Anda di halaman 1dari 15

DRAF PROPOSAL

Makna Simbolik Tradisi Nasi Hadap-Hadapan Upacara Adat Perkawaninan Melayu Kecamatan
Kuala Tanjung Kabupaten Batubara Kajian: Antropolinguistik

Oleh:

Tania salsabilla Pardede – 200701031

Dosen Pengampu:

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS

SUMATERA UTARA MEDAN

2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ....................................................................................................................................... 2


BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................................... 3
BAB II KAJIAN TEORI ..................................................................................................................... 4
2.1 Konsep ........................................................................................................................... 4
2.1.1 Makna Simbolik ............................................................................................................. 4
2.1.2 Antropolinguistik ........................................................................................................... 5
2.1.3 Suku Melayu .................................................................................................................. 5
2.2 Landasan Teori............................................................................................................... 5
2.3 Tinjauan Pustaka ............................................................................................................ 6
BAB III METODE PENELITIAN...................................................................................................... 9
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................................................ 9
3.2 Jenis dan Sumber Data ................................................................................................... 9
3.3 Pendekatan dan Metode Penelitian ................................................................................ 9
3.4 Metode Pengumpulan Data .......................................................................................... 10
3.5 Metode Analisis Data ................................................................................................... 11
3.6 Metode Penyajian Analisis Data .................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................... 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap suku bangsa mempunyai tradisi dan adat budayanya masingmasing, suku Melayu
Batu Bara juga mempunyai adat dan tradisi tersendiri. Masyarakat Melayu Batu Bara selain
beragama Islam yang taat, mereka juga mempraktikkan nilai-nilai adat budaya Melayu di
hampir seluruh aktivitas kehidupan mereka, seperti praktik pernikahan, akikah, dan juga
jamu lain, seperti upacara-upacara adat budaya lainnya yang sering dilakuan baik harian,
bulanan, dan juga tahunan di Batu Bara.
Di masyarakat Melayu Batu Bara, selain mengamalkan nilai-nilai agama Islam, mereka
juga mengamalkan dalam praktik kehidupan sehari-hari berupa budaya Melayu yang
merupakan adat serta kebiasaan yang diwariskan secara turun temurun. Akan tetapi ada
beberapa tradisi dan kebudayan Melayu yang secara sepintas mempunyai sisi negatif apabila
dilihat dari sisi akidah Islam, atau agama Islam. Seperti adanya ritual atau adalah jamu laut,
kemudian akikah dan penambalan nama yang sedikit banyaknya berbau mistis dan animisme,
dan masih banyak lainnya. Kabupaten Batu Bara, adalah daerah yang terkenal dengan
penduduk Melayunya, walaupun secara statistik jumlah suku Melayu adalah suku ke-2
terbanyak setelah suku Jawa (39,60 %), yakni 37,61 %.
Akan tetapi, daerah ini dikenal sebagai kawasan Melayu. Karena suku lainnya adalah
suku pendatang.” Sedangkan suku Melayu adalah suku asli dari daerah Kabupaten Batu Bara
itu sendiri. Secara agama, masyarakat Kabupaten Batu Bara mayoritas adalah beragama
Islam, yakni 85,44 %. Melayu adalah nama suku bangsa dan bahasa di Riau dan
Semenanjung Malaka. Suku Melayu adalah suku yang identik dengan Islam, sehingga sering
didengar pernyataan yang menyatakan masuk Melayu sama dengan masuk ke dalam agama
Islam.25 Masyarakat Melayu Pesisir adalah kelompok masyarakat muslim yang menyatakan
dirinya dalam kelompok ikatan perkawinan antar suku bangsa, serta memakai adat dan
bahasa Melayu secara sadar. Yang menjadi keistimewaan suku Melayu, suku ini dijadikan
simbol kebudayaan Melayu yang sampai sekarang ini diakui sebagai referensi bagi identitas
Melayu adalah Islam, bahasa Melayu, keramahtamahan dan keterbukaan (Faisal, 2020).

1
Masyarakat Melayu mudah menerima berbagai pikiran dan dan tamadun/ kebudayaan
yang datang. Hal ini diperkuat kembali dengan adanya ungkapan dari Sultan Syarif Kasim II
di saat ia dinobatkan sebagai Sultan Siak pada tahun 1915: “ia menyenangi semua
kebudayaan, kesenian, dan adat istiadat apapun yang datang ke Siak.
Berbagai macam tradisi yang telah diwariskan secara turun-temurun oleh setiap etnis
tentunya bertujuan agar generasi penerus dapat melestarikan tradisi tersebut dan dapat
mengamalkan bagaimana cara hidup bermasyarakat yang dianggap baik oleh para leluhur.
Melalui pelestarian tradisi maka diharapkan setiap individu mengenal dan dapat menerapkan
adat-istiadat yang telah diciptakan dan sudah dibiasakan dari sejak zaman para leluhur
mereka. Salah satu tradisi yang di dalamnya mengandung budaya turun-temurun adalah
upacara adat perkawinan. Upacara adat perkawinan merupakan proses atau tahapan yang
bertujuan untuk mengubah status kedua calon pengantin menjadi suami dan istri. Upacara
adat perkawinan juga dapat memperluas hubungan kekeluargaan dan kekerabatan bagi kedua
mempelai. Upacara adat perkawinan yang dilaksanakan dengan tradisi yang sudah turun-
temurun merupakan salah satu proses yang dianggap sangat penting dalam kehidupan
manusia. Oleh karena itu, setiap etnis memandang pennting upacara adat perkawinan yang
telah diwariskan.

2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas yang menjadi rumusan masalah yaitu

1. Bagaimana Antropolinguistik membahas hubungan antara bahasa dan budaya, dan


mengapa kajian ini penting dalam konteks kehidupan manusia?

2. Bagaimana tradisi nasi hadap-hadapan dalam upacara adat perkawinan Melayu di


Kabupaten Batubara dijelaskan dalam konteks antropolinguistik, dan apa makna dan
kebijaksanaan yang terkandung di dalamnya??

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai dalam peneltian ini adalah
1. Mendeskripsikan bagaimana Antropolinguistik membahas hubungan antara bahasa
dan budaya, dan mengapa kajian ini penting dalam konteks kehidupan manusia.

2. Mendeskripsikan bagaimana tradisi nasi hadap-hadapan dalam upacara adat


perkawinan Melayu di Kabupaten Batubara dijelaskan dalam konteks
antropolinguistik, dan apa makna dan kebijaksanaan yang terkandung di dalamnya.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menberikan informasi yang lebih rinci dan
mendalam tentang makna tradisi nasi hadap-hadapan dalam upacara adat perkawinan
Melayu di Kabupaten Batubara.
1.4.2 Manfaat Teoretis
a. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini adalah jawaban dari masalah yang di rumuskan. Penelitian dapat
digunakan sebagai bahan bacaan perbandingan penelitian antara mitos dan nilai moral
pada penelitian sebelumnya.
b. Bagi pembaca

Hasil penelitian dapat menjadi bahan untuk menambah wawasan mengenai tradisi nasi
hadap-hadapan dalam upacara adat perkawinan Melayu di Kabupaten Batubara dan
menambah wawasan tentang makna dalam kalimat.

3
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Konsep

Menurut Woodruff konsep adalah „gagasan atau ide yang bermakna dan sempurna, yang
merupakan salah satu pengertian tentang suatu objek‟. Konsep ialah berbagai produk subjektif
yang bersumber dari cara seseorang membuat pengertian terhadap objek-objek atau benda-benda
melalui pengalaman pribadi (setelah melakukan suatu persepsi terhadap objek atau benda).
Sedangkan menurut Aristoteles konsep merupakan „sebuah penyusunan utama dalam
pembentukan pengetahuan Ilmiah dan Filsafat dalam pemikiran manusia‟. Siswono berpendapat
bahwa konsep adalah „seperangkat konsep dan definisi yang saling berhubungan yang
mencerminkan suatu pandangan sistematik mengenai fenomena dengan menerangkan hubungan
antara variabel dengan tujuan untuk menerangkan dan meramaikan fenomena‟. Dari pengertian
di atas pentingnya sebuah konsep dalam menuangkan ide atau gagasan agar gagasan dan ide
tersebut mampu diimplementasikan untuk menuju sebuah peradaban atau perubahan pendidikan
yang lebih fundamental yaitu pendidikan mampu menghasilkan sebuah perubahan inovatif yang
sistematis, terarah dan terukur (Sopiansyah dkk., 2022).

2.1.1 Makna Simbolik

Makna simbolik adalah makna yang melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol
atau lambang untuk menyatakan maksud. Makna Simbolik Identitas Nasional adalah makna yang
menggambarkan atau melukiskan yang terdapat dalam simbol identitas nasional itu sendiri. Nilai
adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia.
Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia. Nilai
simbolik identitas nasional adalah nilai yang merepresentasikan yang terdapat dalam simbol
identitas nasional yang meliputi nilai religi, nilai keindahan atau estetika, serta nilai moral (Aini,
2020). Makna merupakan arti atau maksud/sesuatu kata Simbol adalah sesuatu yang telah
memiliki kesatuan bentuk dan makna.
Sedangkan simbolik merupakan perlambang; menjadi lambang mengenai lambang.
Menurut Hartoko dan Rahman (Sobur, 2004) mengartikan bahwa simbol atau lambang berasal
dari bahasa Yunani symballienyang berarti melemparkan bersama suatu benda (benda,
perbuatan) dikaitkan dengan suatu ide. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa makna
4
simbolik adalah maksud atau makna yang terkandung dalam suatu simbol atau
perlambang (Sriyana dan Hiskiya, 2020).

2.1.2 Antropolinguistik

Antropolinguistik merupakan sebuah kajian yang membahas perihal hubungan atau


keterkaitan antara budaya dan bahasa. Dalam kajian antropolinguistik lebih menelaah bagaimana
bahasa itu digunakan sebagai alat dalam tindakan bermasyarakat. Menurut Lauder (2005:231),
mengatakan bahwa antropolinguistik lebih menelaah bahasa bukan hanya dari strukturnya saja
melainkan lebih pada fungsi dan pemakaiannya dalam konteks situasi sosial budaya (Hamriani
dan Yusuf, 2022).

2.1.3 Suku Melayu

Suku melayu adalah sebuah kelompok etnis dari orang orang indonesia yang berada dalam
provinsi sumatera utara, suku melayu yang salah satu suku di provinsi sumatera utara yang kaya
akan adat tradisi dan budaya. Kebudayaan melayu sumatera utara yang telah dikenal sebagai
penyumbang peradaban dunia melayu. Seni budaya yang khas dimiliki masyarakat melayu
Sumatera Utara ialah hasil karya sastra, baik itu yang bersifat lisan maupun tulisan salah satunya
yaitu pantun. Pantun biasanya disampaikan pada upacara adat Melayu (Akbar, 2021).

2.2 Landasan Teori

Kajian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Antropologuistik. Antropolinguistik


adalah cabang ilmu yang melihat hubungan antara bahasa dan berbagai aspek kehidupan
manusia.Ada juga istilah-istilah seperti antropologi linguistik, linguistik antropologis, linguistik
budaya, dan etnolinguistik yang artinya hampir sama. Antropologi linguistik adalah istilah
yang paling umum, tetapi antropolinguistik, yang memiliki kesejajaran dalam
sosiolinguistik, etnolinguistik, psikolinguistik, dan neurolinguistik, adalah istilah yang
lebih netral (Sibarani, 2004: 50). Dalam tulisan ini, kata "antropolinguistik" memiliki arti yang
sama dengan "antropologi linguistik" atau "antropologi linguistik", yang juga mencakup
"studi etnolinguistik" dan "linguistik budaya" (Narhan dan Lubis, 2023).
Antropolinguistik adalah bagian ilmu yang memiliki sifat interpretatif. Hal ini bermaksud
mengupas dan membahas bahasa lebih dalam untuk mendapatkan pemahaman budaya. Menurut
Duranti (2002), antropologilinguistik yaitu sumber budaya yang mengkaji bahasa dan praktik
budaya tuturannya. Artinya, budaya dan pengetahuan bersama masyarakat berfungsi untuk
5
menjelaskan makna tuturan sebagai praktik dari budaya itu. Menurut Beratha (1998:45),
antropolinguistik difokuskan pada makna alamiah meta-bahasa yang terdiri atas beberapa kajian,
yaitu mulai dari kajian budaya, kajian wacana kebudayaan, kajian komunikasi lintas budaya,
kajian etnografi berbahasa, serta kajian kebudayaan dan perubahan bahasa (Arrozi, dkk., 2020).

2.3 Tinjauan Pustaka


Pada upacara adat perkawinan terdapat proses atau rangkaian yang sudah mentradisi
secara turun temurun dari generasi ke generasi. Salah satu tradisi dalam upacara adat perkawinan
yang masih dilaksanakan hingga sekarang oleh suku Melayu di Kabupaten Batubara. Awalnya
tradisi ini dilakukan di lingkungan kerajaan Melayu dan kemudian mengakar serta membudaya
diberbagai kalangan etnis Melayu. Suku Melayu yang bermukim di Desa Nagur yang dikenal
dengan sebutan Melayu Pesisir ini pada setiap acara perkawinan selalu melaksanakan tradisi
makan nasi hadap-hadapan. Dalam kajian lebih jauh dan mendalam, sebenarnya adat perkawinan
Melayu ini memiliki berbagai kearifan (wisdom) yang hidup, tumbuh, dan berkembang dalam
kebudayaan Melayu secara luas. Diantara kearifan yang terdapat di dalamnya adalah menjaga
kesinambungan generasi Melayu, menjaga dan mengembangkan peradaban Melayu,
kebijaksanaan dalam menentukan pasangan hidup, nilai kebersamaan antara dua pihak kerabat
besar, menimbang dan memutuskan dengan tepat berdasarkan musyawarah untuk mencapai
mufakat, menjaga turai (susunan) sosial, dan lain-lainnya. Makan nasi hadap-hadapan merupakan
tradisi pada adat masyarakat Melayu yang dilakukan sebagai proses atau rangkaian dalam
upacara adat perkawinan. Dalam tradisi ini, pengantin duduk secara berhadap-hadapan beserta
kerabat keluarga dari kedua mempelai tersebut dalam suatu persegi panjang yang ditengahnya
telah dihidangkan segala macam makanan. Tradisi makan nasi hadap-hadapan ini merupakan
salah satu kebesaran suku Melayu pada upacara pernikahan sekaligus merupakan bentuk
penghormatan khusus kepada keluarga terutama bagi kaum wanita, oleh karena itu cara
makannya pun harus sesopan-sopannya (Muzzamil, 2023).

Untuk menjalankan tradisi makan nasi hadaphadapan biasanya kedua pengantin dan
beberapa kaum wanita dari kedua belah pihak yang hadir. Dari makanan dan buah-buahan yang
disediakan pada tradisi makan nasi hadap-hadapan itu, apabila dimakan oleh kedua mempelai,
biasanya dapat ditafsirkan bagaimana keberlangsungan pengantin itu di masa yang akan datang.
Awalnya tradisi makan nasi hadap-hadapan ini dibuat karena pada zaman dahulu para pengantin
tidak mengenal istilah pacaran. Kebanyakan dari mereka menikah karena dijodohkan sehingga
6
tidak saling mengenal satu sama lain. Kemudian dibuatlah tradisi makan nasi hadap-hadapan
tersebut dalam upacara adat perkawinan suku Melayu yang bertujuan agar kedua mempelai
pengantin dan keluarga dari kedua belah pihak pengantin dapat saling mengenal. Tradisi makan
nasi hadap-hadapan ini selalu dibuat oleh pihak pengantin perempuan. Namun jika mempelai
perempuan bukan suku Melayu dan mempelai laki-laki yang suku Melayu, maka tradisi ini bisa
dilaksanakan oleh pihak mempelai laki-laki pada saat ngunduh mantu. Jenis-jenis makanan yang
disediakan sangat beragam dan bervariasi. makanan utamanya adalah nasi pulut yang diatasnya
telah ditancapkan bungabunga yang terbuat dari manisan dan permen. Di dalam nasi di
masukkan ayam yang dimasak utuh, bisa dipanggang atau digoreng maupun dimasak kuning.
Kemudian kue-kue yang disediakan adalah kue cucur dan kue lasidah. Di dalam hidangan tradisi
makan nasi hadap-hadapan ini juga disediakan manisan berupa seperangkat halua yang terbuat
dari berbagai buah misalnya betik atau pepaya yang telah dibentuk seperti bunga-bunga, buah
asam. gelugur muda, belimbing, bunga betik, dan cabai.

Disediakan juga halua buah pala kering yang dibentuk bunga dan halwa buah pala basah
yang disajikan di atas piring-piring perak. Selain itu dihidangkan beberapa pinggan berisi ulam
mentah seperti, pucuk betik, daun kemangi, pucuk melinjo, pucuk buah kuini dan ulam yang
dimasak, yang dibentuk bermacam-macam benda seperti betik yang berbentuk burung, ikan, dan
kacang panjang yang dibentuk perahu. Lauk pauk yang istimewa disediakan ikan mas, udang
galah digoreng atau direbus dan dipanggang, pais kepah, ayam panggang, anyang kepah,
masakan khusus kepala kambing, nasi pulut, kari kambing, pajri terong, dan nanas, dan berbagai
buah-buahan dan tak lupa pula dihidangkan srikaya. Juga disediakan soto, roti jala, kerabu,
anyang, santan durian, santan bacang, kolak pisang, dan berbagai macam gulai seperti gulai
asam, gulai pindang. Gulai masak putih, gulai lemak: labu, ikan, daging, pisang muda. Gulai
kari: kari ikan, kari daging, kari terong. Juga terdapat berbagai macam kue-kue lainnya seperti
kue lumpang, kue kekaras, kue talam, kue sesagun, serabi, lepat pulut hitam, buah melaka, dan
nasi manis.

Prosesi nasi hadap-hadapan ini saat akan dilakukan, makanan-makanan yang disediakan
di atas seprai putih yang bersulam dan berenda. Prosesi pelaksanaan tradisi makan nasi hadap-
hadapan pada masa itu juga dilakukan dari pagi hingga sore hari, dan pada pembuatan
makananmakanannya dilakukan oleh keluarga pihak perempuan secara bersama-sama. pada
pelaksanaanya, tradisi makan nasi hadap-hadapan setiap akan memulai ungkapan untuk berbicara
7
akan di iringi dengan pantun yang saling berbalasbalasan. Penghulu telangkai adalah orang tua
(sesepuh) yang dianggap bijaksana dan arif serta paham dan mengerti dalam urusan adat resam
Melayu. Penghulu telangkai ini bertugas untuk memimpin dan menyelesaikan masalah-masalah
yang berkaitan dengan Tradisi. Tidak hanya pada upacara perkawinan, teapi juga untuk kegiatan
Sunat Rasul (khitan), mendamaikan pihak berselangsengketa, dan lain-lain. Pada zaman dahulu,
Penghulu telangkai dipilih oleh tetua dan pemuka masyarakat setempat, dimana kedudukannya
jika diumpamakan seperti saat ini, sama seperti Notaris. Hanya saja, jika notaris berdasarkan
hukum yang di atur dalam Undang-undang, penghulu telangkai zaman dahulu tidak memiliki
kesepakatan yang tertulis di atas kertas, akan tetapi, cukup dipatuhi dan dilaksanakan sesuai
dengan keputusan (Sjah, 2012).

8
BAB III METODE

PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Batubara, Sumatera Utara. Tempat penelitian ini
menjadi lokasi yang dituju oleh peneliti karena masyarakatnya masih mempercayai tradisi nasi
hadap-hadapan upacara adat perkawaninan melayu.

Peta Lokasi Penelitian, Kabupaten Batu Bara

3.2 Jenis dan Sumber Data

Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi data. Sumber data
penelitian ini ada dua yaitu data primer adalah data yang dibuat oleh peneliti untuk
menyelesaikan masalah yang sedang ditangani. Data primer dikumpulkan dari informan yang
ada di obyek tempat penelitian yang di desa kabupaten batubara yang masih menjalankan
tradisi melayu. Informan adalah masyarakat yang berusia 30-80 tahun bertempat tinggal di
kabupaten Batu bara dan bersuku Melayu. Data sekunder dari penelitian ini adalah berupa kamus
bahasa Jawa, artikel dengan pamali bahasa Jawa, serta situs internet yang berkenaan dengan
penelitian yang dilakukan.

3.3 Pendekatan dan Metode Penelitian

Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Menurut
Moleong dalam Rusandi dan Rusli (2021) mengatakan bahwa Penelitian kualitatif adalah
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
9
penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan
dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah metode simak. Metode simak
adalah cara yang digunakan untuk memperoleh data dengan menyimak pengguna bahasa. Data
diharapkan sudah disediakan secara tertulis sebelum melakukan wawancara kepada informan.
Teknik yang digunakan adalah sadap. Teknik sadap diikuti dengan teknik simak bebas libat
cakap, teknik catat, dan teknik rekam. Teknik simak bebas libat catat merupakan cara menyimak
informan berbicara tetapi tidak lihat aktif dalam percakapan. Jadi peneliti tidak terlalu ikut
campur atau berbicara saat informan berbicara. Teknik catat dan rekam merupakan teknik yang
berjalan bersama serta mencatat dan merekam informan berbicara.

Dalam penelitian ini data dari informan dikumpulkan melalui wawancara, pencatatan, dan
perekaman. Wawancara dilakukan mencakup pertanyaan-pertanyaan mengenai pamali yang ada
di desa Tanjung Pasir Kecamatan Tanah Jawa. Hasil wawancara dan rekaman kemudian akan
ditabulasikan sebagai data yang akan deskripsikan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini,
peneliti menentukan syarat atau kriteria dari informan yaitu sebagai berikut:

a. Informan berusia 30-80 tahun (tidak pikun).


b. Informan bersuku Melayu
c. Informan lahir dan dibesarkan di daerah penelitian.

10
d. Informan berbicara dengan menggunakan alat ucap yang sempurna.

3.5 Metode Analisis Data

Setelah data dikumpulkan, maka diadakan analisis data untuk memecahkan


permasalahan. Metode analisis data yang digunakan merupakan metode padan. Metode padan
merupakan metode yang alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa
(langue) yang bersangkutan. Alat penentu yang dimaksud adalah kenyataan yang ditunjuk oleh
bahasa atau referen bahasa yang berasal dari luar bahasa yang digunakan dapat berupa hubungan
sosial, budaya, konteks terjadinya peristiwa, dan sebagainya. Teknik dasar yang digunakan
adalah teknik pilah unsur penentu dengan cara memilah-milah satuan kebahasaan pada data yang
sudah diperoleh. Setelah dilakukannya pemisahan atau pengelompokkan data dapat dilakukan
langkah selanjutnya yaitu dengan melihat makna yang terkandung di dalam tanda.

3.6 Metode Penyajian Analisis Data

Metode yang digunakan dalam penyajian hasil analisis data pada penelitian ini adalah
metode informal. Metode informal merupakan penyajian hasil analisis data dengan
menggunakan kata-kata biasa untuk menjelaskan hasil dari penelitian.

11
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, W. (2021). Nilai Karakter Dalam Penerapan Tradisi Pantun Kebudayaan Suku Melayu
Deli Dusun 17 Desa Bandar Khalifah. Cybernetics: Journal Educational Research and
Social Studies, 48-53.

Aini, P. (2020). Analisis Terhadap Makna Simbolik Identitas Nasional Berbasis Cyber. Jurnal
Pendidikan Edutama.

Arrozi, P., Burhanuddin, N. F. N., & Saharudin, N. F. N. (2020). Leksikon Etnomedisin dalam
Pengobatan Tradisional Sasak: Kajian Antropolinguistik. MABASAN, 14(1), 17-30.

Faishal, M. (2020). Keberagaman Masyarakat Melayu Batubara (Doctoral dissertation,


Universitas Islam Negeri Sumatera Utara).

Muhammad Takari. (2014). Adat Perkawinan Melayu: Fungsi, Terapan, dan Gagasannya.
(Medan: USU Press.

Muzzamil, M. (2023). Tradisi Makan Nasi Hadap-Hadapan Pengantin Sebagai Bimbingan


dalam Pernikahan pada Masyarakat Melayu Desa Nagur Kecamatan Tanjung Beringin
Kabupaten Serdang Bedagai (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Sumatera
Utara).

Narhan, R., & Lubis, T. (2023). Latar Belakang Penamaan Kelurahan di Dua Kecamatan di
Medan Sumatra Utara: Kajian Antropolinguistik. LINGUA: Jurnal Bahasa, Sastra, dan
Pengajarannya, 20(2), 309-318.

O.K. Moehad Sjah. (2012). Adat Perkawinan Masyarakat Melayu Pesisir Sumatera Timur.
Medan: USU Press, 43.

Sopiansyah, D., Masruroh, S., Zaqiah, Q. Y., & Erihadiana, M. (2022). Konsep dan
Implementasi Kurikulum MBKM (Merdeka Belajar Kampus Merdeka). Reslaj: Religion
Education Social Laa Roiba Journal, 4(1), 34-41.

Sriyana, S., & Hiskiya, H. (2020). Makna Simbolik Perkawinan Adat Dayak Ngaju Di Kota
Palangka Raya: The Meaning Of Symbolic Indigenous Marriage In Dayak Ngaju In
Palangka Raya City. Anterior Jurnal, 20(1), 83-95.

12
13

Anda mungkin juga menyukai