Anda di halaman 1dari 21

Tugas Makalah

Kurikulum Pendidikan Islam


Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi perkuliahan mata kuliah Ilmu
Pendidikan Islam
Dosen Pembimbing:

Disusun Oleh :
Atika Hanan Julia Harahap
Haura Tazkia
Nurdin Munthe
Siti Aisyah

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
2016

KATA PENGANTAR

Asalammualaikum Wr.Wb
Tiada kata yang terlebih dahulu saya ucapkan kecuali rasa puja dan puji
syukur saya kepada Allah Subhanahu Wa Taala,

karena berkat kasih dan

sayangNya pemakalah tetap dalam limpahan karunia dan rahmat-Nya, sehingga


pemakalah dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya.
Salawat
Salallahu

dan salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad

Alaihi Wasalam Allahuma Salli wasallim bararik alaih, kepada

keluarga, serta sahabat dan para pengikut ajarannya, Amin.


Terlebih dahulu saya sangat mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Dosen pembimbing studi Ilmu Pendidikan Islam yang bermurah hati
membimbing pemakalah, sehingga pemakalah tidak mengalami kesulitan dalam
penyelesaian makalah ini.
Tujuan pemakalah dalam penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas mata kuliah dan berbagi ilmu dengan para pemakalah lain nantinya, agar
dapat menjadi rujukan dan mempermudah dalam penyelesaiannya.
Pemakalah sadari, bahwa makalah ini sangat jauh dari kata-kata
sempurna. Karena itu, pemakalah masih sangat haus akan keritik, saran, dan
masukan dari teman-teman semua demi bergunanya makalah ini nantinnya.
Wasalam,

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Masalah
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kurikulum Pendidikan Islam
2.2 Ciri-ciri Kurikulum Pendidikan Islam
2.3 Prinsip Prinsip Kurikulum Pendidikan Islam
2.4 Langkah Langkah Kurikulum Pendidikan Islam
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata Kurikulum mulai dikenal sebagai istilah dalam dunia pendidikan lebih
kurang sejak satu abad yang lalu. Istilah kurikulum muncul untuk pertama kalinya
dalam kamus Webster tahun 1856. Pada tahun itu kata kurikulum digunakan dalam
bidang olahraga, yakni suatu alat yang membawa orang dari star sampai ke finish.

ii

Barulah pada tahun 1955 istilah kurikulum dipakai dalam bidang pendidikan dengan arti
sejumlah mata pelajaran disuatu perguruan.1
Pengertian kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktik
pendidikan. Dalam pandangan lama, kurikulum merupakan kumpulan sejumlah mata
pelajaran yang harus disampaikan oleh guru dan dipelajari oleh siswa. Pandangan ini
menekankan pengertian kurikulum pada segi isi. Dalam pandangan yang muncul
kemudian, penekanan terletak pada pengalaman belajar. Dengan titik tekan tersebut,
kurikulum diartikan sebagai segala pengalaman yang disajikan kepada para siswa
dibawah pengawasan atau pengarahan sekolah.
Ada sejumlah ahli teori kurikulum yang berpendapat bahwa kurikulum bukan
hanya meliputi semua kegiatan yang direncanakan melainkan juga peristiwa-peristiwa
yang terjadi dibawah pengawasan sekolah, jadi selain kegiatan kurikuler yang formal
juga kegiatan kurikuler yang tidak formal. Kegiatan kurikuler yang tidak formal ini
sering disebut ko-kurikuler dan ekstra-kurikuler.
Untuk sekolah yang bersangkutan, kurikulum sekurang-kurangnya memiliki dua
fungsi:
1. Sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan; dan
2. Sebagai pedoman dalam mengatur kegiatan pendidikan sehari-hari.
Keutamaan mempelajari kurikulum bagi seseorang yang menekuni dunia
pendidikan adalah suatu kegiatan yang tidak boleh terlewatkan, karena berbicara
pendidikan berarti berbicara kurikulum yang ada didalamnya. Demikian halnya dengan
pendidikan Islam, tentunya terdapat kurikulum didalamnya. Maka, karena keperluan
yang utama tersebutlah dalam Mata Kuliah Ilmu Pendidikan Islam di Perguruan Tinggi
Agama Islam, salah satu materi yang harus dikuasai dan dipahami adalah tentang
Kurikulum dalam Pendidikan Islam.

Hasan Basri dan Ahmad Beni Saebani. 2010. Ilmu Pendidikan Islam Jilid II. Bandung: Pustaka

Setia. Hal: 57

iii

B.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, diambil rumusan masalah

yang akan menjadi pembahasan makalah ini, yaitu:


1.
2.
3.
4.
5.

Apa yang dimaksud dengan kurikulum pendidikan Islam?


Apa saja ciri-ciri kurikulum pendidikan Islam?
Apa saja prinsip-prinsip kurikulum pendidikan Islam?
Apa isi kurikulum pendidikan Islam?
Bagaimana langkah-langkah dalam mendesain kurikulum pendidikan Islam?

C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah adalah:
1.
2.
3.
4.
5.

Untuk mengetahui pengertian kurikulum pendidikan Islam;


Untuk mengetahui ciri-ciri kurikulum pendidikan Islam;
Untuk mengetahui prinsip-prinsip kurikulum pendidikan Islam;
Untuk mengetahui isi kurikulum pendidikan Islam; dan
Untuk memahami langkah-langkah dalam mendesain kurikulum pendidikan
Islam.

iv

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum secara etimologis adalah tempat berlari dengan kata yang berasal dari
bahasa latin curir yaitu pelari dan curere yang artinya tempat berlari. Selain itu, juga
berasal dari kata curriculae artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari.
Maka, pada waktu itu pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang harus
ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah.2
Dalam pandangan tradisional disebutkan bahwa kurikulum memang hanya
rencana pelajaran. Sedangkan dalam pandangan modern kurikulum lebih dari sekedar
rencana pelajaran atau bidang studi. Kurikulum dalam pandangan modern adalah semua
yang secara nyata terjadi dalam proses pendidikan di sekolah. Dalam kalimat lain
disebut sebagai semua pengalaman belajar.
Adanya pandangan bahwa kurikulum hanya berisi rencana pelajaran di sekolah
disebabkan adanya pandangan tradisional yang mengatakan bahwa kurikulum memang
hanya rencana pelajaran. Pandangan tradisional ini sebenarnya tidak terlalu salah,
mereka membedakan kegiatan belajar kulikuler dan kegiatan belajar ekstrakulikuler dan
kokulikuler. Kegiatan kulikuler ialah kegiatan belajar untuk mempelajari pelajaran
wajib, sedangkan kegiatan kokulikuler dan ekstrakulikuler disebut mereka sebagai
kegiatan penyerta. Praktik kimia, fisika atau biologi, kunjungan ke museum untuk
pelajaran sejarah misalnya, dipandang mereka sebagai kakulikuler (penyerta kegiatan
belajar bidang studi). Apabila kegiatan itu tidak berfungsi sebagai penyerta, seperti
pramuka dan olahraga, maka yang ini disebut kegiatan di luar kurikulum (kegiatan
ekstrakulikuler).3

,Zakiah Daradjat dkk. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. III. Jakarta: Bumi Aksara. Hal: 96

Oemar Hamalik. 1994. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Bumi Aksara. Hal: 112

Menurut pandangan modern, kurikulum lebih dari sekedar rencana pelajaran atau
bidang studi. Kurikulum dalam pandangan modern ialah semua yang secara nyata
terjadi dalam proses pendidikan di sekolah. Pandangan ini bertolak dari sesuatu yang
actual dan nyata, yaitu yang actual terjadi disekolah dalam proses belajar. Dalam
pendidikan, kegiatan yang dilakukan siswa dapat memberikan pengalaman belajar,
seperti berkebun, olahraga, pramuka dan pergaulan serta beberapa kegiatan lainnya di
luar bidang studi yang dipelajari. Semuanya merupakan pengalaman belajar yang
bermanfaat. Pandangan modern berpendapat bahwa semua pengalaman belar itulah
kurikulum.
Atas dasar ini, maka inti kurikulum adalah pengalaman belajar. Ternyata
pengalamn belajar yang banyak berpengaruh dalam pendewasaan anak, tidak hanya
mempelajari mata pelajaran interaksi sosial di lingkungan sekolah, kerja sama dalam
kelompok, interaksi dalam lingkungan fisik, dan lain-lain, juga merupakan pengalaman
belajar.
Berikut ini beberapa pengertian kurikulum menurut para pakar, yaitu:
1. Saylor dan Alexander merumuskan kurikulum sebagai the total effort of the
school situations, artinya bahwa kurikulum merupakan keseluruhan usaha yang
dilakukan oleh lembaga pendidikan atau sekolah untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya.
2. Smith memandang kurikulum sebagai seperangkat dan upaya pendidikan yang
bertujuan agar peerta didik memiliki kemampuan hidup bermasyrakat. Anak
didik dibina agar memiliki kemampuan menyesuaikan diri untuk menjadi bagian
dari masyarakat.
3. Harold Rugg mengartikan kurikulum sebagai program sekolah yang didalamnya
terdapat semua peserta didik dan pekerjaan guru-guru mereka.
4. Menururt Hilda Taba, kurikulum adalah suatu kegiatan dan pengalaman peerta
didik di sekolah yang sudah direncanakan.
Adapun pengertian kurikulum sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1 butir 19
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yaitu
seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara
2

yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk


mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Dari pengertian kurikulum tersebut dapat dipahami bahwa kurikulum bukan
hanya bahan pelajaran yang akan diajarkan kepada peserta didik, melainkan juga
terdapat seperangkat aturan lain dan kegiatan lain yang ikut membentuk dan
membangun kedewasaan peserta didik di sekolah. Adapun semua perangkat yang
dimaksud bertujuan satu, yaitu mencapai tujuan pendidikan. Dalam pendidikan Islam
juga memiliki kurikulum yang menjadi bahan untuk mencapai tujuan pendidikannya.
Berdasarkan pengertian yang sudah diketahui bahwa kurikulum merupakan
landasan yang digunakan pendidikan untuk membimbing peserta didiknya kearah tujuan
pendidikan yang diinginkan melalui akumulasi sejumlah pengetahuan, keterampilan dan
sikap mental. Ini berarti bahwa proses pendidikan Islam bukanlah proses yang
dilakukan secara serampangan, tetapi hendaknya mengacu pada konseptualisasi
manusia, transformasi sejumlah pengetahuan keterampilan dan sikap mental yang harus
terususun. Dari penjelasan tersebut maksud kurikulum pendidikan Islam adalah
kurikulum pendidikan yang berasaskan ajaran Islam, yang bersumber dari Al-Quran,
Al-Hadits, Ijma` dan lainnya.
Adapun fungsi kurikulum dalam pendidikan Islam adalah sebagai:4
1. Alat untuk mencapai tujuan dan untuk menempuh harapan manusia sesuai
dengan tujuan yang dicita-citakan;
2. Pedoman dan program yang harus dilakukan oleh subjek dan objek pendidikan;
3. Fungsi kesinambungan untuk persiapan pada jenjang sekolah berikutnya dan
penyiapan tenaga kerja bagi yang tidak melanjutkan;
4. Standardisasi dalam penilaian kriteria keberhasilan suatu proses pendidikan, atau
sebagai batasan dari program kegiatan yang akan dijalankan pada caturwulan,
semester, maupun pada tingkat pendidikan tertentu.
B.

Ciri-Ciri Kurikulum Pendidikan Islam


4

Imas Kurinasih, dan Sani Berlin. 2014. Implementasi Kurikulum 2013 Konsep dan Penerapan.

Cet. II. Surabaya: Kata Pena. Hal: 85

Kurikulum Pendidikan Islam tidak akan terlepas dari asas Islam itu sendiri yakni
Al-Qur`an dan Al-Hadits, maka ciri utama yang bisa diketahui adalah mencantumkan
Al-Qur`an dan Al-Hadits sebagai sumber utama. ciri-ciri kurikulum pendidikan Islam
menurut Al-Syaibani, yaitu:
1. Kurikulum pendidikan Islam harus menonjolkan mata pelajaran agama dan
akhlak. Agama dan akhlak itu harus diambil dari Al-Qur`an dan Al-Hadit serat
contoh-contoh dari tokoh terdahulu yang saleh.
2. Kurikulum pendidikan Islam harus memperhatikan pengembangan menyeluruh
aspek pribadi siswa, yaitu aspek jasmani, akal dan rohani. Untuk pengembangan
menyeluruh ini kurikulum harus berisi mata pelajaran yang banyak, sesuai
dengan tujuan pembinaan setiap aspek itu. Oleh karena itu, di perguruan tinggi
diajarkan mata pelajaran seperti ilmu-ilmu Al-Qur`an termasuk tafsir dan qiro`ah
serta mata pelajaran lainnya.
3. Kurikulum pendidikan Islam memperhatikan keseimbangan antara pribadi dan
masyarakat, dunia dan akhirat, jasmani, akal dan rohani manusia.
4. Kurikulum pendidikan Islam memperhatikan juga seni halus seperti ukir, pahat,
tulis-indah, gambar dan sejenisnya. Selain itu, memperhatikan juga pendidikan
jasmani, latihan militer, teknik, keterampilan dan bahasa asing sekalipun
semuanya ini diberikan kepada perseorangan secara efektif berdasar bakat, minat
dan kebutuhan.
5. Kurikulum pendidikan Islam mempertimbangkan perbedaan kebudayaan yang
sering terdapat di tengah manusia karena perbedaan tempat dan juga perbedaan
zaman. Kurikulum dirancang sesuai dengan kebudayaan itu.
Adapun ciri-ciri khusus kurikulum pendidikan Islam, yaitu:
1. Dalam kurikulum pendidikan Islam, tujuan utamanya adalah pembinaan anak
didik untuk bertauhid. Oleh karena itu, semua sumber yang dirunut berasal dari
ajaran Islam;
4
2. Kurikulum harus disesuaikan dengan fitrah manusia, sebagai makhluk yang
memiliki keyakinan kepada Tuhan;
3. Kurikulum yang disajikan merupakan hasil pengujian materi dengan landasan AlQur`an dan Al-Hadits;
4. Mengarahkan minat dan bakat serta meningkatkan kemampuan akliah peserta
didik serta keterampilan yang akan diterapkan dalam kehidupan konkret;

5. Pembinaan akhlak peserta didik, sehingga pergaulannya tidak keluar dari


tuntunan Islam; dan
6. Tidak ada kadaluarsa kurikulum karena ciri khas kurikulum Islam senantiasa
relevan dengan perkembangan zaman bahkan menjadi filter kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam penerapannya didalam kehidupan masyarakat.
Beberapa ciri-ciri kurikulum pendidikan Islam yang telah disebutkan diatas, dapat
dipahami bahwa kurikulum pendidikan Islam menekankan aspek spiritual tinggi dan
akhlak yang mulia.
C. Prinsip-Prinsip Kurikulum Pendidikan Islam
Prinsip-prinsip kurikulum pendidikan Islam menurut Mujib, yaitu:
1. Prinsip yang berorientasi pada tujuan. Al-umur bi maqashidiha merupakan
adagium ushuliyah yang berimplikasi pada aktivitas kurikulum yang terarah,
sehingga tujuan pendidikan yang tersusun sebelumnya dapat tercapai. Disamping
itu, perlu adanya persiapan khusus bagi para penyelenggara pendidikan untuk
menetapkan tujuan-tujuan yang harus dicapai oleh peserta didik seiring dengan
tugas manusia sebagai hamba dan khalifah Allah swt.
2. Prinsip relevansi. Implikasinya adalah mengusulkan agar kurikulum yang
ditetapkan harus dibentuk sedemikian rupa, sehingga tuntutan pendidikan dengan
kurikulum tersebut dapat memenuhi jenis dan mutu tenaga kerja yang dibutuhkan
masyarakat, serta tuntutan vertical dalam mengeban nilai-nilai ilahi sebagai
rahmatan li al-alamin.
3. Prinsip efisiensi dan efektifitas. Implikasinya adalah mengusulkan agar kegiatan
kurikulum dapat mendayagunakan waktu, tenaga, biaya, dan sumber-sumber lain
secara cermat dan tetap sehingga hasilnya memadai dan memenuhi harapan sera5
membuahkan hasil sebanyaknya. Islam mengajarkan agar seorang muslim
menghargai waktu sebaik-baiknya (QS. Al-Ashr: 1, Adh-Dhuha: 1, Al-lail: 1,
Asy-Syams: 1-9), sehingga tidak ada hari libur untuk beraktivitas (QS. AlJumuah: 9-10), serta menghargai tenaga dan aktivitas manusia. Baik tidaknya
seseorang ditentukan oleh nilai kerjanya (QS. An-Najm: 39-40). Di samping itu,
Islam juga mengajarkan agar seseorang sedapatnya menggunakan hartanya

sesederhana mungkin, tidak bolos, dan tidak menggunakannya untuk sesuatu


yang kurang bermanfaat (mubadzir). (QS. Al-Isra: 26-27).
4. Prinsip fleksibilitas program. Implikasinya adalah kurikulum disusun begitu
luwes, sehingga mampu disesuaikan dengan situasi setempat, waktu dan kondisi
yang berkembang, tanpa mengembang tujuan pendidikan yang diinginkan.
Prinsip ini tidak hanya dilihat dari salah satu faktor, tetapi juga dilihat dari
totalitas ekosistem kurikulum, baik yang berkenaan dengan perkembangan
peserta didik (kecerdasan, kemampuan, dan pengetahuan yang diperolah),
metode yang digunakan, fasilitas yang tersedia, serta lingkungan yang
mempengaruhinya.
5. Prinsip integritas.

Implikasinya

adalah

mengupayakan

kurikulum

agar

menghasilkan manusia yang seutuhnya, manusia yang mampu mengintegrasikan


antara fakultas dzikir dan fakultas fikir, serta manusia yang mampu
menyelaraskan kehidupan dunia dan akhirat. Di samping itu, pengupayaan
kurikulum tersebut menghasilkan peserta didik yang mampu menguasai ilmuilmu qurani (din Allah) dan ilu-ilmu kawni (sunnah Allah) yang bertujuan untuk
mencari ridha Allah swt. Prinsip ini dilakukan dengan cara memadukan semua
komponen kurikulum tanpa adanya penggalan satu dengan lainnya.
6. Prinsip kontinuitas (istiqamah). Implikasinya adalah bagaimana susuna
kurikulum yang terdiri dari bagian yang berkesinambungan dengan kegiatankegiatan kurikulum lainnya, baik secara vertical (penjenjangan, tahapan),
maupun secara horizontal.
7. Prinsip sinkronisme. Implikasinya adalah bagaimana suatu kurikulum dapat
seirama, searah dan setujuan, serta jangansampai terjadi kegiatan kurikulum lain
yang menghambat, berlawanan, atau mematikan kegiatan lain.
6
8. Prinsip objektivitas. Implikasinya adalah adanya kurikulum tersebut dilakukan
melalui tuntutan kebenaran ilmiah yang objektif, dengan mengesampingkan
pengaruh-pengaruh emosi yang irasional. (QS. Al-Maidah: 8).
9. Prinsip demokrasi. Implikasinya adalah pelaksanaan kurikulum harus dilakukan
secara demokrasi. Artinya, saling mengerti, memahami keadaan dan situasi tiaptiap subjek dan objek kurikulum. Segala tindakan sebaiknya dilakukan melalui
musyawarah untuk mufakat, sehingga kegiatan itu didukung bersama dan apabila
terjadi kegagalan maka tidak meyalahkan satu dengan yang lain.

10. Prinsip analisis kegiatan. Prinsip ini mengandung tuntutan agar kurikulum
dikonstruksikan melalui proses analisis isi bahan mata pelajaran, serta analisis
tingkah laku yang sesuai dengan materi pelajaran.
11. Prinsip individualisasi. Prinsip kurikulum yang memperhatikan perbedaan
pembawaan dan lingkungan pada umumnya yang meliputi seluruh aspek pribadi
peserta didik, seperti perbedaan jasmani, watak, inteligensi, bakat, serta
kelebihan dan kekurangannya.
12. Prinsip pendidikan seumur hidup. Konsep ini diterapkan dalam kurikulum
mengingat keutuhan potensi subjek manusia sebagai subjek yang berkembang
dan perlunya keutuhan wawasan (orientasi) manusia sebagai sukbjek yang sadar
akan nilai (yang menghayati dan yakin akan cita-cita dan tujuan hidup). (Tim
Depag RI, 1979; 18). Semua hal tersebut tidak akan tercapai tanpa adanya belajar
yang berkesinambungan.
Sedangkan menurut Asy-Syaibani (1979: 519-522), prinsip utama dalam
kurikulum pendidikan Islam adalah:
1. Berorientasi pada Islam, termasuk ajaran dan nilai-nilainya. Adapun kegiatan
kurikulum yang baik berupa falsafah, tujuan, metode, prosedur, cara melakukan,
dan hubungan-hubungan yang berlaku dilembaga harus berdasarkan Islam.
2. Prinsip menyeluruh (syumuliyyah) baik dalam tujuan maupun isi kandungannya.
3. Prinsip keseimbangan (tawazun) antara tujuan dan kandungan kurikulum.
4. Prinsip interaksi (ittishaliyyah) antara kebutuhan siswa dan kebutuhan
masyarakat.
7
5. Prinsip pemeliharaan (wiqayah) antara perbedaan-perbedaan individu.
6. Prinsip perkembangan (tanmiyyah) dan perubahan (taghayyur) seiring dengan
tuntutan yang ada dengan tidak mengabaikan nilai-nilai absolut ilahiyyah.
7. Prinsip integritas (muwahhadah) antara mata pelajaran, pengalaan, dan aktivitas
kurikulum dengan kebutuhan peserta didik, masyarakat dan tuntutan zaman serta
tempat peserta didik berada.
D. Isi Kurikulum Pendidikan Islam
Sebelum mengetahui apa saja isi kurikulum pendidikan Islam, terlebih dahulu
harus diketahui mengenai syarat-syarat yang diajukan dalam perumusan kurikulum,
yaitu sebagai berikut.

1. Materi yang tersusun tidak menyalahi fitrah manusia.


2. Adanya relevansi dengan tujuan pendidikan Islam, yaitu sebagai upaya
mendekatan diri dan beribadah kepada Allah swt dengan penuh ketakwaan dan
keikhlasan.
3. Disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan usia peserta didik.
4. Perlunya membawa perta didik kepada objek empiris, praktik langsung, dan
memiliki fungsi pragmatis, sehingga mereka mempunyai keterampilanketerampilan yang nyata.
5. Penyusunan kurikulum bersifat integral, terorganisasi dan terlepas dari segala
kontradiksi antara materi satu serta materi lainnya.
6. Materi yang disusun memiliki relevansi dengan masalah-masalah yang mutakhir,
yang sedang dibicarakan dan relevan dengan tujuan Negara setempat.
7. Adanya metode yang mampu menghantar tercapainya materi pelajaran dengan
memperhatikan perbedaan masing-masing individu.
8. Materi yang disusun mempunyai relevansi dengan tingkat perkembangan peserta
didik.
9. Memperhatikan aspek-aspek sosial, misalnya Da`wah Islamiyah.
10. Materi yang disusun mempunyai pengaruh positif terhadap jiwa peserta didik,
sehingga menjadikan kesempurnaan jiwanya.
11. Memperhatikan kepuasan pembawaan fitrah, seperti memberikan waktu istirahat
8
dan refreshing untuk menikmati suatu kesenian.
12. Adanya ilmu alat untuk mempelajari ilmu-ilmu lain.
Setelah syarat-syarat tersebut dipenuhi, disusunlah isi kurikulum pendidikan
Islam. Ibnu Khaldun, sebagaimana yang dikutip oleh Al-Abrasyi (1969: 285-287),
membagi isi kurikulum pendidikan Islam dengan dua tingkatan, yaitu sebagai berikut:5
1.

Tingkat Pemula (manhaj ibtidai)


Materi kurikulum pemula difokuskan pada pembelajaran Al-Quran dan AsSunnah. Ibnu Khaldun memandang bahwa Al-Quran merupakan asal agama,
sumber berbagai ilmu pengetahuan, dan asas pelaksanaan pendidikan Islam.
Disamping itu, mengingat isi Al-Quran mencakup materi penanaman akidah
dan keimanan pada jiwa peserta didik, serta memuat akhlak mulia, dan
pembinaan pribadi menuju prilaku yang positif.
Tingkat atas (manhaj ali)

2.

Hal: 301

Tafsir, Ahmad. 2012. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Kurikulum ini mempunyai dua kualifikasi; pertama, ilmu-ilmu yang berkaitan


dengan dzatnya sendiri, seperti ilmu syariah yang mencakup fiqih, tafsir, hadis,
ilmu kalam, ilmu bumi, dan ilmu filsafat. Kedua, ilmu-ilmu yang ditunjukan
untuk ilmu-ilmu lain, dan bukan ilmu yang berkaitan dengan dzatnya sendiri.
Misalnya ilmu bahasa (linguistik), ilmu matematika, dan ilmu mantiq (logika).
Ibnu Khaldun kemudian membagi ilmu dengan tiga kategori, yaitu sebagai
berikut.
1. Ilmu-ilmu naqliyah, yaitu ilmu yang diambil dari Al-quran dan ilmu-ilmu
agama lain. Seperti ilmu fiqih untuk mengetahui kewajiban-kewajiban
beribadah; ilmu tafsir untuk mengetahui maksud-maksud Al-Quran; ilmu
usul fiqhi untuk meng-istibath-kan hukum berdasarkan Al-Quran dan AsSunnah, serta ilmu-ilmu lainnya.;
2. Ilmu-ilmu aqliyah, yaitu ilmu yang diambil dari daya pikiran manusia, seperti
ilmu filsafat, ilmu-ilmu mantiq (logika), ilu bumi, ilmu kalam, ilmu teknik,
ilmu matematika, ilmu kimia, dan ilmu fisika; dan
3. Ilmu-ilmu lisan (linguistik), seperti ilmu nahwu, ilmu bayan, ilmu adab
(sastra).

Al-Ghazali membagi isi kurikulum pendidikan Islam dengan empat kelompok


dengan mempertimbangkan jenis, dan kebutuhan ilmu itu sendiri, yaitu:6
1. Ilmu-ilmu Al-Quran dan ilmu-ilmu agama, misalnya ilmu fiqih, As-Sunnah,
tafsir dan sebagainya;
2. Ilmu-ilmu bahasa sebagai alat untuk mempelajari ilmu Al-quran dan ilmu
agama;
3. Ilmu-ilmu yang fardhu kifayah, seperti ilmu kedokteran, matematika, industri,
pertanian, teknologi dan sebagainya;
4. Ilmu-ilmu beberapa cabang ilmu filsafat.
Klasifikasi isi kurikulum tersebut berpijak pada klasifikasi ilmu pengetahuan
dengan tiga kelompok, yaitu sebagai berikut.
1. Ilmu pengetahuan menurut kuantitas yang mempelajari, terbagi:

Ahmad Tafsir. 2012. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya. HAL: 71

a. Ilmu fardhuain, yaitu ilmu yang harus diketahui oleh setiap muslim yang
bersumber dari Kitab Allah.
b. Ilmu fardhu kifayah, yaitu ilmu yang cukup dipelajari oleh sebagai orang
muslim, seperti ilmu yang berkaitan dengan masalah duniawi, misalnya ilmu
hitung, kedokteran, teknik pertanian, industry, dan sebagainya.
2. Ilmu pengetahuan menurut fungsinya, terbagi:
a. Ilmu tercela (madzmumah), yaitu ilmu yang tidak berguna untuk masalah dunia
dan masalah akherat serta mendatangkan kerusakan, misalnya ilmu sihir,
nujum, dan perdukunan.
b. Ilmu terpuji (mahmudah), yaitu ilmu-ilmu agama yang dapat menyucikan jiwa
dan menghindarkan hal-hal yang buruk, serta ilmu yang dapat mendekatkan
diri manusia kepada Allah swt.
c. Ilmu terpuji dalam batas-batas tertentu, dan tidak boleh dipelajari secara
mendalam, karena akan mendatangkan atheis (ilhad) seperti ilmu filsafat.
Selanjutnya, Al-Ghazali membagi ilmu model ini kepada ilmu macam, yaitu:
10
1) Olahraga (riyadhiyah), seperti ilmu teknik, matematika, dan organisasi;
2) Ilmu logika (manthiq) yang digunakan untuk mendatangkan pemahaman dan
bukti dari dalil syari;
3) Ilmu teologi (uluhiyah), yaitu ilmu yang digunakan untuk memperbincangkan
Tuhan, seperti ilmu kalam;
4) Ilmu kalam (thabiyyah), yaitu ilmu yang digunakan mengetahui sifat-sifat
jasmani, seperti psikologi dan sebagainya;
5) Ilmu politik dan rekayasa untuk kepentingan kemaslahatan dunia.
6) Ilmu pengetahuan menurut sumbernya, terbagi:
a. Ilmu syariyyah, yaitu ilmu-ilmu yang didapat dari wahyu ilahi dan sabda
Nabi saw.
b. Ilmu aqliyah, yaitu ilmu yang berasal dari akal pikiran setelah mengadakan
eksperimen dan akulturasi.
Konferensi di Islam adab 11 menghasilkan keputusan bahwa isi kurikulum terbagi
atas dua macam, yaitu perennial (naqliyah) dan acquired (aqliyah). Perennial diterima
melalui wahyu yang terdapat pada Al-quran dan As-Sunnah, sedangkan acquired
diperoleh melalui imajinasi dan pengalaman indra. Adapun rinciannya sebagai berikut.

1. Grup perennial, yaitu ilmu Al-quran, meliputi qiraati, hifzh, tafsir, sunnah,
sirah, tauhid, fiqh, ushu fiqih, bahasa Al-Quran (baik fonologi, sintaksis,
maupun semantik).
2. Grup acquired, yaitu:
a. Seni (imajinatif), meliputi seni islam arrsitektur, bahasa, dan sebagainya;
b. Seni intelek, meliputi pengetahuan sosial, kesusastraan, filsafat, pendidikan,
ekonomi, politik, sejarah, peradaban islam, ilmu bumi, sosiologi, linguistic,
psikologi, antropologi, dan sebagainya;
c. Ilmu murni, meliputi engineering dan teknologi, ilmu kedokteran, pertanian,
kehutanan, dan sebagainya;
d. Ilmu praktik (practical science), meliputi ilmu perdagangan, ilmu administrasi,
ilmu perpustakaan, ilmu kerumahtanggaan, ilmu komunikasi, dan sebagainya.
E.

Langkah-Langkah Mendesain Kurikulum Pendidikan Islam

11

Dalam kurikulum terdapat komponen-komponen yang tidak boleh diabaikan


keberadaannya, komponen-komponen yang dimaksud adalah:7
1.
2.
3.
4.

Tujuan;
Isi atau program;
Metode atau proses pembelajaran; dan
Evaluasi.
Adapun dalam mendesain kurikulum pendidikan Islam berdasarkan komponen-

komponen kurikulum diatas, yaitu harus dimulai dari penyusunan atau perumusan
tujuan menurut Islam. Dan tujuan pendidikan Islam tidak lain sebagai berikut:
1. Jasmaninya sehat dan kuat;
2. Akalnya cerdas dan pandai;
3. Hatinya dipenuhi iman kepada Allah.
Untuk mewujudkan muslim seperti itu, pendesainan kurikulum dapat dilakukan
dengan kerangka sebagai berikut:
1. Untuk jasmani yang sehat dan kuat disediakan mata pelajaran dan kegiatan
olahraga dan kesehatan.
2. Untuk otak yang cerdas dan pandai disediakan mata pelajaran dan kegiatan yang
dapat mencerdaskan otak dan menambah pengetahuan seperti logika dan
berbagai sains.
7

Samsul Nizar. 2013. Sejarah Pendidikan Islam. Cet. V. Jakarta: Kencana. Hal: 79

3. Untuk hati yang penuh iman disediakan mata pelajaran dan kegiatan agama.
Sementara itu, mata pelajaran dapat didesain sesuai dengan:
1. Perkembangan kemampuan siswa yang bersangkutan;
2. Kebutuhan individu dan masyarakatnya menurut tempat dan waktu.
Dan pendesainan kurikulum itu dengan memberikan pertimbangan, sebagai
berikut:
1. Prinsip berkesinambungan;
2. Prinsip berurutan; dan
3. Prinsip integrasi pengalaman.

12
Karena tujuan pendidikan disegala tingkatan dan jenis pendidikan berintikan

iman, maka seluruh mata pelajaran dan kegiatan belajar haruslah bertolak dari dan
menuju kepada keimanan kepada Allah. Dengan cara begitu maka kesatuan pengalaman
siswa akan terbentuk dan kesatuan pengalaman itu dikendalikan oleh otoritas Allah.
Dalam keadaan seperti itu, manusia akan mampu menempati posisinya sebagai kholifah
Allah yang memiliki otoritas tak terbatas dalam mengatur alam ini.
Jadi, inti (core) kurikulum pendidikan Islam adalah kehendak Allah. Dengan ini
maka kesatuan pengetahuan dan pengalaman akan berpusat pada Allah, pengaturan
kehidupan akan sesuai dengan kehendak Allah.
Kerangka kurikulum Islam sebagaimana dilukikan diatas adalah kurikulum yang
umum,

dapat

dan

dijadikan

acuan

oleh

orang

islam

dalam

mendesain

kurikulumpendidikan disekolah, dimasyarakat, dan didalam rumah tangga. Kerangka


kurikulum tersebut ialah sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.

Tujuan;
Isi kurikulum (materi)
Metode
Evaluasi
Jika kita diterapkan teori itu dalam mendesain kurikulum, maka langkah-

langkahnya kira-kira sebagai berikut:


1. Kita hendak melaksanakan suatu pendidikan, sekolah, anak dirumah, atau kursus
computer. Langkah pertama: rumuskanlah tujuannya sejelas mungkin. Tujuan
yang biasanya masih umum itu perlu dijabarkan (di taksonomi) atau di-break-

down menjadi tujuan yang kecil-kecil. Akhirnya kita memperoleh rumusan


tujuan yang banyak, mungkin ratusan item.
2. Bila tujuan sudah dirumuskan sampai kepada rumusan operasional (yang kecilkecil itu), maka langkah kedua ialah menentukan isi kurikulum isinya ialah
materi pengetahuan atau mata pelajaran dan berbagai kegiatan (kokurikuler dan
ekstra kulikuler). Dari sini kita dapat mebuat daftar mata pelajaran dan kegiatan
13
serta syllabus-nya masing-masing.
3. Langkah selanjutnya ialah menentukan cara mencapai tujuan itu. Disini banyak
sekali teori yang harus dipertimbangkan, sebab metode belajar-mengajar itu
merupakan racikan teori-teori dari disiplin psikologi, metodologi, pengajaran,
teknik evaluasi, didaktik pada umumnya, pengetahuan tentang alat-alat
pengajaran, pertimbangan, tentang waktu, tempat, suasana dan lain-lain. Dalam
bentuknya yang operasional, proses belajar-mengajar itu ditulis dalam persiapan
mengajar atau lesson plan. Agar dapat membuat lesson plan. Agar dapat
membuat lesson plan dengan benar, hendaklah dikuasai lebih dahulu teoriteorinya dalam disiplin metodik khusus.8
4. Langkah terakhir ialah menentukkan teknik dan alat evaluasi. Langkah ini tidak
bersangkutan langsung dengan isi dan proses belajar mengajar.

Nasution. 2006. Kurikulum dan Pengajaran. Cet. IV. Jakarta: Bumi Aksara. Hal: 212

14

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pengertian yang sudah diketahui bahwa kurikulum merupakan
landasan yang digunakan pendidikan untuk membimbing peserta didiknya kearah tujuan
pendidikan yang diinginkan melalui akumulasi sejumlah pengetahuan, keterampilan dan
sikap mental. Ini berarti bahwa proses pendidikan Islam bukanlah proses yang
dilakukan secara serampangan, tetapi hendaknya mengacu pada konseptualisasi
manusia, transformasi sejumlah pengetahuan keterampilan dan sikap mental yang harus
terususun. Dari penjelasan tersebut maksud kurikulum pendidikan Islam adalah
kurikulum pendidikan yang berasaskan ajaran Islam, yang bersumber dari Al-Quran,
Al-Hadits, Ijma` dan lainnya.
Ciri-ciri kurikulum pendidikan Islam, yaitu:
1. Kurikulum pendidikan Islam harus menonjolkan mata pelajaran agama dan
akhlak.
2. Kurikulum pendidikan Islam harus memperhatikan pengembangan menyeluruh
aspek pribadi siswa, yaitu aspek jasmani, akal dan rohani.
3. Kurikulum pendidikan Islam memperhatikan keseimbangan antara pribadi dan
masyarakat, dunia dan akhirat, jasmani, akal dan rohani manusia.
4. Kurikulum pendidikan Islam memperhatikan juga seni halus dan pendidikan
jasmani.
5. Kurikulum pendidikan Islam mempertimbangkan perbedaan kebudayaan yang
sering terdapat di tengah manusia karena perbedaan tempat dan juga perbedaan
zaman.
Prinsip-prinsip kurikulum pendidikan Islam, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.

Prinsip yang berorientasi pada tujuan.


Prinsip relevansi.
Prinsip efisiensi dan efektifitas.
Prinsip fleksibilitas program.
Prinsip integritas.
15

6. Prinsip kontinuitas (istiqamah).


7. Prinsip sinkronisme.
8. Prinsip objektivitas.
9. Prinsip demokrasi.
10. Prinsip analisis kegiatan.
11. Prinsip individualisasi.
12. Prinsip pendidikan seumur hidup.
Al-Ghazali membagi isi kurikulum pendidikan Islam dengan empat kelompok
dengan mempertimbangkan jenis, dan kebutuhan ilmu itu sendiri, yaitu:
1. Ilmu-ilmu Al-Quran dan ilmu-ilmu agama, misalnya ilmu fiqih, As-Sunnah,
tafsir dan sebagainya;
2. Ilmu-ilmu bahasa sebagai alat untuk mempelajari ilmu Al-quran dan ilmu
agama;
3. Ilmu-ilmu yang fardhu kifayah, seperti ilmu kedokteran, matematika, industri,
pertanian, teknologi dan sebagainya;
4. Ilmu-ilmu beberapa cabang ilmu filsafat.
Dalam pendidikan kurikulum dapat didesain sesuai dengan keperluannya, maka
langkah-langkah dalam mendesain kurikulum pendidikan Islam, yaitu:
1.
2.
3.
4.

Rumuskanlah tujuannya sejelas mungkin.


Menentukkan isi kurikulum pendidikan Islam.
Menentukkan cara mencapai tujuan.
Menentukkan teknik dan alat evaluasi.

16

DAFTAR PUSTAKA
Basri, Hasan dan Beni Ahmad Saebani. 2010. Ilmu Pendidikan Islam Jilid II. Bandung:
Pustaka Setia.
Daradjat, Zakiah dkk. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. III. Jakarta: Bumi Aksara.
Hamalik, Oemar. 1994. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Bumi Aksara.
Kurinasih, Imas dan Berlin Sani. 2014. Implementasi Kurikulum 2013 Konsep dan
Penerapan. Cet. II. Surabaya: Kata Pena.
Nasution. 2006. Kurikulum dan Pengajaran. Cet. IV. Jakarta: Bumi Aksara.
Nizar, Samsul. 2013. Sejarah Pendidikan Islam. Cet. V. Jakarta: Kencana.
Tafsir, Ahmad. 2012. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Tafsir, Ahmad. 2012. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

17

Anda mungkin juga menyukai