OLEH
190201002
TEOLOGI
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah produksi Informasi dan Media
Literasi dengan tepat waktu. Adapun makalah ini berisikan informasi mengenai
informasi dan media literasi yang berkembang.
Saya berharap makalah Saya ini memberikan fungsi dan manfaat kepada
semua yang membacanya, dan menambah wawasan di bidang Literasi. Akhir kata
Saya mengucapkan terimakasih.
Enjela Manurung
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
Bab II Pembahasan
Bab II Kesimpulan
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang berguna untuk membuat
keputusan. Informasi berguna untuk pembuat keputusan karena informasi
menurunkan ketidakpastian (atau meningkatkan pengetahuan) Informasi menjadi
penting, karena berdasarkan informasi itu para pengelola dapat mengetahui kondisi
obyektif perusahaannya. Informasi tersebut merupakan hasil pengolahan data atau
fakta yang dikumpulkan dengan metode ataupun cara – cara tertentu.
Media merupakan bentuk jamak dari kata medium. Dalam ilmu komunikasi, media
bisa diartikan sebagai saluran, sarana penghubung, dan ala-alat komunikasi.
Kalimat media sebenarnya berasal dari bahasa latin yang secara harafiah
mempunyai arti perantara atau pengantar.
“Gerlach dan Ely (1971), menjelaskan bahwa Media apabila dipahami secara garis
besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang
membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap.”
Secara sederhana, literasi berarti kemampuan membaca dan menulis atau melek
aksara. Dalam konteks sekarang, literasi memiliki arti yang sangat luas. Literasi
bisa berarti melek teknologi, politik, berpikiran kritis, dan peka terhadap
lingkungan sekitar. Kirsch dan Jungeblut dalam buku Literacy: Profile of
America‟s Young Adult mendefinisikan literasi kontemporer sebagai kemampuan
seseorang dalam menggunakan informasi tertulis atau cetak untuk
mengembangkan pengetahuan sehingga mendatangkan manfaat bagi masyarakat.
Lebih jauh, seorang baru bisa dikatakan literat jika ia sudah bisa memahami
sesuatu karena membaca dan melakukan sesuatu berdasarkan pemahaman
bacaannya.
2.2 Informasi Literasi
program dasar bagi para mahasiswa baru, dengan harapan mereka akan dapat
mengembangkan diri lebih lanjut di sepanjang masa belajar mereka. Sama dengan
di sekolah menengah, program-program information literacy di perguruan tinggi
pada umumnya berdasarkan pandangan bahwa keterampilan mencari, menemukan,
dan menggunakan informasi ini adalah suatu keterampilan teknis. Dari sisi
pandang pendidikan, pada umumnya program information literacy memakai
prinsip-prinsip yang menekankan pada perubahan keadaan mental dan pikiran[1].
Standar-standar tentang information literacy sebagaimana yang dipakai oleh
Association of College and Research Libraries (ACRL) atau Australian and New
Zealand Institute for Information Literacy (ANZIIL) tampaknya mendukung
prinsip-prinsip ini. Beberapa negara meniru begitu saja standar ini, seolah-olah
proses menjadi melek-informasi dapat dilepaskan dari konteks sosial-budaya dan
dipindah-pindahkan dari satu masyarakat ke masyarakat lainnya. Dari sisi pandang
sosio-kultural, maka program-program information literacy perlu dilengkapi
dengan pemahaman tentang betapa penting peran informasi dalam kerja bersama-
sama dengan orang lain. Itu artinya, upaya menjadi seorang yang melek-informasi
di tempat kerja bukanlah hanya persoalan meningkatkan kemampuan mencari dan
menemukan informasi di sumber tercetak atau digital, melainkan juga kemampuan
membina hubungan sosial-budaya dengan rekan kerja dan sejawat, bagaimana
menggunakan jaringan hubungan antar-manusia untuk bertukar dan saling berbagi
informasi (tentang ini, lihat misalnya Billett, 2003 dan Lloyd, 2004a. Seringkali,
untuk menjadi benar-benar melek-informasi, seseorang harus melalui dua tahap. Di
tahap pertama, ia mengembangkan kemampuan diri dalam mengenali dan
menggunakan berbagai sumber-sumber informasi yang tersedia di tempat kerja.
Pada tahap ini mungkin ia memerlukan program-program formal seperti yang
diterimanya di sekolah atau perguruan tinggi. Di tahap kedua, ia mengembangkan
kemampuan diri ini sebagai bagian dari kerja-sama di kantor atau di luar kantor,
mengintegrasikan keterampilan teknisnya dengan keterampilan berhubungan sosial
dengan berbagai pihak yang terkait dengan tugas-tugas profesionalnya. Pada tahap
ini, ia memerlukan program-program yang lebih informal dalam bentuk
keikutsertaan di berbagai pergaulan sosial atau dengan menjadi anggota komunitas
tertentu.
Model The Big 6 memiliki kekurangan yaitu mayoritas sumber dan contoh
berdasarkan sekolah dan kegiatan kelas di AS. Kedua The Big 6 merupakan
produk komersial yang mensyaratkan hak cipta dan perlindungan merek dagang
sehingga tidak dapat digunakan begitu saja. Sungguhpun demikian, pembuat The
Big 6 masih mengizinkan penggunaannya untyuk kepertluan pendidikan asal
memberitahu mereka. B. The Seven Pillars of Information Literacy SCONUL
(Standing Conference of National and University Libraries) di Inggris
mengembangkan model konsdeptual yang disebut Seven Pillars of Information
Literacy. Bila di gambar nampak sebagai berikut :
Model Tujuh Pilar hendaknya dilihat dari segi peningkatan mulai dari ketrampilan
kemelekan informasi dasar melalui cara lebih canggih memahami serta
menggunakan informasi, katakanlah dari novis menuju pakar.
Kategori satu:
Kategori tiga:
Kategori empat:
Konsepsi pengendalian
informasi
Kategori lima:
Konsepsi konstruksi
pengetahuan
Kategori enam:
Kategori tujuh:
Konsepsi kearifan
Fokus utamanya adalah evaluasi kritis terhadap pesan. Media literasi merupakan
sebuah pemahaman akan sumber-sumber dan teknologi komunikasi, kode-kode
yang digunakan, pesan-pesan yang dihasilkan serta seleksi, interpretasi dan
dampak dari pesan-pesan tersebut. Terdapat dua pandangan mengenai media
literacy yaitu dari Art Silverblatt dan James Potter (Potter dalam Kidia). Silverblatt
menyatakan bahwa seseorang dikatakan memiliki keterampilan literasi media
apabila dirinya memuat faktor-faktor sebagai berikut : 1) Sebuah kesadaran akan
dampak media terhadap individu dan masyarakat 2) Sebuah pemahaman akan
proses komunikasi massa 3) Pengembangan strategi-strategi yang digunakan untuk
menganalisis dan membahas pesan-pesan media 4) Sebuah kesadaran akan isi
media sebagai „teks‟ yang memberikan wawasan dan pengetahuan ke dalam
budaya kontemporer manusia dan diri manusia sendiri 5) Peningkatan kesenangan,
pemahaman dan apresiasi terhadap isi media. Di sisi lain, Potter (Baran and Davis,
2003 dalam Kidia) memberikan pendekatan yang agak berbeda dalam menjelaskan
ide-ide mendasar dari media literacy, yaitu: 1) Sebuah rangkaian kesatuan, yang
bukan merupakan kondisi kategorikal (Media Literacy is a continuum not a
category 2) Media literacy perlu dikembangkan dengan melihat tingkat
kedewasaan seseorang 3) Media literacy bersifat multidimensi, yaitu domain
kognitif yang mengacu pada proses mental dan proses berpikir, domain emosi
yaitu dimensi perasaan, domain estetis yang mengacu pada kemampuan untuk
menikmati, memahami dan mengapresiasi isi media dari sudut pandang artistik,
dan domain moral yang mengacu pada kemampuan untuk menangkap nilai-nilai
yang mendasari sebuah pesan
4) Tujuan dari media literacy adalah untuk memberi kita kontrol yang lebih untuk
menginterpretasi pesan. Tujuan dari melek media adalah untuk memberdayakan
individu-individu dalam mengontrol media pemrograman. Istilah pemrograman
dalam pengertian ini, tidak bermaksud program televisi atau media pesan. Seorang
individu oleh dirinya sendiri tidak akan punya banyak pengaruh mengubah
bagaimana massa kerajinan media pesan mereka. Seorang individu akan pernah
bisa menjalankan banyak kendali atas apa yang akan ditawarkan kepada publik.
Namun, seseorang bisa belajar untuk mengerahkan banyak kontrol atas cara
pikiran seseorang mendapat diprogram. Dengan demikian, tujuan media
keaksaraan adalah untuk menunjukkan orang-orang bagaimana untuk mengalihkan
kontrol dari media sendiri. Inilah yang saya maksud ketika saya mengatakan
bahwa tujuan melek media untuk membantu orang mengendalikan program media.
Media Literasi juga bertujuan untuk: • Membatasi PILIHAN Media telah
memprogram kita untuk percaya bahwa kita sedang menawarkan banyak pilihan,
tetapi pilihan kisaran sangat terbatas. The media have programmed you to think
that you have choices when in fact the degree of choice is greatly limited, berarti
Media telah memprogram Anda berpikir bahwa Anda memiliki pilihan ketika pada
kenyataannya tingkat pilihan sangat terbatas. • Memperkuat PENGALAMAN Kita
tetap akan kembali ke jenis pesan yang sama, percaya bahwa Kita akan memiliki
pengalaman yang memuaskan sekali lagi seperti yang ada di masa lalu. Seiring
berjalannya waktu, kebiasaan menjadi kuat, dan itu menjadi jauh lebih sulit untuk
mencoba sesuatu yang baru. The Cognitive Model of Media Literacy - Pribadi
lokus adalah istilah yang merujuk pada yang mengatur pengolahan informasi tugas.
Ini juga bentuk dan makna makna pencocokan konstruksi.
Lokus pribadi terdiri dari tujuan dan pengendali. Tujuan membentuk tugas
pemrosesan informasi dengan menentukan apa yang akan disaring dalam dan apa
yang akan diabaikan. Semakin Anda menyadari tujuan Anda, semakin Anda dapat
langsung proses pencarian informasi. Dan semakin kuat pengendalian informasi
Anda, semakin banyak Anda akan memperluas usaha untuk mencapai tujuan Anda.
Namun, lokus lemah (Anda tidak menyadari tujuan tertentu dan energi
pengendalian Anda rendah), Anda akan gagal untuk kontrol media: yaitu, Anda
memperbolehkan media untuk menjelajahi diri anda dan kontrol atas informasi
pengolahan. Setelah lokus pribadi memberikan dorongan panci dan energi, alat-
alat yang diperlukan untuk melaksanakan rencana. Alat-alat tersebut adalah
kompetensi dan keterampilan. Kompetensi adalah orang-orang yang telah
memperoleh alat-alat untuk membantu mereka berinteraksi dengan media dan
untuk mengakses informasi dalam pesan. Kompetensi yang dipelajari pada awal
kehidupan, yang diterapkan secara otomatis. Kompetensi relatif dikotomis: yaitu,
baik orang mampu melakukan sesuatu atau mereka tidak mampu. Sebagai contoh,
baik orang tahu bagaimana mengenali kata dan maknanya sesuai dengan makna
hafal atau mereka tidak. Memiliki kompetensi tidak membuat satu media yang
melek huruf, tetapi tidak memiliki kompetensi ini mencegah salah satu dari media
menjadi melek karena kekurangan media ini mencegah seseorang mengakses jenis
informasi tertentu. Sebagai contoh, orang-orang yang tidak memiliki kompetensi
dasar membaca tidak dapat mengakses bahan cetakan. Ini akan sangat membatasi
apa yang mereka dapat dibangun ke structutes pengetahuan mereka. Information
Processing Menyaring pesan Tugas: untuk membuat keputusan mengenai pesan
mana yang menyaring (mengabaikan) dan yang untuk menyaring dalam
(memperhatikan)
Tujuan: untuk menghadiri hanya pesan-pesan yang memiliki utilitas tertinggi dan
menghindari semua orang lain Fokus: pesan dalam lingkungan Arti pencocokan
Tugas: untuk menggunakan kompetensi dasar untuk mengenali simbol-simbol dan
menemukan definisi untuk masing-masing. Tujuan: untuk efisien mengakses
makna belajar sebelumnya. Fokus: simbol dalam pesan Arti konstruksi Tugas:
untuk menggunakan keterampilan untuk bergerak melampaui makna yang serasi
dan membangun makna bagi diri sendiri untuk mendapatkan lebih banyak dari
pesan. Tujuan: untuk menafsirkan pesan dari lebih dari satu perspektif sebagai
sarana untuk mengidentifikasi berbagai pilihan makna, kemudian memilih satu
atau sintesis di beberapa. Fokus: satu struktur pengetahuan sendiri The Seven
Skills of Media Literacy (1) Analyze/Menganalisa. Kompetensi berikutnya adalah
kemampuan menganalisa struktur pesan, yang dikemas dalam media,
mendayagunakan konsep-konsep dasar ilmu pengetahuan untuk memahami
konteks dalam pesan pada media tertentu. Misalnya, mampu mendayagunakan
informasi di media massa untuk membandingkan pernyataan-pernyataan pejabat
publik, dengan dasar teori sesuai ranah keilmuannya. Kompetensi lainnya bisa
diperiksa dengan kata kerja seperti, membedakan, mengenali kesalahan,
menginterpretasi, dsb. (2) Evaluate/Menilai. Setelah mampu menganalisa, maka
kompetensi berikutnya yang diperlukan adalah membuat penilaian (evaluasi).
Seseorang yang mampu
menilai, artinya ia mampu menghubungkan informasi yang ada di media massa itu
dengan kondisi dirinya, dan membuat penilaian mengenai keakuratan, dan kualitas
relevansi informasi itu dengan dirinya; apakah informasi itu sangat penting, biasa,
atau basi. Tentu saja kemampuan dalam menilai sebuah informasi itu dikemas
dengan baik atau tidak, juga adalah bagian dari kompetensinya. Di sini, terjadi
membandingkan norma dan nilai sosial terhadap isi yang dihadapi dari media. (3)
Grouping/pengelompokan – menentukan setiap unsur yang sama dalam beberapa
cara: menentukan setiap unsur yang berbeda dalam beberapa cara. (4)
Induction/Induksi – menyimpulkan suatu pola di set kecil elemen, maka pola
generalisasi untuk semua elemen dalam himpunan tersebut . (5) Deduction/deduksi
– menggunakan prinsip-prinsip umum untuk menjelaskan khusus (6)
Synthesis/sintesis – merakit unsur-unsur ke dalam struktur baru (7) Abstracting/
abstrak – menciptakan singkat, jelas, dan gambaran tepat menangkap esensi dari
pesan dalam sejumlah kecil kata-kata dari pada pesan itu sendiri. Di Indonesia,
kegiatan literasi media lebih didorong oleh kekhawatiran bahwa media dapat
menimbulkan pengaruh negatif. Mereka yang prihatin dengan pola interaksi anak
dengan media dan prihatin dengan isi media yang tidak aman dan tidak sehat
biasanya berasal dari kalangan orangtua, guru, tokoh agama, LSM yang peduli
dengan perlindungan anak, perguruan tinggi, kelompok mahasiswa, dan
sebagainya. Mereka berusaha keras menemukan cara-cara yang bisa diterapkan
dalam mengurangi jam anak menonton TV, memilih tayangan, melakukan
pendampingan yang benar, dan melakukan sosialisasi melalui berbagai forum.
Periode 1990 – 2000: Periode Mencari Bentuk
Pada periode ini, masih banyak bentuk kegiatan literasi media seperti dalam
periode sebelumnya. Namun ada variasi berupa kegiatan kampanye literasi media
yang dilakukan oleh LSM maupun organisasi mahasiswa. Kegiatan tersebut
dilakukan melalui seminar pendek dan road show dengan melibatkan anak-anak.
Sayangnya, gerakan tersebut dilakukan secara insidental dan kurang memikirkan
bagaimana agar materi yang dikampanyekan bisa berjalan terus. Selain itu, pada
tahun 2002 untuk pertama kalinya dilakukan penerapan literasi media melalui jalur
sekolah yang menjadi mata pelajaran tersendiri. Ujicoba ini dilaksanakan di SDN
Percontohan Johar Baru 01 Pagi Jakarta Pusat oleh YKAI.
Selanjutnya, Yayasan Pengembangan Media Anak sejak 2006 hingga 2010 secara
serius melakukan ujicoba dan pengembangan literasi media dengan dukungan
UNICEF. Dalam ujicoba tahun 2008, dilakukan evaluasi program melalui pre and
post-test yang dilakukan oleh Tim Jurusan Ilmu Komunikasi FISIPOL Universitas
Diponegoro.
BAB III
KESIMPULAN
Literasi Media/ Media Literacy terdiri dari dua kata, yakni literasi dan media.
Secara sederhana, literasi dapat diartikan sebagai kemampuan membaca dan
menulis atau dengan kata lain melek aksara sedangkan media dapat diartikan
sebagai suatu perantara baik dalam wujud benda, manusia, peristiwa. Dari kedua
macam definisi sederhana tadi, maka dapat diambil kesimpulan bahwa literasi
media adalah kemampuan untuk mencari, mempelajari, dan memanfaatkan
berbagai sumber media dalam berbagai bentuk. Istilah literasi media juga dapat
disamakan dengan istilah ‟melek media‟. Empat Faktor Utama dalam Model
Media Literacy yaitu Struktur Pengetahuan, Personal Locus, Kemampuan dan
Ketrampilan, dan Proses Informasi
Adapun sebagai indikator bahwa secara individu seseorang atau suatu masyarakat
sudah melek media adalah sebagai berikut :
Mampu bersikap dan berperilaku kritis pada siaran radio dan televisi.
Mampu membangun filter yang kokoh, baik bagi dirinya maupun terhadap
orang-orang di lingkungannya, sehingga secara personal tidak mudah dipengaruhi
media
DAFTAR PUSTAKA
http://www.sarjanaku.com/2012/11/pengertian-informasi-menurut-para-ahli.html
http://iproudbemuslim.blogspot.com/2011/08/definisi-atau-pengertian-literasi.html
http://library.sman1yogya.sch.id/index.php?
pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=54
http://wawan-junaidi.blogspot.com/2012/01/pengertian-media.html
http://carapedia.com/pengertian_definisi_media_info2046.html
http://allaboutmasscomm.blogspot.com/
http://sadidadalila.wordpress.com/2010/03/20/media-literasi/
http://digilib.undip.ac.id/index.php/component/content/article/53-perpuspedia/188-
information-literacy
http://sulistyobasuki.wordpress.com/2013/03/25/literasi-informasi-dan-literasi-
digital/