W. G. Kummel, "Introduction to the New Testament" (Heidelberg i963),ET
1966; 21975.
9. ^ Ralph P. Martin. 1986. World Biblical commentary 2 Corintians. Texas: Word Books.
viii.
10. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p Samuel Benyamin Hakh. 2010. Perjanjian Baru: Sejarah dan
Pokok-pokok Teologisnya. Bandung: Bina Media Informasi. Hlm 155-168.
Surat Paulus kepada Jemaat di Galatia
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Surat Paulus kepada Jemaat di Galatia adalah salah satu kitab dalam Perjanjian
Baru di Alkitab Kristen.[1] Kitab ini sebenarnya berwujud sebuah surat yang ditulis oleh rasul
Paulus untuk jemaat di kota Galatia (sekarang di wilayah negara Turki).[1] Nama Kitab ini berasal
dari nama tempat yang menjadi tujuannya.[1] Orang-orang Galatia adalah orang-orang yang berasal
dari suku bangsa Keltikyang masa itu tinggal di Asia Kecil.[1]
Setelah Injil tentang Yesus mulai diberitakan dan diterima di antara orang-orang bukan Yahudi,
timbullah pertanyaan apakah untuk menjadi seorang Kristen yang sejati orang harus mentaati
hukum agama Yahudi.[1] Paulus mengemukakan bahwa hal itu tidak perlu -- bahwa sesungguhnya
satu-satunya dasar yang baik untuk kehidupan Kristen adalah percaya kepada Kristus.[1] Dengan
kepercayaan itu hubungan manusia dengan Tuhan menjadi baik kembali.[1] Tetapi orang-orang yang
menentang Paulus telah datang ke jemaat-jemaat di Galatia, yaitu sebuah daerah di Anatolia Pusat
di Asia Kecil.[1] Mereka berpendapat bahwa untuk berbaik kembali dengan Tuhan, orang harus
melaksanakan hukum agama Yahudi.[1]
Tujuan
Surat Galatia ini ditulis untuk menolong orang-orang yang telah disesatkan oleh ajaran-ajaran
palsu.[1] Dengan kata lain, supaya mereka kembali taat kepada ajaran yang benar.[1]Paulus memulai
suratnya ini dengan berkata bahwa ia adalah rasul Yesus Kristus.[1] Paulus dengan tegas
mengatakan bahwa dia dipanggil oleh Tuhan untuk menjadi rasul dan bukan dari manusia.[1] Dia
juga mengatakan bahwa tugasnya ditujukan terutama untuk orang yang bukan Yahudi (1-
2).[1] Setelah itu, Paulus mengajarkan kepada jemaat Galatia bahwa hubungan manusia dengan
Tuhan diperbaharui atau menjadi baik kembali hanya melalui percaya kepada Kristus (3-4).[1] Di
dalam pasal-pasal terakhir kitab ini (5-6), Paulus menjelaskan bahwa cinta kasih yang timbul pada
diri orang Kristen itu disebabkan karena iman percayanya kepada Kristus.[1] Iman percaya tersebut
akan dengan sendirinya menyebabkan orang itu melakukan perbuatan-perbuatan yang sesuai
dengan karakter Kristus, yaitu kasih.[1]
Waktu penulisan
Surat ini diyakini ditulis pada pertengahan kedua (antara bulan Juli - Desember) tahun 56
M.[2] Pendapat lain memberi perkiraan tahun 53,[3] atau tahun 53-56.[4]
Garis-garis Besar
Garis-garis besar surat Paulus kepada jemaat Galatia:[5][6]
Pendahuluan 1:1-10
Hak Paulus sebagai rasul 1:11--2:21
Injil tentang rahmat Tuhan 3:1--4:31
Kebebasan dan kewajiban orang Kristen 5:1--6:10
Penutup 6:11-18
Ayat-ayat terkenal
Galatia 3:28: Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau
orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam
Kristus Yesus.
Galatia 5:22-23: Buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan,
kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri.
Latar Belakang
Surat Galatia ini ditulis oleh Paulus dengan alasan tertentu.[7] Paulus diberitahu bahwa jemaat di
Galatia dikacaukan oleh pengajaran yang sesat.[7] Surat Paulus ini juga ditulis di tengah-tengah
hangatnya pergumulan di komunitas yahudi pada saat itu.[7] Orang-orang Yahudi ingin men-yahudi-
kan segala jemaat dan mereka memasuki juga jemaat yang didirikan oleh Paulus.[7] Hal ini pun
mendapat perlawanan dari Paulus.[7]
Orang Yudais itu mencoba meyakinkan orang-orang Galatia bahwa keselamatan harus dikerjakan
dengan jalan menaati Hukum Taurat.[7] Paulus pun mendapat cobaan dan tantangan dalam halam
hal ini.[7] Mereka sengaja melakukan hal tersebut untuk menghasut orang-orang Galatia untuk
melawan Paulus, dengan menghasut kerasulannya.[7]
Paulus memang tidak diteguhkan menjadi rasul oleh rasul dan dia juga tidak menjadi murid Yesus
ketika Yesus hidup.[7] Bahkan Paulus tidak pernah melihat Yesus dengan mata kepalanya
sendiri.[7] Hal inilah yang dipertanyakan oleh orang yang menghasut oleh Paulus.[7] Dari isi surat
Galatia ini, kita dapat menyimpulkan bahwa usaha tersebut hampir berhasil (1:6).[7] Oleh karena itu,
Paulus bereaksi dengan tegas, emosi, dan terus terang, tetapi juga memiliki argumen yang kuat.[7]
Daftar isi
1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q J. J. W. Gunning.1975.Tafsiran Alkitab: Surat Galatia.Jakarta.Gunung
Mulia.17-64.
2. ^ John Arthur Thomas Robinson (1919-1983). "Redating the New Testament". Westminster Press,
1976. 369 halaman. ISBN 10: 1-57910-527-0; ISBN 13: 978-1-57910-527-3
3. ^ A. Harnack, Geschichte der altchristlichen Litteratur bis Eusehius, Leipzig 1893-7, vol. II.
4. ^ W. G. Kummel, "Introduction to the New Testament" (Heidelberg i963),ET 1966; 21975.
5. ^ E.P. Sanders, Paulus. Eine Einführung, Reclam , Stuttgart: Reclam, 1995.
6. ^ Berdasarkan Pengantar Alkitab oleh Lembaga Alkitab Indonesia, 2002.
7. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s W. R. F Brown.2002.Kamus Alkitab.Jakarta.Gunung Mulia.112-113.
Wahyu kepada Yohanes
Penulis kitab Wahyu
Penulis kitab ini menyebut nama Yohanes,[6][7] sebagai "saudara dan sekutumu dalam kesusahan,
dalam Kerajaan dan dalam ketekunan menantikan Yesus, berada di pulau yang bernama Patmos
oleh karena firman Allah dan kesaksian yang diberikan oleh Yesus."[8] Jelas ia tidak menulis secara
anonim[9] Sejumlah pakar menganggap penulisnya adalah rasul Yohanes bin Zebedeus.[10] Hal ini
juga didukung oleh pendapat Yustinus Martir yang tertulis dalam Dialog dengan Trypho pada
tahun 135.[11] Penulis Wahyu memperkenalkan diri sebagai seorang nabi (Wahyu 1:2-3; Wahyu
22:6,9,19).[10] Ia berkarya di Asia Kecil dan merupakan seorang keturunan Yahudi.[10] Pada masa itu
umat Kristen disiksa dan dikejar-kejar karena kepercayaan mereka
kepada Yesus Kristus sebagai Anak Allah, sehingga dengan menulis kitab ini sang penulis berharap
ingin memberi semangat kepada para pembaca dan pendengarnya, dan juga untuk mendorong
mereka supaya tetap percaya pada waktu situasi demikian.[10]
Kitab Wahyu kepada Yohanes (singkatnya Kitab Wahyu) adalah kitab terakhir dalam kanon yang
menutup sejarah Perjanjian Barudalam Alkitab Kristen.[1] Kitab ini juga merupakan sebuah
kitab Kristen yang berisikan penglihatan, lambang, tanda, bilangan, serta hal-hal yang berkaitan
dengan pengajaran Tuhan kepada bangsa Yahudi.[2] Selain itu, Kitab Wahyu merupakan salah satu
kitab yang sulit dipahami dalam Alkitab sehingga menimbulkan banyak penafsiran atasnya.[3] Pada
abad 2 Masehi, orang Kristen memiliki pemahaman bahwa kitab Wahyu adalah kode simbolis yang
meramalkan orang-orang atau peristiwa-peristiwa tertentu yang mengantar pada akhir
zaman.[4] Pada saat itu, sekelompok kaum Montanis pergi ke padang gurun Frigia untuk
menyaksikan Yerusalem surgawi turun dari langit, namun mereka semua kecewa dengan penantian
mereka.[4]
Struktur
Menurut Metzger, kitab Wahyu ini dapat dibagi sebagai berikut:[5]
Setelah kekaisaran Romawi mengalahkan kerajaan Yunani/Greece pada tahun 168 sebelum
masehi, maka pemerintah mengharuskan rakyat menyembah dewi Roma.[2] Namun, dewi ini tidak
memiliki wujud dan terdapat sebuah pemikiran apabila dewi ini nantinya akan disembah maka akan
sulit untuk mendapat dukungan dari berbagai suku bangsa yang berbeda.[2] Oleh karena hal inilah,
maka kekaisaran Romawi mulai memberlakukan pemujaan terhadap kaisar.[2] Pada saat itu kaisar
Nerolah yang memimpin bangsa Romawi. Ia melakukan kekerasan dan penganiayaan pada
orang Kristen hingga akhirnya pada tahun 64 Nero membakar kota Roma dan orang Kristen
dijadikan kambing hitam atas kebakaran tersebut.[2]
Pada masa pemerintahan Domitian, kaisar dengan giat melaksanakan pendewaan atas dirinya
sendiri.[1] Ia menyebut dirinya sebagai allah, bagi siapa saja yang tidak setia kepada dia akan
dinyatakan menghujat allah serta dinilai sebagai penghianat kerajaan.[1] Ia juga membuat peraturan
di dalam kerajaan, salah satunya adalah setiap pembesar kerajaan yang ingin berbicara dengannya
atau datang memberikan laporan kepadanya haruslah menyapanya dengan Tuhan.[2]
Setelah kuasa politik pemerintahan kekaisaran Romawi stabil, misalnya sistem transportasi yang
maju, jaminan keamanan bagi masyarakat, serta jaminan keamanan perdagangan, maka
tercetuslah sebuah istilah dalam sejarah politik Romawi yaitu Pax Romana.[2] Pax
Romana merupakan sebuah istilah yang dipakai oleh rakyat untuk mengucapkan tanda terimakasih
pada kaisar.[2] Setiap tahun juga telah ditetapkan bahwa rakyat wajib untuk membakar kemenyan
untuk menyembah kaisar dalam kuil.[2] Orang-orang Kristen yang hidup pada masa ini mengalami
tekanan dari para pembesar pemerintah.[2] Namun, demi iman kepercayaan mereka yang terus
mereka pertahankan mereka rela untuk dianiaya dan dibunuh.[2] Hal ini menyebabkan banyak
orang Kristen yang menjadi martir.[2]
Apokaliptik
Kitab Wahyu merupakan sebuah kitab yang mengutarakan pemikiran serta
kesusasteraan apokaliptik.[10] Pemikiran dan jenis sastra apokaliptik sebetulnya sudah berkembang
di kalangan orang-orang Yahudi sejak zaman kelompok Makabe (abad ke-2 SM) sampai akhir abad
ke-2 Masehi(sekitar tahun 200).[10] Kesusasteraan apokaliptik dalam kitab Wahyu diperlihatkan
dengan adanya berbagai macam bentuk penglihatan.[10]Penglihatan yang disampaikan terutama
menyangkut pada zaman terakhir.[10] Pada zaman terakhir ini, kuasa-kuasa jahat akan menindas
umat yang setia pada ajaran agama, tetapi pada akhirnya kejahatan itu akan dihancurkan dan umat
yang beriman akan diselamatkan.[10] Kristusakan menang melawan kejahatan dan membebaskan
semua umat beriman.[10]
Penglihatan-penglihatan dalam kitab Wahyu penuh dengan kiasan dan lambang yang sulit untuk
dipahami.[10] Namun, kiasan dan lambang dalam kitab Wahyu tidak dapat dimengerti secara
harafiah.[10] Lambang tersebut tidak dapat digambarkan atau dikhayalkan sebagai suatu
kenyataan.[10]
Daftar Pustaka
^ a b c Merrill C. Tenney. 1995. Survei Perjanjian Baru. Malang: Yayasan Penerbit Gandum Mas.
Hal. 473.
^ a b c d e f g h i j k l Peter Wongso. 1999. Eksposisi Doktrin Alkitab: Kitab Wahyu. Malang:
Seminari Alkitab Asia Tenggara. Hlm. 1.
^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae af Bambang Subandrijo. 2010. Menyingkap
Pesan-pesan Perjanjian Baru 2. Bandung: Bina Media Informasi. Hlm. 135-150.
^ a b Dianne Bergant & Robert J. Karris (eds). 2002. Tafsir Alkitab Perjanjian Baru. Yogyakarta:
Kanisius. 477.
^ a b Metzger, Bruce M., Breaking the code. Understanding the Book of Revelation. Nashville,
Abingdon Press. 1993.
^ Wahyu 1:1-4
^ Wahyu 22:4
^ Wahyu 1:9
^ Willi Marxsen. Introduction to the New Testament. Pengantar Perjanjian Baru: pendekatan
kristis terhadap masalah-masalahnya. Jakarta:Gunung Mulia. 2008. ISBN 9789794159219.
^ a b c d e f g h i j k l m C. Groenen. 1984. Pengantar ke Dalam Perjanjian Baru. Yogyakarta:
Kanisius. Hlm.394-398.
^ Dave Hagelberg. 1997. Tafsiran Kitab Wahyu. Yogyakarta: Yayasan Andi. Hlm.1.
^ a b c (Indonesia)Donald Guthrie. 1992. Teologi Perjanjian Baru 3. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Hal. 156-157
^ Wahyu 1:3
^ Wahyu 14:13
^ Wahyu 16:15
^ Wahyu 19:9
^ Wahyu 20:6
^ Wahyu 22:7
^ Wahyu 22:14