PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
berbangsa dan bernegara yang semestinya, hal ini di karenakan Pancasila sebagai
dasar utama dari semua jenis aturan dan kebijakan bangsa Indonesia. Berbicara
pancasila memilikik makna yang mendalam baik dari sejarah pembentukan dan
landasan untuk menuju cita-cita bangsa Indonesia dan untuk memotivasi bangsa
modernisasi, westernisasi yang tak lain adalah globalisasi telah mengikis nilai-
dengan adat istiadat yang sangat kental dan menjadi ciri khas dari pida bangsa
Indonesia sendiri. Adat istiadat itu sendiri dewasa ini masih sangat kental dan
Timur. Secara umum, Propinsi NTT masih sangat kental dan bergantung terhadap
1
adat istiadat dann budayanya. Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan
wilayah kepulauan yang didiami oleh berbagai macam etnis dengan latar belakang
sejarah dan budaya yang bereaneka ragam. Keberagaman budaya yang ada di
Nusa Tenggara Timur (NTT) harus dipandang sebagai kekayaan bersama dengan
cara merubah pandangan yang melihat perbedaan budaya etnis sebagai perbedaan
Salah satu contoh suku yang masih kental dengan nilai adat dan budaya di
NTT adalah suku Bangsa Dawan/Atoni merupakan salah satu etnis terbesar yang
mendiami Pulau Timor (Barat) yakni meliputi Kabupaten Timor Tengah Utara,
Timor Tengah Selatan dan Kabupaten Kupang dengan memiliki budaya material
dan non material yang berbeda dengan etnis-etnis lain di daerah NTT. Salah satu
warisan budaya yang masih tumbuh dan berkembang adalah ritus-ritus adat yang
menempati Wilayah Pulau Timor bagian Barat dengan pola susunan sosial
berawal dari berbagai konsep yang berkembang pada masyrakat itu sendiri berupa
sistem nilai, norma, hukum adat, etika, upacara, kepercayaan dan sebagainya.
2
Kearifan lokal biasanya berwujud sebagai sistem filosofi, nilai, norma,
hukum adat, etika, lembaga sosial dan sistem kepercayaan melalui upacara.
adalah sumber kearifan yang diwadahi dari sistem kepercayaan (religi). Sistem
Maha Esa, sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Hal ini berarti
memaksakan suatu agama dan atau kepercayaan dengan cara apapun kepada
dalam masyarakat lokal atau masyarakat adat biasanya disebut dengan kearifan
Senada dengan hal diatas perkawinan merupakan salah satu kearifan lokal
masyarakat Boti yang dapat berlangsung sesuai tata cara yang telah diwariskan
3
oleh nenek moyang mereka dengan berlandaskan pada adat dan kebiasaan yang
Tata cara adat perkawinan masyarakat Boti terdiri dari beberapa tahap yang
membutuhkan waktu selama tiga tahun lamanya mulai dari peminangan, hidup
yang harus dilewati dalam adat perkawinan masyarakat Boti sebagai berikut:
oleh perantara yang merupakan utusan pihak laki-laki. Perantara ini disebut
“nete lenan” yakni seorang tua adat mendatangi orang tua gadis.
tindak lanjut dari kesepakatan waktu yang sudah ditentukan pada tahap
penyerahan syarat dalam ikatan adat. Dalam masyarakat Boti Dalam, istilah
penyerahan syarat ikatan adat berupa “Tua boit mese”, Noin sol mese”,
maka orang tua gadis dengan rela hati menyerahkan anak gadis kepada
c. Tahap berumah tangga; pada tahap ini muncul adat perkawinan masyarakat
Boti, belum sah secara penuh dalam suatu proses perkawinan. Ini sebagai
4
kerangka mempersiapkan segala kebutuhan untuk pemenuhan kebutuhan di
oleh leluhur mereka. Secara garis besar masih terdapat budaya yang sedikit
pancasila dalam hal ini sila ke IV dalam Pancasila yaitu ( Keadilan Sosial Bagi
masyarakat memiliki hak atau kebebasan dalam segala hal, misalnya dalam hal ini
adalah memilih pasangan hidupnya. Sehingga tidak boleh ada intervensi dari
pihak manapun dan oleh siapapun karna kebebasan setiap orang dimana invidu
oleh negara.
penulis belum ada peneliti tedahulu yang melakukan penelitian mengenai hal
tersebut. Maka hal inilah yang mendorong peneliti merasa tertarik untuk
5
KEARIFAN LOKAL UPACARA PERKAWINAN MASYARAKAT BOTI,
B. Rumusan Masalah
Boti yang perlu dikaji lebih mendalam dan ditinjau dari aspek kebudayaan. Dari
latar belakang yang dijelaskan dapat diambil beberapa identifikasi masalah yang
1. Nilai Pancasila apa sajakah yang teradapat dalam kearifan lokal upacara
1. Tujuan Penelitian
6
2. Manfaat Penelitian
7
BAB II
A. Tinjuan Pustaka
penelitian sekarang ini namun terdapat perbedaan pada isi, objek, fokus masalah,
Suryana ( 2008 ), jurusan sejarah dan kebudayaan islam dengan judul skripsi “
dan simbol apa saja dan makna dari simbol – simbol dari pernikahan tersebut.
8
Dalam proses upacara perkawinan palembang sebelum pernikahan di
nya adat perkawinan di adakan beberapa tingkatan adat yang tidak boleh di
Yang dimaksut dengan adat enjukan berupa uang jujur dan mas kawin
yang harus di penuhi oleh seorang laki – laki yang hendak mempersunting
seorang perempuan dan ini merupakan syarat yang harus di penuhi dalam upacara
terjalin antara laki – laki dan perempuan, dan biasanya dari pihak perempuanlah
seringkali dalam perkawinan adat ini ada sistem tawar menawar antara pihak laki-
laki dan pihak perempuan dalam memutuskan mas kawin maka seringkali terjadi
Selain enjukan di kenal juga adat berangkat, dalam adat ini selain
Bentuk adat berangkat antara lain : mas kawin, seturunan, duit timbang
9
Perbedaan dengan penelitian sekarang ini di tekankan pada fokus masalah
TTS ).
masyarakat Boti.
Cendana ( 2005 ) jurusan pendidikan sejarah dengan judul skripsi “ belis adat
Alor ” .
nilai belis dalam upacara perkawinan di Desa Likwatung Alor Tengah Utara
kabupaten Alor.
10
Tujuannya yaitu untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan nilai
belis dalam upacara adat perkawinan masyarakat di Desa Likwatung Alor Tengah
deskriptif, kualitatif yang menjelaskan latar belakang mahalnya nilai belis, proses
pelaksanaannya.
ditemukan di lapangan.
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa besarnya nilai belis dalam adat
perkawinan di Desa Likwatung disebabkan beberapa hal yaitu besarnya belis ibu
dari anak, status sosial keluarga, pilihan jenis perkawinan dan status ekonomi.
Belis adalah suatu bentuk pemberian yang telah disepakati bersama dan
sebaliknya keluarga perempuan memberi imbalan atau balas jasa kepada keluarga
dalam masyarakat dan balas jasa terhadap orang tua ( Lanata 2005 ) .
11
terkandung nilai-nilai pancasila dalam kearifan lokal upacara perkawinan
masyarakat Boti kecamatan Ki’e kabupaten Timor Tengah Selatan ( TTS ) karena
lokal upacara perkawinan sangat penting untuk diteliti dan memiliki makna
tersendiri dalam suatu proses perkawinan secara adat sehingga perlu untuk
B. Konsep
1. Nilai-nilai Pancasila
1. Nilai Ketuhanan
Didalam pancasila sila pertama yang berbunyi “ Ketuhanan Yang Maha Esa”
terkandung nilai ketuhanan. Nilai ketuhanan adalah nilai yang menggambarkan
bahwa rakyat Indonesia adalah rakyat yang memiliki agama dan menyakini akan
adanya Tuhan. Dengan keyakinan tersebut maka secara langsung harus bertakwa
kepada Tuhan dan menjalankan aturan-aturan yang ada didalam agama oleh setiap
pemeluknya. Dengan kata lain menjalankan semua perintahNya dan menjauhi
segala laranganNya.
1. Percaya dan takwa terhadap Tuhan sesuai dengan agama dan kepercayaan
masing-masing.
2. Hormat menghormati dan bekerja sama antar pemeluk agama dan
penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan
hidup.
3. Saling menghormati dan kebebasan menjalankan ibadat sesuai dengan
agama dan kepercayaannya.
4. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain.
12
Dalam kearifan lokal, terkandung pula kearifan budaya lokal. Kearifan
budaya lokal sendiri adalah pengetahuan lokal yang sudah sedemikian menyatu
dengan sistem kepercayaan, nilai, norma, hukum adat dan budaya serta
diekspresikan dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam jangka waktu yang lama.
Kearifan lokal dilihat dari kamus inggris indonesia terdiri dari 2 kata yaitu
kearifan (wisdom) dan lokal (local). Lokal berarti setempat dan wisdom sama
dengan kebijaksanaan. Dengan kata lain maka local wisdom dapt dipahami
diikutiolehmasyarakatsekarang.
pemahaman mereka terhadap alam dan budaya sekitarnya. kearifan lokal adalah
oleh populasi tertentu yang terintegrasi dengan pemahaman mereka terhadap alam
Kearifan lokal adalah dasar untuk pengambilan kebijakkan pada level lokal
Ciri-cirinya adalah:
13
c. Mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam
budaya asli.
adalah kebenaran yang telah mentradisi dalam suatu daerah. Kearifan lokal
merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang
Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terus-
menerus dijadikan pegangan hidup. Meski pun berasal dari daerah lokal tetapi
pada filosofi nilai-nilai, etika, cara-cara dan perilaku yang melembaga secara
tradisional.
Kearifan lokal merupakan nilai yang dianggap baik dan benar sehingga
dapat bertahan dalam waktu yang lama dan bahkan melembaga. Kearifan adat
dipahami sebagai segala sesuatu yang didasari pengetahuan dan diakui akal serta
dianggap baik oleh ketentuan agama. Adat kebiasaan pada dasarnya teruji secara
alamiah dan niscaya bernilai baik, karena kebiasaan tersebut merupakan tindakan
dianggap baik oleh masyarakat maka ia tidak akan mengalami penguatan secara
14
terus-menerus. Pergerakan secara alamiah terjadi secara sukarela karena dianggap
Adat yang tidak baik akan hanya terjadi apabila terjadi pemaksaan oleh
penguasa. Bila demikian maka ia tidak tumbuh secara alamiah tetapi dipaksakan.
dan pragmatis. Bersifat empirik karena hasil olahan masyarakat secara lokal
pragmatis karena seluruh konsep yang terbangun sebagai hasil olah pikir dalam
dengan budaya tertentu (budaya lokal) dan mencerminkan cara hidup suatu
Budaya lokal (juga sering disebut budaya daerah) merupakan istilah yang
(Indonesia) dan budaya Global. Budaya lokal adalah budaya yang dimiliki oleh
masyarakat yang menempati lokalitas atau daerah tertentu yang berbeda dari
budaya yang dimiliki oleh masyarakat yang berada di tempat yang lain.
budaya etnik/ subetnik. Setiap bangsa, etnik, dan sub etnik memiliki kebudayaan
sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian, sistem
15
religi, dan kesenian. Secara umum, kearifan lokal (dalam situs Departemen
Sosial RI) dianggap pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai
nilai tradisi atau ciri lokalitas semata melainkan nilai tradisi yang mempunyai
itu, kita dapat memahami bahwa kearifan lokal adalah pengetahuan yang
masyarakat lokal yang mewarisi sistem pengetahuan itu mau menerima dan
mengklaim hal itu sebagai bagian dari kehidupan mereka. Dengan cara itulah,
sosial (kades).
16
3. Tata cara dan prosedur, bercocok tanam sesuai dengan waktunya untuk
melestarikan alam.
Bagi warga masyarakat Boti Dalam, adat kawin mawin atau perkawinan
secara adat hanya berlangsung di lingkungan sesama sukunya. Bila ada pria (laki-
laki) dari luar suku Boti Dalam yang jatuh hati dengan wanita asli suku Boti
Dalam dan bila berniat untuk memperistrinya, maka pria tersebut harus berjanji
bahwa Ia bersedia mengikuti tradisi Suku Boti Dalam.
Demikian juga sebaliknya, bila terjadi ada gadis suku Boti Dalam menjalin
hubungan dengan laki-laki diluar sukunya, maka dia hanya diperkenankan
menetap di kampung Adat Boti Dalam, apabila pria idamannya itu ikhlas untuk
mengikuti adat istiadat suku Boti Dalam dan tinggal dalam lingkungan suku Boti
Dalam.
Adat perkawinan suku Boti Dalam terdiri dari beberapa tahapan yang
membutuhkan proses waktu tiga tahun lamanya, mulai dari proses melamar
(masuk minta) hidup berkeluarga, sampai dengan peresmian adat setelah tiga
tahun, kedua anak manusia tersebut tinggal serumah.
A. Masuk Minta
Setelah kedua belah pihak saling melakukan tegur sapa, maka keluarga anak
laki-laki segera mengutarakan isi hatinya menurut tutur adat setempat, bahwa
kehadiran mereka untuk mencari tahu, apakah anak gadisnya sudah mempunyai
calon suami atau belum.
Jika jawaban yang diperoleh, ternyata si gadis telah dilamar orang, maka
pembicaraan lebih lanjut tidak dapat diteruskan. Namun apabila jawabannya
belum ada yang melamar atau belum mempunyai jodoh, maka pada saat itu juga
17
keluarga laki-laki akan menyampaikan maksudnya bahwa kedatangan mereka itu
untuk melamar anak gadisnya.
B. Ikatan Adat
Setelah menyerahkan syarat adat tersebut, maka orang tua si gadis dengan rela
hati akan menyerahkan anaknya tinggal serumah dengan laki-laki yang
melamarnya.
C. Tinggal Serumah
Setelah mendapat restu dari kedua orang tua si gadis bahwa secara adat
mereka boleh tinggal serumah, maka sejak itu bahtera rumah tangga dijalani.
Seperti sebuah permulaan yang sulit, maka mereka harus memulai dari bawah
yaitu membongkar tanah, membersihkan akar-akar rumput, memberi pupuk,
menanti musim hujan, kemudian menanaminya dengan berbagai jenis bibit.
Ketika bibitnya tumbuh, mereka harus membersihkan rumput, menggemburkan
tanahnya, menjaganya agar tidak diganggu hama dan penyakit.
Bila tiba saatnya musim panen, dan upacara adatnya telah dilaksanakan,
mereka harus bekerja keras mengumpulkan hasilnya, membersihkan dan
menyimpan selain untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari harus pandai
mengatur, mana yang bisa dijual untuk membeli kelengkapan alat rumah tangga
atau kebutuhan hidup lainnya.
Namun tidak boleh dilupakan, mereka harus mengaturnya dengan baik, agar
persiapan syukuran adat setelah tiga tahun hidup berkeluarga dapat terlaksana
karena merukapan kewajiban yang harus dilaksanakan, sebagaimana yang telah
diikrarkan bersama dihadapan kedua orang tuanya.
18
Apabila sampai terjadi ikrar tersebut tidak dilaksanakan, maka hidup mereka
tidak akan luput dari musibah dan bencana, entah berupa sakit, penderitaan
maupun gangguan lainnya.
D. Syukuran Adat
Setelah tiga tahun mengarungi bahtera rumah tangga, tiga tahun lamanya
menyusun ekonomi rumah tangga, banyak suka dan duka dilalui, itulah kehidupan
yang tidak akan terbebaskan dari sisi gelap dan terang dalam hidup berumah
tangga menurut masyarakat suku Boti.
Setelah pesta selesai dilaksanakan, maka resmilah kedua anak manusia ini
menjadi suami istri yang sah menurut hukum adat Boti, dan ini berarti proses
waktu yang dibutuhkan oleh warga suku Boti untuk dapat hidup secara sah sesuai
adat istiadat yang diwariskan leluhurnya adalah tiga tahun lamanya.
Dalam kehidupan rumah tangga, kehadiran seorang bayi bagi sebuah keluarga
suku Boti diterima sebagai berkat paling berharga dari Tuhan Maha Pencipta.
Masyarakat suku Boti menyambutnya dengan penuh rasa syukur melalui sebuah
upacara adat.
Pada saat melahirkan, menurut adat suku Boti, sang ibu dan bayinya, hanya
tinggal dalam rumah selama empat hari, bersama seorang pembantu wanita yang
secara khusus ditugaskan untuk menjaga, melayani dan merawatnya.
Ada sebuah syarat lain yang dijalankan selama empat hari tersebut, bahwa
tempat pembaringan ibu dan bayinya di tempatkan di dekat tungku api yang
baranya selalu menyala.
Menurut kepercayaan warga Boti, kehangatan api bagi si bayi dan ibunya
adalah untuk mendapatkan kekuatan, memulihkan tenaga, memberikan semangat
hidup.
Empat hari beristirahat bagi sang ibu merupakan saat untuk mengembalikan
kelelahan tubuh yang amat menegangkan dalam hidupnya. Sedangkan empat hari
19
bagi si bayi merupakan kesempatan pertama menikmati dunia baru, di mana ia
mendapat kekuatan dari kehangatan pelukan dan air kehidupan dari susu ibunya.
Setelah empat hari lamanya mengurung diri di dalam rumah, ibu bersama
bayinya akan diterima dengan upacara adat yang telah dipersiapkan para tetua
adat setempat. Untuk pesta syukuran ini semua keperluan upacara telah
dipersiapkan sebelumnya.
Ketika saatnya tiba, ibu bersama bayinya ditemani pembantu yang merawat
mereka, telah siap berdiri di depan pintu rumah bagian dalam, sementara di
luarnya telah menanti para tetua adat yang siap menyambutnya. Pada saat inilah
berlangsung tegur sapa dalam bahasa Timor yang terjemahannya sebagai berikut :
Tua Adat (TA) : Kamu berasal dari mana, Ibu Bayi (IB) : kami berasal
dari Lunu
Tua Adat (TA) : Kamu hendak kemanaIbu Bayi (IB) : kami ingin ke Seki
Tua Adat (TA) : Untuk apa kamu ke sana Ibu Bayi (IB) : Mau memetik
sirih dan pinang
Tua Adat (TA) : kamu datang membawa apa (kalau bayinya perempuan
ibunya akan menjawab)
Ibu Bayi (IB) : Kami datang membawa Ike dan Suti (peralatan menenun)
Setelah dialog singkat usai, ibu bersama bayinya keluar dari dalam rumah,
menyalami tetua adat yang telah menanti di luar bersama warga setempat, sambil
menikmati sirih pinang yang disuguhkan. Selanjutnya ia diantar menuju sungai
(mata air) Sesampainya di tempat ini sang ibu mencelupkan kedua kakinya dalam
air, kaki bayinya kemudian dibasuh.
20
Setelah semuanya dijalani, mereka akan kembali ke rumah, disambut
keloneng gong dan gedebam tambur, sebagai pertanda warga ikut bersuka cita,
karena telah bertambah satu lagi jumlah penduduk Suku Boti.
Pada kesempatan ini pada pergelangan tangan dan kaki si bayi dilingkar
seutas benang berbentuk gelang sebagai simbol bahwa bayinya belum mempunyai
nama panggilan. Ini berarti ia harus menanti sampai usianya sudah empat bulan,
barulah berhak memperoleh nama panggilan sendiri.
Pada saat penyebutan salah satu nama tadi bila tiba-tiba si anak berhenti
menangis, maka nama yang disebutkan terakhir itulah yang akan ditetapkan
sebagai nama dari bayi tadi. Nama inilah yang nantinya menjadi nama panggilan
bagi si bayi sepanjang hidupnya.
Potong rambut atau cukur rambut yang dilakukan terhadap anak-anak suku
Boti telah berlangsung sejak turun temurun. Anak-anak yang lahir baru akan
dicukur rambutnya apabila ibunya telah hamil lagi.
Apabila kita melihat seorang anak dari suku Boti rambutnya dicukur, ini
merupakan pertanda bahwa ibunya sedang hamil. Menurut kepercayaan
masyarakat suku Boti, kematian merupakan bagian dari kehidupan.
Hidup dan mati merupakan satu kesatuan yang tak dapat dihindarkan oleh
setiap manusia. Sesuai dengan kepercayaan yang dianutnya, kematian bukanlah
akhir dari segalanya, sebab dibalik kematian ada kehidupan yang baru.
21
Dalam pengertian yang lebih dalam, mereka mempercayai, apa yang telah
diperbuat oleh manusia selama hidup di dunia, akan menentukan jalan hidupnya
sesudah mengalami kematian. Semua perbuatannya selama hidup di dunia entah
baik ataupun jahat, akan selalu diketahui oleh Uis Pah dan Uis Neno, dan hanya
perbuatan yang baik sajalah yang akan diterima oleh Sang Pencipta, sedangkan
perbuatan jahat akan mendapat hukuman atau ganjaran.
Karena itu peristiwa kematian bagi suku Boti merupakan kenyataan yang
harus diterima sebagai bagian dari kehidupan manusia dan harus diupacarakan
secara adat.
Bila ada warga yang meninggal dunia, maka keluarga duka akan segera
menyampaikan peristiwa kematian tersebut kepada kepala suku Boti Dalam dan
meminta petunjuk lebih lanjut untuk acara penguburannya.
Sesuai dengan adat yang berlaku, setiap warga suku Boti Dalam yang
meninggal dunia, tidak boleh jenazahnya disimpan lebih dari satu hari, artinya
paling lama satu hari harus sudah dikebumikan.
Selesai menggali liang lahat, toinamaf membuang uang seratus perak tadi
ke dalam liang kubur, disusul jenazah. Setelah ditutup dengan tanah, di atas
makam diletakkan satu tandan pisang, dua buah kelapa, tujuh bulir jagung dan
satu ekor anak babi yang telah dibunuh. Tujuannya adalah agar bahan makanan
tadi menjadi bekal bagi orang yang meninggal menuju alam baka.
22
dibicarakan pula hal-hal yang berhubungan dengan rencana mengadakan upacara
adat berikutnya.
Pada hari keempat keluarga duka kembali membuat upacara adat dengan
membunuh dua ekor babi, satu besar dan satu kecil. Babi besar untuk jamuan
makan bersama, sedangkan babi kecil untuk disimpan dalam rumah duka.
Bersamaan dengan ini juga disiapkan dua buah tempat sirih pinang (okomama).
Tempat sirih pinang tersebut yang satu untuk kaum wanita yang namanya okusloi
dan satu lagi untuk kaum laki-laki yang disebut alumama. Kedua tempat sirih
pinang ini digantung pada sebatang tiang yang ada dalam rumah keluarga duka.
Dan alat-alat yang digantung ini baru dapat dibuka setelah tiga tahun
peringatan meninggalnya anggota keluarga mereka. Setelah penantian yaitu tiga
tahun meninggalnya anggota keluaga mereka, diselenggarakan acara adat untuk
memperingatinya. Pada kesempatan ini tempat sirih pinang yang digantung pada
tiang rumahnya, diturunkan dan dibuka isinya kemudian dibagi-bagikan kepada
anak-anak yang mempunyai hubungan kerabat dengan orang yang meninggal.
Pada setiap musim panen yang berlangsung setahun sekali, segenap warga
Boti selalu menyambutnya dengan mengadakan upacara adat yang dipimpin
langsung oleh kepala Suku Boti. Sebelum upacara dimulai, segenap warga Boti
dilarang menikmati hasil panen mereka yang ada di kebun masing-masing.
Apabila ada warga yang melanggar aturan adat ini, maka yang
bersangkutan akan mendapat hukuman, berupa sakit atau musibah dalam
hidupnya. Upacara panen ini berlangsung di hutan Fainmaten, tempat khusus bagi
suku Boti untuk mengadakan doa dan persembahan kepada Uis Pah dan Uis
Neno. Bahan-bahan yang dipergunakan antara lain sejumlah alat masak-memasak,
peralatan makan dan minum, beras, babi, kambing dan sapi.
Doa syukur ini dipimpin langsung oleh kepala suku Boti sambil berdiri di
depan tola yaitu altar adat, yang terbuat dari sebatang kayu yang berdiri tegak
dengan tinggi sekitar 2,5 meter dan dasarnya tertanam dalam tanah. Di sekitar
23
kayu tegak tersebut, disusun batu-batu ceper, sebagai tempat untuk menyimpan
bahan-bahan persembahan, sambil meniupkan seruling yang selalu bergantung di
lehernya. Segenap warga suku Boti yang hadir dalam upacara ini sudah
mengetahui maksud dari bunyi suling, dan dengan sendirinya mereka akan datang
mendekat ke altar.
Selesai mengadakan doa syukur kepada Uis Pah, dilanjutkan doa syukur
kepada Uis Neno yang juga dipimpin oleh ketua suku Boti. Adapun tempat
melaksanakan doa ini adalah di puncak Bukit Fainmaten. Untuk mencapai tempat
ini warga harus menapaki 73 anak tangga yang dibuat dari batu alam. Kepala suku
berjalan paling pertama ke tempat pelaksanaan doa syukur ini. Setelah sampai di
puncak bukit kepala suku akan meniup suling, sebagai pertanda bagi warga yang
berada dekat altar persembahan yang berada di bawah pohon beringin tua.
E. Kerangka Berpikir
24
Nilai-nilai pancasila Kearifan lokal
n
Nilai-nilai perkawinan
adat boti
pancasila di Indonesia sangat berkaitan erat dengan adat istiadat yang sangat
kental dan menjadi ciri khas darapida bangsa Indonesia sendiri. Adat istiadat itu
sendiri dewasa ini masih sangat kental dan tetap dijaga pengamalan-
NTT masih sangat kental dan bergantung terhadap adat istiadat, budaya dan
merupakan kearifan lokal sebagai sistem filosofi, nilai, norma, hukum adat, etika,
lembaga sosial dan sistem kepercayaan melalui upacara. Sumber kearifan lokal
25
yang mampu menata kehidupan suatu komunitas adalah sumber kearifan yang
Senada dengan hal diatas perkawinan merupakan salah satu kearifan lokal
masyarakat Boti yang dapat berlangsung sesuai tata cara yang telah diwariskan
oleh nenek moyang mereka dengan berlandaskan pada nilai-nilai perkawinan adat
Boti dalam.
Tata cara adat perkawinan masyarakat Boti terdiri dari beberapa tahap yang
membutuhkan waktu selama tiga tahun lamanya mulai dari peminangan, hidup
yang harus dilewati dalam adat perkawinan masyarakat Boti sebagai berikut:
1. Peminangan (Toit Bife); sebelum masuk pada proses atau tahap perkawinan
harus melewati suatu tahapan yang oleh masyarakat suku bangsa dawan
utusan pihak laki-laki. Perantara ini disebut “nete lenan” yakni seorang tua adat
tindak lanjut dari kesepakatan waktu yang sudah ditentukan pada tahap
penyerahan syarat ikatan adat berupa “Tua boit mese”, Noin sol mese”, maka
orang tua gadis dengan rela hati menyerahkan anak gadis kepada keluarga
26
laki-laki dan tinggal serumah dengan laki-laki yang melamarnya sebagai
suami istri.
3. Tahap berumah tangga; pada tahap ini muncul adat perkawinan masyarakat
Boti, belum sah secara penuh dalam suatu proses perkawinan. Ini sebagai tahap
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi penelitian
yang sesuai dengan judul penelitiany yang diangkat oleh peneliti yaitu Nilai-nilai
27
Alasan peneliti memilih daerah ini sebagai lokasi penelitian adalah sebagai
berikut :
informan.
B. Subjek Penelitian
Subjek penilitian ini adalah Tokoh adat, Tokoh masyarakat Boti yang
28
Menurut Moleong ( 2004 : 135 ) di samping menggunakan metode yang
tepat juga perlu memilih teknik dan alat pengumpulan data yang relevan. Adapun
permasalahan.
dan benda – benda tertulis lainya seperti buku-buku notulen harian dan
sebagainya.
1) Data primer : jenis data yang di peroleh langsung dari obyek penelitian
29
maksud adalah data yang di peroleh langsung dari informan dalam hal ini
2) Data sekunder : yaitu data yang mendukung data primer dan dapat di
sekunder dalam penelitian ini adalah data tentang Nilai – nilai pancasila
dalam kearifan lokal upacara perkawinan masyarakat boti dan peta lokasi
ini.
menggunakan analisis kualitatif. Data yang telah di kumpulkan baik data primer
maupun sekunder yang di peroleh dari lapangan yang akan di eksplorasi secara
Dalam penelitian ini data yang telah di kumpulkan akan di analisis secara
deskriptif kualitatif yakni data yang di peroleh akan di analisis dalam bentuk kata-
kata lisan maupun tulisan . teknik ini bertujuan untuk memperoleh gambaran yang
umum dan menyeluru dari obyek penelitian. Serta hasil – hasil penelitian baik
dari hasil studi lapangan maupun studi literatur untuk kemudian memperjelas
30
F. Jadwal penelitian.
Konsultasi : 3 minggu
Jumlah : 13 minggu
G. Biaya pennelitian
31
NO Jadwal kegiatan Jumlah biaya
1. Tahap persiapan
2. Tahap pelaksanaan
32
H . Personalia Penelitian
1. Peneliti
Nim : 1301072058
Semester : VIII
Jurusan : PPKn
2. Pembimbing I
3. Pembimbing II
33
DAFTAR PUSTAKA
http://varianwisatabudayasundakecil.biogspot.com.
Lanata ( 2005 ) “ Belis adat perkawinan masyarakat desa Likwatung kecamatan Alor
UNDANA.
34
35