DOSEN PEMBIMBING :
Ir. Nikita Sajangbati, MT.
DISUSUN OLEH :
Iyan Setiono (20024102)
1 Teknik Informatika 3
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan yang maha esa, atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya kepada saya sehingga saya dapat menyelasikan makalah
ini dengan judul “ E-Liteasi”.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan masih jauh dari kesempurnaan
baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, saya telah berupaya
dengan segala kemampauan dan pengetahuan yang dimiliki dapat selesai dengan
baik .
Akhirnya saya selaku penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Iyan Setiono
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
Beberapa definisi menggambarkan bahwa informasi dapat ditampilkan
dalam beberapa format dan dapat dimasukkan ke dalam sumber yang
terdokumentasi (buku, jurnal, laporan, tesis, grafik, lukisan, multimedia, rekaman
suara). Di masa depan, mungkin ada format lain dalam menampilkan informasi di
luar imaginasi kita pada saat ini. Dalam perkembangan teknologi informasi dan
internet (ICT) dewasa ini, maka timbul beberapa perkembangan yang mendorong
perubahan konsep literasi awal, menjadi konsep baru literasi yang memiliki
pengertian yang berkaitan dengan beberapa keahlian baru yang harus dimiliki oleh
siswa. International Literacy Institute, menjelaskan bahwa pengertian literasi
sendiri sekarang sudah berkembang dan diartikan menjadi sebuah “range”
keahlian yang relatif (tidak absolut) untuk membaca, menulis, berkomunikasi dan
berfikir secara kritis.
Karena itu maka Tapio Varis, Ketua umum UNESCO untuk Global
ELearning mengatakan bahwa dengan berkembangnya teknologi komputer dan
informasi, maka literasi bisa dipetakan menjadi beberapa jenis, yaitu : a. Literasi
teknologi, yaitu keahlian untuk menggunakan internet dan mengkomunikasikan
informasi. b. Literasi Informasi, yaitu keahlian untuk melakukan riset dan
menganalisa informasi sebagai dasar pengambilan keputusan c. Literasi media,
yaitu keahlian untuk menghasilkan, mendistribusikan, serta mengevaluasi isi
koleksi pandang dengar (Audio Visual) d. Literasi Global, yaitu pemahaman akan
saling ketergantungan manusia didunia global, sehingga mampu berpartisipasi di
dunia global dan berkolaborasi. e. Literasi kompentensi sosial dan tanggungjawab
lebih kepada pemahaman etika dan pemahaman terhadap keamanan dan privasi
dalam berinternet (McPerson, 2007).
Di tengah keberagaman bentuk dan jenis informasi, maka kita dituntut
tidak hanya dapat menbaca dan menulis bahan tertulis (dalam bentuk buku atau
tercetak) saja, tetapi bentuk-bentuk lain seiring dengan perkembangan teknologi
informasi.
Menurut Eisenberg (2004) selain memiliki kemampuan literasi informasi,
seseorang juga harus membekali dirinya dengan literasi yang lain seperti : a.
Literasi visual adalah kemampuan seseorang untuk memahami, menggunakan dan
mengekspresikan gambar. b. Literasi media merupakan kemampuan untuk
mengakses, menganalisis dan menciptakan informasi untuk hasil yang spesifik.
Media tersebut adalah Televisi, radio, surat kabar, film, musik. c. Literasi
komputer adalah kemampuan untuk membuat dan memanipulasi dokumen dan
data melalui perangkat lunak pangkalan data dan pengolah data dan sebagainya.
Literasi komputer juga dikenal dengan istilah literasi elektronik atau literasi
teknologi informasi. d. Literasi Digital merupakan keahlian yang berkaitan
dengan penguasaan sumber dan perangkat digital. Beberapa institusi pendidikan
menyadari dan melihat hal ini merupakan cara praktis untuk mengajarkan literasi
informasi, salah satunya melaui tutorial. e. Literasi Jaringan adalah kemampuan
untuk menggunakan, memahami, menemukan dan memanipulasi informasi dalam
jaringan misalnya internet.
4
Istilah lainnya dari literasi jaringan adalah literasi internet atau
hiperliterasi. Secara garis besar Bawden (2001) mengemukakan tiga jenis literasi
berbasis keterampilan yaitu literasi media, literasi komputer dan literasi
perpustakaan. Literasi perpustakaan memiliki dua pengertian, pengertian pertama
adalah mengacu pada kemampuan dalam menggunakan perpustakaan dan
menandai awal lahirnya literasi informasi yang menekankan pada kemampuan
menetapkan sumber informasi yang tepat. Pengertian yang kedua berhubungan
dengan keterlibatan perpustakaan dalam program literasi tradisioanal seperti
pengajaran kemampuan membaca. Literasi perpustakaan biasanya disinonimkan
dengan keterampilan perpustakaan dan instruksi bibliografis. Menurut Snavely
dan Cooper (1997) literasi perpustakaan merupakan istilah alternatif untuk literasi
informasi yang merupakan bentuk terbaru dari instruksi perpustakaan dan sumber
informasi lainya. Saat ini kemamuan literasi informasi merupakan sasaran atau
tujuan yang ingin dicapai dalam program pendidikan pemustaka di perpustakaan.
Pendidikan pemustaka saat ini mulai berkembang dan mencakup segala aspek
mengenai pencarian informasi, untuk mempersiapkan pemustaka mencapai
pembelajaran sepanjang hayat (Versosa, 2008: 12).
1.3 TUJUAN
Adapun yang menjadi tujuan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Agar pembaca mengerti tentang literasi media digital
2. Agar pembaca mengetahui elemen dalam literasi media digital
3. Agar pembaca mengetahui jenis dari literasi media digital
4. Agar pembaca memahami cara melakukan literasi media digital
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
7. Kritis dalam menyikapi konten; dan
8. Bertanggung jawab secara sosial.
Aspek kultural, menurut Belshaw, menjadi elemen terpenting karena
memahami konteks pengguna akan membantu aspek kognitif dalam menilai
konten. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa literasi digital
adalah pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media digital, alat-alat
komunikasi, atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan,
membuat informasi, dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat,
tepat, dan patuh hukum dalam rangka membina komunikasi dan interaksi dalam
kehidupan sehari-hari.
7
kemampuan dalam pembelajaran, dan memiliki sikap, berpikir kritis, kreatif, serta
inspiratif sebagai kompetensi digital.
8
Pendekatan yang dapat dilakukan pada literasi digital mencakup dua aspek,
yaitu pendekatan konseptual dan operasional. Pendekatan konseptual berfokus
pada aspek perkembangan koginitif dan sosial emosional, sedangkan pendekatan
operasional berfokus pada kemampuan teknis penggunaan media itu sendiri yang
tidak dapat diabaikan.
Prinsip pengembangan literasi digital menurut Mayes dan Fowler (2006)
bersifat berjenjang. Terdapat tiga tingkatan pada literasi digital. Pertama,
kompetensi digital yang meliputi keterampilan, konsep, pendekatan, dan perilaku.
Kedua, penggunaan digital yang merujuk pada pengaplikasian kompetensi digital
yang berhubungan dengan konteks tertentu. Ketiga, transformasi digital yang
membutuhkan kreativitas dan inovasi pada dunia digital.
9
menumbuhkan keahlian memahami/menafsirkan pesan. Sedangkan pada
tingkat lanjut akan menghasilkan output kemampuan memahami pesan
secara lengkap hingga pada produksi pesan, struktur pengetahuan terhadap
media yang relatif lengkap serta pemahaman kritis pada level aksi
misalnya memberi masukan dan kritik pada organisasi dan menggalang
aksi untuk mengritik media.
10
dan/atau menyebarkan informasi. TI menyatukan komputasi dan komunikasi
berkecepatan tinggi untuk data, suara, dan video. Contoh dari Teknologi
Informasi bukan hanya berupa komputer pribadi, tetapi juga telepon, TV,
peralatan rumah tangga elektronik, dan peranti genggam modern (misalnya
ponsel).
Dalam konteks bisnis, Information Technology Association of America
menjelaskan pengolahan, penyimpanan dan penyebaran vokal, informasi
bergambar, teks dan numerik oleh mikroelektronika berbasis kombinasi
komputasi dan telekomunikasi. Istilah dalam pengertian modern pertama kali
muncul dalam sebuah artikel 1958 yang diterbitkan dalam Harvard Business
Review, di mana penulis Leavitt dan Whisler berkomentar bahwa "teknologi baru
belum memiliki nama tunggal yang didirikan. Kita akan menyebutnya teknologi
informasi (TI). ". Beberapa bidang modern yang muncul dari teknologi informasi
adalah generasi berikutnya teknologi web, bioinformatika, ''Cloud Computing'',
sistem informasi global, Skala besar basis pengetahuan dan lain-lain.
2.6 MODEL LITERASI INFORMASI
Keberadaan model memungkinkan untuk mengidentifikasi berbagai
komponen serta menunjukkan hubungan antarkomponen. Juga model dapat
digunakan untuk menjelaskan apa yang di maksud dengan literasi informasi. Dari
situ kita dapat memusatkan pada bagian tertentu ataupun keseluruhan model.
Model literasi informasi ada 4 yang terkenal yaitu The Big 6, Seven Pillars,
dan Empowering 8 serta satu lagi The Seven Faces of Information Literacy
sebagaimana diusulkan oleh Bruce.
A. The Big 6
The Big 6 dikembangkan di AS oleh dua pustakawan, Mike Eisdenberg
dengan Bob Berkowitz. The Big 6 menggunakan pendekatan pemecahan masalah
untuk mengajar informasi dan ketrampilan informasi serta teknologi. Model The
Big 6 terdiri dari 6 tahap pemecahan masalah, pada masing-masing tahap
dikelompokkan dua sublangkah atau komponen. 1. Definisi tugas Definisikan
masalah informasdi yang dihadapi Identifikasi informasi yang diperlukan 2.
Strategi mencari informasi Menentukan semua sumber yang mungkin Memilih
sumber terbaik 3. Lokasi dan akses Tentukan lokasi sumber secara intelektual
11
mauopun nfisik Menemukan informasi dalam sumber 4. Menggunakan
informasi Hadapi, misalnya membaca, mendengar, menyentuh, mengalamati
Ekstrak informasi yang relevan 5. Sintesis Mengorganisasikan dari banyak
sumber Sajikan informasi 6. Evaluasi Nilai produk yang dihasilkan dari segi
efektivitas Nilai prosese, apakah efisien Model The Big 6 memiliki kekurangan
yaitu mayoritas sumber dan contoh berdasarkan sekolah dan kegiatan kelas di AS.
Kedua The Big 6 merupakan produk komersial yang mensyaratkan hak cipta dan
perlindungan merek dagang sehingga tidak dapat digunakan begitu saja.
Sungguhpun demikian, pembuat The Big 6 masih mengizinkan penggunaannya
untyuk kepertluan pendidikan asal memberitahu mereka.
B. The Seven Pillars of Information Literacy
SCONUL (Standing Conference of National and University Libraries) di
Inggris mengembangkan model konsdeptual yang disebut Seven Pillars of
Information Literacy. Model Tujuh Pilar hendaknya dilihat dari segi peningkatan
mulai dari ketrampilan kemelekan informasi dasar melalui cara lebih canggih
memahami serta menggunakan informasi, katakanlah dari novis menuju pakar.
Model 7 Pilar terdiri dari 2 himpunan ketrampilan yaitu :
a) Mengetahui bagaimana menentukan lokasi informasi serrta mengaksesnya
b) Mengetahui bagaimana memahami serta menggunakan informasi.
Empat pilar pertama terdiri atas ketrampilan dasar yang disyaratkan untuk
menentukan lokasi serta akses informasi terdiri :
(Pilar 1) Merekognisi kebutuhan informasi, mengetahui apa yang telah
diketahui, mengetahui apa yang tidak diketahui dan mengidentifikasi
kesenjangan antara yang diketahui dengan yang tidak diketahui
(Pilar 2) Membedakan cara mengatasi kesenjangan, mengetahui sumber
informasi mansa yang paling besar peluangnya memuaskan kebutuhan
(Pilar 3) Membangun strategi untuk menentukan lokasi informasi. Contoh
bagaimana mengembangkan dan memperbaiki strategi penelusuran yang
efektif
(Pilar 4) Menentukan lokasi dan akses informasi, mengetahui bagaimana
mengakses sumbert infotmasi dan memeriksa alat untuk akses dan temu
balik informasi. Pilar ke lima sampai ke tujuh merupakan ketrampilan
12
tingkat lanjut yang diperlukan untuk memahami serta menggunakan
informasi secara efektif. Adapun ke tiga pilar tersebut ialah
(Pilar 5) Membandingkan dan mengevaluasi, mengetahui bagaimana
mengases relevansi dan kualitas informasi yang ditemukan
(Pilar 6) Mengoraganisasi, menerapkan dan mengkomunikasikan,
mengetahui bagaimana merangkaikan informasi baru dengan informasin
lama, mengambil tindakan atau membuat keputusan dan akhirnya
bagaimana berbagi hasil temuan informasi tersebut dengan otarang lain
(Pilar 7) Sintesis dan menciptakan, mengetahui bagaimana
mengasimilasikan informasi dari berbagai jenis sumber untuk keperluan
menciptakan pengetahuan baru.
Ketrampilan dasar literasi informasi (pilar 1 sampai 4) merupakan dasar bagi
semua isu dan topik, dapat diajarkan pada semua tingkat pendidikan. Ketrampilan
tersebut juga diperkuat dan diperkaya melalui penggunaan berkala serta
pembelajaran sepanjang hayat, umumnya melalui program dan sumber yang
disediakan oleh perpustakaan. Untuk mencapai pilar 5 sampai 7, tantangan yang
dihadapi lebih besar karena keanekaragaman orang.
C. Empowering Eight (E8)
International Workshop on Information Skill for learning International
Workshop on Information Skills fort Learning di Colombo, Srilangka tahun 2004
ini dihadiri oleh 10 negara, yaitu Bangladesh, India, Indonesia, Maldiva,
Malaysia, Nepal, Pakistan, Singapore, Sri Lanka, Muangthai, dan Vietnam,
sedangkan workshop kedua diselenggarakan di Patiala India) november 2005.
Tujuannya oalah mengembangkan model literasi informasi yang akan digunakan
untuk negaranegara Asia Tenggara dan Selatan. Model yang dikembangkan
disebut Empowering Eight atau E8 karena mencakup 8 komponen menemukan
dan menggunakan informasi Empowering 8
Empowering 8 menggunakan pendekatan pemecahan masalah untuk
resourcebased learning. Menurut model ini, literasi informasi terdiri dari
kemampuan untuk :
1) dentifikasi topik/subyek, sasaran audiens, format yang relevan, jenis-jenis
sumber
13
2) Eksplorasi sumber dan informasi yang sesuai dengan topik
3) Seleksi dan merekam informasi yang relevan, dan mengumpulkan
kutipankutipan yang sesuai
4) Organisasi, evaluasi and menyusun informasi menurut susunan yang logis,
membedakan antara fakta dan pendapat, dan menggunakan alat bantu
visual untuk membandingkan dan mengkontraskan informasi
5) Penciptaan informasi dengan menggunakan kata-kata sendiri, edit, dan
pembuatan daftar Pustaka
6) Presentasi, penyebaran atau display informasi yang dihasilkan
7) Penilaian output, berdasarkan masukan dari orang lain
8) Penerapan masukan, penilaian, pengalaman yang diperoleh untuk kegiatan
yang akan datang; dan penggunaan pengetahuan baru yang diperoleh
untuk pelbagai situasi.
D. Bruce’s Seven faces of information literacy
Bruce menggunakan pendekatan informasi terhadap literasi informasi. Ada tiga
strategi yang diusulkannya yaitu :
a) Ancangan perilaku (behaviourist approach), menyatakan untuk dapat
digambarkan sebagai melek informasi, seseorang harus menunjukkan
karakteristik tertentu serta mendemonstrasikan ketrampilan tertentu yang
dapat diukur. Pendekatan semacam itu dianut oleh ACRL dalam
standarnya.
b) Ancangan konstrukvis (constructivist approach), tekanan pada pembelajar
dalam mengkonstruksi gambaran domainnya, misalnya melalui
pembebelajaran berbasis persoalan
c) Ancangan relasional, dimulai dengan menggambarkan fenomena dalam
bahasa dari yang telah dialami seseorang.
E. McKinsey Model
Mahasiswa pascasarjana bisnis (graduate business students) memerlukan 10
ketrampilan untuk melakukan penelitian pada abad informasi ini (Donaldson,
2004). Adapun kesepuluh ketrampilan itu ialah :
a) Fokus pada topik (persempit topik/perluas ruang lingkup)
14
b) Bekerja dalam urutan kronologis terbalik, pertama kali menelusur
informasi terbaru
c) Memahami signifikansi terminologi dan tentukan tajuk subjek yang benar
d) Menganekaragamkan sumber (gunakan buku, majalah, situs internet, dll)
e) Gunakan strategi Boole (AND,OR,NOT) pada penelusuran komputer
f) Gandakan sumber sampai tiga kali (identifikasi sebanyak tiga kali rujukan
dari yang diperlukan)
g) Evaluasi secara kritis materi yang ditemubalik; harus memiliki keurigaan
pada sumber yang berasal dari Web
h) Asimilasikan informasi; jangan plagiat, masukkan gagasan sendiri
kedalam topik penelitian
i) Sitir semua sumber
Sebenarnya model McKinsey merupakan pengembangan lebih lanjut dari
model literasi informasi yang telah ada sebelumnya. Dimulai dari kebutruhan
bisnis, namun karenas diadaptasikan untuk literasi informasi, maka dimulai
dengan kebutuhan informasi. Kebutuhan ini muncul dari masalah bisis atau
masalah penelitian, studi kasus ataupun tugas kuliah.
Setelah masalah diidentifikasi, langkah selanjutnya ialah analisis masalah
Oleh McKinsey disebut perangkaan masalah atau mendefinisikan batas masalah
kemudian memecahnya menjadi unsur komponen untuk sampai ke hipotesis awal
sebagai pemecahan. Langkah berikutnya disann analisys, kemudian dilanjutkan
dengan pengumpulan data, terutama dengan fact finding serta wawancara,
Berikutnya menafsirkan hasil, analisis serta evaluasi untuk menguji hipotesis.
Langkah paling akhir dalam model McKinesy ialah penyajian akhir.
2.7 MEDIA LITERASI
Istilah literasi media diciptakan di mid-2004 untuk menggabungkan literasi
lainnya dengan visual (Ofcom, 2004). Ofcom mengatakan literasi adalah
keterampilan untuk mengakses, menganalisa, mengevaluasi dan sekaligus
mengkomunikasikannya dalam berbagai macam format. Lebih daripada itu adalah
mampu mengenali dan mengerti informasi secara komprehensif untuk
mewujudkan cara berpikir kritis, seperti tanya jawab, menganalisa dan
mengevaluasi informasi itu. Wikipedia, the free encyclopedia, menyebutkan
15
bahwa media literacy adalah keterampilan untuk memahami sifat komunikasi,
khususnya dalam hubungannya dengan telekomunikasi dan media massa. Konsep
ini diterapkan pada beragam gagasan yang berupaya untuk menjelaskan
bagaimana media menyampaikan pesan-pesan mereka, dan mengapa demikian.
General Director UNESCO, Koiichiro Matsuura juga menjelaskan bahwa
literasi lebih dari sekadar membaca dan menulis. Melainkan juga mencakup
bagaimana kita berkomunikasi dalam masyarakat. Karena literasi berarti juga
praktik dan hubungan sosial yang terkait dengan pengetahuan, bahasa dan budaya.
Media Literacy di Indonesia lebih dikenal dengan istilah Melek Media. James
Potter dalam bukunya yang berjudul “Media Literacy” (Potter, dalam Kidia)
mengatakan bahwa media Literacy adalah sebuah perspekif yang digunakan
secara aktif ketika, individu mengakses media dengan tujuan untuk memaknai
pesan yang disampaikan oleh media. Jane Tallim menyatakan bahwa media
literacy adalah kemampuan untuk menganalisis pesan media yang menerpanya,
baik yang bersifat informatif maupun yang menghibur. Allan Rubin menawarkan
tiga definisi mengenai media literacy. Yang pertama dari National Leadership
Conference on Media Literacy (Baran and Davis, 2003) yaitu kemampuan untuk
mengakses, menganalisis, mengevaluasi dan mengkomunikasikan pesan. Yang
kedua dari ahli media, Paul Messaris, yaitu pengetahuan tentang bagaimana fungsi
media dalam masyarakat. Yang ketiga dari peneliti komunikasi massa, Justin
Lewis dan Shut Jally, yaitu pemahaman akan batasan-batasan budaya, ekonomi,
politik dan teknologi terhadap kreasi, produksi dan transmisi pesan. Rubin juga
menambahkan bahwa definisi-definisi tersebut menekankan pada pengetahuan
spesifik, kesadaran dan rasionalitas, yaitu proses kognitif terhadap informasi.
Fokus utamanya adalah evaluasi kritis terhadap pesan. Media literasi
merupakan sebuah pemahaman akan sumber-sumber dan teknologi komunikasi,
kode-kode yang digunakan, pesan-pesan yang dihasilkan serta seleksi, interpretasi
dan dampak dari pesan-pesan tersebut. Terdapat dua pandangan mengenai media
literacy yaitu dari Art Silverblatt dan James Potter (Potter dalam Kidia).
Silverblatt menyatakan bahwa seseorang dikatakan memiliki keterampilan literasi
media apabila dirinya memuat faktorfaktor sebagai berikut :
1. Sebuah kesadaran akan dampak media terhadap individu dan masyarakat
16
2. Sebuah pemahaman akan proses komunikasi massa
3. Pengembangan strategi-strategi yang digunakan untuk menganalisis dan
membahas pesan-pesan media
4. Sebuah kesadaran akan isi media sebagai „teks‟ yang memberikan
wawasan dan pengetahuan ke dalam budaya kontemporer manusia dan diri
manusia sendiri
5. Peningkatan kesenangan, pemahaman dan apresiasi terhadap isi media.
1) Di sisi lain, Potter (Baran and Davis, 2003 dalam Kidia) memberikan
pendekatan yang agak berbeda dalam menjelaskan ide-ide mendasar
dari media literacy, yaitu:Sebuah rangkaian kesatuan, yang bukan
merupakan kondisi kategorikal (Media Literacy is a continuum not a
category
2) Media literacy perlu dikembangkan dengan melihat tingkat
kedewasaan seseorang
3) Media literacy bersifat multidimensi, yaitu domain kognitif yang
mengacu pada proses mental dan proses berpikir, domain emosi yaitu
dimensi perasaan, domain estetis yang mengacu pada kemampuan
untuk menikmati, memahami dan mengapresiasi isi media dari sudut
pandang artistik, dan domain moral yang mengacu pada kemampuan
untuk menangkap nilai-nilai yang mendasari sebuah pesan
4) Tujuan dari media literacy adalah untuk memberi kita kontrol yang
lebih untuk menginterpretasi pesan. Tujuan dari melek media adalah
untuk memberdayakan individu-individu dalam mengontrol media
pemrograman. Istilah pemrograman dalam pengertian ini, tidak
bermaksud program televisi atau media pesan. Seorang individu oleh
dirinya sendiri tidak akan punya banyak pengaruh mengubah
bagaimana massa kerajinan media pesan mereka. Seorang individu
akan pernah bisa menjalankan banyak kendali atas apa yang akan
ditawarkan kepada publik. Namun, seseorang bisa belajar untuk
mengerahkan banyak kontrol atas cara pikiran seseorang mendapat
diprogram. Dengan demikian, tujuan media keaksaraan adalah untuk
menunjukkan orang-orang bagaimana untuk mengalihkan kontrol dari
17
media sendiri. Inilah yang saya maksud ketika saya mengatakan bahwa
tujuan melek media untuk membantu orang mengendalikan program
media.
18
Terdapat tujuh kecakapan atau kemampuan yang diupayakan muncul dari
kegiatan literasi media (Potter, 2004: 124),yaitu:
1. Analyze/Menganalis
Kemampuan menganalisa struktur pesan, yang dikemas dalam media,
mendayagunakan konsep-konsep dasar ilmu pengetahuan untuk
memahami konteks dalam pesan pada media tertentu. Misalnya, mampu
mendayagunakan informasi di media massa untuk membandingkan
pernyataan-pernyataan pejabat publik, dengan dasar teori sesuai ranah
keilmuannya.
2. Evaluate/Menilai
Setelah mampu menganalisa, maka kompetensi berikutnya yang
diperlukan adalah membuat penilaian (evaluasi). Seseorang yang mampu
menilai, artinya ia mampu menghubungkan informasi yang ada di media
massa itu dengan kondisi dirinya, dan membuat penilaian mengenai
keakuratan, dan kualitas relevansi informasi itu dengan dirinya; apakah
informasi itu sangat penting, biasa, atau usang. Disini, terjadi
perbandingan norma dan nilai sosial terhadap isi yang dihadapi dari
media.
3. Grouping/pengelompokan
Menentukan setiap unsur yang sama dalam beberapa cara yaitu
menentukan setiap unsur yang berbeda dalam beberapa cara.
4. Induction/Induksi
Menyimpulkan suatu pola dalam set kecil elemen, dan menggunakan pola
generalisasi untuk semua elemen dalam himpunan tersebut
5. Deduction/deduksi.
Menggunakan prinsip-prinsip umum untuk menjelaskan khusus.
6. Synthesis/sintesis
Merakit unsur-unsur ke dalam struktur baru.
7. Abstracting/ abstrak
Menggambarkan secara singkat ,jelas, dan tepat isi dari pesan yang
terkandung dalam mediaKecakapan di atas sebaiknya juga diperkuat
19
dengan aspek-aspek yang harus dipahami dalam kegiatan literasi media
(Silverblatt, 1995: 13), yaitu:
Proses
Konteks
Framework
Produksi nilai
Proses di dalam aktivitas penguatan literasi media sangat dipengaruhi oleh
tujuan kegiatan tersebut. Bila tujuan dari kegiatan literasi media adalah
mengenalkan efek media, prosesnya tentu saja mendahulukan mengakses isi pesan
yang diasumsikan berefek tak baik. Sementara itu, bila tujuan untuk mengenalkan
aspek produksi, tentu saja prosesnya melibatkan produksi dan semua aspeknya.
Konteks juga sangat berpengaruh pada kegiatan literasi media. Maraknya
pembicaraan tentang pornografi membuat kegiatan literasi media sebaiknya juga
merujuk pada kasus-kasus pornografi di media. Aspek framework terutama
berkaitan dengan aspek produksi. Kerangka pandang konten media mempengaruhi
kegiatan literasi media, terutama yang berkaitan dengan motif komersial.
Terakhir, kegiatan literasi media seharusnya menjadikan individu khalayak media
memiliki nilai tersendiri, yang mana konten media yang dipandang baik dan
dipandang buruk.
2.10 TANTANGAN DALAM E-LITERASI
Berkembangnya peralatan digital dan akses informasi digital yang membanjir,
keterampilan dalam literasi digital menjadi hal yang mesti dikuasai pengguna
internet. Tercatat melalui riset yang dilansir oleh wearesocial.sg bahwa pada tahun
2017 terdapat 132 juta pengguna internet di Indonesia dengan angka pertumbuhan
sebanyak 51% hanya dalam setahun.
Sebagai salah satu negara dengan jumlah pengguna internet terbesar di dunia,
perkembangan dunia digital di Indonesia punya dua sisi yang berlawanan dalam
kaitannya dengan pengembangan literasi digital. Di satu sisi mudahnya akses
informasi memudahkan kita memenuhi kebutuhan dan rasa ingin tahu, di sisi lain
dengan tidak memiliki keterampilan di dunia digital, maka hal ini akan berdampak
negatif untuk kehidupan kita.
20
Berkembangnya peralatan digital dan akses informasi tentu menjadi tantangan
sekaligus peluang. Dengan penggunaan internet yang terbilang tinggi, pihak
pemerintah Indonesia mesti memikirkan cara terbaik dalam menanggulangi berita
atau informasi hoaks, ujaran kebencian, dan perilaku intoleran yang dapat dengan
mudah ditemui di media sosial.
BAB III
PENUTUP
3.1.KESIMPULAN
Media memang merupakan perpanjangan kemampuan manusia, sehingga
disadari atau tidak, integritas dalam kehidupan sehari hari pun sangat tinggi. Ini
bisa berdampak positif bisa juga sebaliknya jika tidak dimaknai secara fungsional.
Terutama ancaman kapital yang kemudian dapat mempengaruhi para khalayak
media, disinilah mengapa literasi emdia menjadi penting karena kemampuan
mengkritisi teks media akan sangat membantu dan memahami pesan pesan yang
dimunculkan sehingga tidak menjadi korban.
Literasi diartikan melek huruf dan kemampuan baca tulis. Literasi sangat erat
kaitannya dengan informasi. Jenis literasi selain informasi ada literasi media dan
literasi digital. Literasi media merupakan kemampuan seseorang untuk
menggunakan berbagai media guna mengakses, analisis serta menghasilkan
informasi untuk berbagai keperluan. Untuk medefinisikan literasi digunakan
pendekatan trikotomi yang mencakup 3 bidang yaitu akses, pemahaman, dan
menciptakan. Literasi media dapat dilakukan dengan kegiatan menganalisa,
evaluasi, pengelompokan, induksi, deduksi, sintesis, dan abstrak. Literasi media
menjadi solusi atas kekhawatiran banyak pihak akan dampak negatif dari media.
21
Literasi digital adalah himpunan sikap, pemahaman, dan keterampilan menangani
dan mengkomunikasikan informasi dan pengetahuan secara efektif dalam
berbagai media dan format. Literasi digital memiliki empat komponen utama
yaitu tonggak pendukung, pengetahuan latar belakang, kompetensi, sifat dan
perspektif.
3.2 SARAN
Dengan perkembangan teknologi informasi yang saat ini telah berkembang
pesat Literasi media sangat dibutuhkan agar masyarakat menjadi cerdas dan
memiliki kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevakuasi dan
mengkomunikasikan pesan sehingga dapat memilih mana yang baik dan mana
yang buruk, untuk itu kita harus lebih bijak dan lebih selektif lagi dalam memilih
berita di media misalnya pilih informasi yang berasal dari portal berita yang
kredibel. Atau, jika lebih teliti sedikit, bisa menggunakan perangkat yang telah
disiapkan oleh google atau aplikasi serupa untuk mengidentifikasi asal-usul foto
atau berita. Jika lebih teliti, pasti akan terhindar dari hoaks.
22