Anda di halaman 1dari 7

RESUME ANTROPOLOGI

PASANG SURUT EVOLUSIONISME


Irrestry Naritasari
09/281041/PS/05676

A. Analogi Evolusi
Evolusi merupakan suatu perubahan dari sederhana menjadi kompleks
secara perlahan. Evolusionisme merupakan landasan awal bagi pembentukan
berbagai paradigma dalam antropologi walaupun hal ini masih menjadi suatu hal
yang dipertentangkan apakah perilaku manusia dapat dijelaskan oleh hereditas-
suatu hal yang identik dengan evolusionisme. Namun tak dapat dipungkiri bahwa
kebudayaan memang berevolusi dan mengalami apa yang dinamakan seleksi
alam. Hal ini menunjukkan bahwa evolusi biologi dan evolusi kebudayaan pada
manusia tidak sepenuhnya terpisah satu sama lain. Ridley (1991) menyatakan
bahwa terjadinya seleksi alam haruslah memenuhi syarat berikut: (1) adanya
variasi (2) adanya reproduksi diferensial (3) adanya mekanisme untuk
menduplikasi unsur-unsur adaptif.
Dalam evolusi kebudayaan, variabilitas datang dari rekombinasi perilaku
yang dipelajari serta dari penemuan-penemuan. Kebudayaan juga tidak terisolasi
secara reproduktif artinya kebudayaan dapat meminjam hal-hal baru dari perilaku
dari kebudayaan lain. Walaupun tidak diwariskan secara genetik, unsur-unsur
perilaku adaptif pun juga dapat diturunkan melalui proses peniruan maupun
proses pembelajaran dari orangtua.

B. Relevansi Pemikiran Charles Darwin


Meskipun banyak ditentang oleh beberapa ahli, teori Charles Darwin
tentang evolusi sebagai akibat seleksi alam. membawa pengaruh besar terhadap
biologi modern. Charles Darwin menyatakan bahwa setiap spesies terdiri dari
suatu variasi besar individu, yang sebagian mampu beradaptasi dengan
lingkungan dan sebagian lagi tidak. Individu yang mampu beradaptasi dengan
lingkungannya lah yang mampu menghasilkan lebih banyak keturunan dalam
generasi selanjutnya. Sebaliknya individu yang gagal beradaptasi perlahan-lahan
akan musnah atau hilang. Logika ini tampaknya tidak terelakkan dan
kenyataannya memang itulah yang terjadi.

C. Tradisi Biologi dan Tradisi Antropologi


Evolusi sosial sering kali dilihat analog dengan evolusi biologi Namun
memandang evolusi sosial hanya dengan cara ini saja memungkinkan adanya
peremehan terhadap preseden sejarah. Tidak tepat pula apabila kita memandang
perkembangan evolusionis dalam antropologi hanya sebagai perluasan dari teori
Darwin tentang seleksi alam. Teori lain yang diungkapkan oleh Lamarck
sepertinya lebih masuk akal daripada teori Darwin khususnya dengan evolusi
kebudayaan secara gradual, unilinear atau universal. Unsur-unsur kebudayaan
yang baru ditemukan dapat dengan cepat diteruskan dari individu ke individu.
Lamarck mengemukakan bahwa setiap garis keturunan berevolusi
membentuk kehidupan yang lebih sempurna, organ-organ pada makhluk
berkembang menjadi lebih baik atau mengalami kemunduran tergantung apakan
penggunaan organ tersebut sesuai potensinya atau tidak. Ia juga menyatakan
bahwa individu memiliki ciri-ciri khas yang dapat diteruskan kepada keturunan
mereka.
1. Evolusionisme Unilinear
Evolusionisme Unilinear adalah konsepsi bahwa ada satu garis dominan
dalam evolusi. Hal ini berarti semua masyarakat melalui tahap-tahap yang sama.
Dalam pandangan ini, evolusi sendiri ditekankan kepada kebudayaan materi, cara
subsistensi, organisasi kekerabatan, keyakinan keagamaan dimana fenomena ini
saling berkaitan satu sama lain. Gagasan evolusi unilinear ini sendiri sebenarnya
tumbuh dari teori monogenesis yang mencapai puncaknya pada abad ke 19
dimana gagasan tersebut tampil sebagai ide sentral pemikiran antropologi.
Isu pokok pertama yang muncul adalah mengenai keluarga versus kontrak
sosial yang menghasilkan kepada perdebatan mengenai hubungan kekerabatan,
prasejarah dari keluarga dan sistem keturunan serta hubungan sistem-sistem yang
disebut dengan “promiskuitas primitif”, “hak milik pribadi”, totemisme dan incest
taboo.
 Matrilinealitas vs Patrilinealitas
Sebagian besar ahli pada abad ke-19 meyakini bahwa
matrilinealitas datang sebelum patrinealitas. Namun demikian ada
perbedaan pandangan dalam membuktikan bahwa matrilinealitas datang
sebelum patrinealitas. Hal ini terus menjadi perdebatan dan perdebatan itu
sendiri berpusat pada mengapa matrilinealitas mendahului patrilinealitas.
Banyak sekali argumentasi-argumentasi yang muncul namun yang perlu
kita cacat adalah bahwa argumentasi yang ada saat itu dibangun dalam
kerangka evolusi unilinear dimana perhatian pada diversitas kebudayaan
masih jarang.
 Totemisme
Totem berasal dari bahasa orang Indian Ojibwa. Istilah totem ini
sering digunakan dalam konsep lintas budaya totemisme dalam berbagai
etnografi. Sebelum abad ke-19 telah muncul berbagai argumen mengenai
totemisme ini, namun hampir semua teori pada masa itu menghubungkan
totemisme dengan eksogami dan sebagian besar yakin bahwa totemisme
berevolusi terlebih dahulu. Sebagian antropolog meyakini bahwa kajian
mengenai totemisme adalah awal dari pengkajian mengenai agama secara
lebih luas dalam evolusionisme.
Tokoh yang berperan penting yaitu Edward B.Taylor dan James
Frazer. Teori Taylor tentang agama terdiri dari suatu skema evolusi dan
animisme, semua doktrin yang mencakupi bahwa jiwa berada secara
independen di dunia materi ini. Sedangkan Frazer memandang agama
berevolusi sejalan dengan pengetahuan primitif dan kebudayaan modern
adalah tahap evolusi yang mengandung “berkas-berkas benang”.
2. Evolusionisme Universal
Evolusionisme Universal ini muncul pada awal abad 20 sebagai pengganti
dari evolusionisme unilinear. Fase-fase unilinear yang kaku sudah tidak dapat lagi
dipertahankan. Sebagai gantinya fase-fase evolusi yang luas atau universal
dikemukakan seperti pembagian klasik antara “savagery”, “barbarism” dan
“civilization”. Perdebatan-perdebatan mengenai patrilinealisme, matrilinealisme,
serta totemisme pun menjadi tersingkir. Tokoh-toko utama evolusionisme
universal adalah ahli arkeologi Australia V.Gordon Childe serta antropolog
Amerika Leslic White. Evolusionisme Universal merupakan teori yang kurang
kuat karena sukar diperdebatkan.
3. Evolusionisme Multilinear dan Ekologi Budaya
Evolusionisme multilinear terfokus pada garis-garis spesifik
perkembangan dalam masyarakat atau kelompok masyarakat spesifik yang
memiliki bersama apa yang disebut dengan inti kebudayaan. Inti kebudayaan
sendiri merupakan suatu konstelasi ciri-ciri yang paling terikat dengan kegiatan
subsistensi dan tatanan ekonomi. Inti tersebut meliputi pola-pola sosial, politik,
agama yang secara empiris ditentukan menjadi berhubungan erat dengan tatanan
ini.Tokoh dari evolusionisme ini adalah Julian Steward. Evolusionisme
multilinear ini memiliki ikatan longgar dengan gagasan ekologi budaya dimana
evolusionisme ini berupaya memecahkan persoalan dengan mendudukkan
pencetus teknologi dan evolusi sosial secara tersebar di berbagai negara.
Pendekatan agak berbeda namun juga multilinear dan ekologis adalah
yang dikembangkan oleh George Peter Murdock. Mourdock berpendapat bahwa
tatkala mode aturan keturunan berubah maka demikian pula halnya terminologi
kekerabatan. Oleh karena itu, kita dapat menempatkan hubungan kausal dan
evolusionisme unsur-unsur kebudayaan ini.

D. Asal Usul dan Perkembangan Agama


Dalam menjelaskan asal-usul agama terdapat dua metode yang dapat
digunakan yaitu metode komparatif-bukti-bukti dan metode survivals yakni
proses, adat-istiadat, pendapat-pendapat, dan lain-lain yang dibawa oleh kekuatan
kebiasaan ke dalam suatu keadaan masyarakat yang bertahan sebagai bukti dan
contoh dari kondisi kebudayaan sebelumnya, sementara diluar itu kebudayaan
baru terus berevolusi. Tokoh yang berperan penting adalah Edward B.Taylor
(Teori Animisme) dan Emile Durkheim (Teori Totemisme)
Teori Animisme Taylor menekankan pada keberadaan jiwa sebagai
definisi minimum dari agama. Taylor mengembangkan analogi bahwa manusia
pertama dulu memperluas jiwa atau roh meliputi pula batu-batuan, senjata,
makanan, ornamen, dan objek lainnya. Teorinya roh Taylor yang asli diperluas
menjadi doktrin tentang jiwa yang lebih luas, yaitu teori animistik tentang alam,
perkembangan pandangan bahwa makhluk halus adalah penyebab personal dari
fenomena dunia; asal-usul roh penjaga dan roh alam; asal-usul politeisme; dan
akhirnya perkembangan gagasan monoteisme sebagai kelengkapan dari sistem
politeistis dan akibat dari filosofi animistik.
Durkheim mengemukakan bahwa totemisme mencakup semua aspek
esensial dari agama sehingga sifat sakral yang diperlukan agama terlihat dalam
totem. Totem merepresentasikan suatu klan. Manusia primitif menganggap bahwa
masyarakat adalah sakral-karena ia tergantung pada masyarakat sebagai sumber
kekuatan dan kebudayaan. Namun alih-alih kepada masyarakat, manusia primitif
lebih mudah memvisualisasikan perasaannya pada simbol-totem-sehingga totem
menjadi suatu hal yang sakral. Pada intinya itulah Tuhan. Karena masyarakat
mempertuhankan dirinya sendiri, Durkheim pun berpendapat bahwa tidak hanya
anggota masyarakat yang sakral tetapi juga semua yang terikat dengan
masyarakat.
1. Evolusionisme dan Analogi Organik Struktural-Fungsionalisme.
Radcliffe-Brown menyatakan bahwa antropologi berawal pada dua titik
perkembangan yaitu pemikiran evolusi kemudian pemikiran Montesquiei. Pada
titik awal pertama berkembang gagasan bahwa masyarakat tersusun secara
sistematik. Spencer menyebutkan bahwa ilmu pengetahuan mengenai masyarakat
berlandaskan pada ilmu mengenai kehidupan (biologi) dan bahwa pemikiran
evolusionis adalah cara berpikir yang tepat. Spencer yang diperkuat juga oleh
Durkheim menyatakan bahwa masyarakat adalah komponen-komponen yang
terjalin satu sama lain yang saling masing-masing komponen menjalankan
fungsinya.
2. Evolusionisme Abad ke Dua Puluh
Di abad ini evolusi yang berkembang adalah evolusi sosial yang terkait
pada ‘kemajuan’ dan ‘arah’. Kejadian sosial dan deterministik merupakan dua
unsur yang tidak dapat dipisahkan dalam proses evolusi sosial. Walaupun batas-
batas masa lampau dan masa kini dapat diketahui, masa depan evolusi sosial
justru tidak. Hal ini karena kita tak pernah yakin akan masa depan sementara masa
lampau dapat kita tilik kembali dan dipelajari arahnya. Evolusi sosial berbeda
dengan evolusi biologi karena evolusi sosial meliputi upaya disengaja, revolusi,
tuntutan kepentingan, dan pilihan-pilihan. Evolusi sosial terjadi melalui proses
belajar (disadari atau tidak) yang berbasis bahasa dan budaya sedangkan evolusi
biologi adalah genetik dan tanpa disadari.
3. Antropologi Ekologi
Antropologi Ekologi memfokuskan pada kajian mengenai hubungan
antara manusia dengan lingkungan fisik mereka. Antropologi ekologi adalah
materialis dalam orientasinya karena menekankan pada kegiatan subsistensi, cara
memperoleh makanan, dan lingkungan fisik. Dalam membahas antropologi
ekologi, Benjamin Orlove mengidentifikasi tiga tahap perkembangan antropologi
ekologi, yaitu :
a. Dominasi pemikiran Steward dan White tentang lingkungan sebagai
sesuatu yang terhadap lingkungan itu kebudayaan beradaptasi melalui
penggunaan alat, teknologi, dan pengetahuan.
b. Antropologi ekologi neo-evolusionis dan neo-fungsionalis. Neo-
evolusionis lebih tertarik pada asal-usul sementara ekolog fungsionali
menitikberatkan pada adaptasi fungsional yang memungkinkan
populasi untuk mengeksploitasi lingkungan dengan berhasil tanpa
melebihi carrying capasity dari sumber daya lingkungannya.
c. Antropologi ekologi sebagai tahap prosesual dimana para ekolog
prosesual berharap untuk memusatkan perhatian pada mekanisme
perubahan, menggabungkan analisis mereka mengenai konflik dan
kerja sama.
E. NEO-DARWINISME

Neo-Darwinisme adalah suatu perspektif yang terdiri dari dua arus pikiran
dasar dan jelas batasannya yakni sosiobiologi dan apa yang disebut sebagai
revolusionis
Sosiobiologi merupakan suatu bahasan yang mengkaji masyarakat dan
kebudayaan dalam pandangan biologi. Tokoh yang menggagas kajian ini adalah
Wilson, dimana ia memandang masyarakat dan kebudayaan manusia semata-mata
perpanjangan dari makhluk hewan yang berwujud manusia. Sedangkan Fox
berargumen bahwa aspek-aspek sistem kekerabatan manusia ditemukan juga di
kalangan primata bukan manusia. Sosiobiologi in tidak berubah menjadi ‘sintesis
baru’ dalam antropologi. Hal ini karena sosiologi tidak memiliki dampak yang
besar terhadap antropologi walaupun pandangan ini sukses dalam biologi.
Pemikiran revolusionis adalah karakter dari abad ke-19 mengenai asal usul
dan bahkan kembali kepada pokok perhatian di abad 19 yaitu totemisme dan
promiskuitas primitif. Gagasan revolusioner sendiri muncul sebagai paradigma
baru pada tahun 1980-an. Ciri sentral kini adalah upaya menemukan asal-usul
kebudayaan simbolik atau culturo genesis. Suatu versi ekstrem dari pendekatan ini
adalah teori Knight. Teori Knight adalah evolusionis karena menekankan faktor
pencetus dari manusia pra-simbolik ke manusia simbolik-budaya, tetapi titik fokus
adalah revolusi instan.

Anda mungkin juga menyukai