Oleh:
ASNITA HASIBUAN
RINA WAHYUNI
1
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang karena rahmat dan hidayah-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah filsafat Pendidikan Islam ini dengan tepat waktu. Tidak
lupa juga shalawat dan salam kami persembahkan kepada junjungan besar Rasulullah
Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kegelapan kepada Islam yang
terang-benderang. Semoga kita mendapat syafa’atnya di akhirat kelak.
Dalam kesempatan ini kami ingin mengucapkan beribu terima kasih kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah yang berjudul
“Filsafat Pendidikan Islam” ini. Semoga pembuatan makalah ini dapat memberikan
pemahaman kepada para pemakalah serta para pembaca tentang mamfaat filsafat
Pendidikan Islam.
Akhir kata, kami menerima semua saran dan kritik yang diberikan kepada kami
dari para pembaca makalah ini agar kami dapat memperbaiki pembuatan makalah ini
kedepannya.
Medan, 23 Oktober
2017
Penyusun,
Kelompok 5
2
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................1
C. Tujuan Masalah .......................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................2
A. Kesimpulan ..............................................................................................................12
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumber asasi ajaran Islam, Al-Qur’an dan Hadist, tidak hanya berisikan
doktrin-doktrin teologis tentang keimanan kepada Allah Swt, tetapi juga
mengandung isyarat-isyarat ilmiah tentang pendidikan. Karenanya, memberikan
konsep dasar pendidikan agama Islam, haruslah merujuk kepada informasi yang
tertera, baik dalam Al-Qur’an dan Hadist.
Secara umum, jika ditelaah, stidaknya ada tiga terma yang digunakan
Al-Qur’an dan Hadist berkaitang dengan konsep dasar pendidikan dalam Islam.
Ketiga terma itu adalah Tarbiyah, Ta’lim dan Ta’dib. Meskipun sering
diterjemahkan dalam arti yang sama, yakni pendidikan bahkan terkadang
pengajaran namun ketiga terma ini pada dasarnya memiliki tekanan makna yang
berbeda. Karenanya, semua terma tersebut perlu di telaah untuk memperoleh
pemahaman yang utuh tentang hakikat pendidikan dala Islam. Untuk tujuan
tersebut, paparan berikut akan mengetengahkan uraian disepitar tiga terma yang
maknanya selalu dinisbahkan kepada pendidikan dalam Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah makna Tarbiyah, Ta’lim dan Ta’dib?
2. Apakah pengertian pendidikan Islam itu?
3. Apakah tujuan pendidikan Islam itu?
4. Apa saja asas-asas pendidikan Islam itu?
C. Tujuan Masalah
1. Agar tahu apa makna mendalam tengtang Tarbiyah, Ta’lim dan Ta’dib.
2. Agar tahu apa pengertian pendidikan Islam itu dengan sebenarnya.
3. Agar tahu apa-apa saja tujuan yang ingin dicapai pendidikan Islam.
4. Agar tahu apa-apa saja yang menjadi asas pendidikan Islan.
4
BAB II
PEMBAHASAN
1. Makna Tarbiyah
Terma tarbiyah berasal dari kata rabb yang menurut anis1 bermakna
tujmbuh dan berkembang. Pengertian seperti ini juga diberikan oleh al-qurthubiy2
yang menyatakan bahwa pengertian dasar kata rabb menunjukan makna tumbuh,
berkembang, memelihara, merawat, mengatur dan menjaga kelestarian atau
eksistensisnya. Sementara itu, menurut al-Asfahany, kata al-rabb bisa berarti
mengantarkan sesuatu kepada kesempurnaan dengan bertahap atau membuat
sesuatu untuk mencapai kesempurnaan secara bertahap.3
Menurut al-Nahlawi4, terma tarbiyah berasal dari tiga kata, yaitu:
a. Rabba yarbu,yang berarti bertambah atau tumbuh, seperti tertera pada
firman Allah Swt: Q.S, al-rum: 39.
“dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada
harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang
kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan
Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat
gandakan (pahalanya)”
b. rabiya-yarba,dengan wazan Khafiya-yakhf, yang berarti menjadi
besar.(Q.S, Al- isra’: 24)
c. rabba-yarubbu, dengan mazan madda yamuddu, yang berarti memperbaiki,
menguasai urusan, menuntun dan memelihara.5
189.
4 Abdurrahman al-Nahlawi, prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam (Bandung:
5
dewasa, (2) taghdiyyah yang berarti memberi makan dan mendewasakan, dan (3)
memperkembangkan, seperti yurby al-shadaqah, yang berarti membuat
berembang harta yang telah disedekahkan sebagaimana ungkapan Q.S, al-
Baqarah:276.
Shihab menyatakan bahwa kata rabb sebagaimana terdapat pada ayat kedua
surah al-fatihah,seakar dengan kata tarbiyah, yaitu mengarahkan sesuatu tahap
demi tahap menuju kesempurnaan kejadian dan fungsinya.7 Bedasar hal itu,
shihab kemudian memberi arti rububiyah sebagai kependidikan atau
pemeliharaan.8 Dalam arti ini, maka apapun bentuk perlakuan tuhan (al-rabb)
kepada makhluknya, harus diyakini bahwa yang demikian itu, sama sekali tidak
terlepas dari sifat kepemmeliharaan dan kependidikannya. Karenanya,kata rabb
dalam surah al-fatihah di atas dapat berarti Murabbi atau Pendidik.
2. Makna Ta’lim
Akar kata ta’lim adalah a’lima. Menurut ibn al-Manzhur9, kata ini bisa
memiliki beberapa arti, seperti mengetahui atau mengenal, mengetahui atau
merasa, dan memberi kabar kepadanya. Kemudian menurut Luis Ma’luf, kata al-
‘ilm yang merupakan mashdar dari ‘alama bermakna mengetahui sesuatu dengan
sebenar-benarnya (idrak al-syai’bihaqiqatih), sementara kata ‘alima bermakna
mengetahui dan menyakininya (‘arafatuh wa tayaqqanah).
Dalam al-qur’an, kata ta’lim disebutkan dalam bentuk ism dan fi’il. Dalam
bentuk ism, kata yang seakar dengan ta’lim hanya disebut sekali, yaitu
mu’allamun yang terdapat dalam surah ad-dukhan: 41. Kemudian, dalam bentuk
6
fi’il, kata yang seakar dengan ta’lim talim disebut dalam dua bentuk, yaitu fi’il
madhi dan fi’il mudhori. Dalam bentuk fi’il madhi, kata ini disebutkan sebanyak
25 kali dalam 25 ayat pada 15 surah. Kemudian dalam bentuk fi’il mudhori, kata
yang setara dengan talim disebutkan sebanyak 16 kali dalam 16 ayat pada delapan
surah.
Menurut Atabik Ali A. Muhdlor, kata talim sepadan dengan kata darrosa,
terambil dari a’lama yu’allimu, ta’liman, yang secara bahasa berarti mengajar
atau mendidik.10 Menurut ridha ta’lim adalah proses transmisi ilmu pengetahuan
pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu. Argumentasinya
didasarkan pada firman ALLAH dalam Q.S, al-baqarah ayat 31:
1. Pengetahuan teoritis
2. Mengulang kaji secara lisan
3. Pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan
4. Perintah untuk melaksanakan apa yang diketahui
7
5. Pedoman bertingkah laku.
“Maka ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah”
Kalimat fa’lam pada ayat diatas tentu tidak memadai bila diterjemahkan
dan dimaknai hanya sekedar mengetahui secara teoritis. Sebab, bagaimana
mungkin seseorang yang hanya memiliki pengetahuan teoritik bisa sampai pada
tingkatan pengakuan bahwa tiada tuhan selain allah? Karenanya, kalimat fa’lam
harus dimaknai mengetahui dalam arti berpengaruh dan berinteraksi dalam jiwa
seseorang. Sebab dalam al-qur’an,Allah swt menyatakan bahwa:Q.S, AL-
FATIR:28.
Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan ulama adalah orang-orang yang
mengetahui kebenaran dan berilmu pengetahuan dan ia sendiri hidup dan
mengamalkan kebenaran atau semua al-ilm yang diketahuinya tersebut.
3. Makna Ta’dib
Menurut ibn al-manzhur, arti asal kata addaba adalah al-dua’ yang berarti
undangan kepada suatu perjamuan. Dalam salah satu hadist rasulullah saw
bersabda:
8
Menurut shalaby,13 terma ta’dib sudah digunakan pada masa islam klasik,
terutama untuk pendidikan yang diselenggarakan di kalangan istana para
khalifah.pada masa itu, sebutan yang digunakan untuk memanggil guru adalah
muaddib. Shalaby, dengan mengutip al-jahiz, menyatakan bahwa terma muaddib
berasal dari kata adab, dan adab itu bisa berarti budi pekerti atau meriwayatkan.
Guru para putera khaliffah disebut muaddib dikarenakan mereka brtugas
mendidikkan budi pekerti dan meriwayatkan kecerdasan orang-orang terdahulu
kepada mereka.14 Ibn khutaibah, sebagaimana dikutib shalaby, menukilkan pesan
yang disampaikan abdul malik bin marwan kepada muaddib puteranya:
13 Ahmad shalaby, Sejarah Pendidikan Islam,Terj. Muchtar Yahya dan M. Sanusi Latief
(singapura:pustaka nasional Singapura, 1076), h. 32
14 Ibid, hal. 32-33
15 Ibid, hal. 34
9
kandungan ta’dib adalah akhlak. Hal ini senada dengan pendapat al-zubaidi yang
menyatakan bahwa kata adab dalam bahasa arab bermakna husn al-akhlaq wa fi’l
al-makarim, yang berarti budi pekerti yang baik dan perilaku terpuji, atau
riyadlah alnafs mahasin al-akhlaq, yaitu melatih/mendidik jiwa dan
mempeerbaiki akhlaq.16 Dalam konteks inilah, rasulullah saw mwenyatakan:
“Sesungguhnya aku diutus adalah untuk menyempurnajkan akhlaq yang mulia”.
fikr,t.t), h. 256
18 Syed Muhammad Naquib al-Attas, konsep, h. 61.
10
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak
menyebut Allah”.
Dalam defenisi pendidikan Islam, secara eksplisit harus tampak konsepsi Islam
tentang manusia sebagai subjek dan objek didik. Karenanya, dalam defenisi di atas,
aksiologi praktik pendidikan Islam) (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2017), hlm. 19
11
manusia ditempatkan sebagai makhluk yang merupakan kesatuan utuh dan integral
antara diri dan jasmani rohani, fisik non fisik, atau materi non-materi,. Itu artinya,
praktik pendidikan islami harus merupakan upaya membantu peserta didik
mengembangkan potensi jasmani dan rohaninya secara utuh, integral, antara
seimabang antara tarbiyah-ta’lim-ta’dib jismiyyah wa al-ruhiyah (aqliyah, nafsiyah,
wa qalbiyah). Implimentasi konsep pendidikan seperti inilah yang mampu
menghantarkan manusia pada kesempurnaan kemanuisannya (insa kamil). Dalam
presefektik islami, pendidikan harus melatih dan membiasakan berbagai
keterampilan yang dibutuhkan sehingga diri jasmani-fisik-materi mampu memenuhi
fungsi dan tugas diciptakannya. Demikian pula pendidikan islam harus mengasah
rasionalitas manusia melakukan penalaran yang benar, menanamkan ahklaq dan
adab ke dalam jiwa, dan mensucikan nafs agar mampu meraih pencerahan diri dan
senantiasa berada dekat dengan Tuhan.
1. Tujuan, fungsi, dan tugas pencapaian manusia oleh allah swt, yakni sebagai
syuhud, ‘abd Allah, dan khalifah fi al- ard. Dalam konteks ini, maka pendidikn
islam harus ditujukan untuk:
a. Mengembangkan potensi fitrah tauhid peserta didik agar mereka memiliki
kapasitas atau kemampuan merealisasikan syahadah primordialnya terhadap
Allah Swt sepanjang kehidupannnya dimuka bumi.
b. Mengembangkan potensi ilahiyah peserta didik agar mereka berkemampuan
membimbing dan mengarahkan,atau mengenali dan mengakui, atau
merealisasikan dan mengaktualisasikan diri dan masyarakat sebagai ‘abd
Allah yang tulus ikhlas secara kontinum beribadah atau mengabdikan diri
kepadanya.
c. Mengembangkan potensi insaniyah peserta didik.
2. Hakikat manusia sebagai integrasi yang utuh antara dimensi jismiyah dann
ruhiyah.
12
a. Mengembangkan, merealisasikan atau mnegaktualisasikan potensi jismiyah
peserta didik secara maksimal.
b. Mengembangkan, merealisasikan atau mengaktualisasikan potensi ruhiyah
peserta didik secara maksimal.
2. Hadist
Hadis adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi muhammad saw,
baik berupa, perbuatan, perkataan, dan harapan atau cita-citanya. Dalam islam,
13
hadis juga berfungsi sebagai konfirmasi dan informasi tentang kebenaran yang
diketahui manusia lewat penalaran dan eksperimentasi.
3. Ijihad
Selain kedua sumber diatas, al-qur’an dan hadis, asa yang digunakan
sebagai landasan dalam pelaksanaan pendidikan islam juga bersumber dari hasil
ijtihad, kontemplasi, atau pemikiran para ulama atau ilmuan muslim. Secara luas
ijtihad adalah upaya sungguh-sunggu yang dilakukan para pemikir atau
intelektual muslim, dengan menngerahkan daya atau energi intelektualnya, dalam
melakukan penalaran mendalam, sistematis dan universall untuk memahami
hakikat atau esensi tertentu.
dalam konteks ini, dari suatu sisi, harus dipahami bahwa Ijtihad atau hasil
pemikiran para ulama atau intelektual muslim hanyalah sebagai upaya untuk atau
menangkap secara lebih baik dan mendalam, isyarat-isyarat yang dikemukakan
Al-Qur’an dan Hadist yang berkaitan dengan pendidikan Islami. Sedangkan dari
sisi lain, Ijtihad atau hasil-hasil pemikiran para Ulama atau intelektual Muslim
hanyalah sebagai upaya menalar atau menangkap secara lebih baik dan mendalam
setiap denyut yang sedang dan bakal terjadi dalam kehidupan manusia sepanjang
perjalanan kesejarahannya.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tarbiyah berasal dari kata rabb yang menurut Anis bermakna tumbuh dan
berkembang. Pengertian seperti ini juga diberikan oleh Al-Qurthubiy yang
menyatakan bahwa pengertian dasar kata rabb menunjukkan makna tumbuh,
berkembang, memelihara, merawat, mengatur, dan menjga kelestarian atau
eksistensinya. Sementara itu al-asfahany, kata al-rabb bisa berarti mengantarkan
sesuatu kepada kesempurnaan dengan bertahap atau membuat sesuatu untuk
mencapai kesempurnaan secara bertahap.
Akar kata ta’lim adalah alima. Menurut ibn al-manzhur, kata ini bisa memiliki
beberapa arti, sepesrti mengetahui, atau mengenal, mengetahui atau merasa, dan
memberi kabar kepadanya. Kemudian menurut luis ma’luf kata al-‘ilm yang
merupakan masdar dari ‘alama bermakna mengetahui sesuatu dengan sebenar-
benarnya, sementara kata ‘alima bermakna mengetahui dan menyakininya.
Menurut shalaby, terma ta’dib sudah digunakan pada masa islam klasik,
terutama untuk pendidikan yang diselenggarakan di kalangan istana para
khalifah.pada masa itu, sebutan yang digunakan untuk memanggil guru adalah
muaddib. Shalaby, dengan mengutip al-jahiz, menyatakan bahwa terma muaddib
berasal dari kata adab, dan adab itu bisa berarti budi pekerti atau meriwayatkan.
Guru para putera khaliffah disebut muaddib dikarenakan mereka brtugas
mendidikkan budi pekerti dan meriwayatkan kecerdasan orang-orang terdahulu
kepada mereka.
15
keberadaan dan kemahaesaan Allah swt, melalui pemenuhan fungsi dan tugas
penciptaannya, yakni sebagai ‘abd Allah dan khalifah allah.
16
DAFTAR ISI
Al-Attas, Syed Mohammad Naquib, 1994, Konsep pendidikan dalam Islam (Bandung:
Mizan)
Al-Zarkany, Sayid Muhammad, sarh al-Zarkany ‘ala muwatha’ al-Imam Malik (Bairut:
Dar al-Fikr)
Muhdlor, Atabik Ali A., 1998, Kmaus Kontemporer Arab Indonesia (Yogyakarta:
Multi Grafika)
Shihab, M. Quraish, 2004, Tafsir Al-Misbah (Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an
(Jakarta: Lentera Hati)
17