Anda di halaman 1dari 18

“MAKALAH”

ASPEK SEJARAH DALAM


KEPASIFIKAN

Nama Kelompok : Bill J. Maengkom Dosen Pengampu : Ir. Poli Hanny


Putu Bellasari Kusuma
Theckla Mantiri
Injilly Tompodung
Marcelino Sompotan
Juwita Kamagi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
rahmatnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini.

Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai sumber


informasi mengenai Kepasifikan dalam aspek sejarah.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan, oleh karena itu
kami harapkan pembaca dapat memaklumi.

Manado, Mei 2018

Penyusun
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………….

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………………………………

BAB 1 PENDAHULUAN ………………………..……………………………………………………

A. Latar Belakang ………………………………………………………………….………………………….

B. Rumusan Masalah ………………………………………………………….……………………………..

C. Tujuan Penulisan ………………………………………….……………………………………………….

D. Manfaat Penulisan ……………………………………………………………..…………………………

BAB 2 PEMBAHASAN ………………………………………………….………………………………

BAB 3 KESIMPULAN ………………………………………………….…………………………………


BAB I - PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Penulisan ini bertujuan sebagai laporan beserta bukti fisik dan juga curahan
pemikiran atas materi pembelajaran dari mata kuliah Kepasifikan, sebagai response
dari pembelajaran tersebut, dalam pembahasan topik Sejarah dalam Kepasifikan.

RUMUSAN MASALAH
Pada dasarnya, sebagai seorang arsitek, kita tidak hanya mampu memahami suatu
konsep pemahaman, pada konteks ini, kita sebagai mahasiswa tidak boleh
mengabaikan sejarah yang ada dalam Kawasan Asia Pasifik, dalam rangka tidak
mengulangi kejadian yang sama atau mengambil hikmah dari kejadian tersebut
TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Membantu mahasiswa memahami Sejarah Kepasifikan.
2. Mempersuasi mahasiswa untuk menggagas ide berdasarkan Pemahaman
Kejadian bersejarah .
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Secara etimologi, kata sejarah berasal dari bahasa Arab syajarah (syajaratun) artinya pohon. Di
Indonesia sejarah dapat berarti silsilah, asal-usul, riwayat, dan jika dibuat skema menyerupai
pohon lengkap dengan cabang, ranting, dan daun. Di dalam kata sejarah tersimpan makna
pertumbuhan atau silsilah.

Pada dasar nya, tujuan adalah sesuatu yang merupakan akhir yang dapat dicapai atau tidak dapat
dicapai, dimana fungsi merupakan usaha untuk menggapai tujuan tersebut.

Jadi dapat kita ambil kesimpulan bahwa fungsi, memiliki tujuan, untuk mencapai arti.

Dimana sejarah, memiliki tujuan untuk mengantisipasi apa yang akan datang sehingga tak
terulang, dank arena itulah, pelajaran sejarah memilki fungsi untuk mempelajari beberapa
kejadian penting yang ada di masa lalu, agar kita dapat mencapai arti.

Pada konteks ini kepasifikan, yaitu studi dari daerah yang afeksi signifikan kedepan terhadap
dunia sekitar, berdasarkan riset, dan tesis oleh Dr.Samuel Jacob Ratulangi terhadap beberapa
kejadian penting, dampak, dan peran kita sebagai mahasiswa secara umum untuk mengantisipasi
apa yang ada di depan kita.

Walaupun deskripsi geografis kurang tepat, istilah Asia-Pasifik menjadi


dikenal pada sekitar tahun 1980-an sewaktu pertumbuhan ekonomi
pada wilayah heterogen ini dalam hal perdagangan saham,
perdagangan umum dan bentuk lain dari interaksi ekonomi dan politik
menjadi topik pembicaraan. Dimasukkannya negara-negara di kawasan
Oceania seperti Australia dan Selandia Baru adalah berdasarkan relasi
ekonomi di antara negara-negara tersebut dan mitra dagang mereka di
wilayah Asia Timur hingga ke utara.
Dalam beberapa konteks, wilayah ini dianggap pula mencakup negara-
negara utama di kawasan Asia yang terletak di sekeliling lingkar luar
Pasifik (Pacific-rim) yang membujur dari Oceania, hingga ke Rusia, dan
turun ke bawah sepanjang pantai barat Amerika. Contohnya Kerja
Sama Ekonomi Asia Pasifik memasukkan Kanada, Chili, Rusia, Mexico,
Peru, dan Amerika, dan kini sedang dipertimbangkan untuk
memasukkan India.

 Sejak Zaman Awal Kerajaan di Indonesia, kehidupan kelautan di Indonesia sudah sangat
fundamental. Karena daerah Indonesia yang merupakan daerah kepulauan yang membutuhkan
lautan untuk mengakses daerah antar daerah. Armada laut yang dimiliki oleh Kerajaan seperti
Sriwijaya, Majapahit, hingga Demak pun tak bisa dipandang sebelah mata, sebagai kerajaan
maritim, mereka sangat berperan dalam perdagangan yang mencakup daerah Indonesia, bahkan
mancanegara dan sangat disegani yang tertera dalam catatan para pedagang dan utusan dari China
ataupun dari Arab.

 Pertumbuhan ekonomi mengalami stagnasi pada 1990-an, dengan angka rata-rata pertumbuhan
ekonomi riil hanya 1,7% sebagai akibat penanaman modal yang tidak efisien dan
penggelembungan harga aset pada 1980-an. Institusi keuangan menanggung kredit bermasalah
karena telah mengeluarkan pinjaman uang dengan jaminan tanah atau saham. Usaha pemerintah
mengembalikan pertumbuhan ekonomi hanya sedikit yang berhasil dan selanjutnya terhambat

Pembahasan buku Dr. G.S.S.J. Ratu Langie: Indonesia in den Pacific. Kernproblemen van den Aziatischen
Pacific, Soekabumi, 1 Juni 1937

Ekonomi Politik Asia Pasifik Pada Tahun 1937 dan Kecenderungannya di Abad XXI*

C.P.F. Luhulima

Bagi Dr. Ratu Langie, pada saat ia menerbitkan buku ini di tahun 1937, sudah terjadi suatu perpindahan modal
yang sangat besar dari Eropa, yang merupakan pusat keuangan dunia pada masa itu, ke dunia Asia Pasifik.
Kedua raksasa ekonomi, Amerika Serikat dan Jepang tidak perlu lagi berpaling ke pasar uang Eropa untuk
kebutuhan modal mereka; mereka sendiri sudah menjadi negara kreditor sebagai akibat dari perkembangan
industri yang sangat cepat. Dan perubahan ini, pergeseran pusat keuangan dari Eropa, dari Lautan Atlantik ke
Asia Pasifik inilah bagi Dr Ratu Langie merupakan sebab terbentuknya suatu lingkungan ekonomi-politik yang
baru, yaitu lingkungan Pasifik (de Pacific-sfeer). Dasar dari lingkungan baru ini ialah “New-York-Tokio”
dengan perpanjangan ke Nanking dan Canton, “mencakup seluruh Lautan Teduh.” Lautan ini tidak teduh lagi
karena sudah ramai dilalui oleh kapal-kapal dagang berbagai negara dan kapal-kapal perang Amerika, Inggris,
Jepang dan Prancis.

Dari semua negara di Asia Pasifik ini Jepangplah merupakan eksponen yang paling menonjol, karena telah
mengambil alih semua unsur dunia Barat untuk memodernisasikan dirinya dan dalam proses itu sekaligus
berusaha untuk mempertahankan dirinya sebagai salah satu adidaya di samping dan setingkat dengan Amerika
Serikat dan Inggris. Kekuatan militer Jepang yang telah dibangun, didukung oleh kekuatan ekonomi dan sosial
yang telah terbangun pula. Untuk membangun kebesaran itu, Jepang mengandalkan angkatan darat dan laut
yang kuat. Karena itu Ratu Langie menyebut Jepang sebagai eksponen utama atau kekuatan yang paling
menonjol di Asia Pasifik ini.

Pemetaan Empat “Kompleks Kekuatan” Asia Pasifik


Dr Ratu Langie memetakan empat “kompleks kekuatan” ekonomi politik di kawasan ini, yaitu Kompleks
Barat, Timur, Utara dan Selatan, yang sekaligus merupakan perimbangan kekuatan di kawasan Asia Pasifik
pada waktu itu. Tiga kepentingan di kompleks Selatan ini ialah kepentingan Nederland, Inggris dan Perancis.
Inggris merupakan kekuatan dengan kepentingan yang terbesar di kompleks ini, dengan kepentingan
perdagangan di kota-kota besar Cina (Kanton, Shanghai dan Nanking). Pertanyaan bagi Dr. Ratu Langie ialah
apakah Inggris dapat mengembangkan kekuatannya secara penuh di kawasan ini, karena berbagai hambatan
yang terdapat di dalam Imperium Inggris itu sendiri – di India, Mesir, Irak, Palestina, Afrika Selatan dan
Kanada, bahkan di Skotlandia, yaitu usaha-usaha untuk merenggangkan hubungan dengan Inggris, bahkan
melepaskan diri darinya. (hal. 22-27) Hanya Australia dan Selandia Baru saja yang tidak memperlihatkan
kecenderungan ke arah pembebasan itu.

Perancis berusaha keras untuk mengikat semenanjung Indo-Cina lebih erat ke negara itu, karena modal yang
semakin besar yang ditanamkan di wilayah ini, yang tentu berarti peningkatan ketergantungannya kepada
pusatnya di Eropa. Nederland sendiri sudah memperbesar penanaman modalnya di wilayah Indonesia dan
karena itu menghendaki dukungan pemerintah yang pasti untuk mempertahankan kolonienya.

Dr. Ratu Langie melihat bahwa Perancis, Nederland, Inggris dengan appendix-nya Australia muncul sebagai
satu kompleks kekuatan politik di Asia Pasifik. Dasar dari kompleks ini ialah alur yang mencakup Hongkong-
Saigon-Singapura-Batavia (Jakarta)-(Soerabaya)-Balikpapan.

Kompleks Timur terdiri dari kepentingan Amerika Serikat sebagai inti dan mencakup seluruh benua Amerika.
Pada satu pihak, Amerika menanamkan modalnya dalam jumlah yang besar di kawasan ini, tetapi pada lain
pihak, penetrasi Jepang dan Cina merupakan masalah yang besar bagi Amerika Utara dan Selatan. Suatu
imigrasi yang tidak terbatas orang-orang Jepang dan Cina berarti membolehkan suatu persaingan yang ketat
dengan ras kulit putih, yang, “setelah berkali-kali dibuktikan” tidak dapat bersaing dengan energi dan
kesederhanaan imigran dari kedua negara Asia ini. (hal. 32) Seluruh benua Amerika mengalami masalah
“rasial-ekonomi” ini. Hal ini berarti bahwa Amerika tidak dapat mempertahankan doktrin Monroe yang
menetapkan bahwa tidak satu kekuatan non-Amerikapun boleh ikut campur dalam masalah-masalah politik di
benua Amerika dan sebaliknya, Amerika tidak boleh pula memcampuri urusan non-Amerika. Tiga kali
Amerika Serikat melanggar doktrin ini: pertama, ketika Laksamana Perry di tahun 1853 dengan armada
Pasifiknya memaksa Jepang membuka pintunya bagi perdagangan Amerika. Kedua, ketika Amerika Serikat
berperang melawan Spanyol (1898) dan memperluas perang itu sampai ke teluk Manila dengan munculnya
Laksamana Dewey dan armadanya dengan atau tanpa permintaan Aquinaldo yang memberontak terhadap
Spanyol dan telah mengepung Manila. Pada perjanjian Paris (1899) Amerika Serikat mendapat Filipina dengan
pembayaran sebesar US$20juta ke Spanyol. Ketiga, ketiga Amerika melibatkan diri dalam Perang Dunia I.
Dengan pengalaman-pengalaman ini Amerika memutuskan untuk menarik diri ke dalam lingkaran Aleoeten-
Kepulauan Hawaii-Terusan Panama dengan melepaskan Filipina sebagai “Achillespees van Amerika” sebagai
penentu hubungannya dengan Jepang.

Kompleks Barat mencakup Jepang, Cina, Siam (Thailand), Manchukuo dan nantinya Filipina, dengan Jepang
sebagai eksponen utama dalam kompleks ini. Tapi Dr. Ratu Langi bertanya apakah ada kesatuan dalam
kompleks ini mengingat ketegangan dan konflik yang senantiasa terjadi antara Jepang dan Cina. Kendatipun
demikian, Cina mengakui keunggulan Jepang dalam pengembangan sistem persenjataan modern dan dalam
pengembangan lembaga-lembaga kenegaraan dan kemasyarakatan yang modern. Lagi pula, sejak perang
Jepang-Rusia sudah ada hubungan intelektual dan batin antara Cina dan Jepang. Prinsip atau konsep “Asia
Raya” yang dicetuskan Dr. Sun Yat Sen bermaksud untuk membangun suatu Liga Pan-Asia di bawah
pimpinan Cina dan Jepang. Konsep ini kemudian diambil alih oleh Giichi Tanaka (1860-1929) dalam testamen
politiknya. Dalam testamen itu dianjurkan agar supaya Jepang membuat aliansi dengan Cina untuk
menjalankan suatu politik Asia, yang mendapat dukungan dari pemimpin-pemimpin Jepang lain seperti Inukai
Tsuyashi (1855-1932), Ryohei Uchida (1874-1937), Koki Hirota (1878-1948) dan lain-lain. Bahkan salah
seorang pemimpin dari pemerintah Kanton menyatakan bahwa pendekatan antara Cina dan Jepang harus
didasari oleh testamen politik Sun Yat Sen. Dan hubungan harus memperluas perdagangan Jepang dengan
Cina. Juga Jenderalimus Chang Kai Shek menyatakan dengan gamblang bahwa perbaikan hubungan Cina-
Jepang sudah tiba saatnya menuju “stabilisasi Asia Timur.” (hal. 44)
Dalam konteks ini Jepang juga berusaha untuk menarik Thailand dari pengaruh Inggris dan Perancis. Sudah
pada permulaan tahun 1936 Jepang melakukan pembicaraan dengan pemerintah Thailand untuk membangun
terusan Kra, yang sampai kini masih saja menjadi terusan yang menarik untuk dilaksanakan. Apabila terusan
ini sampai dibangun, maka arti Singapura bagi perdagangan dan pangkalan angkatan laut akan menurun.
Pembangunan terusan Kra akan berarti pengurangan jarak sepanjang 600 mil bagi transportasi perdagangan
dan pemindahan kekuatan angkatan laut Inggris, Perancis dan Nederland. Bagi Dr. Ratu Langie kompleks
kekuatan Pasifik Barat ini yang mencakup Thailand, Cina, Manchukuo dengan Jepang sebagai kekuatan utama
dapat bertindak sebagai satu blok. Baginya Filipina juga akan bekerjasama dengan Jepang. Dengan pengecilan
ruang lingkup strategis Amerika Serikat dengan pembatasan pada Aleoeten-Kepulauan Hawaii-Terusan
Panama, maka Kompleks Barat ini yang terdiri dari negara-negara Asia Pasifik yang dapat melebarkan
sayapnya di lautan yang luas ini.

Kompleks Utara merupakan peta kekuatan terakhir yang dibahas Dr. Ratu Langie, yang terdiri dari Uni Sovjet.
Usaha Rusia untuk mendapatkan pelabuhan air panas di Selatan dan membuat negara itu berperang dengan
Jepang, yang berketetapan untuk menjaga kedaulatan Korea dan integritas Cina di Manchuria, tidak berhasil
setelah angkatan laut Jepang di bawah pimpinan Laksamana Togo berhasil mengalahkan Rusia yang menjurus
ke perdamaian yang ditengahi Presiden Theodore Roosevelt di Portsmouth (1905). Kekalahan Rusia ini
merupakan “breakdown” prestise dunia Barat di Asia Timur dan Jepang menjadi kekuatan pemenang yang
tidak tertandingkan di Asia Timur (dengan Amerika yang menarik diri di belakang garis imajiner Aleoeten-
Hawaii-Panama). Kekalahan Rusia dari Jepang tidak membuat Rusia menarik diri dari Asia Pasifik. Ia
kemudian melebarkan sayapnya melalui komunisme, yang tidak saja mengancam Cina, melainkan juga Inggris
dan Amerika.

Kecenderungan Ekonomi di Asia-Pasifik


Pemetaan politik Dr. Ratu Langie ini kemudian dilengkapi dengan pemetaan kekuatan ekonomi di kawasan
Asia Pasifik. Dasar dari pembahasan kecenderungan ekonomi ini ialah suatu konferensi yang diprakarsai
Institute of Pacific Relations (yang didirikan di tahun 1927) yang diadakan di Yosmite National Park di
Kalifornia di tahun 1936. Konferensi mengetengahkan ekspansi Jepang di pasar dunia. Topik ini dipilih karena
Jepang menghadapkan dunia dengan suatu masalah ekonomi yang baru, yaitu perkembangan industrinya
sesudah Perang Dunia I dan keharusannya untuk mengekspansi ekspornya. Orientasi ekspor Jepang membuat
produk-produk yang berlabel “Made in Germany” yang tadinya menggusarkan para industrialis Inggris
digantikan oleh hasil produksi industri dengan label “Made in Japan,” yang menembus hampir semua negara di
dunia, “juga di sana di mana dahulu tidak ada kebutuhan akan produk-produk industri.”

Tahun 1868 tidak saja merupakan titik balik politik bagi Jepang, melainkan juga titik balik ekonomi negara itu.
Tahun itu modernisasi Jepang mulai dengan melandasi ekonomi Jepang dengan sistem keuangan modern.
Tahun 1882 Bank Jepang dibentuk sebagai bank sentral. Muncullah empat klan kapitalis: Mitsui, Mitsubishi,
Sumitomo dan Kawasaki. Dengan keluarga kekaisaran Jepang terdapat lima klan yang membangun ekonomi
Jepang secara besar-besaran. Negara kemudian membangun infrastruktur transportasi, pertambangan dan
industri dengan Yokohama Speciebank yang dibentuk tahun 1887 untuk membiayai perdagangan luar negeri
Jepang. Lengkaplah sudah infrastruktur perdagangan luar negeri Jepang. Lengkaplah sudah infrastruktur
perdagangan luar negeri Jepang.

Yang sangat penting bagi modernisasi ekonomi Jepang dan perluasannya ialah peran pemerintah yang sangat
sentral dalam pengembangan ekonomi yang berorientasi ekspor sejak Restaurasi Meiji. Negara merupakan
lembaga yang paling penting dalam pembangunan ekonomi di abad yang lalu, dan peran negara tidak pernah
ditinggalkan dalam pengembangan dan pertumbuhan ekonomi sampai sekarang. Memang, elit Jepang di
zaman Meiji mengakui bahwa kebijakan industri sebagaimana ia dipraktekkan oleh Alexander Hamilton dan
Bismarck dan dikumandangkan oleh Friedrich List lebih siap diambil alih posisi ekonomi Jepang daripada
teori laissez faire Adam Smith. (Lihat Ian Austin, Pragmatism and Public Policy in East Asia: Origins,
Adaptations and Developments, Singapore: Fairmont International Private Limited, 2001, hal 12 ff)
Perkembangan ini sangat berbeda dengan Cina di mana pertumbuhan ekonomi dipegang sektor swasta, karena
pada waktu itu Cina memang mengalami kekacauan dalam negeri yang diperparah oleh intervensi negara-
negara Eropa yang tidak dapat dihindarinya sehingga pembentukan pemerintah pusat yang kuat tidak dapat
dilakukannya. Tidak ada otoritas pusat yang kuat yang dapat mempersatukan berbagai kekuatan masyarakat
dalam negeri serta menyusun rencana pembangunan ekonomi dan pelaksanaan rencana itu, yang berorientasi
ekspor pula. Kendatipun demikian, pemerintah nasional Cina mendorong pengembangan “industri-industri
kunci” seperti pabrik mesin, dan pabrik-pabrik besi, baja dan amoniak. Perkembangan Cina yang lamban
ditakutkan merupakan sebab bahwa Jepang akan mengembangakan imperialisme di dan agresi ke negara itu.
Hal ini merupakan topik yang populer dalam literatur Inggris, bahwa Cina akan menjadi korban “politik
kontinen Jepang, ekspansi industri Jepang ke Cina dan bantuan keuangan dan pinjaman ke Cina. Dr. Ratu
Langie berpendapat bahwa “ekspansi” Jepang ke daratan Cina tidak terhindarkan karena kedekatan geografi
Jepang dibandingkan dengan kekuatan-kekuatan Eropa, terutama Inggris. Cina memang terlalu sibuk, tulisnya,
dengan masalah-masalah dalam negeri untuk secara efektif menghadang capmpur tangan langsung dunia luar
ke dalam masalah-masalah dalam negerinya. Baru dalam tahun 192, dengan Perjanjian Sembilan Negara di
Washington kedaulatan Cina diperkokoh kembali.

Perkembangan dan ekspansi Jepang, bagi Dr, Ratu Langie, adalah akibat dari industrialisasinya yang berhasil
merupakan unsur yang paling aktif dalam – untuk menggunakan istilah dewasa ini – ekonomi politik
internasional. “Suatu bangsa industrial hidup pada tingkat materiil yang lebih tinggi daripada bangsa agraris.
Pengusaha, pemimpin dan tenaga kerja industrial secara intelktual lebih dinamis daripad tuan tanah dan petani.
Pertarungan untuk merebut pasar dunia pada instansi pertama adalah pertarungan pusat-pusat industri untuk
menjual hasil produksi mereka secara sangat menguntungkan.” Kemudian, baginya, industri itu terjaring
dengan penemuan-penemuan “psycho-technis” jaman modern, dengan perkembangan lanjut dari intelek
manusia. Bahkan kita dapat mengatakan, lanjutnya, bahwa industri adalah produk dari kemajuan intelek
manusia. (hal. 86) Industri tidak akan tercipta tanpa penemuan-penemuan ilmu fisika dan teknik abad 19 dan
20.

Industrialisasi Jepang sudah mencapai tingkat yang sangat tinggi yang diikuti Cina walaupun dalam gerak
yang lebih lambat. Thailand dan Filipina sudah mengambil langkah pertama ke arah itu, meskipun masih
terkonsentrasi pada kegiatan agraris. Negara-negara kolonial di Asia Tenggara masih terkonsentrasi pada
pertanian. Dr. Ratu Langie mengutip Tadao Yamakawa, penasehat perjanjian internasional pada Kementerian
Kelautan Jepang, yang menulis dalam Pacific Affairs (1936) bahwa Cina dan India akan mengikuti langkah
industrialisasi Jepang. India sudah disebut sebagai suatu kekuatan industri potensial (hal. 88), negara yang kini
kita masukkan juga dalam ekuasi kekuatan industri di kawasan Asia Pasifik.

Dr. Ratu Langie kemudian membagi Asia Pasifik ke dalam dua bagian: yang Utara yang industrial aktif dan
yang Selatan yang agraris dan secara internasional pasif. (hal. 91)

Perimbangan Politik di Asia Pasifik


Dr Ratu Langie memulai sub-bab ini dengan pembukaan paksa Cina bagi perdagangan Eropa dan Amerika,
yang dimulai dengan perjanjian Nanking (1842) dan Boca Tigris (1843), dan sekaligus masuknya kegiatan
ekonomi-politik yang tidak terbendung. Satu perjanjian mengikuti yang lain: Hongkong menjadi wilayah
Inggris; Kanton, Shanghai, Amoy, Foochow dan Ningpo menjadi pelabuhan dengan kediaman orang-orang
asing yang menentukan peraturan di sana; Cina dibagi-bagi dalam daerah-daerah pengaruh sehingga dia
merupakan suatu koloni. Inspektur dan penasehat asing menentukan apa yang harus dilakukan orang-orang
Cina. Negara ini menjadi korban dari ekspansi perdagangan negara-negara Eropa sebagai akibat dari
perkembangan industri Eropa Barat. Ketiadaan energi dan kekuatan, sebagai akibat dari runtuhnya otoritas
pusat untuk menghadapi penetrasi ekonomi dan politik membuat Cina sebagai tempat penampungan surplus
produksi semua negara industri Eropa Barat dan Amerika. Cina menjadi suatu negara di mana wakil-wakil
negara-negara Eropa Barat dan Amerika kadang-kadang berintrik satu dengan lain, dan kadang-kadang
bersama-sama membagi-bagi keuntungan dari perdagangan mereka melalui berbagai perjanjian. Cina, bagi Dr.
Ratu Langie, menjadi eksponen penderitaan (exponent van lijdelijkheid) bagi kegiatan politik dan ekonomi
negara-negara Barat di Asia Pasifik. Dan penderitaan Cina menjadi sangat menonjol karena penetrasi Barat
terjadi ketika negara itu mengalami krisis yang mendalam yang berakhir dengan revolusi politik yang merubah
Cina dari suatu kerajaan menjadi suatu republik. Lain halnya dengan Jepang yang dapat memanfaatkan
penetrasi Barat untuk memodernisasi diri di bawah pimpinan negara dan politisi Jepang sendiri.

Kekuatan-kekuatan asing yang bermain di Asia Pasifik ini telah membagi kawasan ini dalam negara-negara
kolonial di sebelah Selatan, negara-negara yang berdaulat di Utara dan negara-negara semi-kolonial di antara
kedua lapisan itu, Thailand, Filipina dan Cina. Situasi di Asia Pasifik yang pertama ialah penetrasi ekonomi
dan politik negara-negara bermodal. Penetrasi yang mulai dari Selatan oleh “geoctrooide compagnieen,”
melalui kepulauan Indonesia ke Utara merupakan dasar dari penetrasi politik ke kawasan Asia Pasifik. Di abad
19 negara mengambil alih tempat “geoctrooide compagnieen” ini. Kemudian, negara-negara Eropa Barat
merasakan betapa pentingnya kawasan ini sebagai pasar bagi gelombang industrialisasi dan sebagai wilayah
bagi modal yang terus bertambah. Arus masuk metoda politik dan ekonomi membangkitkan kesadaran akan
pemikiran Barat di antara bangsa-bangsa Asia. Di Selatan Asia Pasifik kesadaran ini paling lemah, karena
masih hidup di bawah penjajahan. Semakin ke Utara, semakin kuat kesadaran ini, yang mencapai puncaknya di
Jepang, dengan daya tahan yang terorganisasi secara berencana terhadap penetrasi kepentingan asing.

Arus pengaruh yang ketiga bagi Dr. Ratu Langie ialah Moskou. (hal. 106) Stalin pernah mengeluarkan kalimat
perjuangan ini: Kita harus memerangi sistem kapitalisme dunia di titiknya yang paling lemah, dan itu adalah di
Asia. Langkah berikutnya ialah penyusupan organisasi-organisasi nasional dan pembelokan gerakan-gerakan
ini ke arah komunisme. Hal ini tampak di Cina, di mana pengaruh Moskou masuk sampai kepada pimpinan
tentara tertinggi. Arus bawah komunisme ini harus membendung penetrasi kapitalisme Barat dan gerakan-
gerakan nasional di negara-negara yang dijajah.

Jadi, bagi Dr Ratu Langie, ada tiga gerakan politik yang berusaha untuk menguasi kawasan Asia Pasifik:
penetrasi negara-negara kapitalis Eropa dan Amerika; gerakan nasionalis negara-negara kawasan ini yang
muncul sebagai akibat penetrasi Barat itu sendiri dan “propaganda komunis” yang disebarkan Uni Sovjet.
Gerakan komunisme ini ditujukan terhadap negara-negara Barat dan karena itu akan memperlihatkan
kedekatan dengan gerakan-gerakan nasional, tetapi dalam perkemb angan lanjutnya harus menghadapi gerakan
nasional pula karena mereka ini menerima kapitalisme bagi negara mereka yang akan merdeka kelak. Dr. Ratu
Langie berpendapat bahwa negara-negara kapitalisme Barat sebaiknya bekerjasama dengan gerakan-gerakan
nasionalis, karena gerakan-gerakan ini, apakah itu di Cina, Filipina atau Indonesia, ingin mempertahankan
prinsip kapitalisme. Mereka hanya menentang penguasaan kapitalisme modern dan eksploatasi sumber daya
negara-negara yang dijajah oleh negara-negara Barat.
Dan kini telah menjadi jelas, tulis Dr. Ratu Langie, bahwa ini adalah suatu tawaran bagi negara-negara
kapitalis Eropa Barat, bahwa kepentingan suatu bangsa lebih jauh jangkauannya daripada hidup generasi yang
sekarang ini saja. Betapa sering sudah dikonstatasi oleh para sejarawan bahwa suatu tindakan yang berjangka
pendek, yang pada saatnya dianggap sebagai kebijakan politik yang canggih, membelokkan sejarah suatu
bangsa secara menyedihkan, yang tidak dapat diperbaiki lagi. (hal. 109)

Akhirnya, aliran keempat yang dikemukakan ialah Pan-Aziatisme. Ia muncul dari kehendak pertimbangan
rasional gerakan-gerakan anti-penetrasi Barat, yang tersebar di berbagai negara Asia Pasifik, untuk
menggabungkan diri. Bahwa Jepang merasa terpanggil untuk memimpin gerakan bersama ini tidak perlu
diperdebatkan lagi. Ajaran Dr. Sun Yat Sen yang bertema Prinsip Asia Raya dan direkam dalam testamen
Giichi Tanaka menyesuaikan Pan Aziatisme itu ke dalam konsep Nieuw Aziatisme. Konsep ini bersumber
pada pemirkian bahwa permasalahan-permasalahan Asia mempunyai satu akar utama, yaitu pertemuan antara
arus politik, ekonomi dan budaya Timur dan Barat. Ide “Nieuw Aziatisme” ini diluncurkan seorang mahasiswa
Korea Kwan Yong Lee di tahun 1918-1920. Kwan Yong Lee merumuskan Aziatisme Baru ini sebagai
dinamika bangsa-bangsa Asia, sebagai akibat dari pertemuan mereka dengan dunia Barat dan asimilasi ilmu
pengetahuan dan ideologi Barat, yang mencapai “kesempurnaannya” di Jepang. (hal.111) Jepang menjadi
contoh modernisasi tokoh-tokoh mahasiswa dan pemimpin Asia, tidak saja Kwan Yong Lee, tetapi juga bagi
Dr. Ratu Langie sendiri, yang bagi Daniel Dhakidae, sudah “melangkah satu langkah ke depan dibandingkan
dengan Soekarno dan Thamrin yang juga secara serius mempersoalkan masalah Pasifik. (Daniel Dhakidae,
Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi, “Pijar-Pijar Bintang Kejora dari Timur,” dalam J.B. Kristant (ed.),
Seribu Tahun Nusantara, Jakarta: Kompas 2000, hal. 649-50)

Dengan demikian, Dr. Ratu Langie melihat bahwa tiga aliran pemikiran dengan ramifikasi politik bermain di
kawasan Asia Pasifik, aliran kapitalisme Barat yang terus “menggempur” kawasan ini, yang membangkitkan
aliran penentangnya, yaitu Pan-Aziatisme atau “Nieuw Aziatisme” dan yang tidak kurang kuatnya ialah
komunisme yang bersumber di Moskou. “Ini adalah pertarungan ide atau paham, yang besok lusa mencari
penyelesaiannya dalam konflik bersenjata, kecuali terlahir suatu aliran yang lebih kuat yang mendominasi
aliran-aliran ini dan memaksa pemimpin-pemimpin untuk tunduk kepada kemauan damai seperti yang terjadi
dalam tahun-tahun pertama sesudah Perang Dunia I dengan pembentukan Liga Bangsa-Bangsa.” Tetapi Dr
Ratu Langie sendiri tidak yakin bahwa suatu penyelesaian semacam ini akan terlaksanakan di Asia Pasifik,
karena muncul dan meluasnya suatu konsentrasi kekuatan internasional, yang terdiri dari negara-negara
industri yang tidak mempunyai koloni. Kekuatan-kekuatan ini akan memaksa suatu pembagian kembali
koloni-koloni. Jepang, yang begitu diagungkan Dr. Ratu langie, sebagai contoh negara-negara Asia Pasifik
untuk menghadapi kekuatan Eropa, termasuk dalam kekuatan-kekuatan perebut ini di samping Jerman, Italia
dan Polandia. Karena itu ia sangat mengharapkan bahwa ada suatu kekuatan di atas semuanya yang dapat
membalikkan arus pembagian kembali ini. (hal. 114)

Indonesia di Pasifik
Dalam bab tentang Indonesia di Asia Pasifik, Dr, Ratu Langie mulai dengan pembahasan nilai strategis negara
ini – walaupun masih dijajah – yang sangat tinggi, sebagai negara konsumsi, negara penyedia bahan baku dan
negara investasi. Dengan berbagai statistik ia memperlihatkan nilai strategis di ketiga bidang itu. Baginya
Indonesia dapat mempunyai arti yang sangat penting bagi ekonomi dan politik dunia, dari segi geografo-
economisch, sebagai posisi kunci dalam lalu lintas dunia; geo-economisch dengan kekayaan alamnya; socio-
economisch, karena penduduknya yang bersedia bekerja dengan upah rendah tetapi sekaligus sebagai
konsumen hasil-hasil produksi industri; klimatologisch; finansial. Kendati keunggulan-keunggulan ini,
Indonesia merupakan unsur-unsur pasif dalam kepentingan dan kegiatan internasional.
Neranca pembayaran Hindia Belanda telah memeprlihatkan perlakuan yang diterima Indonesia dari penguasa
kolonial. Walaupun perdagangan Hinda Belanda selalu positif (1930-1935), yang lebioh menentukan posisi
Indonesia ialah neraca pembayaran. Aliran uang yang masuk melalui perdagangan tidak seimbang dengan
aliran uang yang keluar: uang yang masuk keluar dengan sama derasnya.

Instede van toevloeing van geld in Indonesia is er afvloeing uit dit land naar de Westersche kapitaalslanden.
De verklaring van dit feit zit hierin, dat the productiefuncties met uitzondering van de coprah, inheemse rubber
en inheemsche thee, geheel gedreven wordt door buitenlandsch kapitaal-initiatief.

Karena itu tidak ada pembentukan modal di Indonesia. Hal ini sangat berbeda dengan keadaan di India.
Industriawan Tata, “yang kekayaannya dinilai sebesar f32 juta, memiliki lebih dari duakali kekayaan
dibandingkan dengan 60 juta rakyat Indonesia secara bersama.” (hal. 132) Modal ini tidak berakar di tanah ini
baik secara rasial, kultural dan ideologis-politis. Karena itu Indonesia merupakan “tanah jajahan modern yang
semurni-murninya.” (hal. 134; Lihat juga Daniel Dhakidae, Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi, “Pijar-
Pijar Bintang Kejora dari Timur,” hal. 631-659)

Sebagai akibat dari alasan-alasan yang disebutkan di atas, Indonesia menarik perhatian dari upaya pembagian
kembali koloni-koloni yang mencuat di tahun 1936 itu. Yang menarik perhatian dalam pembagian ini adalah
koloni-koloni Belgia, Portugal dan Nederland. Bahkan ada isyu pembagian Hindia-Belanda antara Jerman dan
Jepang. Jawa, Sumatra dan Papua akan menjadi koloni Jerman, sedangkan Kalimantan, Sulawesi dan
Indonesia Timur lainnya menjadi koloni Jepang. Tetapi Dr. Ratu Langie sadar bahwa ungkapan ini hanya isyu
belaka, walaupun pemunculannya mencerminkan adanya pemikiran ke arah itu.

Pemikiran-pemikiran tentang kedudukan Indonesia dalam buku ini dengan sendirinya menimbulkan
pertanyaan apakah posisi ekonomi yang merugikan ini harus dipertahankan. Tapi Dr. Ratu Langie tidak
memberikan jawaban atas pertanyaan ini di sini.

Het antwoord op deze vraag valt echter buiten het bestek van dit werk; wij hebben ons enkel to opgave gesteld
een overzichtelijk samenvatting te geven van de vraagstukkun, waarom het gaat. (hal. 134)

Mungkin sekali jawaban-jawaban ini dia berikan dalam Nationale Commentaren, yang diterbitkannya pada 8
Desember 1937, enam bulan sesudah penerbitan buku ini. (Lihat Dhakidae, Gerungan Saul Samuel Jacob
Ratulangi, “Pijar-Pijar Bintang Kejora dari Timur,” hal. 650-51)

Tinjauan Penutup
Pertanyaan yang diajukan kepada penulis ialah apakah hidupnya kembali rasa kebangsaan yang telah kita catat
di mana-mana di sekitar kita dapat diberikan tempat di dalam skema ekonomi politik Asia Pasifik? Bagi Dr.
Ratu Langie, pergerakan nasional di berbagai negara tidak dapat dilihat secara terpisah-pisah. Gerakan-gerakan
itu adalah penampilan sepotong-sepotong dari garis kekuatan umum yang sudah dibahas dalam bab-bab
sebelumnya, yaitu reaksi besar-besaran bangsa-bangsa Asia Pasifik atas penetrasi ekonomi politik terus-
menerus oelh negara-negara industri Eropa dan sebelumnya Amerika Serikat.

Marilah kita batasi diri pada Indonesia; di sini pun terdapat arus perlawanan nasionalis, yang terwujud dalam
berbagai organisasi nasionalis, yang menentang ideologi imperial Nederland. Kata-kata keras terdengar di
kedua kubu. Secara psikologis kata-kata itu sampai tingkat tertentu dapat difahami. Tetapi kendatipun
demikian, adalah tugas para pemikir dan pemimpin kedua bangsa untuk menemukan pemikiran-pemikiran
yang konstruktif, yang mencakup keserasian antara Timur dan Barat.

Orang tidak hanya menerima apa yang sudah terjadi sebagai titik tolak, melainkan juga apa yang sedang terjadi
yang sudah tergoreskan dalam kemunculan Hari Esok di Timur. (hal. 148)

Reaksi yang keras yang ditunjukkan kepada kolonialisme negara-negara Eropa tidak menghindarinya dari
pengakuan bahwa ekspansi bangsa-bangsa Eropa – bersama-sama dengan De Kat Angelino – sebagai suatu
suratan untuk mengeluarkan bangsa-bangsa di bagian-bagian dunia lain dari isolasinya untuk memenuhi
perannya dalam sistem ekonomi dan konstelasi politik dunia yang dicaiptakannya.

Kebesaran jiwa Dr. Ratu Langie dan pejuang-pejuang kemerdekaan lainnya, seperti Soekarno, Hatta, Sjahrir,
dan lain-lain, yang memrakarsai pembentukan Republik Indonesia, bersumber dari pengakuan bahwa
perkembangan intelektual bangsa-bangsa Eropa memang merupakan modal utama untuk membangun bangsa
dan negara Indonesia menuju kawasan Asia Pasifik yang damai dan sejahtera.

Jakarta, 28 Mei 2004

Istilah pasifik pertama dicetuskan oleh seseorang penjelajah portugis bernama Fernando De
Magelhaens.cincin api pasifik atau lingkaran api pasifik adalah daerag yang sering mengalami gempa buni
dan letusan gunung berapiyang mengelilingi cekunga samudra pasifik. Daerah ini mencakup wilayah
sepanjang 40000 Km. Daerah ini juga sering disebut sebagai sabuk gempa pasifik.

mempengaruhi perkembangan perekonomian dunia. Pada kurun waktu 1999 sampai 2000, negara-negara
sedang berkembang di wilayah asia pacific, termasuk Indonesia menunjukkan bahwa difusi teknologi
informasi berkorelasi positif cukup kuat dengan tingkat pendapatan per kapita (Kim, 2004). Secara luas
layanan teknologi informasi tersebut mencakup penggunaan fasilitas berbasis telekomunikasi seperti
internet dan teknologi bergerak (mobile technology), (2) layanan telokomunikasi bernilai tambah seperti
komunikasi melalui komputer pribadi dan layanan data, (3) layanan siaran seperti TV, radio, dan satellite
broadcasting. Kondisi teknologi informasi di Indonesia relatif tertinggal dibandingkan dengan negara lain.
Ketertinggalan teknologi itu sendiri bisa dilihat dari ketersediaan infrastruktur teknologi informasi,
jumlah komputer yang dimiliki perusahaan, atau akses internet. World Bank melaporkan profil
pamanfaatan information and communication technology (ICT) di Indonesia, yaitu rasio jumlah komputer
9.9 per 1000 penduduk, sambungan telpon 91 per 1000 penduduk, jumlah internet host 0.8 per 10 000
penduduk dengan pengguna internet sebanyak 2 juta orang (Anonim, 2002). Investasi dibindang ICT
tercatat sebesar US$ 3,54 Milyar atau 2.2 persen terhadap PDB dengan ICT per kapita sebesar US$ 16.6.
Jika menggunakan indeks pengembangan ICT yang dikembangkan oleh UNCTAD-PBB (2003),
Indonesia menduduki ututan ke 77 dari 171 negara. Untuk kawasan Asia Tenggara, Indonesia masih
dibawah Singapura yang menempati urutan 14, Brunei urutan ke-40, Malaysia urutan ke-43, dan Filipina
1 urutan ke-59.
Tulisan Dr. Sam Ratulangi
I. PENDAHULUAN

Dr.Sam Ratulangi dalam masa pra kemerdekaan Republik Indonesia selain sebagai politikus
telah banyak menyumbangkan pemikiran mengenai aspek ekonomi yang menggambarkan posisi
Indonesia dalam perokonomian dunia.
Pemikiran beliau sebagian besar dituangkan didalam bukunya Indonesia di Pasifik (1937).
Kemudian Dr.Sam Ratulangi menerbitkan majalah politik mingguan Nationale
Commentaren dari Tahun 1938 sampai dengan Tahun 1942.
Sebelumnya sejak tahun 1934 di Sam Ratulangi telah menyampaikan pendapat tentang posisi
ekonomi dan Industri Indonesia, baik dalam wawancara maupun pidato-pidatonya didepan
Volksraad (Dewan Rakyat) Dalam beberapa uraian penjelasannya tercakup pula masalah
penanaman modal asing di Indonesia serta pentingnya membangun Indonesia dengan kekuatan
sendiri.

Dalam penyampaian pemikirannya DR. Sam Ratulangi telah memasukkan pula faktor-faktor
perbedaan perencanaan yang dibutuhkan untuk membangun daerah kepulauan Indonesia
mengingat bahwa setiap daerah memiliki alam, tingkat penghidupan dan kebudayaan sendiri
yang unik.

Dalam masa awal pemerintahan Indonesia banyak sumbangan pemikiran Dr.SamRatulangi bagi
pembangunan perekonomian dan industri di Indonesia bahkan banyak hasil pemikirannya masih
relevan untuk di manfaatkan saat ini, yakni 50 tahun setelah beliau wafat.
II. Pemikiran mengenai situasi Indonesia di Asia Pasifik

Dalam masalah ekonomi Dr. Sam Ratulangi telah menyampaikan pemikiran-pemikiran nya
kepada masyarakat melalui forum-forum, pidato dan tulisan-tulisan yang dipublikasikan secara
berkala mengenai ekonomi negara-negara Asia khususnya Indonesia tidak terlepas dari masalah2
yang terjadi di Samudera Pasifik.

Pertama kali masalah-masalah yang terjadi di Samudera Pasifik disampaikan di muka Dewan
Rakyat (Volksraad) pada tanggal 14 Juni 1928 dengan pidatonya yang berjudul Schaduwen der
onrust (Penyebab keresahan), pidato tanggal 15 Juli 1936 dengan judul Slagschaduwen dan
akhirnya kumpulan pidato tersebut diterbitkan dalam buku Indonesia In den Pacific“. Buku ini
berisi pokok-pokok pikiran tentang kondisi dan potensi Indonesia sebagai salah satu negara di
Asia Pasifik.

Dalam buku tersebut dijelaskan, bahwa dalam area Asia Pasifik secara keseluruhan dapat ditarik
garis pemisah dan dibuat suatu bagan, bahwa wilayah Utara bersifat industri dan aktif secara
internasional terdiri dari negara-negara Cina, Jepang dan Korea sedangkan wilayah Selatan
bersifat pertanian (agraris), terbentuk dari negara-negara Filipina, Siam, Indo-Cina, Malaya dan
Indonesia yang peranannya pasif secara internasional.
Dari bagan tersebut dapat diperkirakan bahwa akan terjadi arus pertukaran barang secara besar-
besaran antar kedua kawasan, membentuk suatu lingkaran perdagangan tertutup dan hanya
kelebihan hasil dalam lingkaran ini yang akan keluar wilayah Asia Pasifik.

Potensi yang dimiliki atau dapat dimiliki Indonesia bagi Ekonomi dunia dan politik dunia karena
mempunyai ciri-ciri yang khas yaitu,

 Secara geografis ekonomi mempunyai posisi penentu karena


terletak di tengah2 kawasan konsumsi dan produksi yang
penting bagi dunia.
 Secara geo ekonomi Indonesia kaya akan sumber daya alam,
baik mineral (batubara, minyak bumi dll) maupun sumber
daya pertanian dan perikanan yang penting bagi ekonomi
dunia.
 Secara sosio ekonomi karena tingkat kehidupan yang tidak
tinggi mempunyai persediaan tenaga buruh yang banyak dan
juga merupakan tenaga2 konsumsi yang luas.
 Klimatologis, Indonesia mempunyai iklim tropis yang baik
dengan pergantian musim yang teratur.
 Secara keuangan, Indonesia tidak memiliki modal nasional
yang cukup sehingga terjadi kevakuman industri.
Dengan ciri tersebut yang terdapat di Indonesia dan digabungkan dengan rakyatnya yang pasif
terhadap aktivitas internasional maka Indonesia menjadi tanah yang paling subur bagi
pertumbuhan kapitalisme dan imperialisme, dengan kata lain Indonesia sangat mudah
dikendalikan dari luar negeri melalui investasi2 asing.

Menurut Dr.Sam Ratulangi, negeri ini dengan status politik kolonial dan status ekonomi agraris
adalah surga bagi investasi modern, sehingga Indonesia menjadi negara investasi asing yang
terbesar di Asia Tenggara.
III. Pemikiran mengenai pembangunan Ekonomi dan Industrialisasi Indonesia

Pada Tahun 1934 sebuah perusahaan yang melakukan promosi dan expor barang hasil industri
Indonesia meminta pendapat Dr. Sam Ratulangi tentang Industri dalam negeri.

Beliau menyampaikan pemikirannya dalam lima butir hasil analisis, yaitu :


 Karena Industri hanya menghasilkan bahan-bahan mentah
khususnya hasil pertanian maka kebutuhan akan barang
industri terpaksa di impor dari luar negeri.
 Rakyat Indonesia akan bertambah maju tingkat pemikirannya
sehingga peningkatan tersebut akan pula mengakibatkan
kenaikan tingkat kebutuhan atas barang-barang hasil
industri.
 Perlu disebar luaskan agar masyarakat mengkonsumsi hasil
industri yang dibuat didalam negeri namun harus dapat
diupayakan agar keuntungan industri ini tinggal di dalam
negeri sehingga negara dapat memperoleh keuntungan
 Pemerintah harus memperhatikan secara sungguh-sungguh
agar kebutuhan akan perdagangan dan industri berasal dari
modal dalam negeri dan keuntungannya tinggal di dalam
negeri. Hal ini merupakan tuntutan mutlak atas alasan
keadilan bagi masyarakat kita.
 Pemerintah sepatutnya mendasarkan politiknya pada tenaga
ekonomi Rakyat.
Dalam diskusi yang berlangsung sepuluh tahun sebelum kemerdekaan Indonesia
ini Dr.Sam Ratulangi telah menekankan bahwa industrialisasi penting bagi Indonesia namun
harus ada perbedaan perlakuan antara industri domestik dan industri asli. Industri asli
membutuhkan perhatian dan perlakuan khusus dari pemerintah sebab Indonesia harus dibangun
dengan ekonomi yang berdiri diatas kaki sendiri berdasarkan ekonomi rakyat.
Pada tahun 1935 dihadapan Dewan Rakyat Dr. Sam Ratulangi menyampaikan masalah
ketergantungan Ekonomi kita terhadap luar negeri. Dalam pidatonya yang berjudul Verarmings
Factoren (Faktor2 yang memiskinkan Indonesia).

Disini diuraikan bahwa ekspor kita tergantung dari pasar luar negeri, namun yang lebih penting
adalah bagaimana memenuhi kebutuhan rakyat Indonesia atas barang2 industri yang tidak dapat
diproduksi didalam negeri.

Dr Sam Ratulangi mengusulkan agar impor barang industri tersebut dibebaskan seluas-luasnya
tanpa menarik modal asing untuk ditanam di Indonesia.

Penanaman modal asing akan berarti bahwa kekayaan akan alam Indonesia dan tenaga buruh
murah akan menjadi mangsa modal asing tersebut karena di dalam modal asing akan tertitip
beban jasa modal yang sangat besar yang dikemudian hari akan berakibat ketergantungan kepada
luar negeri yang lebih besar lagi.
Modal yang terbentuk di Indonesia melalui investasi sebagian besar akan meninggalkan negeri
ini bila modal itu berada ditangan orang-orang yang tidak berakar di Indonesia baik menurut ras,
budaya atau secara politik ideologis.

Pemerintah harus mencari jalan keluar dari miskinnya modal dengan cara memanfaatkan dua
unsur produksi yang melimpah ruah di negeri kita yaitu anugerah kekayaan alam dan tenaga
kerja murah agar dapat menghasilkan barang-barang kebutuhan ekonomi sebanyak-banyaknya
dan prioritas harus ditujukan kepada industri yang memenuhi kebutuhan pokok rakyat.

“Kita melihat bahan2 meninggalkan negeri kita yang sebagian besar kembali lagi kesini setelah
diolah di luar negeri “, merupakan suatu penyataan keprihatinan Dr.SamRatulangi atas kondisi
Indonesia pada saat itu, sebab barang industri yang kembali tersebut upah industri yang sangat
tinggi dibebankan kepada rakyat Indonesia sebagai konsumen.
Dalam suatu wawancara ketika dibebaskan dari penahanan di Jogyakarta Dr.SamRatulangi
menyampaikan bahwa pembangunan ekonomi Indonesia harus memperhatikan keaneka-ragaman
bangsa Indonesia yang terdiri dari banyak suku atau golongan yang mempunyai tingkat
penghidupan, bakat keadaan alam yang berbeda satu sama lain (uitenlopende graden van
ontwikkeling) sehingga setiap perencanaan Nasional harus dijabarkan lebih lanjut secara rinci
untuk disesuaikan dengan lokasi setempat. Misalnya, untuk memajukan pertanian di Bali
penanganannya akan berbeda dengan Minahasa.
Perencanaan pembangunan Indonesia disampaikan oleh Dr.Sam Ratulangi dalam
tulisannya Nationale Urgentie Program (Program Urgent Nasional) yang berisi antara lain :
 Konsolidasi demokrasi daerah otonom.
 Perimbangan anggaran belanja dan pendapatan negara.
 Nasionalisasi, pengembangan dan konsolidasi sistem pendidikan
 Pengembangan pertanian rakyat, perikanan, dan modernisasi industri rakyat dengan dasar
koperasi.
 Ekstensifikasi pembangunan dengan peralatan modern (bulldozer dll.).
 Peraturan dan kebijakan pemerintah untuk memajukan dan melindungi industri dan
perdagangan Nasional sebagai inti pembangunan Nasional.
 Pembentukan perusahaan-perusahaan industri yang menggunakan bahan karet dan
kelapa.
Dr.SamRatulangi dengan keyakinan bahwa Indonesia kelak akan merdeka dan makmur
menyampaikan :

” masih banyak rencana yang dapat dibuat, akan tetapi kesemuanya itu terbatas oleh
kesanggupan bangsa kita sendiri dan tergantung pula dari pemerintah yang memperlakukan
pemimpin-pemimpin dan pekerja-pekerja yang dengan cakap, ikhlas dan pengorbanan
membawa rakyat kita ketingkat kemakmuran “

IV. Penutup

Dari uraian buku Indonesia di Pasifik diatas maka kedudukan Indonesia dalam ekonomi dunia
dapat disarikan dalam tiga hal yaitu:

 Konsumen bagi barang-barang industri


 Produsen hasil pertanian dan bahan mentah
 Negeri yang disukai bagi investasi modal.
Keadaan tersebut secara fakta masih berlaku di Indonesia sampai saat ini dimana belum ada
perubahan yang mendasar dalam memasuki abad ke 21 ini malah ada kasus bahwa untuk bahan
mentahpun harus diimpor.

Kondisi ekonomi Indonesia saat ini sangat memprihatinkan dimana kita mempunyai hutang ke-
luar negeri yang amat besar yang diakibatkan oleh pinjaman maupun investasi yang tidak
dikelola secara benar baik oleh swasta maupun pemerintah. Pendapat Sam Ratulangi bahwa
pembangunan ekonomi Indonesia harus didasarkan pada ekonomi rakyat dan tidak
mengandalkan investasi asing mungkin dapat menjadi referensi untuk pembangunan dimasa
datang.

Selama ini dalam perencanaan pembangunan Indonesia yang dituangkan dalam beberapa
Repelita banyak ditemui contoh bahwa setiap rencana diberlakukan secara sama diseluruh
wilayah Indonesia tanpa memandang perlu penyesuaian dengan kondisi setempat, sehingga
mengakibatkan pembangunan tidak mencapai sasarannya. Masalah ini sebenarnya telah
disampaikan lama sebelum Indonesia merdeka bahwa untuk membuat perencanaan
pembangunan Indonesia, setiap daerah harus diperlakukan secara khusus.

Bila kita telaah pemikiran Dr. Sam Ratulangi tersebut lebih dalam maka bila dibandingkan
dengan keadaan Indonesia saat ini, mungkin pendapat beliau tersebut masih relevan untuk
digunakan sebagai pertimbangan bagi perencanaan pembangunan Ekonomi Indonesia dalam
menyongsong abad ke 21.

Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah:

Apakah pemikiran Dr.Sam Ratulangi terlalu maju setengah abad atau memang tidak ada
perubahan berarti di Indonesia selain bertambahnya penduduk.
Manado, Juni 1999

Anda mungkin juga menyukai