Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

BUDAYA DAN AMALIYAH NU DAN DALIL - DALILNYA


diajukan untuk memenuhi tugas harian
mata kuliah ASWAJA

Disusun Oleh :
1. Laila Alfi Sahrin (5130017034)
2. Ahmad Ziyadul Haq (5130017035)
3. Amalia Lasulfah (5130017038)
4. Layyinatusy’ Syifa’ (5130017039)
5. Moch. Choirudin (5130017056)

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
2019

1
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kepada Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya kepada penulis untuk dapat menyelesaikan pembuatan makalah
ini, serta salawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi Agung
Muhammad SAW.
Dalam hal ini penulis tidak terlepas dari keterlibatan berbagai pihak, maka
penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada
1. Dosen pengajar mata kuliah ASWAJA
2. Teman dan semua pihak yang telah mendukung dan membantu penulis dalam
penyusunan makalah ini.

Penulis juga menyadari dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak


kesalahan. Oleh karena itu, sangat diharapkan kritik maupun sarannya dari
pembaca makalah ini. Sehingga di kemudian hari dapat menyusun lebih baik lagi.
Semoga makalah ini dapatdigunakan dengan baik dan bermanfaat bagi kita
semua. Amin.

Surabaya, 27 April 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... 2

DAFTAR ISI .................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 4

1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 4

1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 5

1.3 Tujuan ................................................................................................................ 5

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 6

2.1 Budaya Dan Amaliyah NU ................................................................................ 6

2.2 Budaya dan Amaliyah Kehamilan dan Kelahiran dalam NU ............................ 7

2.3 Budaya dan Amaliyah Kematian NU ............................................................... 11

BAB III PENUTUP ........................................................................................................ 23

3.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 23

3.2 Saran ................................................................................................................. 23

Daftar Pustaka ................................................................................................................ 24

3
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah diterimannya kehadiran Islam di Nusantara dengan kondisi keagamaan
masyarakat yang menganut pahamanimisme (Hindu-Budha), tidak bisa dilepaskan
dari cara dan model pendekatan dakwah para mubaligh Islam kala itu yang ramah dan
bersedia menghargai kearifan budaya dan tradisi lokal. Sebuah pendekatan dakwah
yang terbuka dan tidak antisipati terdapat nilai-nilai normatif di luar Islam, melainkan
mengakulturasikannya dengan membenahi penyimpangan-penyimpangan di
dalamnya memasukkan ruh-ruh keislaman ke dalam subtstansinya. Maka lumrah jika
kemudian corak amaliah ritualitas muslim Nusantara (khususnya Jawa) hari ini, kita
saksikan begitu kental diwarnai dengan tradisi dan budaya khas lokal, seperti ritual
selametan, kenduri, dan lain-lain.
Amaliah keagamaan seperti itu tetap dipertahankan karena kaum Nahdliyyin
meyakini bahwa ritual-ritual dan amaliyah yang bercorak lokal tersebut. Hanyalah
sebatas teknis atau bentuk luaran saja, sedangkan yang menjadi substansi didalamnya
murni ajaran-ajaran Islam. Dengan kata lain, ritual-ritual yang bercorak tradisi lokal
hanyalah bungkus luar, sedangkan isinya adalah nilai-nilai ibadah yang dianjurkan
oleh Islam.
Dalam pandangan kaum Nahdliyyin, kehadiran Islam yang dibawa oleh
Rasulullah saw. Bukanlah untuk menolak segala tradisi yang mengakar menjadi
kultur budaya masyarakat, melainkan sekedar untuk melakukan pembenahan-
pembenahan dan pelurusan-pelurusan terhadap tradisi dan budaya yang tidak sesuai
dengan risalah Rasulullah saw. Budaya yang telah mapan menjadi nilai normatif
masyarakat dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam akan mengakulturasikannya
bahkan mengakuinnya sebagai bagian dari budaya dan tradisi Islam itu sendiri. Dalam
hal ini, Rasululullah saw. Bersabda:
“ apa yang dilihat orang Muslim baik, maka hal itu baik disisi Allah.” (HR. Malik).
Kendati demikian, amaliah dan ritual keagamaan kaum Nahdliyin seperti itu,
sering mengobsesi sebagian pihak untuk menganggapnya sebagai praktik-praktik
sengkritisme, mitisme, khurafat, bid’ah bahkan syirik.

4
Anggapan demikian sebenarnya lebih merupakan subyektifitas akibat terjebak
dalam pemahaman Islam yang sempit dan dangkal serta tidak benar-benar memahami
hakikat amaliah dan ritual-ritual hukum Nahdliyyin tersebut. Pihak-pihak yang seperti
ini, wajar apabila kemudian dengan mudah melontarkan ‘tuduhan’ bid’ah atau syirik
terhadap amaliah dan ritualitas kaum Nahdliyyin, seperti ritual tahlilan, peringatan
Maulid Nabi, Istighfar, Pembacan berzanji, Manaqib, Ziarah kubur, dan amaliah-
amaliah lainnya.
Tuduhan-tuduhan bid’ah seperti itu, sangat tidak berdasar baik secara dalil
maupun ilmiah, dan lebih merupakan sikap yang mencerminkan kedangkalan
pemahaman keislaman. Sebab sekalipun terdapat kaidah fiqih yang menyatakan:
“hukum asal ritual ibadah adalah haram”.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang disebut dengan budaya dan amaliyah NU?
2. Apa saja budaya dan amaliyah NU dalam hal kelahiran?
3. Apa saja budaya dan amaliyah NU dalam hal kematian?

1.3Tujuan
Tujuan utama dari dibuatnya makalah ini yaitu untuk memahami berbagai hal
mengenai budaya dan amaliyah masyarakat Nahdlatul Ulama

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Budaya Dan Amaliyah NU


Mayoritas umat Islam Indonesia, bahkan di dunia adalah penganut Aliran
Ahlussunnah Wal Jamaah. Ajaran-ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah begitu berakar
dan membumi dalam tradisi, budaya, dan kehidupan keseharian masyarakat muslim
Indonesia. Memang ajaran-ajaran Aswaja bisa terwujud dalam manifestasi yang
beragam diberbagai belahan dunia Islam karena cara hidup, kebiasaan, dan adat
istiadat masing-masing kawasan dunia Islam yang berbeda. Namun, ada benang
merah yang menyatukan semua adat-adat yang berbeda itu. Ajaran Aswaja selalu
menjiwai berbagai tradisi-tradisi tersebut. Pasti ada ajaran-ajaran Aswaja yang
menjadi substansi dan penggeraknya. Bagi para Ulama’ dan kalangan terpelajar akan
dengan mudah menangkap ajaran-ajaran dibalik tradisi-tradisi keagamaan yang
berbeda-beda tersebut. Namun, bagi sebagian kalangan awam mungkin agak sulit,
mereka lebih memahami praktek dari pada aspek bathiniyyahnya. Dari sinilah timbul
kesalah pahaman terhadap sebagian tradisi-tradisi keagammaan yang ada.
Selama ini kita maklum, bahwa sebelum hadirnya dakwah Islam yang diusung
para wali (walisongo), masyarakta Jawa adalah pemeluk taat agama Hindu dan juga
pelaku budaya Jawa yang kental dengan nuansa Hinduisme sampai sekarang masih
di-ugemi (pedomani) sebagian masayarakat Indonesia].
Mengikis budaya yang tidak sejalan dengan ajaran agama dan sudah mengakar
kuat. Butuh perjuangan yang ekstra keras tentunya. Sebagian dari mereka memilih
jalan dakwah dengan langsung mengajarkan dan menerapkan syari’at Islam kepada
masyarakat. Budaya dan praktek syirik yang tak sejalan dengan syari’at Islam
langsung dibabat habis. Dan ada pula yang menggunakan pendekatan sosial budaya
dengan cara yang lebih halus: dengan cara mengalir mengikuti tradisi masuarakat
tanpa harus terhanyut.

6
2.2 Budaya dan Amaliyah Kehamilan dan Kelahiran dalam NU
• Tingkepan
Di beberapa daerah di Indonesia, khususnya di Jawa, ada satu budaya di mana
seorang yang memiliki istri yang sedang hamil akan mengundang para tetangga
dan sanak saudara untuk hadir ke rumahnya dalam sebuah acara selamatan atau
kenduri. Di Jawa, bila acara ini diselenggarakan ketika usia kehamilan empat
bulan maka disebut dengan mapati. Istilah ini diambil dari kata papat yang berarti
empat. Sedangkan bila acara selamatan itu dilakukan ketika usia kandungan sudah
tujuh bulan maka disebut dengan mituni atau sering diucapkan mitoni. Istilah itu
diambil dari kata pitu yang berarti tujuh.

Dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim yang juga disebutkan bahwa
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallama bersabda:

“Sesungguhnya setiap orang di antara kalian dikumpulkan penciptaannya di


dalam perut ibunya selama empat puluh hari (berupa sperma), kemudian menjadi
segumpal darah dalam waktu empat puluh hari pula, kemudian menjadi segumpal
daging dalam waktu empat puluh hari juga. Kemudian diutuslah seorang malaikat
meniupkan ruh ke dalamnya dan diperintahkan untuk menuliskan empat hal;
rejekinya, ajalnya, amalnya, dan apakah dia menjadi orang yang celaka atau
bahagia.” (Muslim bin Hajjaj An-Naisaburi, Shahîh Muslim, Kairo: Darul Ghad
Al-Jadid, 2008, jil. VIII, juz 16, hal. 165).

Dari hadits di atas dapat dipahami bahwa di antara proses penciptaan manusia
ketika masih di dalam kandungan ibunya adalah bahwa pada mulanya ia berupa
sperma (nuthfah) yang berproses selama empat puluh hari lamanya, kemudian
menjadi segumpal darah (‘alaqah) yang juga berproses selama empat puluh hari
lamanya, kemudian menjadi segumpal daging (mudlghah) yang juga berproses
selama empat puluh hari lamanya menjadi satu janin dengan bagian-bagian tubuh
yang lengkap sebagaimana layaknya rupa seorang manusia.
Dari sini dapat dilihat bahwa proses terbentuknya satu janin di dalam rahim
seorang ibu hingga sempurna membutuhkan waktu selama tiga kali empat puluh

7
hari yang itu berarti sama dengan seratus dua puluh hari dan dalam hitungan bulan
sama dengan empat bulan lamanya.

Menurut hadits di atas setelah kurun waktu empat bulan itu barulah Allah
memerintahkan satu malaikat untuk melakukan dua hal, pertama meniupkan ruh
ke dalam janin tersebut. Dengan ditiupnya ruh maka janin yang pada mulanya
hanya seonggok daging kini menjadi hidup, bernyawa. Ia tak lagi hanya sekedar
makhluk mati tak ubahnya sebuah tembikar yang terbuat dari tanah liat, tapi kini
ia telah menjadi makhluk hidup. Kedua, malaikat tersebut diperintah untuk
mencatat empat perkara yang berkaitan dengan rejeki, ajal, amal, dan bahagia atau
celakanya si janin ketika ia hidup dan mengakhiri hidupnya di dunia kelak.
Pada fase yang demikian ini, berdasarkan hadits di atas, para ulama Nusantara
mengajari kita sebagai umatnya untuk memanjatkan doa kepada Allah subhânahû
wa ta’âlâ agar janin yang ada di kandungan diberi ruh yang baik dan juga rupa
tubuh yang sempurna tak kurang suatu apa sebagaimana layaknya tubuh seorang
manusia normal pada umumnya. Juga memohon kepada Allah agar sang janin
diberi takdir-takdir yang baik pula. Diberi umur yang panjang penuh berkah dan
manfaat, rezeki yang melimpah penuh keberkahan, ahli melakukan amalan-
amalan saleh, dan digariskan sebagai hamba yang berbahagia ketika hidup di
dunia dan kelak meninggalkan dunia sebagai orang yang selamat dengan
membawa keimanan kepada Allah Ta’ala.

• Adzan dan Iqamah Bayi Lahir


Anak adalah titipan Ilahi. Anak merupakan amanah yang harus dijaga dengan
baik. Dalam upaya itulah seringkali orang tua berusaha sedemikian rupa agar
kelak anak-anaknya menjadi orang yang shaleh/sholehah berguna bagi
masyarakat dan agama. Dalam hal kesehatan jasmani, semenjak dalam kandungan
oang tua telah berusaha menjaga kesehatannya dengan berbagai macam gizi yang
dimakan oleh sang ibu. Begitu juga kesehatan mentalnya. Semenjak dalam
kandungan orang tua selalu rajin berdoa dan melakukan bentuk ibadah tertentu
dengan harapan amal ibadah tersebut mampu menjadi wasilah kesuksesan calon
si bayi.

8
Oleh karena itu ketika dalam keadaan mengandung pasangan orang tua
seringkali melakukan riyadhoh untuk sang bayi. Misalkan puasa senin-kamis atau
membaca surat-surat tertentu seperti Surat Yusuf, Surat maryam, Waqiah, al-
Muluk dan lain sebagainya. Semuanya dilakukan dengan tujuan tabarrukan dan
berdoa semoga si bayi menjadi seperti Nabi Yusuf bila lahir lelaki. Atau seperti
Siti Maryam bila perempuan dengan rizki yang melimpah dan dihormati orang.

Begitu pula ketika sang bayi telah lahir di dunia, do’a sang Ibu/Bapak tidak
pernah reda. Ketika bayi pertama kali terdengar tangisnya, saat itulah sang ayah
akan membacakannya kalimat adzan di telinga sebelah kanan, dan kalimat iqamat
pada telinga sebelah kiri. Tentunya semua dilakukan dengan tujuan tertentu.

Lantas bagaimanakah sebenarnya Islam memandang hal-hal seperti ini?


Bagaimanakah hukum mengumandangkan adzan dan iqamah pada telinga bayi
yang baru lahir? berdasarkan sebuah hadits dalam sunan Abu Dawud (444) ulama
bersepakatn menghukumi hal tersebut dengan sunnah :

“Dari Ubaidillah bin Abi Rafi’ r.a Dari ayahnya, ia berkata: aku melihat
Rasulullah saw mengumandangkan adzan di telinga Husain bin Ali ketika Siti
Fatimah melahirkannya (yakni) dengan adzan shalat.” (Sunan Abu Dawud: 444)

Begitu pula keterangan yang terdapat dalam Majmu’ fatawi wa Rasail halaman
112. Di sana diterangkan bahwa: “yang pertama mengumandangkan adzan di
telinga kanan anak yang baru lahir, lalu membacakan iqamah di telinga kiri.
Ulama telah menetapkan bahwa perbuatan ini tergolong sunnah. Mereka telah
mengamalkan hal tersebut tanpa seorangpun mengingkarinya. Perbiatan ini ada
relevansi, untuk mengusir syaithan dari anak yang baru lahir tersebut. Karena
syaitan akan lari terbirit-birit ketika mereka mendengar adzan sebagaimana ada
keterangan di dalam hadits. (Sumber; Fiqih Galak Gampil 2010)

• Brokohan atau Aqiqah

9
Adat brokohan merupakan upacara adat yang berupa bancaan atau selamatan
yang dilaksaankan beberapa jam setelah kelahiran bayi. Ditinjau dari maknanya
brokohan juga bisa berarti mengharapkan berkah dari Yang Maha Pencipta.
Rangkaian upacara ini berupa memendam ari-ari atau plasenta si bayi. Setelah
itu dilanjutkan dengan membagikan makanan, seperti tumpeng brokohan kepada
sanak saudara dan para tetangga.

Adapun beberapa dalil yang menguatkan brokohan atau aqiqah ini diantaranya
yaitu :

o “Setiap bayi tergadai dengan aqiqahnya, disembelihkan (kambing)


untuknya pada hari tujuh, dicukur dan diberi nama.” (HR. Abu Dawud,
no.3165)
o “Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam memerintahkan mereka agar
beraqiqah dua ekor kamping yang sepadan (umur dan besarnya) untuk
bayi laki – laki dan seekor kambing untuk bayi perempuan”

• Bancaan atau Ulang Tahun

Bancaaan atau ulang tahun adalah sebuah peringatan sederhana radisi adat
masyarakat jawa yang bertujuan untuk bersyukurnya atas bertambahnya usia
seseorang. Bancaan biasanya dilakukan untuk memperingati hari lahir.
Bancaan biasanya disimbulkan dengan nasi tumpeng yang dinikmati
bersama dan disertai doa sebagai pengirinya. Nasi tumpeng tersebut memiliki
makna bahwa bancaan merupakan tatanan serta tuntunan mengenai kebersamaan,
kerukunan dan kesederhanaan.
Hukum untuk peringatan ulang tahun atau bancaan yaitu mubah, bahkan
sebagian ulama mengatakan sunnah hukumnya, selama didalam perayaan tersebut
tidak ada hal yang munkar.
Menurut hadist riwayat Muslim mengenai bancaan atau ulang tahun ini
yaitu :
“Rasulullah memperingati hari kelahirannya dengan berpuasa.
Rasulullah pernah ditanya mengenai puasa hari senin, lantas beliau menjawab

10
“Hari tersebut adalah hari aku lahir, hari aku diutus atau diturunkannya wahyu
untukku”. (HR. Muslim : 1162)

2.3 Budaya dan Amaliyah Kematian NU

• Talqin

Menurut bahasa, talqin artinya mengajar, memahamkan secara lisan.


Sedangkan menurut istilah, talqin adalah mengajar dan mengingatkan kembali
kepada orang yang sedang naza’ atu kepada mayit yang baru saja dikubur dengan
kalimat-kalimat tertentu.

Hukum talqin adalah sunnah, sebagaimana riwayat berikut yang berbunyi :

“Ajarilah orang-orang yang hendak meninggal dunia diantara kalian ucapan laa
illaha illallah”. (Ibnu Hajar dalam Bulughul Maram no. 501 mengatakan “Hadist
tersebut diriwayatkan oleh Muslim dan keempat kitab hadist lainnya”. [Nasai,
Abu Daud, Tarmidzi, dan Ibnu Majah].

Dalil tentang disunnahkannya talqin :

✓ Disunnahkannya mentalqin kepada seseorang yang sedang naza’.


Hadist tersebut berasal dari Rasululullah SAW seperti yang telah ditulis
oleh Sayyid Bakri dalam kitab I’anut Thalibin juz II hal. 138 yang
berbunyi ”Disunnahkan mentalqin orang yang akan meninggal
walaupun masih mumayyiz menurut pendapat yang kuat dengan
kalimat syahadat, karena ada hadist Nabi riwayat Imam Muslim
“talqinlah orang islam diantara kamu yang akan meninggal dunia
dengan kalimat laa illaha illallah” dan hadist shohih “barangsiapa yang
paling akhir pembicaraanya itu laaillaha illallah, maka dia masuk
surga”, yakni bersama orang0-orang yang beruntung”.
✓ Disunnahkannya mentalqin mayit yang baru dikubur.
Hadist tersebut merupakan firman Allah yang telh diterangkan dalam
kitab I’anut Thalibin juz II no. 140 yang berbunyi :

11
“Disunnahkan mentalqin mayit yang sudah dewasa walaupun mati
syahid setelah sempurna penguburannya. Hal yang demikian ini karena
firman Allah “dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya
peringatan itui bermanfaat bagi orang-orang yang beriman” (Q.S. Ad-
Dzariyat : 55). Dan seorang hamba sangat membutuhkan peringatan
adalah saat-saat seperti ini”.

• Yasin dan Tahlil

Yasin Tahlil atau lebih akrab disebut dengan kegiatan Yasinan. Yasinan
merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat
muslim di Indonesia. Tradisi yang menyertai berbagai macam kegiatan yang
dilakukan oleh masyarakat seperti, saat ada orang meninggal, peringatan orang
meninggal, acara slametan, khitanan, dan masih banyak yang lainnya.
Kegiatan Yasinan ini menjadi tradisi ditengah-tengah masyarakat bukan
tanpa dasar, terlepas dari beberapa kontroversi yang mengklaim bahwa
Yasinan merupakan bid’ah, namun kegiatan ini dirasa sesuai dengan hadis
Nabi Muhammad SAW, berikut ini :
Artinya :“Dari Ma’qol bin Yasar r.a. “yasin adalah hatinya Al- Qur’an,
tidaklah dibaca oleh seorangpun kerena mengharap ridla Allah dan akhirat kecuali
diampuni oleh Allah dosa-dosanya, dan bacalah yasin untuk mayit-mayit (baik
yang menjelang dicabut nyawanya maupun yang sudah meninggal) kalian.” (H.R.
Ahmad)
keutamaan pembacaan surat Yasin yang menurut wayat hadis Nabi
Muhammad SAW , yang diantaranya :
o “Hati Al-Qur’an adalah surat Yasin Allah SWT mancatatkan pahala
bagi pembacanya sebanding membaca Al-Qur’an sepuluh kali.”
o “Barang siapa membaca surat Yasin pada malam jum’at, maka Allah
SWT memberikan keimanan yang kukuh.”
o “Barang siapa membaca surat Yasin pada suatu malam karena
mengharapkan ridha Allah SWT, maka Allah SWT akan
mengampuni dosa-dosanya yang lampau dan keesokan harinya.

12
o “Barang siapa membaca surat Yasin, maka Allah SWT menolak
segala keburukan dan memenuhi segala kebutuhannya.”
o “Barang siapa membaca surat Yasin didepan orang yang sedang
menjelang kematian, maka Allah SWT akan meringankan dan
memudahkan keluarnya roh.”
o “Apabila surat Yasin dibaca pada saat berziarah kubur, maka pada
waktu itu Allah SWT akan meringankan siksa seluruh ahli kubur yang
ada di tempat tersebut. Dan pembaca surat Yasin memperoleh pahala
yang sama dengan jumlah pahala ahli kubur yang ada.”
Sebutan tahlilan berasal dari kata hallala yuhallilu (membaca
kalimat laa ilaaha illa Allah). Dari kata hallala inilah, akhirnya
dicetuskan istilah tahlilan. Acara tahlilan sendiri sudah menjadi
common sense yang bisa digunakan dalam segala acara keagamaan,
seperti kematian, lulus wisuda, pernikahan, sunatan, memasuki
rumah baru, beli motor/mobil baru, mendapat pekerjaan dan lain
sebagainya. Tahlilan bisa dijadikan media untuk mengantarkan doa
secara bersama-sama, baik dalam keadaan suka, maupun duka.
bacaan Yasin Tahlil juga memberikan banyak manfaat bagi sorang
yang sudah meninggal dunia. Dalam paham NU, bahwa doa dan
dzikir yang dikirim untuk ahli kubur akan sampai kepadanya sebagai
penerang di dalam alam kuburnya dan sebagai tambahan syafaat
yang diharapkan dari doa-doa keluarga yang masih hidup. Karena
hanya itulah yang dapat membantu bagi ahli kubur. Hal ini sesuai
dengan sabda Rasulullah SAW :
”Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah SAW. bersabda: Jika anak
Adam sudah meninggal, maka terputuslah amalnya, kecuali tiga hal:
sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang sholeh yang
mendoakannya.“

13
• Tawasul

Tawasul adalah salah satu jalan dari berbagai jalan tadzorru’ kepada Allah.
Sedangkan Wasilah adalah setiap sesuatu yang dijadikan oleh Allah sebagai sabab
untuk mendekatkan diri kepadanya. Sebagaimana Firmannya :

Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang
mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu
mendapat keberuntungan. (Q.S.alMaidah.35).
Sebelum menjelaskan tentang dalil-dalil tentang kebolehan istighotsah dan
wasilah atau tawasul terhadap orang yang telah meninggal dunia, ada baiknya
terlebih dahulu diajukan pertanyaan-per-tanyaan dibawah ini :
o Apakah orang yang meninggal dunia dalam kuburnya tetap hidup sehingga
kita bias bertawasul dan istighotsah terhadapnya ?
o Apakah di dalam kubur mereka dapat mendenganr istighotsah dan wasilah
kita ?
o Dan apakah mereka dapat memberikan pertolongan kepada kita ?
Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di atas adalah Ya, dalam artian bahwa
mereka di dalam kuburnya tetap hidup, dapat mendenganr dan memberikan
pertolongan kekpada orang-orang yang tawasul terhadapnya.

✓ Di bawah ini adalah dalil-dalil al-qur’an yang menguatkannya.


• Surat al-imron ayat 169

Artinya:
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah
itu mati akan tetapi mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat
rezki. (QS.Ali Imron: 169)

14
• Surat al-baqoroh ayat 154

Artinya:
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di
jalan Allah, (bahwa mereka itu ) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu
hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya. (QS. Al-Baqoroh:154)

• Haul

Haul dalam suatu pembahasan diartikan dengan makna satu tahun. Kadi
peringatan haul maksudnya yaitu suatu peringatan yang diadakan setahun seklai
yang bertepatan dengan wafatnya seseorang yang ditokohkan oleh masayrakat,
baik tokoh perjuangan atau tokoh agama / ulama kenamaan.

Tujuan diadakannya haul ini yaitu untuk mengenang jasa dan hasip
lerjuangan para tokoh termuka di taah air, bangsa serta umat dan kemajuan agama
Allah. Contohnya seperti peringatan haul wali songo, para haba’ib dan ulama
besar lainnya untuk dijadikan suri tauladan oleh generasi penerus.

Maka hukum dari peringatan haul ini menurut beberapa ulama yaitu jawaz
(boleh) selama dalam peringatan haul tersebut tidak bertentangan tujuan
sebagaimana mestinya yang disabdakan oleh Nabi atau yang difatwakan oleh pra
ulama.

✓ Berikut ini merupakan Dalil dari Pengatan Haul


1. Hadist Riwayat Imam Dailami
“Menyebut – nyebut para nabi termasuk ibadah, menyebut – nyebut
para shalihin itu bisa menghapus dosa, mengingat kematian itu
pahalanya seperti bersedekah dan mengingat alam kubur itu bisa
mendekatkan kamu dari surga” (HR. Dailami)
2. Hadist Riwayat Imam Thabrani dan Imam Baihaqi
“Tiada suat kaum yang berkumpul dalam satu majelis untuk berdzikir
kepada Allah kemudian mereka bubar sehingga diundangan kepada

15
meraka “bubarlah kamu”, sunggu Allah telah mengampuni dosa-
dosamu dan kejahatan – kejahatanmu telah dihanti dengan kebaikan
– kebaikan”. (HR. Thabrani dan Baihaqi)

• Ziarah Kubur

Kita telah diperintah untuk ziarah kubur, Rasulullah SAW dan para sahabat
juga pernah ziarah kubur. Jadi tidak ada dasar sama sekali untuk melarang ziarah
kubur, karena kita semua tahu bahwa Rasulullah pernah ziarah ke makam Baqi’
dan mengucapkan kata-kata yang ditujukan kepada para ahli kubur di makam
Baqi’ tersebut.
Didalam hal ini, terdapat keterangan hadits tentang pentingnya ziarah kubur,
khususnya Hari Jum’at. Maka tidak heran hal itu direspon oleh umat Islam utuk
melakukan ziarah pada hari jum’at. Dalam perkembangannya tradisi ziarah
menjelang ramadhan dan hari raya, maka pada hari itu kuburan menjadi ramai
dipenuhi oleh peziarah.
Tradisi ziarah hari Jum’at atau malam Jumat banyak di lakukan oleh
Ahlussunah Waljamaah, apalagi malam Jum’at Kliwon, khususnya di Pulau Jawa
makan-makam yang dikeramatkan dan makam para wali dipenuhi para peziarah.
Di Yogyakarta menjelang Ramadhan ada istilah Nyadran (Ziarah Masal) semua
kelompok pemakamanramai oleh para peziarah.
Di Bandung, Bekasi, Jawa Barat, Jakarta, Banten, Banyuwangi Jawa Timur,
Lampung saat menjelang hari raya dan pasca hari raya komplek-komplek
pemakaman ramai oleh peziarah.

Adapun beberapa manfaat ketika kita melakukan ziarah kubur,


diantaranya yaitu :

▪ Pertama, manfaat pada dirinya dengan datang ke kuburan setidaknya ingat


kematian, dan bisa memberikan kekuatan rohani.

▪ Kedua, mendoakan kepada yang telah meninggal dan kepada dirinya sendiri,
perkara diterima do’a itu adalah urusan Allah, kewajiban manusia adalah
berdo’a dan ibadah maka ia mendapatkan pahala.

16
✓ Dalil-dalil tentang ziarah kubur
• Rasulullah SAW bersabda: Dahulu aku telah melarang kalian
berziarah ke kubur. Namun sekarang, berziarahlah kalian ke sana.
(HR. Muslim).
• ari Abu Hurairah r.a. Berkata, Rasulallah s.a.w. bersabda: Aku
meminta ijin kepada Allah untuk memintakan ampunan bagi ibuku,
tetapi Allah tidak mengijinkan. Kemudian aku meminta ijin kepada
Allah untuk berziarah ke makam ibuku, lalu Allah mengijinkanku.
(H.R. Muslim).
• Dalam riwayat yang lain dari Abu Hurairah bahwa : Nabi s.a.w. ziarah
ke makam ibunya kemudian menangis lalu menangislah orang-orang
sekitarnya. (H.R. Muslim [hadits ke 2256], dan al-Hakim [hadits ke
1390]).

• Megengan

Menjelang kedatangan bulan suci Ramadhan masyarakat di Jawa memiliki


sebuah tradisi yang unik. Tradisi yang sarat akan makna dan kebersamaan. Tradisi
yang biasa dilakukan di minggu terakhir bulan Sya’ban ini dikenal dengan
nama Megengan.
Megengan berasal kata Megeng yang berarti Nahan. Tradisi
Megengan sendiri berarti mengingatkan diri kita bahawasanya bulan suci
Ramadhan semakin dekat.
Dalam tradisi megengan ini dimulai dengan mengirimkan doa untuk Orang
tua yang telah wafat. Umat Islam berduyun duyun mendatangi kompleks
pemakaman untuk mendoakan sesepuh yang sudah meninggal dunia. Sesuai
dengan hadist Nabi SAW, Bahwa ketika seseorang sudah meninggal dunia maka
terputuslah segala amalan kecuali tiga hal : Sedekah Jariyah, Ilmu yang
bermanfaat sesudahnya dan Anak soleh yang mendo’akannya.
Tradisi megengan juga diwarnai dengan rasa syukur dengan membagi
bagikan kue apem kepada tetangga. Apem sendiri berasal dari kata Afwum yang
berarti meminta maaf. Secara tidak langsung Kue apem berarti ungkapan
permintaan maaf kepada tetangga.

17
• Ta’ziyah

Ta'ziyah atau melayat orang yang meninggal dunia merupakan bagian dari
ibadah yang dianjurkan dalam Islam, baik sebelum jenazah dikebumikan maupun
sesudahnya hingga sekitar tiga hari.

Kata “ta`ziyah”, secara etimologis merupakan bentuk mashdar (kata benda


turunan) dari kata kerja ‘aza. Maknanya sama dengan al aza’u. Yaitu sabar
menghadapi musibah kehilangan.

Dalam terminologi ilmu fikih, “ta’ziyah” didefinisikan dengan beragam


redaksi, yang substansinya tidak begitu berbeda dari makna kamusnya.

Penulis kitab Radd al Mukhtar mengatakan : “Berta’ziyah kepada ahlul


mayyit (keluarga yang ditinggal mati) maksudnya ialah, menghibur mereka
supaya bisa bersabar, dan sekaligus mendo’akannya”.

Imam al Khirasyi di dalam syarahnya menulis: “Ta’ziyah, yaitu menghibur


orang yang tertimpa musibah dengan pahala-pahala yang dijanjikan oleh Allah,
sekaligus mendo’akan mereka dan mayitnya”.

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan : “Yaitu memotivasi orang yang


tertimpa musibah agar bisa lebih bersabar, dan menghiburnya supaya bisa
melupakannya, meringankan tekanan kesedihan dan himpitan musibah yang
menimpanya”.

Saat melaksanakan ta'ziyah, si pelayat dianjurkan membaca doa berikut ini:


A‘dlamaLlâhu ajraka wa ahsana ‘azâ’aka wa ghafaraka li mayyitika
Artinya: "Semoga Allah memperbesar pahalamu, dan menjadikan baik
musibahmu, dan mengampuni jenazahmu." (Lihat Muhyiddin Abi Zakariya
Yahya bin Syaraf An Nawawi, Al-Adzkâr, Penerbit Darul Hadits, Kairo, Mesir).

Atau bisa juga membaca :

18
Inna liLlâhi taâlâ mâ akhadza wa lahu mâ a’thâ wa kullu syai-in ‘indahu bi
ajalin musammâ famurhâ faltashbir wal tahtasib

Artinya: “Sesungguhnya Allah maha memiliki atas apa yang Dia ambil dan
Dia berikan. Segala sesuatu mempunyai masa-masa yang telah ditetapkan di sisi-
Nya. Hendaklah kamu bersabar dan mohon pahala (dari Allah).” (HR Bukhari dan
Muslim).

✓ Hukum Fikih Ta’ziyah


Berdasarkan kesepakatan para ulama, seperti yang disebutkan oleh
Ibnu Qudamah, hukumnya adalah sunnah. Hal ini diperkuatkan oleh hadits
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di antaranya :
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Barangsiapa yang berta’ziyah kepada orang yang tertimpa musibah,
maka baginya pahala seperti pahala yang didapat orang tersebut. [HR
Tirmidzi 2/268. Kata beliau: “Hadits ini gharib. Sepanjang yang saya ketahui,
hadits ini tidak marfu’ kecuali dari jalur ‘Adi bin ‘Ashim”; Ibnu Majah,
1/511].

✓ Hikmah Ta’ziyah
– Meringankan beban musibah yang diderita oleh orang yang dilayat.
– Memotivasinya untuk terus bersabar menghadapi musibah, dan berharap
pahala dari Allah Ta’ala.
– Memotivasinya untuk ridha dengan ketentuan atau qadar Allah Ta’ala,
dan menyerahkannya kepada Allah.
– Mendo’akannya agar musibah tersebut diganti oleh Allah dengan sesuatu
yang lebih baik.
– Melarangnya dari berbuat niyahah (meratap), memukul, atau merobek
pakaian, dan lain sebagainya akibat musibah yang menimpanya.
– Mendo’akan mayit dengan kebaikan.
– Adanya pahala bagi orang yang berta’ziyah.

19
✓ Waktu Ta’ziyah
Jumhur ulama memandang bahwa ta’ziyah diperbolehkan sebelum dan
sesudah mayit dikebumikan.

Pendapat lainnya, sebagaimana yang diriwayatkan dari Imam Tsauri,


bahwa beliau memandang makruh ta’ziyah setelah mayitnya dikuburkan.
Alasannya, setelah mayitnya dikuburkan, berarti masalahnya juga selesai.
Sedangkan ta’ziyah itu sendiri disyari’atkan guna menghibur agar orang yang
tertimpa musibah bisa melupakannya. Oleh karena itu, hendaknya ta’ziyah
dilakukan pada waktu terjadinya musibah. Kala itu, orang yang tertimpa
musibah benar-benar dituntut untuk bersabar.

✓ Jangka Waktu Ta’ziyah


Ta’ziyah disyari’atkan dalam jangka waktu tiga hari setelah mayitnya
dikebumikan. Jumlah tiga hari ini bukan pembatasan yang final, tetapi
perkiraan saja (kurang lebihnya saja). Dan jumhur ulama menghukumi
makruh, apabila ta’ziyah dilakukan lebih dari tiga hari [10]. Ini berdasarkan
sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Tidaklah dihalalkan bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah


dan hari Kiamat, untuk berkabung lebih dari tiga hari, terkecuali berkabung
karena (ditinggal mati) suaminya, yaitu selama empat bulan sepuluh hari. [HR
Bukhari, 2/78; Muslim, 4/202].
Sebagian ulama mazhab Syafi’iyah dan Hanabilah membebaskannya
begitu saja. Sampai kapan saja, tak ada pembatasan waktunya. Sebab,
menurut mereka, tujuan dari ta’ziyah ini untuk mendo’akan, memotivasinya
agar bersabar dan tidak melakukan ratapan, dan lain sebagainya. Tujuan ini
tentu saja berlaku untuk jangka waktu yang lama.

20
• Membaca Al-Qur’an di Kuburan

Dalam konteks membaca Al-Qur’an di Kunuran, mayoritas ulama


mutaakhirin memperbolehkannya.
Imam Al – Nawawi mengutip kesepakatan para ulama syafi’iyah tentang
membaca Al – Qur’an dikuburan :
“dan dianjurkan bagi peziarah untuk membaca al – Rir’an sesuai kemampuannya
dan mendoakan ahli kubur setelah membaca al – qur’an. Hal ini dijelaskan oleh
Al-Syafi’i dan disepakati oleh ulama Syafi’iyah”. (Al-Nawawi, Al- Majmu’ Syarh
Al – Muhadzdzab V/311)

Pendapat ulama’ Madzhab Syafi’iyah


o Imam Syafi’i
Imam Syafi’i berkata bahwa, disunnahkan membacakan ayat-ayat
Al - Qur’an kepada mayit, dan jika sampai khatam al-Qur’an maka akan
lebih baik.

o Imam al-Hafidz Jalaluddin Suyuthi


Imam as-Suyuthi menjelaskan bahwa, jumhur ulama’ salaf telah
berpendapat dengan pendapat yang mengatakan “sampainya pahala
bacaan terhadap mayit”.

o Imam Nawawi
Imam Nawawi berkata, “Disunnahkan bagi orang yang ziarah
kubur untuk membaca ayat-ayat al-Qur’an lalu setelahnya diiringi berdo’a
untuk mayit.”

o Imam al-Qurthubi
Imam al-Qurthubi memberikan penjelasan bahwa, dalil yang
dijadikan acuan oleh ulama’ kita tentang sampainya pahala kepada mayit
adalah bahwa Rasulullah SAW pernah membelah pelepah kurma untuk
ditancapkan di atas kubur dua sahabatnya

21
Sembari bersabda:
Semoga ini dapat Meringankan keduanya di alam kubur sebelum
pelepah ini menjadi kering.

Dari ayat tersebut diatas jelas bahwa Hadist atau sunnah merupakan
salah satu sumber ajaran dari islam dan dipakai oleh Ahlus Sunnawal Jama’ah
(Aswaja).

22
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Mayoritas umat Islam Indonesia, bahkan di dunia adalah penganut Aliran


Ahlussunnah Wal Jamaah. Ajaran-ajaran Ahlussunnah Wal Jama’ah begitu
berakar dan membumi dalam tradisi, budaya, dan kehidupan keseharian
masyarakat muslim Indonesia.
Budaya dan amaliyah NU sendirimurakan suatu tradisi, budaya dan
amalan yang dilakukan oleh masyarakat NU, dimana hal tersebut sesuai dengan
syariat islam.
Adapun beberapa budaya dan amaliyah NU mengenai hal kelahiran dan
kematian. Dalam hal kelahiran budaya NU sendiri diantaranya yaitu tingkepan,
adzan bayi yang baru lahir, bancaan ulang tahun. Nah untuk budaya dan amaliyah
NU dalam hal kematian diantaranya yaitu talqin, yasin, tahlil, haul, ziarah kubur,
megengan, ta’ziyah, dan membaca Al – Qur’an dikuburan.
Amaliah keagamaan seperti itu tetap dipertahankan karena kaum Nahdliyyin
meyakini bahwa ritual-ritual dan amaliyah yang bercorak lokal tersebut. Hanyalah
sebatas teknis atau bentuk luaran saja, sedangkan yang menjadi substansi
didalamnya murni ajaran-ajaran Islam. Dengan kata lain, ritual-ritual yang
bercorak tradisi lokal hanyalah bungkus luar, sedangkan isinya adalah nilai-nilai
ibadah yang dianjurkan oleh Islam.

3.2 Saran
Makalah Sumber Ajaran ASWAJA ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, pendapat, saran, dan kritik dari pembaca dibutuhkan untuk
memperbaiki makalah ini agar lebih baik. Penulis berharap agar makalah ini
bermanfaat bagi pembaca.

23
Daftar Pustaka

Masdar Farid Mas’udi. 2011. Amalan NU dan Dalilnya. Jakarta


Nailus Syarifah. 2016. Tradisi dan Budaya Menurut Pandangan NU. Jepara :
Universitas Islam Nahdlatul Ulama
Mahda Reza Kurnaiwan. 2012. Tradisi Nahdlatul Ulama Dalam Prespektif Hukum
Islam. Walisongo : Institut Agama Islam Negeri Walisongo
Wd. Asmara. 2011. Mengenal Tradisi Bancaan. Diakses melalui
www.kratonpedia.com

24

Anda mungkin juga menyukai