Anda di halaman 1dari 10

TRADISI BETANGAS BAGI CALON PENGANTIN

PADA MASYARAKAT MELAYU PONTIANAK


Dewi Sunnita
IAIN Pontianak, Indonesia
Dewisunnita04@gmail.com

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Kondisi lingkungan seperti ini memberikan peluang untuk berkembangnya
peradaban (kebudayaan) yang lebih maju. Perkembangan zaman modern
mendorong terjadinya perubahan-perubahan disegala bidang termasuk dalam hal
kebudayaan. Maka kebudayaan yang dianut suatu kelompok sosial bergeser. Cepat
atau lambat akan bergeser ini akan menimbulkan konflik antar kelompok-kelompok
yang menghendaki perubahan dengan kelompok-kelompok yang tidak
menghendaki perubahan. Suatu komunitas dalam kelompok sosial bisa saja
menginginkan adanya perubahan dalam kebudayaan yang mereka anut, dengan
alasan sudah tidak sesuai lagi dengan zaman yang mereka hadapi saat ini.
Dengan demikian kebudayaan atau budaya menyangkut aspek kehidupan
manusia baik dari segi material maupun non material. Menurut beberapa pengertian
kebudayaan, adat, budaya di atas, dapat disimpulkan bahwa adat-istiadat dan tradisi
merupakan bagian dari kebudayan yang berupa norma kesusilaan dan kebiasan-
kebiasaan masyarakat yang menjadi landasan dalam kehidupan sosial yang
diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi penerusnya. Kesimpulan
di atas sesuai dengan pengertian kebudayaan secara historis yang diungkapkan oleh
Krober dan Kluckhohn dalam Sutrisnodan Putranto yaitu cenderung melihat budaya
sebagai warisan yang dialih turunkan dari generasi satu ke generasi berikutnya.
Tradisi pernikahan secara adat banyak mengalami tambahan ataupun aturan-
aturan dari adat sebagai pelengkap dan syarat-syarat yang telah ditetapkan sejak
zaman nenek moyang dan diteruskan sebagai warisan untuk generasi selanjutnya.
Pernikahan secara adat tersebut kurang lengkap apabila salah satu dari proses tradisi
pernikahan tidak dilaksanakan, karena semua tradisi pernikahan memiliki nilai dan
tujuan bagi yang melaksanakannya.
Sedangkan pernikahan menurut sulaiman Rasjid adalah Akad yang
menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta tolong-menolong
antara seorang laki-laki dan seorang perempuan. Oleh karena itu agama
mensyariatkan dijalinnya pertemuan antara laki-laki dan perempuan, dan kemudian
mengarahkan pertemuan itu sehingga terlaksananya pernikahan.
Di dalam Al-quran menyatakan bahwa hidup berpasang-pasangan atau hidup
berjodoh-jodoh adalah naluri segala makhluk Allah SWT termasuk manusia. Pasal
Undang-undang Nomor Tahun tentang pernikahan menyatakan “Pernikahan adalah
1
ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan seorang perempuan sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.” Sedangkan dalam Pasal Kompilasi
Hukum Islam (KHI) di sebutkan pernikahan menurut hukum Islam adalah
pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsoqon gholidzon untuk mentaati
perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah”.
Kesimpulan dari pengertian pernikahan di atas adalah pernikahan dalam Islam
merupakan suatu akad yang kuat yang dibuat dengan sungguh-sungguh antara laki-
laki dan perempuan untuk mencapai tujuan bersama, mentaati Allah SWT dan
melaksanakan ibadah. Dasar pensyariat pernikahan adalah Al-quran, sunah, dan
ijmak. Namun sebagai ulama berpendapat hukum asal pernikahan adalah mubah
(boleh). Hukum tersebut bisa berubah menjadi sunah, wajib, halal, makruh
tergantung kepada ilahi hukum.
Pada masyarakat melayu aturan-aturan tentang segi kehidupan tersebut menjadi
aturan-aturan hukum yang mengikat yang disebut hukum adat. Adat telah
melembaga dalam kehidupan masyarakat Melayu baik berupa tradisi, adat upacara
dan lain-lain yang mampu mengendalikan perilaku warga masyarakat dengan
perasaan senang atau bangga, dan peranan tokoh adat yang menjadi tokoh
masyarakat menjadi cukup penting. Masyarakat Melayu sangat menjunjung tinggi
adat istiadat yang bersumberkan dari ajaran agama Islam. Tradisi Islam sangat
kental dalam budaya masyarakat Melayu. Sejak lahir masyarakat Melayu sudah
memiliki ketentuan-ketentuan adat.
Seperti halnya pada masyarakat Melayu di daerah Pontianak merupakan bagian
Provinsi Kalimantan Barat yang masih melestarikan tradisi Betangas sebelum
pernikahan dilakukan. Tradisi Betangas ini dilaksanakan sebelum terjadinya
pernikahan, pernikahan secara adat tersebut kurang lengkap apabila salah satu dari
proses tradisi adat pernikahan tidak dilaksanakan, karena semua tradisi memiliki
makna bagi yang melaksanakannya. Dari berbagai macam tradisi pernikahan yang
ada pada masyarakat Melayu di daerah Pontianak, penulis lebih tertarik pada tradisi
Betangas sebelum pernikahan. Pada tradisi ini masyarakat Melayu Pontianak
meyakini bahwa seni atau budaya tersebut menambah pengetahuan tentang nilai-
nillai kehidupan. Hubungan antara seni atau budaya dengan pernikahan
Sebagaimana diketahui Betangas ini adalah seorang pengantin pria dan wanita
yang hendak menikah dimasukkan ke dalam gulungan tikar yang di dalamnya juga
terdapat air panas sudah mendidih dimasak dicampur dengan ramuan wewangian.
Adapun bahan ramuan yang digunakan dalam hal ini adalah daun kunyit, serai
wangi, daun pandan, cengkeh, daun salam, kayu manis, daun lengkuas, bunga
lawang dan kapu lago. Dengan di dampingi oleh dukun kampung yang memang
menguasai tentang tradisi betangas tersebut.
Menurut pandangan masyarakat betangas tersebut tidak bertentangan dengan
islam. Betangas ini adalah tradisi yang unik dari segi prosesinya. Oleh sebab itu,
penulis sangat tertarik ingin mengetahui sejarah prosesi dan makna yang
terkandung di dalam tradisi Betangas pada masyarakat Melayu di daerah Pontianak
Provinsi Kalimatan Barat dalam bentuk mini riset yang berjudul Tradisi Betangas

2
Bagi Calon Pengantin Pada Masyarakat Melayu Pontianak. Tujuan
digunakannya Betangas dalam pernikahan untuk membersihkan tubuh calon
pengantin dan menjadikannya harum, Betangas ini juga sebagai pelengkap adat
yang dilakukan secara turun temurun, maka Betangas ini digunakan setiap adanya
pernikahan.
2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana definisi tradisi betangas pada masyarakat melayu Pontianak?
b. Bagaimana sejarah perkembangan tradisi betangas pada masyarakat melayu
Pontianak?
c. Bagaimana prosesi tardisi betangas pada masyarakat melayu Pontianak?
d. Apa makna yang terkandung dalam tardisi betangas ini?

3. Tujuan Penelitian
a. Untuk mendeskripsikan tradisi betangas pada masyarakat melayu Pontianak.
b. Untuk mengetahui sejarah perkembangan tradisi betangas pada masyarakat
melayu Pontianak.
c. Untuk memaparkan proses-proses pelaksanaan tradisi betangas.
d. Untuk mengetahui makna-makna yang terkandung dalam tardisi betangas.

4. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan atau memperkenalkan
kepada masyarakatyang belum mengetahui tentang tradisi ini dan semoga dapat
menambah ilmu tentang budaya dan makna-makna tradisi kebudayaan islam
khususnya tentang tradisi betangas pada masyarakat melayu Pontianak.
b. Manfaat Praktis
a) Bagi peneliti
Dengan penelitian ini diharapkan dapat memeberikan informasi dan
pengenalan mengenai tradisi betangas khususnya untuk mencegah
hilangnya tradisi ini.
b) Bagi masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi masyarakat dan
menjadi acuan awal terhadap penelitian local selanjutnya bagi masyarakat.
c) Bagi Institut atau Universitas
Diharapkan dapat menjadi refrensi untuk penelitian lain selanjutnya bagi
dunia Pendidikan.

5. Kajian Pustaka
Satu hal yang penting di dalam melakukan penelitian adalah melakukan tinjauan
atas penelitian-penelitian terdahulu. Hal ini biasanya disebut juga dengan istilah
prior research. Hal ini penting dilakukan karena banyaknya tulisan orang lain atau
hasil wawancara awal duplikasi ilmiah saat itu, untuk itu dalam membandingkan
kelenihan ataupun kekurangan dari penelitian yang akan dilakukan untuk menggali
informasi atas tema penelitian dari penelitian yang ada sebelumnya.
Berdaarkan pengamatan penulis, sampai saat ini sudah ada beberapa yang
meneliti betangas. Penelitian yang dikaji suatu wilayah tertentu dalam tradisi

3
betangas dalam penulisan ini berdasarkan hasil penelitian lapangan. Yang secara
khusus meneliti tradisi betangas di daerah Pontianak. Berdasarkan refrensi yang ada
yang menceritakan tradisi ini, jadi penulis hanya melakukan penelitian lapangan
kepada masyarakat di daerah tersebut saja. Kajian ini berkaitan dengan hasil oleh
peneliti, yaitu tentang sejarah prosesi serta pandangan masyarakat yang masih
mempertahankan dan menggunakan tradisi betangas dalam acara adat pernikahan
suku Melayu. Juga untuk mengetahui makna yang terkandung dalam tradisi
betangas pada proses sebelum pernikahan suku Melayu di daerah Pontianak.
Berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan oleh Renida Sari,
AS140406 dan Hadi, Syamsu dan Fiadi, Agus. Diss. UIN SULTHAN THATA
SAIFUDDIN, 2019. Yang berjudulkan “TRADISI BETANGAS BAGI CALON
PENGANTIN PEREMPUAN SEBELUM PERNIKAHAN DI DESA TANJUNG
BOJO KECAMATAN BATANG ASAM KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT
PROVINSI JAMBI”. Maka simpulan dalam penelitian ini yaitu, makna leksikal,
makna kultural, dan fungsi kosakata dalam tradisi betangas Adapun hasil analisis
dari submasalah yang ada dalam penelitian yaitu, kosakata dalam tradisi betangas
masyarakat Melayu Desa Sungai Raya, Kecamatan Sungai Raya Kepulauan,
Kabupaten Bengkayang diperoleh 59 data yang terdiri dari istilah nama pelaku 4
data, istilah nama tempat kegiatan 3 data, istilah nama kegiatan 9 data, istilah nama
budaya 8 data, istilah nama makanan 2 data, istilah nama perlengkapan dan
peralatan 33 data. Kosakata tersebut diklasifikasikan menjadi tiga kelompok bentuk
istilah yaitu kelompok bentuk monorfermis, polimorfemis, dan frasa. Bentuk
monomorfemis terdapat 30 data yang terbagi menjadi kata nomina 23 data, kata
adjektiva 4 data, dan kata verba 3 data.
Kemudian dalam bentuk polimorfemis terdapat 8 data yang terbagi menjadi
afiksasi prefiks 6 data dan afiksasi sufiks 2 data. dan bentuk frasa terdapat 21 data.
istilah nama tempat kegiatan 3 data, istilah nama kegiatan 9 data, istilah istilah nama
kegiatan 9 data, istilah nama budaya 8 data, istilah nama makanan 2 data, data,
istilah nama perlengkapan dan peralatan 33 data. Kosakata tersebut diklasifikasikan
menjadi tiga kelompok bentuk istilah yaitu kelompok bentuk monorfermis,
polimorfemis, dan frasa. Bentuk monomorfemis terdapat 30 data yang terbagi
menjadi kata nomina 23 data, kata adjektiva 4 data, dan kata verba 3 data. Kemudian
dalam bentuk polimorfemis terdapat 8 data yang terbagi menjadi afiksasi prefiks 6
data dan afiksasi sufiks 2 data. dan bentuk frasa terdapat 21 data. Kosakata dalam
tradisi betangas masyarakat Melayu Desa Sungai Raya, Kecamatan Sungai Raya
Kepulauan, Kabupaten Bengkayang memiliki makna. Pada hasil yang dianalisis
makna leksikal dan makna kultural diperoleh makna leksikal 50 data dan istilah
mempunyai dua arti yaitu makna leksikal dan arti kultural 9 data. Fungsi kosakata
dalam tradisi betangas memiliki berbagai macam ada yang berfungsi sebagai
pelengkapan, peralatan, bahan-bahan, tempat kegiatan, makanan, kondisi, larangan,
serta pelaku dalam kegiatan tradisi betangas.
Demikian juga dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Putri, Dias
Pratami Zuhud, Ervizal A. M. Hermawan, Rachmad Tumanggor, Rusmin. Jurnal
IPB Universitas Bogor Indonesia (2017). Yang berjudul “Potensi dan Strategi
Pengembangan Betangas Sebagai Ekowisata Kesehatan di Kecamatan Sintang
Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Saya menyimpulkan Betangas adalah salah

4
satu bagian dari budaya masyarakat Melayu Sintang yang digunakan dalam adat
sebelum melangsungkan pernikahan. Awal keberadaan Betangas tidak diketahui
secara pasti, namun masyarakat Sintang percaya bawah Betangas adalah warisan
dari nenek moyang dan menjadi kebiasaan masyarakat Sintang sejak zaman dahulu.
Betangas menggunakan bahan yang berasal dari tumbuhan untuk ramuan.
Tumbuhan tersebut direbus lalu dibiarkan agar keluar uap, kemudian uap dari
rebusan tumbuhan dipergunakan untuk pengobatan, rileksasi, dan kecantikan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kondisi aktual Betangas beserta spesies
tumbuhan yang digunakan dan strategi pengembangan Betangas sebagai ekowisata
kesehatan.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa tumbuhan untuk bahan ramuan Betangas
berjumlah 10 spesies. Terdiri dari sereh (Cymbopogon nardus L. Rendle), pandan
(Pandanus amaryllifolius roxb), jeruk purut (Citrus hystrix), nilam (Pogostemon
cablin), sembung (Blumea balsamifera DC), kapulaga (Amamum compactum),
adas manis (Pimpinella anisum), kayu manis (Cinnamomum burmanii), pekak
(Liilcium verum), dan ganti (Ligustrum indicum aiton f). Masyarakat mendapatkan
tumbuhan dari lingkungan sekitar tempat tinggal seperti pekarangan dan kebun,
hutan yang berada di dekat rumah dan bahan yang didatangkan dari luuar daerah.
Beberapa spesies berasal dari Sintang dan beberapa spesies lagi didatangkan dari
luar Sintang. Oleh karena itu perlu adanya budidaya terkait tumbuhan yang
didatangkan dari luar dan tumbuhan liar seperti sembung.
Masyarakat dan pengguna memiliki persepsi tentang Betangas sebagai bentuk
pelestarian budaya Melayu dan sebagai daya tarik wisata menjadi daya tarik utama
masyarakat melakukan kegiatan Betangas. Artinya masyarakat ingin menjadikan
Betangas sebagai bagian dari kekayaan budaya lokal yang harus dilestarikan dan
dapat dikembangkan untuk wisata minat khusus. Masyarakat melakukan Betangas
karena termotivasi oleh ketaatan terhadap aturan adat yang menjadikan Betangas
sebagai bagian dari upacara pernikahan. Selain itu, adanya motivasi untuk
pemenuhan kebutuhan rohani berupa rileksasi dengan wisata minat khusus
Betangas. Strategi pengembangan usaha Betangas dilaksanakan dengan
menyesuaikan preferensi masyarakat yaitu lokasi Betangas dekat dengan
pemandangan alam yang indah atau agrowisata. Kedepannya usaha Betangas harus
dikembangkan sebagai bagian dari pengembangan sebuah destinasi wisata alam
atau agrowisata perkotaan, sebagi bentuk penyesuaian permintaan pasar atau
konsumen (market driven).
Ekowisata Betangas sebagai suatu unit ekonomi harus melibatkan banyak
stakeholder baik masyarakat maupun pemerintah daerah, seperti penyedia ramuan,
pengusaha agen perjalanan, pemilik wisata, tenaga administrasi dan juga harus ada
dukungan regulasi dan program Pemerintah Daerah Sintang. Pengembangan
Betangas sebagai ekowisata kesehatan di Sintang mendapat dukungan penuh dari
masyarakat. Berdasarkan analisis SWOT pada pengembangan Betangas sebagai
ekowisata kesehatan diperoleh nilai 1.9 (IFAS) dan 1.2 (EFAS) atau berada di
kuadran I. Hal ini membuat pengelola sebaiknya mendukung strategi agresif dengan
mengoptimasi kekuatan yang ada dan memanfaatkan peluang yang dapat
mendukung kekuatan tersebut. Strategi agresif untuk pengembangan Betangas
dilakukan dengan menjadikan Betangas sebagai daya tarik unggulan ekowisata

5
kesehatan di Sintang, mensinergikan Betangas dengan wisata budaya, mengemas
Betangas sebagai profesi yang menjanjikan, standarisasi Betangas, serta
membangun jejaring kerja.

6. Kajian Teori
Agar tidak terjadi kesalahan serta keraguan dalam memahami isi proposal ini
dan tercapainya pemecahan masalah dan tujuan penelitian sebagaimana yang telah
dijelaskan maka dilakukan telaah perpustakaan guna memberi teori untuk
menjelaskan keberadaan istilah yang dianggap penting yakni sebagai berikut:
a. Kebudayaan
Dalam bahasa Indonesia kata kebudayaan berasal dari bahasa Buddhaya
jamak dari buddi (budi atau akal) yaitu berupa cipta karsa dan rasa. Menurut
prof. Dr Koentjaraningrat bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan gagasan
dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta
keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu.
Kata kebudayaan berasal dari kata “buddhayah”, yaitu bentuk jamak
dari buddhi yang berarti “budi”. Ada sarjana yang lain yang mengupas kata
budaya sebagai suatu perkembangan dari kata majemuk budi-daya, yang berarti
“daya dari budi’. Dari pengertian tersebut di bedakan antar budaya yang berarti
daya dari budi, yang berupa cipta, karsa, dan rasa itu. Menurut ilmu antropologi
kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya
manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang dijadikan milik diri manusia
dengan belajar.
Menurut E.B Taylor kebudayaan merupakan suatu keseluruhan
kompleks yang meliputi pengetahuan, seni, kesusilaan, hukum, adat istiadat,
serta kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang dipelajari oleh manusia sebagai
anggota masyarakat. Dalam sebuah unsur kebudayaan meliputi semua
kebudyaan dunia, baik yang kecil, bersahaja dari terisolasi maupun yang besar,
kompleks, dan dengan jaringan hubungan yang luas. Menurut koentjaraningrat
ada tiga wujud kebudayaan yaitu:
a. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide, gagasan, nilai,
norma, peraturan dan sebagainya.
b. Wujud kebudayaaan sebagai suatu kompleks dari aktivitas serta
tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.
c. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya menusia.
Dari tiga wujud kebudayaan ada lagi yang dinamakan dengan unsur-
unsur kebudayaan, unsur-unsur kebudayaan itu antara lain:
• Bahasa
• Sistem pengetahuan
• Organisasi social
• Sistem peralatan hidup dan teknologi
• Sistem mata pencarian hidup
• Sistem religi
• Kesenian
Jadi kebudayaan merupakan suatu tindakan, hasil karya manusia dapat
berupa bahasa, dan lainnya. Salah satunya yaitu kebudayaan masyarakat melayu

6
di Desa Tanjung Bojo Kecamatan Batang Asam Kabupaten Tanjung Jabung
Barat yang masih menjalankan aturan-aturan dalam hidupnya, seperti
melaksanakan tradisi nenek moyang, yaitu Betangas bagi calon pengantin
perempuan sebelum pernikahan.
b. Tradisi
Tradisi ialah kebiasaan yang dilakukan secara turun temurun oleh
masyarakat, suku atau kelompok tertentu. Adat adalah wujud ide dari
kebudayaan. Perkataan adat berasal dari bahasa arab adah yang berarti “cara”,
“kebiasaan”., secara harfiyah adat mempunyai arti kebiasaan atau sesuatu yang
sudah terjadi berulang kali tetapi tidak mengalami perubahan pada sifatnya.
Dalam masyarakat daerah Pontianak, cukup banyak adat kebiasaan yang
dilakukan seperti tradisi Betangas, yaitu adat-istiadat cukur alis sebelum
pernikahan. Mungkin dizaman modern ini terutama untuk masyarakat kota-kota
besar mereka lebih memilih kesalon untuk perawatan atau sulam alis saja.
Namun untuk beberapa daerah adat-istiadat hal ini yang dilakukan, dan secara
tidak langsung menjadi “salon” tradisional buat perawatan kulit sebelum
melangsungkan pernikahan.
c. Masyarakat
Masyarakat adalah kumpulan individu yang menjalankan kehidupan
bersama sebagai satu kesatuan yang saling membutuhkan, memiliki ciri-ciri
yang sama sebagai kelompok. Menurut koentjaraningrat Masyarakat ialah
sekumpulan manusia yang saling berintegrasi satu sama lainnya yang memiliki
prasarana berkomunikasi.
Jadi masyarakat adalah sekelompok manusia yang telah lama bertempat
tinggal disuatu daerah tertentu dan mempunyai aturan (undang-undang) yang
mengatur cara hidup mereka yang tinggal di daerah Pontianak, Kalimantan
Barat.
d. Betangas
Salah satu adat istiadat diantaranya sebelum pernikahan yang disebut
“BETANGAS”. Dahulunya Betangas merupakan kegiatan mandi uap hasil
rebusan bahan rempah. Agar wewangian dari rempah dapat meresap sempurna
dalam tubuh, calon pengantin akan duduk mendekati air rebusan rempah,
sementara itu sekelilingnya ditutupi tikar pandan atau handuk.
Perawatan pernikahan sudah menjadi ritual tersendiri bagi calon
mempelai perempuan.persiapan biasanya dimulai , atau hari menuju hari H.
Sebelum menikah perawatan ini memang biasanya dilakukan lebih rutin agar
tubuh bebas dari hawa keringat bau dan kulit yang kasar. Perawatan ini tak jauh
dari ritual sebelum nikah perempuan melayu kebanyakan. Ritual betangas ini
dianggap wajib setidaknya dilakukan beberapa hari sebelum pernikahan.
Untuk melakukan betangas ini tentunya bukan disembarang tempat
karena betangas ini tidak untuk dipertontonkan oleh kaum Adam. Biasanya
betangas dilakukan di dapur atau kamar mandi yang jelas tempat tertutup.
Paling tidak yang bisa melihat hanya kaum Hawa saja.
Suatu aktivitas masyarakat di lakukan pada sebelum pernikahan bagi
kaum Wanita dan laki-laki. Betangas ini adalah tradisi turun temurun dari nenek
moyang yang menjadi Menurut pandangan masyarakat betangas dapat

7
memberikan manfaat bagi keharuman dan kesegaran tubuh di saat pernikahan.
Setiap orang yang hendak menikah maka mereka akan melakukan upacara
betangas dengan cara melakukan penguapan pada wanita yang hendak menikah
ditempat tertutup, dan ciri khas dari betangas tersebut adalah penguapan
didalam sebuah tikar yang di dalam nya juga terdapat air ramuan yang sudah
mendidih.
Kebudayaan menempati posisi sentral dalam seluruh tatanan hidup
manusia. Tak ada manusia yang dapat hidup di luar ruang lingkup kebudayaan.
Seluruh aktivitas manusia dan masyarakat berdiri diatas landasan kebudayaan.
e. Pernikahan
Menurut bahasa, nikah berarti penyatuan, diartikan juga sebagai akad
atau hubungan badan. Nikah merupakan suatu akad yang menghalalkan
pergaulan antara seorang laki-laki dan perempuan yang bukan mukhrim dan
menimbulkan hak dan kewajiban antara keduanya.
Dalam pengertian lain,pernikahan suatu ikatan lahir antara dua orang
laki-laki dan perempuan, untuk hidup bersama dalam satu rumah tangga dan
keturunan yang dilangsungkan menurut ketentuan-ketentuan syariat Islam .
Pernikahan mengandung aspek akibat hukum, melangsungkan perkawinan
ialah saling mendapatkan hak dan kewajiban serta bertujuan mengadakan
hubungan pergaulan yang dilandasi tolong menolong. Karena pernikahan
termasuk pelaksanaan agama, maka di dalamnya terkandung adanya tujuan atau
maksud mengharapkan keridhoan Allah SWT.

7. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan di kecamatan Pontianak Kota,
tentang “Tradisi Betangas Bagi Calon Pengantin Pada Masyarakat Melayu
Pontianak” , maka peneliti mencoba menarik kesimpulan sebagai berikut: .
1) Sejarah tradisi betangas bagi calon pengantin perempuan sebelum
pernikahan : Betangas diambil dari bahasa melayu yang artinya
pengungkapan seorang wanita di dalam tikar. Menurut perkiraan
masyarakat tradisi ini telah berkembang sejak zaman nenek moyang
pada abad ke- sesudah islam. Berarti tradisi ini memang sudah lama
adanya dan tidak bertentangan dengan agama islam. .
2) Prosesi Tradisi Betangas merupakan salah satu wujud kebudayaan
bangsa, di mana kebudayaan ini merupakan salah satu hal yang
keberadaannya dilindungi oleh UUD sebagaimana yang tercantum
dalam pasal ayat yang berbunyi “identitas budaya dan hak-hak
masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman
dan peradaban.”
Melihat dari pernyataan tersebut jelas bahwa tradisi betangas beserta
masyarakat adat yang melakukan salah satu identitas budaya bangsa yang
keberadaannya dilindungi oleh hukum. Dengan keanekaragaman budayabangsa
yang ada di Negara ini, maka bangsa kita menjadi bangsa yang kaya akan
budaya. Dalam hal ini tradisi betangas terbagi menjadi (dua) tahapan, yaitu
tahapan persiapan dan tahapan pelaksanaan.

8
3) Makna Tradisi Betangas sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya
bahwa kebudayaan tidak hanya terdiri dari benda atauu peristiwa yang
dapat diukur, diamati, dan dihitung,tetapi kebudayaan terdiri dari
gagasan dan makna yang dimiliki bersama. Makna yang terkandung
dalam tradisi betangas menurut masyarakat adalah suatu bentuk
kepatuhan dalam melestarikan kebiasaan nenek moyang agar tradisi ini
terus berlanjut sampai ke generasi selanjutnya. Tradisi ini bertujuan juga
untuk mebersihkan diri calon pengantin perempuan. Tradisi ini masih
dilakukan sampai sekarang ini, karena tradisi ini dianggap masyarakat
tradisi yang sakral, dan harus di lestarikan karena merupakan salah satu
tradisi peninggalan nenek moyang

8. Saran
Setelah selesai dan mengungkapkan tentang tradisi Betangas Bagi Calon
Pengantin Pada Masyarakat Melayu di Pontianak ini, setidaknya sedikit atau
banyaknya kita dapat mengambil pelajaran bahwa tradisi ini merupakan tradisi yang
bersifat positif. Karena masyarakat meyakini bahwa perlindungan dan pertolongan
dari Allah benar-benar ada dalam do’a keselamatan dan keberkahan yang dilakukan
dalam tradisi Betangas . pelaksanaan Tradisi Betangas ini merupakan salah satu
bentuk pelestarian budaya nenek moyang atau leluhur mereka. Oleh karena itu
penulis ingin memberikan beberapa masukan atau saran terhadap masyarakat Desa
Tanjung Bojo dalam melambangkan nilai-nilai budaya lokal, yaitu: .
1) Pemerintah setempat hendaknya dapat lebih melestarikan tradisi
Betangas, karena dalam tradisi Betangas terdapat nilai-nilai pendidikan
dan nilai-nlai kebudayaan. .
2) Bagi dinas kebudayaan diharapkan peran sertanya dalam membina dan
menjaga seta melestarikan budaya melayu. Karena hal ini dapat
dijadikan ciri khas budaya tersebut. .
3) Bagi generasi muda termasuk saya peneliti agar mempelajari cara
memperkenalkan tradisi tersebut kekhayak ramai.

9
DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat. (1989). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta. Hal 146
Putri, Kintari Ayunda. (2014). Skripsi Makna Tarian Mistis Naik Mahligai Di Kecamatan Di
Siulak Mukai Kabupaten Kerinci. Jambi: 2014. Hal 16
Pratiwi, Nova. Skripsi Tradisi Anak Hilang Pada Acara Pernikahan di Desa Luhuk Merangin
Kecamatan Pemenang Barat Kabupaten Merangin.
Uwaidah, Syaikh Kamil Muhammad. Fiqh Wanita. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. Hal 369
Dedes. 2012. Skripsi. (Desa Rantau Panjang Jambi). Hal 43
Moh, Rifa’I. (1978). Fiqh Islam Lengkap. Semarang: PT. Karya Toha Putra. Hal 10
Rahman, Ghozali Abdul. (2003). Fiqih Munakahat. Jakarta: Prenada Media. Hal 10
Endaswara Suwardi. Metode Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Gadjah Mada University
press.

10

Anda mungkin juga menyukai