Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

Wawasan Budaya
( Dosen Pengampuh : Rahmatia Pakaya, SE,M.Si )

Oleh :

Mohamad Zidhan Hidayat Lapalanti

(931419013)

PROGRAM STUDI S1-MANAJEMEN

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

TAHUN.2021
Prakata

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan
sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan
syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan
makalah sebagai tugas akhir dari mata kuliah wawasan budaya. Penulis tentu menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan
di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini,
supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila
terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Gorontalo, 21 Februari 2021

Penyusun
Daftar isi

Prakata............................................................................................................................................. 2
Daftar isi.......................................................................................................................................... 3
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................. 4
1.3 Tujuan.................................................................................................................................... 4
BAB 2 PEMBAHASAN ................................................................................................................. 5
2.1 Upacara Malabot Tumbe/tumpe ............................................................................................ 5
2.2 Tarian penyambutan ( Umapos ) .......................................................................................... 7
BAB 3 PENUTUP .......................................................................................................................... 8
3.1 Kesimpulan............................................................................................................................ 8
Daftar Pustaka ............................................................................................................................. 9
Lampiran ................................................................................................................................... 10
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kebudayaan merupakan suatu aspek kehidupan manusia pada suatu daerah yang berfungsi
menata dan mengatur kehidupan masyarakat secara menyeluruh yang meliputi norma sosial, adat
istiadat atau kebiasaan masyarakat. Dalam perkembangannya kebudayaan juga mengikuti
dinamika kemajuan masyarakat pendukungnya dan berpengaruh pada penerapan norma sosial
yang ada dalam masyarakat berbudaya.
Oleh karena itu kebudayaan dan sejarah merupakan basis kehidupan didaerah dalam
menerapkan norma sosial yang harus dihormati oleh para pengambil kebijakan, disisi lain kita juga
memberikan tempat kepada aspek-aspek yang baik, dari kebudayaan daerah lain dan kebudayaan
kita sendiri maupun kebudayaan modern yang datang dari belahan dunia barat sambil memilah
dan memilih aspek aspek yang baik dan aspek yang tidak baik. Kebudayaan pula terbentuk dari
proses yang panjang oleh karena itu dalam memahami kronologisnya dibutuhkan waktu yang lama
serta keuletan kesabaran dan ketabahan dalam pengkajiannya berdasarkan pada profesionalisme
yang proposional. Sehingga memahami kebudayaaan tidak terlepas dari sebuah kegiatan
menghubungkan manusia dengan budaya yang diwujudkan dalam kegiatan sosial, kebudayaan
dapat diwujudkan dengan adanya komunikasi yang baik antara masyarakat yang memiliki
kebudayaan yang artinya bahwa kebudayaan manusia tidak dapat dikatakan saling berinteraksi
sosial jika tidak berkomunikasi untuk mewujudkan tujuan kebudayaan baik itu etnis, suku, agama,
ras, adat istiadat serta norma sosial.

1.2 Rumusan Masalah


 Apa yang dimaksud dengan budaya Malabot Tumbe/tumpe?
 Seperti apa tarian umapos?

1.3 Tujuan
Agar mahasiswa dan para pembaca bisa mengetahui budaya adat suku saluan di kabupaten
banggai provinsi Sulawesi tengah .
BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Upacara Malabot Tumbe/tumpe

Malabot Tumbe adalah event tradisional lintas kabupaten di Sulawesi Tengah yang selalu
dilaksanakan awal Desember setiap tahun. Event ini melibatkan tiga wilayah kabupaten, yaitu
Kabupaten Banggai (beribukota Luwuk), Kabupaten Banggai Kepulauan di Kabupaten Banggai
Kepulauan (beribukota Salakan) dan Kabupaten Banggai Laut (beribukota Banggai). Event ini
berupa pengumpulan telur burung Maleo atau Manuk Mamua dari keluarga pada masyarakat adat
di Batui Kabupaten Banggai, penghantaran telur maleo dari Batui melalui jalur tradisional di laut
ke Kabupaten Banggai, dan penerimaan telur tersebut oleh masyarakat adat di Banggai laut yang
dulunya merupakan pusat pemerintahan di wilayah Banggai bersaudara.
Event yang populer di Batui dengan istilah tumpe ini akan terus dilaksanakan karena tidak
ada pilihan lain kecuali melaksanakannya. Pelaksanaan penghantaran dan penerimaan telur ini
merupakan amanah leluhur yang telah berlangsung sejak tahun 1600an pada masa pemerintahan
Raja Maulana Prince Mandapar. Sangat diyakini, bahwa kelalaian dalam melaksanakan tradisi ini
adalah kesalahan kolektif yang dapat menimbulkan keburukan secara umum. Secara nyata,
masyarakat adat Batui belum dapat mengkonsumsi telur maleo hasil panen musim itu sebelum
telur pertamanya diantarkan kepada keluarganya di Banggai (Kabupaten Banggai Laut) dan
rombongan pengantar kembali ke Batui. Upacara ini dilaksanakan oleh masyarakat adat Batui
bukan sebagai paksaan akan tetapi sebagai wujud pelaksanaan amanah yang dipegang teguh sejak
dahulu kala.

a. Tahapan upacara
Bosanyo Batui dan pengkat adat mengorganisir masyarakat adat Batui melalui Dakanyo atau
pemimpin adat setingkat di bawah Bosanyo guna pengumpulan telur Maleo. Memanjatkan doa
bersama kepada Tumpu Allah ta’ala/Tuhan alam semesta serta restu leluhur di beberapa Kusali.
Terutama Kusali Matindok, Loa dan Bolak asal-muasal 3 kerajaan kecil di batui. Kemudian telur-
telur di kumpulkan di rumah Dakanyo untuk di doakan dan di lanjutkan dengan prosesi
penghantaran ke rumah Bosanyo. Selanjutnya telur yang telah dikumpulkan dibungkus daun
Kombuno (dahulu telut-telur tersebut dibuatkan ritualnya/diasapi kemudian di gantung di tempat
khusus, dan yang diantarakan ke Banggai adalah telur yang di gantung setahun lamanya dan yang
di ambil saat ini untuk diantarkan tahun depan karena melimpahnya jumlah telur Maleo di
Bakiriang Batui).

Selanjutnya persiapan pengantaran dari rumah Bosanyo ke pantai dan untuk perjalanan ke
Banggai memakai perahu yang berawak sejumlah tujuh orang sebagai pengantar yang terdiri dari
tiga orang perangkat adat dan empat orang sebagai pendayung dan juru mudi. Selanjutnya,
rombongan penghantar siap di lepas menuju Banggai pada pagi hari. Dalam perjalanannya,
rombongan penghantar telur harus singgah di Pinalong untuk melontar selanjutnya rombongan
terus ke tanjung merah, suatu daerah di pulau Labobo, Mansalean untuk bermalam dan mengganti
pembungkus telur dan daun Kombuno yang Baru. Bekas pembungkus telur yang lama akan di
lepas dan di hanyutkan di laut. Daun bekas pembungkus telur tersebut akan di hanyutkan
mengikuti arus laut yang akan membawanya ke pantai Banggai, sehingga menjadi tanda bagi pihak
kerajaan bahwa rombongan pengantar telur Maleo telah berada di Tanjung Merah bersiap masuk
ke Banggai. Sehingga di siapkan ritual Malabot/menerima oleh Batomundoan Banggai.

Selanjutnya rombongan pengantar akan menghantarkan perahu ke Banggai Lalongo. Setelah


sampai di depan Banggai Lalongo, perahu diarahkan kembali ke Kota Tua/Kampung Jin di depan
Tinakin bolak-balik. Setelah itu perahu diarahkan kepelabuhan Banggai yang berhadapan dengan
Keraton Batomundoan Banggai. Di Banggai sendiri upacara Malabo telah menanti. Dalam
pelaksanaan Upacara Malabot Tomundo memberi mandat kepada Bobato dalam hal ini Jogugu
untuk memimpin penjemputan sekaligus menerima hantaran Telur dari Batui. Selanjutnya
hantaran telur-telur tersebut menjadi wewenang Jogugu untuk mengaturnya untuk di bagikan
kepada keluarganya di Banggai Lalongo, Boneaka dan Padang Laya. Sisanya akan diberikan
kepada keluarga-keluarga yang lain di Banggai.

Setelah telur telah resmi di terima maka rombongan pengantar akan kembali ke Batui
melaporkan kepada Bosanyo Batui dan ketiga Kusali Matindok Loak Bolak. Kemudian seluruh
pertangkat adat bersama masyarakat adat membuat ritual adat sebagai ucapan syukur atas
selesainya tugas melaksanakan amanat leluhurnya. Dan sebagai pertanda kepada keluarga dan
masyarakat Batui Bahwa Telur Maleo yang ada di Batui sudah dapat dimakan.

b. Makna dari upacara malabot tumbe/tumpe


Yang Pertama adalah aspek social kultur, bahwa masyarakat Banggai baik yang berada di
kepulauan maupun yang berada di daratan besar sejatinya adalah bersaudara apa yang di rasakan
oleh masyarakat di Banggai darat haruslah ikut dirasakan oleh masyarakat Banggi di kepulauan.
Semenjak Negara ini ada dan bahkan telah terpisah secara administrative pemerintahan sekalipun.
Rela membantu dan menghidupkan saudaranya melalui kebersamaan dan gotong royong
berbudaya dan bekerja dan menjaga amanat leluhurnya.
Yang Pertama adalah aspek social kultur, bahwa masyarakat Banggai baik yang berada di
kepulauan maupun yang berada di daratan besar sejatinya adalah bersaudara apa yang di rasakan
oleh masyarakat di Banggai darat haruslah ikut dirasakan oleh masyarakat Banggi di kepulauan.
Semenjak Negara ini ada dan bahkan telah terpisah secara administrative pemerintahan sekalipun.
Rela membantu dan menghidupkan saudaranya melalui kebersamaan dan gotong royong
berbudaya dan bekerja dan menjaga amanat leluhurnya.
2.2 Tarian penyambutan ( Umapos )

Dua orang lelaki berparang lengkap dengan tameng menghadang kedatangan tamu yang
berkunjung ke komunitas adat Saluan di Nambo, Banggai. Seorang laki-laki lainnya berdiri tegap
memegang sosuduk, tombak adat yang berujung lurus. Lalu dua lelaki berparang tadi dengan suara
keras dalam bahasa ibu Saluan menghadap sang tamu sambil menanyakan maksud kedatangannya .
Setelah diketahui bahwa ternyata tamu yang datang memiliki maksud baik, mereka lalu
menari di depan tamu itu dan meminta perlindungan. Lalu setelah itu sang tamu disambut mo
kakambuhi pae kinini, yaitu hamburan beras kuning ke arah wajah dan kepalanya. Kemudian Hoi,
pujian kepada Tuhan yang Maha Kuasa disampaikan dengancara berdendang.
Adegan tersebut merupakan bagian dari Umapos, yaitu tradisi penyambutan tamu yang ada
dalam masyarakat Saluan, Sulawesi Tengah. Saluan adalah salah satu kelompok suku besar yang
mendiami wilayah di Kabupaten Banggai, selain suku Banggai dan Balantak. Makna mo kambuhi
pae kinini, menghamburkan beras kuning adalah agar tamu yang datang dijauhkan Tuhan Yang
Maha Kuasa dari Marabahaya. Lalu hamparan kain putih diniati agar sang tamu membawa hal-hal
yang baik bagi warga setempat dan bentuk penghormatan adat kami bagi Pak Gubernur yang orang
tuanya pernah memimpin suku-suku asli di Lembah Palu
Tari ini merupakan visualisasi gerak tari perang tentang keperkasaan para
pendekar/pemberani suku saluan yang disebut talenga. Tari ini dimainkan oleh 2 orang laki?laki
atau lebih termasuk 2 orang wanita, biasanya tari ini dmainkan untuk menjemput (molabot) tamu
kehormatan. Lewat tarian ini pula para talenga menyampaikan pesan dan rasa hormat atas tamu
yang dijemput. Ungkapan hati yang disampaikan dalam bahasa saluan disebut mohondawit atau
mototobi, isi pesan bisanya disampaikan lewat ungkapan gaya bahasa sastra lisan seperti contoh
dibawah ini; - Angkat suba? tinoli tumpungku himaleng i tano? Banggai (Ketika ku angkat senjata
ini Tuan datang dengan hati yang ihlas di Tanah Banggai). - Salamat anu kopian daka-daka
(selamat datang orang-orang yang bijak) - Tinopeja?mo Tano? Banggai (telah menginjakkan kaki
di tanah Banggai) - Niat aman daka ? daka (dengan niat baik dan ikhlas) - Tano Mongkadodohi
Batu Mosoni (tana yang menjunjung tinggi keluhuran) - Batu mosoni mongkadodohi Tano
(keluhuran yang mempertahankan keutuhan wilayah) - Toka sidu-sidutu? (jika sewaktu-waktu
datang) - Madi? sinumbu? hipuan hitolun Kutumbusising nutano? (tidak diketahui mungkin lusa
atau tula atau kapan-kapan) - Mau aku mate kosasawan hingga-hinggat (kalau ada gangguan
ditanah kami kita maju bersama dan saya ihlas mati duluan inilah kami) Adapun kostum dan
peralatan dalam tarian umapos adalah sebagai berikut : 1. Pakaian ( Kabasaran ) 2. Tombak (
Talombo ) 3. Perisai ( Kanta ) 4. Parang ( Baja ) 5. Ikat Kepala dengan properti taring babi rusa (
sualang )
BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Budaya merupakan suatu asset yang dimiliki oleh setiap daerah, bahkan budaya merupakan
sebuah asset Negara. Setiap daerah di Indonesia memiliki budaya yang berbeda, budaya-budaya
ini hendaknya di pelihara dan dilestarikan oleh masyarakat karena budaya merupakan identitas
Negara. Peran masyarakat sangatlah penting dalam melestarikan budaya, namun pada
kenyataannya saat ini hanya sebagian kecil masyarakat yang peduli terhadap budaya, hal ini
disebabkan adanya budaya-budaya asing yang masuk ke Indonesia dan sangat di gandrungi oleh
pemuda-pemudi yang ada di Indonesia. Budaya asing semakin gencar mempengaruhi generasi
muda Indonesia hal ini dikarenakan adanya internet yang mempermudah mereka mendapatkan
informasi. Gaya ala harajuku, k-pop style saat ini menjadi sedang marak dikalangan muda
Indonesia.
Daftar Pustaka

https://pesonawisata.sultengprov.go.id/index.php/id/events/upacara-adat-tumpe-tumbe-kearifan-
lokal-masyarakat-adat-banggai-dan-batui.html
https://www.liputan6.com/lifestyle/read/2347354/uniknya-umapos-tradisi-sambut-tamu-di-
banggai
Lampiran

1. Upacara Malabot Tumbe/tumpe

2. Tarian Umapos

Anda mungkin juga menyukai