Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

SEJARAH ARSITEKTUR TIMUR

PENGARUH AGAMA ISLAM KEPADA BENTUK


ARSITEKTUR

DISUSUN OLEH:
NAMA : WENDY VIRGIAN SAPUTRA
NRP : 142018014
MATA KULIAH : SEJARAH ARSITEKTUR TIMUR
DOSEN : RENY KARTIKA SARY, S.T, M.T

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh...

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami


kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya pasti kami tidak akan sanggup
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga
terlimpahuntuk baginda kita Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis tentu sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak kekurangan disana. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik juga saran dari pembaca untuk makalah ini, dan
membuat makalah ini menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Penulis juga berterima kasih kepada semua pihak khususnya
kepada dosen pembimbing Sejarah Arsitektur Timur kami yaitu Ibu
Reny Kartika Sary yang telah membimbing kami dalam menulis
makalah ini.
Demikianlah, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
kepada teman-teman. Terima Kasih.
PENGARUH AGAMA ISLAM KEPADA BENTUK
ARSITEKTUR

Arsitektur islam adalah suatu arsitektur atau hasil usaha manusia


yang memiliki wujud kongkrit sebagai pemenuh atas kebutuhan jasmani
dan kebutuhan rohani. Perkembangan arsitektur islam sangatlah luas
meliputi bangunan tempat tinggal dan bangunan keagamaan. Di antaranya
istana, benteng, masjid, kuburan, bak pemandian umum, air mancur, dan
lain-lain.

Konsep pemikiran arsitektur islam bersumber dari Al Quran, Hadits,


Keluarga Nabi, Khalifah, Ulama, dan Cendikiawan Muslim. Dalam
pembangunannya, arsitektur ini memegang faktor fisik dan faktor
metafisik. Maksud faktor fisik yaitu wujud fisik arsitektur harus sesuai
dengan ajaran agama islam. Sedangkan, faktor metafisik berarti arsitektur
mampu membuat penghuninya untuk bertakwa kepada Allah SWT,
menjamin penghuninya merasa aman dan nyaman, serta mendorong
pemiliknya untuk senantiasa bersyukur.

Adapun ciri-ciri dari arsitektur islam yaitu :

▪ Arsitektur mempunyai ornamen yang senantiaa mengingatkan


penghuninya kepada Allah SWT.

▪ Arsitektur tidak mengandung ornamen yang bergambar


makhluk hidup utuh.
▪ Interior arsitektur ditata untuk menjaga perilaku dan akhlak
yang baik.

▪ Arsitektur biasanya dihiasi warna-warni alami yang


mendekatkan kepada Allah SWT.

▪ Pembangunan arsitektur bukan bertujuan untuk riya atau


sombong

▪ Toilet tidak boleh menghadap dan membelakangi kiblat.

▪ Keberadaan arsitektur bangunan tidak berdampak negatif bagi


orang lain.

Perkembangan arsitektur islam pertamakali ditandai dengan


berdirinya Masjid Juatha di Arab Saudi. Tokoh yang mempopulerkannya
adalah Khilafah Rashidun yang memerintah pada tahun 632-661.
Berikutnya pada masa pemerintahan Khalifah Umayyah di tahun 661-750,
arsitektur islam merupakan perpaduan dari arsitektur bergaya barat dan
arsitektur bergaya timur. Yang paling populer yaitu kombinasi arsitektur
byzantium dan arsitektur sassanid. Arsitektur Umayyah ini banyak
memainkan cat dinding, mosaik, relief, termasuk ditambahkannya mihrab
ke dalam masjid yang seolah-olah kini menjadi standar desain masjid di
dunia.

Ketika Khalifah Abbasiyah berkuasa pada (750-1513), pengaruh


arsitektur sassanid dan arsitektur khas asia tengah kental sekali dalam
arsitektur islam. Masjid-masjid pun diperluas dan dilengkapi dengan courty
yard. Beberapa arsitektur peninggalan Khalifah Abbasiyah antara lain
Masjid Al-Mansur di Baghdad, Masjid Samarra di Irak, dan Masjid Balkh di
Afganistan.

Masuknya agama islam di Afrika Utara, salah satunya ditandai


dengan berdirinya Masjid Agung Cordoba yang dipengaruhi arsitektur
moorish. Kekhasan arsitektur moorish terletak pada penggunaan pola-pola
geometris yang tegas. Pengaruh arsitektur ini juga menyebar luas sampai
ke Spanyol dengan dibangunnya istana dan benteng Alhambra bergaya
moorish. Warna-warna yang tren meliputi emas, merah, dan biru dengan
ornamen berbentuk dedaunan. Bangunan-bangunan peninggalan islam di
masa ini di antaranya bangunan Bab Merdum di Toledo dan Gerbang
Lengkung Media Azahara.

Arsitektur islam juga banyak dipengaruhi oleh kebudayaan persia.


Hal ini disebabkan kedekatan hubungan antara khalifah islam dengan
kekaisaran persia terutama pada abad ke-7. Bahkan bisa dikatakan bahwa
desain arsitektur islam merupakan perkembangan dari arsitektur persia.
Ciri khas dari masjid yang bergaya persia yakni adanya lengkungan
bangunan yang ditopang oleh pilar-pilar, pilar menggunakan batu bata,
dan taman yang luas di sekeliling masjid. Kebudayaan hindu sempat
mempengaruhi arsitektur islam di Asia Timur dan Asia Tenggara, namun
akhirnya pengaruh arsitektur persia ini mendominasi hampir semua
bangunan yang berarsitektur islam.

Budaya Islam pada arsitektur di indonesia banyak ditemui pada


masjid, istana dan makam-makam, dimulai pada abad ke-tiga belas masehi
ketika di sumatera dibagian utara muncul kerajaan islam pasai. Dua
setengah abad kemudian bersamaan dengan datangnya orang-orang
eropa, islam datang datang ke tanah jawa. Menurut kekuatan kerajaan-
kerajaan hindu di jawa meninggalkan kebesarannya dengan bangunan-
bangunan candi yang monumental sampai abad ke-tiga belas. Meskipun
demikian, selanjutnya kerajaan-kerajaan islam tidak meninggalkan budaya
lama arsitektur hindu, malah sebaliknya gaya arsitektur hindu di adopsi
secara jenius sehingga muncul era baru yang menghasilkan ikon-ikon
penting pada arsitektur islam di indonesia pada akhirnya, seperti masjid-
masjid di kudus, Banten dan Demak pada abad ke-enam belas, juga pada
situs makam imogiri ataupun istana-istana kesultanan di Yogyakarta dan
Surakarta pada abad ke-delapan belas.

Penyebaran islam yang secara bertahap di indonesia sejak abad ke-


dua belas dan seterusnya memperkenalkan serangkaian gaya arsitektur
yang sangat penting.

Sebelum Islam masuk dan berkembang. Indonesia sudah memiliki


corak ke budayaan yang dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha seperti yang
terlampir sebelumnya. Dengan masuknya Islam Indonesia kembali mengalami
proses akulturasi yaitu proses bercampurnya dua atau lebih kebudayaan karena
percampuran bangsa-bangsa dan saling mempengaruhi yang melahirkan
kebudayaan baru yaitu kebudayaan Islam Indonesia. Masuknya Islam
tersebut tidak berarti kebudayaan Hindu dan Budha hilang. Ajaran Islam mulai
masuk ke Indonesia sekitar abad Penyebaran awal Islam di nusantara yang
dilakukan oleh pedagang-pedagang arab, cina, India dan Parsi. Setelah itu proses
penyebaran Islam dilakukan oleh kerajaan-kerajaan Islam di nusantara melalui
perkawinan, perdagangan dan peperangan. Banyak masjid yang diagungkan
di Indonesia dan tetap mempertahankan bentuk asalnya yang menyerupai
misalnya candi Hindu-Buddha bahkan pagoda asia timur atau juga menggunakan
konstruksi dan ornamentasi bangunan khas daerah tempat masjid berada. Pada
perkembangan selanjutnya arsitektur mesjid lebih banyak mengadopsi
bentuk dari timur tengah seperti atap kubah bawang dan ornamen yang
diperkenalkan Pemerintah Hindia Belanda. Kalau dilihat dari masa
pembangunannya masjid sangat dipengaruhi pada budaya yang masuk pada
daerah itu. Masjid dulu khususnya di daerah pulau jawa memiliki bentuk
yang hampir sama dengan candi Hindu-Budha. Hal ini karena terjadi akulturasi
budaya antara budaya setempat dengan budaya luar. Antar daerah satu dengan
yang lain biasanya juga terdapat perbedaan bentuk. Hal ini juga dipengaruhi
oleh kondisi lingkungan dan budaya setempat. Bentuk budaya sebagai
hasil dari proses akulturasi tersebut tidak hanya bersifat kebendaan atau
material tetapi juga menyangkut perilaku masyarakat Indonesia.
Wujud akulturasi dalam seni bangunan dapat terlihat pada bangunan masjid,
makam dan istana.

Kedatangan Islam di indonesia sebenarnya tidak memperkenalkan


gaya arsitektur bangunan yang baru, tetapi melihat dan menyesuaikan
bentuk-bentuk arsitektur yang sudah ada, lalu diciptakan kembali sesuai
persyaratan ajaran islam.

Masjid-masjid yang di bangun pada awal perkembangan islam di


indonesia murni terinspirasi dari tradisi bangunan lokal yang sudah ada di
jawa, dan tempat lainnya di indonesia, dengan empat kolom utama yang
mendukung atap tengahnya, dalam kedua budaya ini empat kolom utama
atau Saka Guru mempunyai makna simbolis, misalnya Menara Kudus di
jawa Tengah, bangunan ini mirip dengan candi dari abad ke-empat belas di
era kerajaan Hindu Majapahit, menara ini di adaptasi untuk bangunan
masjid setelah runtuhnya kerajaan Hindu Majapahit.

Secara umum, perkembangan gaya arsitektur islam di indonesia


tentu saja banyak pengaruh pada bangunan-bangunan Masjid sebagai
tempat beribadah orang islam, baik itu Masjid peninggalan sejarah
ataupun masjid-masjid modern. Tetapi pada perkembangannya, gaya
arsitektur islam juga dapat berpengaruh pada rumah tinggal di indonesia,
salah satunya yaitu rumah khas betawi, dengan adanya teras yang lebar
dan juga bale-bale sebagai tempat berkumpul adalah salah satu ciri
arsitektur eradaban islam di indonesia. Banyak juga rumah-rumah khas
indonesia lainnya yang dipengaruhi budaya islam, tentunya dengan banyak
pembauran dengan budaya lokak dimasing-masing daerah.

Tempat sentral perubahan seni arsitektur dalam islam terjadi


dipelabuhan yang merupakan pusat pembangunan wilayah baru islam.
Sementara para petani di pedesaan dalam hal seni arsitektur masih
mempertahankan tradisi Hindu-Budha. Tidak diketahui seberapa jauh
islam mengambil tradisi India dalam hal seni, karena beberapa keraton
yang terdapat di indonesia usianya kurang dari 200 tahun. Pengaruhnya
terlihat dari unsur kota. Masjid menggantikan posisi candi sebagai titik
utama kehidupan keagamaan. Letak makam selalu di tempatkan
dibelakang masjid sebagai penghormatan bagi leluhur kerajaan. Adapula
makam yang ditempatkan dibukit atau gunug yang tinggi seperti Imogiri,
makam para raja Mataram-islam yang memeperlihatkan cara pandang
masyarakat indonesia (jawa) tentang alam kosmik zaman pra-sejarah.

Sumatera, daerah yang tertutup tembok masjid merupakan


peninggalan tradisi Hindu-Budha. Terdapat kesinambungan antara seni
arsitektur islam dengan tradisi sebelum islam. Contoh, arsitektur klasik
yang berpengaruh terhadap arsitektur islam adalah atap tumpang, dua
jenis pintu gerbang keagamaan, gerbang berbelah dan gerbang berkusen,
serta bermacam unsur hiasan seperti kaya yang terbuat dari gerabah
untuk puncak atap rumah. Ragam hias sayap terpisah yang disimpan pada
pintu gerbang zaman awal islam yang mungkin bersumber pada relief
makara atau burung garuda zaman pra-islam. Namun sayang, peningglan
bentuk arsitektur itu banyak yang dibuat dari kayu sehingga sangat sedikit
yang mampu bertahan hingga saat ini.
Masjid-masjid awal yang dibangun pasca penetrasi Islam ke
nusantara cukup berbeda dengan yang berkembang di Timur Tengah.
Salah satunya tidak terdapatnya kubah di puncak bangunan. Kubah
digantikan semacam meru, susunan limas tiga atau lima tingkat, serupa
dengan arsitektur Hindu. Masjid Banten memiliki meru lima tingkat,
sementara masjid Kudus dan Demak tiga tingkat. Namun, bentuk
bangunan dinding yang bujur sangkar sama dengan budaya induknya.

Perbedaan lain, yaitu menara masjid yang awalnya tidak dibangun di


Indonesia. Menara dimaksudkan sebagai tempat mengumandakan adzan,
seruan penanda shalat. Peran menara digantikan bedug atau tabuh
sebagai penanda masuknya waktu shalat. Setelah bedug atau tabuh
dibunyikan, mulailah adzan dilakukan. Namun, ada pula menara yang
dibangun semisal di masjid Kudus dan Demak. Uniknya, bentuk menara di
kedua masjid mirip bangunan candi Hindu. Meskipun di masa kini telah
dilengkapi menara, bangunan-bangunan masjid jauh di masa sebelumnya
masih mempertahankan bentuk lokalnya, terutama meru dan limas
bertingkat tiga.

Pusara atau Makam adalah lokasi dikebumikannya jasad seseorang


pasca meninggal dunia. Setelah pengaruh Islam, makam seorang
berpengaruh tidak lagi diwujudkan ke dalam bentuk candi melainkan
sekadar cungkup. Lokasi tubuh dikebumikan ini ditandai pula batu nisan.
Nisan merupakan bentuk penerapan Islam di Indonesia. Nisan Indonesia
bukan sekadar batu, melainkan terdapat ukiran penanda siapa orang yang
dikebumikan.
Seni Ukir ajaran Islam melarang kreasi makhluk bernyawa ke dalam
seni. Larangan dipegang para penyebar Islam dan orang-orang Islam
Indonesia. Sebagai pengganti kreativitas, mereka aktif membuat kaligrafi
serta ukiran tersamar. Misalnya bentuk dedaunan, bunga, bukit-bukit
karang, pemandangan, serta garis-garis geometris. Termasuk ke dalamnya
pembuatan kaligrafi huruf Arab. Ukiran misalnya terdapat di Masjid
Mantingan dekat Jepara, daerah Indonesia yang terkenal karena seni
ukirnya.

Seni Sastra, seperti India, Islam pun memberi pengaruh terhadap


sastra nusantara. Sastra bermuatan Islam terutama berkembang di sekitar
Selat Malaka dan Jawa. Di sekitar Selat Malaka merupakan perkembangan
baru, sementara di Jawa merupakan kembangan sastra Hindu-Buddha.
Sastrawan Islam melakukan gubahan baru atas Mahabarata, Ramayana,
dan Pancatantra. Hasil gubahan misalnya Hikayat Pandawa Lima, Hikayat
Perang Pandawa Jaya, Hikayat Seri Rama, Hikayat Maharaja Rawana,
Hikayat Panjatanderan. Di Jawa, muncul sastra-sastra lama yang diberi
muatan Islam semisal Bratayuda, Serat Rama, atau Arjuna Sasrabahu. Di
Melayu berkembang Sya’ir, terutama yang digubah Hamzah Fansuri
berupa suluk (kitab yang membentangkan persoalan tasawuf). Suluk
gubahan Fansuri misalnya Sya’ir Perahu, Sya’ir Si Burung Pingai, Asrar al-
Arifin, dan Syarab al Asyiqin.
Masjid Aceh merupakan salah satu masjid kuno di indonesia

Wujud akulturasi dari masjid kuno seperti yang tampak pada gambar
memiliki ciri sebagai berikut: Atapnya berbentuk tumpang yaitu atap yang
bersusun semakin ke atas semakin kecil dari tingkatan paling atas
berbentuk limas. Jumlah atapnya ganjil 1, 3 atau 5. Dan biasanya ditambah
dengan kemuncak untuk memberi tekanan akan keruncingannya yang
disebut dengan Mustaka.Tidak dilengkapi dengan menara, seperti
lazimnya bangunan masjid yang ada di luar Indonesia atau yang ada
sekarang, tetapi dilengkapi dengan kentongan atau bedug untuk
menyerukan adzan atau panggilan sholat. Bedug dan kentongan
merupakan budaya asli Indonesia.Letak masjid biasanya dekat dengan
istana yaitu sebelah barat alun-alun atau bahkan didirikan di tempat-
tempat keramat yaitu di atas bukit atau dekat dengan makam.

Masjid Agung Demak

Masjid Agung Demak adalah sebuah mesjid tertua di Indonesia. Masjid ini
terletak di desa Kauman, Demak, Jawa Tengah. Masjid ini dipercayai
pernah menjadi tempat berkumpulnya para ulama (wali) penyebar agama
Islam, disebut juga Walisongo, untuk membahas penyebaran agama Islam
di Tanah Jawa khususnya dan Indonesia pada umumnya. Pendiri masjid ini
diperkirakan adalah Raden Patah, yaitu raja pertama dari Kesultanan
Demak. Masjid ini mempunyai bangunan-bangunan induk dan serambi.
Bangunan induk memiliki empat tiang utama yang disebut saka guru.
Bangunan serambi merupakan bangunan terbuka. Atapnya berbentuk
limas yang ditopang delapan tiang yang disebut Saka Majapahit. Di dalam
lokasi kompleks Masjid Agung Demak, terdapat beberapa makam raja-raja
Kesultanan Demak dan para abdinya. Di sana juga terdapat sebuah
museum, yang berisi berbagai hal mengenai riwayat berdirinya Masjid
Agung Demak.

Masjid Menara Kudus

Masjid Menara Kudus (disebut juga sebagai mesjid Al Aqsa dan


Mesjid Al Manar) adalah mesjid yang dibangun oleh Sunan Kudus pada
tahun 1549 Masehi atau tahun 956 Hijriah dengan menggunakan batu dari
Baitul Maqdis dari Palestina sebagai batu pertama dan terletak di desa
Kauman, kecamatan Kota, kabupaten Kudus, Jawa Tengah.Yang paling
monumental dari bangunan masjid ini adalah menara berbentuk candi
bercorak Hindu Majapahit, bukan pada ukurannya yang besar saja, tetapi
juga keunikan bentuknya yang tak mudah terlupakan. Bentuk ini tidak akan
kita temui kemiripannya dengan berbagai menara masjid di seluruh
dunia.Keberadaannya yang tanpa-padanan karena bentuk arsitekturalnya
yang sangat khas untuk sebuah menara masjid itulah yang menjadikannya
begitu mempesona. Dengan demikian bisa disebut menara masjid ini
mendekati kualitas genius locy.
Menara Masjid Kudus

Bangunan menara berketinggian 18 meter dan berukuran sekitar


100 m persegi pada bagian dasar ini secara kuat memperlihatkan sistem,
bentuk, dan elemen bangunan Jawa-Hindu. Hal ini bisa dilihat dari kaki dan
badan menara yang dibangun dan diukir dengan tradisi Jawa-Hindu,
termasuk motifnya. Ciri lainnya bisa dilihat pada penggunaan material batu
bata yang dipasang tanpa perekat semen, namun konon dengan dengan
digosok-gosok hingga lengket serta secara khusus adanya selasar yang
biasa disebut pradaksinapatta pada kaki menara yang sering ditemukan
pada bangunan candi. Teknik konstruksi tradisional Jawa juga dapat dilihat
pada bagian kepala menara yang berbentuk suatu bangunan berkonstruksi
kayu jati dengan empat soko guru yang menopang dua tumpuk atap tajuk.
Sedangkan di bagian puncak atap tajuk terdapat semacam mustoko
(kepala) seperti pada puncak atap tumpang bangunan utama masjid-
masjid tradisional di Jawa yang jelas merujuk pada elemen arsitektur Jawa-
Hindu.

Masjid Sultan

Masjid Sultan Suriansyah adalah sebuah masjid bersejarah yang


merupakan masjid tertua di Kalimantan Selatan. Masjid ini dibangun di
masa pemerintahan Sultan Suriansyah (1526-1550), raja Banjar pertama
yang memeluk agama Islam. Masjid ini terletak di Kelurahan Kuin Utara,
Kecamatan Banjarmasin Utara, Kota Banjarmasin. Masjid bergaya
tradisional Banjar pada bagian mihrabnya memiliki atap sendiri terpisah
dengan bangunan induk. Masjid ini didirikan di tepi sungai Kuin. Pola ruang
pada Masjid Sultan Suriansyah merupakan pola ruang dari arsitektur
Masjid Agung Demak yang dibawa bersamaan dengan masuknya agama
Islam ke daerah ini oleh Khatib Dayan. Arsitektur mesjid Agung Demak
sendiri dipengaruhi oleh arsitektur Jawa Kuno pada masa kerajaan Hindu.
Identifikasi pengaruh arsitektur tersebut tampil pada tiga aspek pokok dari
arsitektur Jawa Hindu yang dipenuhi oleh masjid tersebut. Tiga aspek
tersebut : atap meru, ruang keramat (cella) dan tiang guru yang
melingkupi ruang cella. Meru merupakan ciri khas atap bangunan suci di
Jawa dan Bali. Bentuk atap yang bertingkat dan mengecil ke atas
merupakan lambang vertikalitas dan orientasi kekuasaan ke atas.
Bangunan yang dianggap paling suci dan dan penting memiliki tingkat atap
paling banyak dan paling tinggi. Ciri atap meru tampak pada Masjid Sultan
Suriansyah yang memiliki atap bertingkat sebagai bangunan terpenting di
daerah tersebut. Bentuk atap yang besar dan dominan, memberikan kesan
ruang dibawahnya merupakan ruang suci (keramat) yang biasa disebut
cella. Tiang guru adalah tiang-tiang yang melingkupi ruang cella (ruang
keramat). Ruang cella yang dilingkupi tiang-tiang guru terdapat di depan
ruang mihrab, yang berarti secara kosmologi cella lebih penting dari
mihrab.

Anda mungkin juga menyukai