Anda di halaman 1dari 5

NAMA : ENJELA ESTEFANI MANURUNG

NIM : 190201002
MATA KULIAH : TAFSIR PL

9 METODE PENAFSIRAN KITAB SUCI

1. Kritik Teks: mencari susunan kata yang asli

Pada hakekatnya, kritik teks bertujuan untuk: (a) menentukan proses penerusan
teks dan timbulnya bentuk-bentuk varian teks yang beragam, (b) menentukan
susunan kata yang asli, jika dinilai mungkin, dan (c) menentukan bentuk dan
susunan kata yang terbaik dari teks.

2. Kritik Historis: tempat di dalam ruang dan waktu

Sebuah teks itu bersifat historis, minimal dalam dua pengertian: teks itu berkaitan
dengan ‘sejarah dari teks’ dan ‘sejarah di dalam teks.’ Yang pertama merujuk pada
tokoh-tokoh, peristiwa-peristiwa, keadaan-keadaan sosial, ataupun gagasan-
gagasan yang digambarkan di dalam teks. Sedangkan, yang kedua menunjuk pada
riwayat atau sejarah teks itu sendiri (tidak ada sangkut pautnya dengan apa yang
dikisahkan/digambarkan dalam teks!), yakni tentang: bagaimana teks itu muncul,
mengapa, kapan, dimana, dan dalam keadaan bagaimana teks itu ditulis, siapa
penulisnya, untuk siapa ditulis, atau juga hal-hal apa saja yang memengaruhi
kemunculan, perkembangan, pemeliharan, dan penyebarluasannya?

3. Kritik Tata Bahasa : bahasa teks

Kritik tata bahasa berurusan dengan penganalisaan sebuah teks melalui bahasanya.
Kritik bahasa menaruh perhatian bukan hanya perihal bagaimana kata-kata
berfungsi sebagai pembawa atau pengemban arti, tetapi tentang bagaimana kata-
kata itu disusun dalam frasa-frasa dan kalimat-kalimat untuk membentuk unit-unit
kalimat yang bermakna. Maksud pendekatan ini adalah untuk menciptakan
kembali alam pemikiran asli dari penulis/teks dan memasukinya melalui bahasa
teks.

4. Kritik Sastra : komposisi dan gaya retorik teks

Kritik ini memusatkan perhatiannya secara agak terbatas terutama pada analisa
sumber atau dokumen. Misalnya, Pentateukh merupakan gabungan dari pelbagai
macam dokumen. Kitab-kitab itu diperoleh dari penggabungan kemudian atas
naskah-naskah yang lebih pendek yang telah ada sebelumnya. Kritik sastra
menaruh perhatian pada topik-topik yang luas: struktur karangan dan karakter teks,
teknik-teknik gaya bahasa, pemakaian gambar-gambar dan simbol-simbol, efek-
efek dramatis dan estetis yang ditimbulkannya.

5. Kritik Bentuk : jenis dan kedudukan teks dalam kehidupan

Kritik bentuk /analisis jenis lebih memusatkan diri pada bagian/perikop yang lebih
singkat. Disini kritik bentuk menidentifikasikan pelbagai jenis sastra untuk
kemudian menggolongkan teks atau bagian tertentu sebuah karangan ke dalam
salah satu dari jenis sastra itu. Selain itu, kritik bentuk juga menaruh perhatian
pada usaha untuk menentukan dan menetapkan ‘kedudukan dalam kehidupan, yang
di dalamnya dulu jenis-jenis sastra tertentu dihasilkan, dibentuk, dan dipakai.
Dimensi kritik bentuk yang demikian ini menekankan hubungan yang mata penting
antara jenis sastra, lingkungan sosial, serta latarbelakang budaya dari suatu teks.

6. Kritik Tradisi : tahap-tahap perkembangan di balik teks

Tradisi yang dimakud disini bisa berupa lisan maupun yang tertulis. Misalnya ada
dua varian yang berbeda soal perintah memelihara hari sabat pada keluaran 20:8-
11 dengan Ulangan 5:12-15. Disini, versi kitab keluaran lebih pendek beberapa
baris. Alasan keduanya untuk memlihara hari sabat berbeda. Dalam Ulangan,
alasannya didasarkan pada pembebasan dari mesir, sementara pada kejadian
dikaitkan dengan penciptaan dunia. Dari sini, ada beberapa pertanyaan bisa
dimunculkan: bagaimana dua versi dari perintah yang sama itu berkaitan satu sama
lain? Apakah versi yang lebih pendek lebih tua daripada versi ayng lebih panjang?
Ataukah apa versi yang lebih pendek itu penyingkatan dari versi kemudian?
Bagaimana harus dijelaskan adanya dua unsur teologis yang berbeda tersebut?
Apakah semula memang ada dua versi , masing2 dipelihara dalam bentuknya yang
terpisah?atau, apakah semula memang ada 2 situasi kehidupan berbeda yang
melahirkan 2 versi itu? Kritik tradisi mengakui bahwa dua versi dari perintah yang
sama itu merupakan bentuk akhir sastra yang muncul dari suatu proses
pembentukan dan perkembangan yang panjang. Dengan didasarkan pada
pengamatan isi, struktur, dan konteksnya, yang menjadi perhatian kritik bentuk,
maka kritik tradisi berusaha untuk merekonstruksi bagaimana tradisi perintah
memelihara hari sabat itu berkembang.

7. Kritik Redaksi :sudut pandang akhir dan teologi

Kesempatan-kesempatan untuk menerapkan pendekatan-pendekatan kritik redaksi


muncul dalam seluruh Perjanjian Lama. Misalnya saja, apa artinya bila dalam
kenyataannya Pentateukh (beserta dengan hukum2nya) berakhir sebelum umat
Israel memasuki tanah yang dijanjikan? Apakah penyuntingan naskah secara
demikian itu dimaksudkan untuk memberi tekanna pada taurat sebagi unsur
konstitutif masyarakat? Apakah pentateukh ditujukan kepada suatu paguyuban
yang ada di dalam pembuangan jauh dari kampung halaman mereka? Ataukah
untuk menekankan bahwa ketaaan [ada taurat adalah prasyarat untuk memiliki
tanah yang dijanjikan?dsb.

8. Kritik Struktur : hal-hal umum dalam teks

Kritik struktural merupakan sebuah metode mempelajari teks yang tidak


memperhitungkan waktu dan hal-hal kesejarahan. Ditafsir secara struktural, sebuah
teks menjadi berdiri sendiri, tidak peduli bagaimana asal-usul atau masa
lampaunya, dan harus ditafsirkan tanpa memperhatikan apa yang dianggap sebagai
maksud semula penulisnya. Yang penting adalah teks itu berbicara apa untuku saat
ini?
9. Kritik Kanonik : teks suci sinagoga dan gereja

Umat beriman sebagai pembaca/penafsir teks. Maka konsekuensinya: Pertama,


teks-teks Kitab Suci dipandang sebagai kebenaran yang penting untuk hidup
mereka. Kedua, teks-teks Kitab Suci menantang pembaca untuk ikut menghayati
dunianya dan keyakinan-keyakinan yang disampaikannya. Jadi, sebuah teks
kanonik menghadapkan pendengarnya pada suatu tuntutan mutlak untuk menerima
iman. Ketiga, ketika seseorang membaca tulisan kanonik itu, mereka membacanya
sebagai orang-orang beriman. Ini berarti bahwa mereka telah mengimani apa yang
diberitakan dan di pandang benar oleh tulisan suci itu dan dengan demikian tulisan
suci itu didengar berdasarkan iman yang telah ada sebelumnya.

Beberapa hal yang harus diperhatikan:

Pendekatan kanonik bersifat sinkronis. Jadi, menagrahkan perhatiannnya pada


hubungan teks dengan pembaca. Teks yang ditafsirkan adalah teks dalam bentuk
akhir, yang telah bersatus kanonik. Hal ini berarti bahwa penafsir tidak
mempedulikan hal-hal yang menjadi perhatian khusus pendekatan historis– bentuk
awal dari teks, maksud semula dari penulis, peristiwa atau pengalaman2 yang ada
di balik teks, atau kontekspsikologis/sosiologis/historis yang melahirkan teks. Hal-
hal ini boleh dipertimbangkan, tetapi bukan merupakan faktor2 yang menentukann
pembacaan dan pemahaman teks.

Pembacaan kanonik atas sebuah teks akan berbeda-beda bergantung pada umat
beriman mana yang sedang membaca dan kanon mana yang tengah dibaca.
Misalnya, membaca alkitab kanon Yahudi jelas berbeda dengan membaca alkitab
kanon Kristen. Misalnya, alkitab Yahudi disusun dalam tiga bagian –taurat, Kitab
Nabi-nabi, dan Tulisan-Tulisan. Dalam pembagian ini, Torah berada di pusat, dan
dua bagian yang lain sebagai tafsiran penjelas yang disusun dengan urutan
kewibawaan yang menurun.

Kanonisasi membuat arti teks tidak bergantung lagi pada pemakaian kata itu
semula atau pemakainnya dalam sejarahnya. Nubuat seorang Nabi, misalnya,
dipahami sebagai sesuatu yang universal, dengan demikian tujuan semula yang
didasarkan pada konteks keadaan/historis tertentu diabaikan.
Pendekatan kanonik menolak untuk menafsirkan teks secara sendiri-sendiri.
Sebuah teks harus dibaca sebagai bagian dari Alkitab secara keseluruhan. Deangan
demikian, sebuah teks Perjanjian Lama yang dibaca di dalam Gereja pun akan
didengar dalam hubungannya dengan Perjanjian Baru.

Pendekatan ini jelas bersifat teologis. Teks-teks Kitab Suci harus ditafsir sebagai
tulisan-tulisan suci. Dengan demikian, kritik kanonik memusatkan perhatiannya
pada maksud teks bagi komunitas yang mengkanonsasikannya dan pada artinya
untuk masa kini. Misalnya, Nabi Yesaya tidak lagi muncul sebagai seorang bagi
yang tengah berbicara di tengah orang-orang sezamannya, tetapi sebagi seorang
yang tengah berkata-kata mengenai seseorang yang dinantikan datang.

Anda mungkin juga menyukai