Anda di halaman 1dari 25

MEMAHAMI METODE ILMIAH

(Komperasi, Heuristika, Analogi, Deskripsi, Metode Ilmiah dalam Manajemen


Pendidikan)

Dosen Pengampu Bidang Studi :

Prof. Dr. Farida Hanum, M.Si


Dr. Dra. Lusila Andriani Purwastuti, M.Hum

Disusun Oleh :

Ike Prastya Utami 18703251016


Nurdin Munthe 18703251001

FAKULTAS PASCA SARJANA


MANAJEMEN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2018
A.Komparasi
Komparasi adalah usaha untuk membandingkan sifat hakiki dalam objek
penelitian sehingga dapat menjadi lebih jelas dan lebih tajam. Justru perbandingan
itu dapat menentukan secara tegas kesamaan dan perbedaan sesuatu sehingga
hakikat objek dapat dipahami dengan semakin murni. Komparasi dapat diadakan
dengan objek lain yang sangat dekat dan serupa dengan objek utama. Dengan
perbandingan itu, meminimalkan perbedaan yang masih ada, banyak ditemukan
kategori dan sifat yang berlaku bagi jenis yang bersangkutan. Komparasi juga
dapat diadakan dengan objek lain yang sangat berbeda dan jauh dari objek utama.
Dalam perbandingan itu dimaksimalkan perbedaan-perbedaan yang berlaku untuk
dua objek, namun sekaligus dapat ditemukan beberapa persamaan yang mungkin
sangat strategis.
Dua bentuk penyimpulan yang sangat lazim dipakai dalam perenungan
kefilsafatan adalah Analogi dan Komparasi. Penalaran secara analogi adalah
berusaha mencapai kesimpulan dengan menggantikan apa yang dicoba dibuktikan
dengan sesuatu yang serupa dengan hal tersebut, namun hal yang lebih dikenal,
dan kemudian menyimpulkan kembali apa yang mengawali penalaran tersebut.
Penalaran secara komparasi adalah berusaha menyimpulkan dengan
menggantikan apa yang dicoba dibuktikan dengan sesuatu yang serupa dengan hal
tersebut, namun yang lebih dikenal.
Dimisalkan kita ingin membuktikan adanya Tuhan berdasarkan susunan
dunia tempat kita hidup.Dalam hal ini mengatakan sebagai berikut.Perhatikanlah
sebuah jam. Seperti halnya dunia, jam tersebut juga merupakan mekanisme yang
terdiri dari bagian-bagian yang sangat erat hubungnya satu sama lain. Kiranya
tidak seorangpun beranggapan bahwa sebuah jam dapat membuat dirinya sendiri
atau terjadi secara kebetulan. Dengan demikian secara analogi adanya dunia juga
menunjukan ada pembuatnya. Karena dunia kita sangat rumit susunannya dan
bagian-bagianya berhubungan sangat erat satu sama lain dengan baik.

1. Metode Penelitian Komparatif - Tujuan dan Prosedur


Metode Penelitian Komparatif - Penelitian komparatif merupakan jenis
penelitian deskriptif yang berusaha mencari jawaban secara mendasar mengenai
sebab-akibat, dengan menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya maupun
munculnya suatu fenomena atau kejadian tertentu. Penelitian komparatif
merupakan penelitian yang sifatnya membandingkan, yang dilakukan untuk

1
membandingkan persamaan dan perbedaan 2 atau lebih sifat-sifat dan fakta-fakta
objek yang diteliti berdasarkan suatu kerangka pemikiran tertentu.Penelitian
komparatif biasanya digunakan untuk membandingkan antara 2 kelompok atau
lebih dalam suatu variabel tertentu.
Penelitian komparatif bersifat “expost facto”, yang artinya data
dikumpulkan sesudah peristiwa atau isu yang diteliti terjadi. Expost facto
merupakan penelitian emperis yang sistematis yang mana peneliti tidak
mengendalikan variabel bebasnya secara langsung, karena variabel bebas tersebut
sudah terjadi di masa lampau atau karena variabel bebas pada dasarnya tidak bisa
dimanipulasi.Peneliti tidak memberikan perlakuan dalam membandingkan dan
mencari hubungan sebab-akibat antar variabelnya.Penelitian ini juga dikenal
sebagai Penelitian Kausal Komparatif.
Penelitian kasual komparatif yaitu penelitian yang berusaha untuk
menentukan penyebab atau alasan mengapa terdapat perbedaan pada tingkah laku
atau status suatu kelompok maupaun individual. Penelitian jenis ini kelihatannya
memiliki persamaan dengan penelitian korelasi, akantetapi keduanya berbeda.
Perbedaannya yaitu penelitian kausal komparatif berusaha untuk mengungkap
hubungan sebab akibat sedangkan pada penelitian korelasi tidak dan hanya
mencari hubungan saja.
Bila dibandingkan dengan penelitian eksperimen, pada penelitian kasual
komparatif tidak memanipulasi variabel bebas yang diduga sebagai penyebabnya,
sedangkan pada penelitian eksperimen melakukan manipulasi.Kelompok-
kelompok yang diteliti pada penelitian ini memang telah mempunyai perbedaan
dan perbedaan tersebut tidak dibuat oleh peneliti. Variabel bebas pada penelitian
kasual komparatif yaitu variabel yang tidak bisa dimanipulasi (contohnya status
sosial ekonomi), yang seharusnya tidak dimanipulasi ( contohnya banyaknya
miras yang diminum ), atau yang biasanya tidak dapat dimanipulasi akan tetapi
bisa dimanipulasi (contohnya metode mengajar).
Hubungan sebab akibat pada penelitian kasual komparatif lebih lemah bila
dibandingkan dengan penelitian eksperimen.Pada penelitian eksperimen dapat
menjamin bahwa penyebab yang dicurigai atau variabel bebasnya dapat benar-
benar memberikan efek terhadap variabel terikatnya.
Penelitian komparatif dapat digunakan apabila telah terpenuhi syarat sebagai
berikut:

2
a. Tidak memungkinkan untuk melakukan Metode eksperimental yang
dianggap lebih kuat.
b. Apabila penelitian tidak mungkin mengontrol, memilih, dan memanipulasi
factor yang penting dalam mempelajari hubungan sebab - akibat secara
langsung.
c. Pengontrolan terhadap semua variabel kecuali variabel bebas, sangatlah
terlalu dibuat – buat dan tidak realistis, serta mencegah adanya interaksi
yang normal antar variabel – variabel lain yang berpengaruh.
d. Pengontrolan yang dilakukan di laboratorium untuk beberapa tujuan
penelitian dianggap mahal, tidak praktis, atau secara etika dipertanyakan.
Desain dasar penelitian komparatif sangat sederhana dan meskipun variabel
bebas tidak dimanipulasi, terdapat prosedur kontrol yang dapat
diterapkan.Penelitian komparatif juga melibatkan variasi teknik statistik yang
luas.Desain dasar penelitian komparatif melibatkan pemilihan 2 kelompok yang
berbeda pada beberapa variabel bebas dan membandingkan mereka pada beberapa
variabel terikat. Kedua kelompok kemungkinan berbeda, 1 kelompok mempunyai
karakteristik yang tidak dimiliki oleh kelompok lain atau 1 kelompok mempunyai
pengalaman yang tidak dimiliki kelompok lain. Ataupun kedua kelompok berbeda
dalam hal tingkatan; satu kelompok mempunyai lebih dari satu karakteristik dari
pada kelompok lain atau kedua kelompok kemungkin mempunyai perbedaan jenis
pengalaman.

2. Tujuan Penelitian Komparatif


Secara umum, tujuan penelitian komparatif yaitu untuk menemukan
persamaan dan perbedaan tentang dua hal atau lebih. Selain itu, penelitian
komparatif juga mempunyai beberapa tujuan sebagai berikut: membandingkan
persamaan dan perbedaan 2 atau lebih fakta dan sifat objek yang diteliti, membuat
generalisasi tingkat perbandingan, menentukan mana yang lebih baik atau mana
yang sebaiknya dipilih, menyelidiki kemungkinan hubungan sebab-akibat.

3. Prosedur Penelitian Komparatif


Pada Penelitian Komparatif memiliki prosedur yang tidak jauh beda dengan
penelitian lainnya, berikut ini prosedurnya yang harus dilakukan:
a. Penentuan masalah penelitian

3
Pada tahap perumusan masalah penelitian atau pertanyaan penelitian, peneliti
berspekulasi dengan apa yang menjadi penyebab fenomena yang berdasarkan
pada hasil penelitian sebelumnya, teori, atau pengamatan langsung.
b. Penentuan kelompok yang mempunyai karakteristik yang akan diteliti.
Peneliti harus menentukan kelompok yang seperti apa yang akan diteliti
isesuaikan dengn isu atau masalah yang akan diangkat.
c. Pemilihan kelompok pembanding.
Setelah memperoleh kelompok yang akan diteliti langkah berikunya memilih
kelompok pembanding dengan mempertimbangkan karakteristik yang
membedakan dengan kelompok penelitian. Kelompok ini harus dideskripsikan
secara jelas dan didefinisikan secara operasional untuk masing-masing
kelompok yang mewakili populasi yang berbeda. Tidak lupa untuk mengontrol
variabel ekstra guna membantu menjamin kesamaan kedua kelompok.
A. Heuristika
Heuristika adalah metode untuk menemukan jalan baru secara ilmiah untuk
memecahkan masalah. Heuristika benar-benar dapat mengatur terjadinya
pembaharuan ilmiah sekurang-kurangnya dapat memberikan kaidah yang
mengacu.
Heuristik berasal dari kata Yunani, heuriskein, artinya
menemukan.Heuristik, maksudnya adalah tahap untuk mencari, menemukan, dan
mengumpulkan sumber-sumber berbagai data agar dapat mengetahui segala
bentuk peristiwa atau kejadian sejarah masa lampau yang relevan dengan
topik/judul penelitian.
Untuk melacak sumber tersebut, sejarawan harus dapat mencari di berbagai
dokumen baik melalui metode kepustakaan atau arsip nasional.Sejarawan dapat
juga mengunjungi situs sejarah atau melakukan wawancara untuk melengkapi data
sehingga diperoleh data yang baik dan lengkap, serta dapat menunjang
terwujudnya sejarah yang mendekati kebenaran.Masa lampau yang begitu banyak
periode dan banyak bagian-bagiannya (seperti politik, ekonomi, sosial, dan
budaya) memiliki sumber data yang juga beraneka ragam sehingga perlu adanya
klasifikasi data dari banyaknya sumber tersebut.
Dokumen-dokumen yang berhasil dihimpun merupakan data yang sangat
berharga Dokumen dapat menjadi dasar untuk menelusuri peristiwa-peristiwa
sejarah yang telah terjadi pada masa lampau.Menurut sifatnya ada dua, yaitu
sumber primer dan sumber sekunder.Sumber primer adalah sumber yang dibuat

4
pada saat peristiwa terjadi, seperti dokumen laporan kolonial.Sumber primer
dibuat oleh tangan pertama, sementara sumber sekunder merupakan sumber yang
menggunakan sumber primer sebagai sumber utamanya. Jadi, dibuat oleh tangan
atau pihak kedua.Contohnya, buku, skripsi, dan tesis.
Heuristik yaitu berasal dari kata yunani heurishein, artinya
memperoleh.Menurut G. J. Reiner seperti yang ditulis Dudung Abdurrahman
(1900), heuristik adalah suatu tehnik, suatu seni, dan bukan suatu ilmu.Heuristik
seringkali merupakan suatu keterampilan dalam menemukan, mengenali dan
memperinci bibliografi atau mengklasifikasi dan merawat catatan-catatan. Lebih
jelasnya seperti apa yang dikatakan Carrad bahwa heuristik adalah merupakan
langkah awal sebagai sebuah kegiatan mencari sumber-sumber, mendapatkan
data, atau materi sejarah atau evidensi sejarah (Sjamsuddin, 2007: 86). Dari kedua
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa heuristik merupakan langkah pertama
dalam penulisan sejarah yaitu dengan pengumpulan data sebanyak mungkin untuk
dijadikan sumber penelitian sejarah.
Adapun macam-macam fakta yang dikumpulkan dalam heuristik ini seperti
adat-istiadat bangsawan, pergaulan sehari-hari, setratifikasi sosial, perubahan adat
istiadat serta bahasa yang digunakan oleh golongan bangsawan di desa Jerowaru
serta beberapa fakta yang sesuai dengan rumusan masalah seperti diajukan pada
bagian sebelumnya.
Karena heuristik merupakan kegiatan pengumpulan data-data sejarah, maka
ada beberapa tehnik dalam pengumpulan data tersebut yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu:

1. Observasi
Observasi atau pengamatan adalah kegiatan manusia dengan menggunakan
pancaindra lainnya seperti telinga, penciuman, mulut dan kulit.Karena itu,
observasi adalah kemampuan seorang untuk menggunakan pengamatannya
melalui hasil kerja pencarian mata serta dibantu dengan pancaindra lainnya
(Burhan Bungin, 2008: 115). Sedangkan Sutrisno Hadi mengatakan bahwa
observasi merupakan suatu proses yang komplek, suatu proses yang tersusun dari
berbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantaranya yang terpenting adalah
proses-proses pengamatan dan ingatan (Sugiono, 2008: 145).

5
Dalam penelitian ini proses pelaksanaan pengumpulan data yang dilakukan
oleh peneliti yaitu observasi nonpartisipan (non participant observasion). Dalam
hal ini tidak terlibat secara langsung terlibat sebagai anggota dari masyarakat
tersebut, namun hanya sebagai pengamat independen. Dengan cara ini walaupun
secara tidak langsung terlibat seperti masyarakat biasanya, namun dengan cara ini
peneliti juga dapat mengamati bagaimana prilaku masyarakat, pergaulan
masyarakat dengan masyarakat lain, serta bagaimana interaksi sosial pada
masyarakat di desa Jerowaru.
Adapun fakta-fakta yang didapatkan peneliti selama melakukan observasi
berkisar pada bagaima proses interaksi antara dua kelompok sosial yang berbeda,
mengamati beberapa perbedaan yang menonjol antara golongan bangsawan
dengan masyarakat biasa dalam hal bangunan terutama lumbung padi,
memperhatikan tata krama pada golongan bangsawan, serta beberapa aspek dari
segi lahiriah yang dapat peneliti dapatkan selama melakukan observasi.

2. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan
dilakukan oleh dua pihak orang, yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban
atas pertanyaan itu (Moleong, 2007: 186).Jadi disini terdapat elemen yang penting
yaitu interviewer dan interview.
Wawancara dapat dilakukan secara terstruktur maupun tidak terstruktur dan
dapat dilakukan melalui tatap muka (face to face) maupun dengan menggunakan
telepon).Dan dalam penelitian ini menggunakan wawancara terstruktur sebagai
tehnik pengumpulan data. Oleh karena itu seperti apa yang dikatakan Sugiyono,
seorang peneliti dalam melakukan wawancara, pengumpulan data setelah
penyiapan instrumen penelitian berupa pertanyaan tertulis yang alternatif
jawabannya pun telah disiapkan. Dengan terstruktur ini setiap responden diberi
peranyaan yang sama, dan pengumpul data mencatatnya (Sugiyono, 141: 2008).
Sedangkan metode wawancara yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah
metode wawancara bertahap, karena karakter utama dari wawancara ini adalah
dilakukan secara bertahap dan pewawancara tidak harus terlibat dalam kehidupan
sosial formal.Sistem datang dan pergi dalam wawancara ini mempunyai kelebihan

6
dalam mengembangkan objek-objek baru dalam wawancara berikutnya karena
pewawancara memperoleh waktu yang panjang diluar informan untuk
menganalisis hasil wawancara yang telah dilakukan serta dapat mengoreksinya
(Burhan Bungin, 2008: 110).
Untuk mendapatkan data dari informan melalui wawancara ini meliputi,
menemukan informan di lapangan dilakukan dengan menentukan orang-orangnya
dengan alasan orang yang dipilih sebagai informan benar-benar tahu tentang
sejarah mengenai asal-usul, proses interaksi, status sosial dan lain sebagainya.
Adapun beberapa informasi dan fakta yang ingin peneliti dapatkan dalam
wawancara ini berupa asal-usul bangsawan Jerowaru, perkembangannnya,
pelaksanaan adat-istiadatnya, bagaimana implementasi adat-istiadat yang
dikembangkan, bagaimana sistem perkawinan, bahasa yang digunakan dengan
menggunakan pengumpulan data melalui wawancara ini.Serta beberapa informasi
lainnya yang sesuai dengan tema dalam penelitian ini.
Berbagai pihak yang peneliti minta keterangannya dalam penelitian ini
diantaranya, pejabat pemerintah yang ada di desa Jerowaru, tokoh adat, tokoh
masyarakat, para bangsawan serta masyarakat biasa pada umumnya yang tahu
tentang informasi yang penulis cari.

3. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data yang
digunakan dalam metodologi penelitian ilmu sosial.Pada intinya metode
dokumenter adalah metode yang digunakan untuk menelusuri data
historis.Dengan demikian, pada penelitian sejarah, data dokmenter memang
berperan sangat penting (Burhan Bungin, 2008: 121).
Metode penelitian ini merupakan salah satu yang harus digali oleh seorang
peneliti sejarah, karena sebenarnya sejumlah besar fakta tentang sejarah tersimpan
dalam bahan yang berbentuk dokumentasi guna dijadikan kata-kata dan fakta
historis.Sebagian besar data yang tersedia adalah berbentuk surat-surat, catatan-
catatan harian, cendramata, surat harian, laporan dan sebagainya. Sifat utama dari
data ini tidak terbatas dari ruang dan waktu sehingga memberi peluang kepada
peneliti untuk mengetahui hal-hal yang pernah terjadi pada masa silam.kumpulan
data dalam bentuk tulisan ini disebut dokumen dalam arti luas. Adapun barang-

7
barang yang termasuk dokumen diantaranya adalah artepak, caset tape, mikrofilm,
dise, CD, flashdisk dan sebagainya (Burhan Bungin, 2008: 122). Secara detail
bahan dokumenter terbagi beberapa macam yaitu:
a. Otobiografi
b. Surat pribadi, buku-buku atau catatan harian, memorial
c. Kliping
d. Dokumen pemerintah maupun suasta
e. Cerita roman dan cerita rakyat
f. Data server dan flashdisk
g. kata tersimpan di web site dan lain-lain.

Selain macam-macam bahan dokumenter diatas, bahan dokumenter ini


dibagi lagi menjadi dua, yaitu dokumen pribadi dan dokumen resmi.

a. Dokumen Pribadi

Dokumen pribadi adalah catatan atau karangan seseorang secara tertulis


tentang tindakan, pengalaman, dan kepercayaannya.Maksud mengumpulkan
dokumentasi pribadi ialah untuk memperoleh kejadian nyata tentang situasi
sosial dan berbagai faktor disekitar subjek penelitian (Sugiyono, 2008:
217).Dokumen pribadi ini bisa berupa buku harian, otobiografi dan
sebagainya.

b. Dokumen Resmi
Dokumen resmi terbagi terbagi atas dokumen intern dan dokumen intern.
Dokumen intern dapat berupa memo, pengumuman instruksi, ataupun dari
lembaga untuk kalangan sendiri seperti risalah atau laporan
rapat,keputusan pemimpin kantor, konvensi yaitu kebiasaan-kebiasaan
yang berlangsung di suatu lembaga dan sebagainya. Sedangkan dokumen
ekstern berupa bahan-bahan informasi yang dikeluarkan suatu
pemerintahan (Burhan Bungin, 2008: 123).
Dalam penelitian ini dokumen yang akan dikaji sebagai bahan penulisan
sejarah yang terkait dengan kebutuhan peneliti tidak begitu banyak maka peneliti
dalam hal ini hanya menggunakan kitab kuno yang disebut sebagai Takepan untuk

8
menelusuri sejarah tersebut, lebih dari itu ada juga monografi desa serta salinan
daftar pemilih tetap pemilihan umum kabupaten Lombok timur tahun 2009/2019.
Adapun dari takepan itu untuk mengetahui tentang sejarah awal
masyarakat desa Jerowaru, kemudian dari monografi desa yaitu untuk
memperoleh data yang jelas mengenai desa Jerowaru secara umum dari beberapa
aspek dalam kekiniannya.Dan yang terakhir adalah daftar pemilih tetap tadi, yaitu
digunakan untuk memastikan mengenai konsentrasi tempat tinggal bangsawan
yang cendrung tinggal di satu tempat dengan sesama golongannya.Selain bahan
dokumen yang berupa buku-buku diatas tadi, peneliti juga menggunakan foto-foto
sebagai bahan kajian dokumenter ini.

a. Keaslian Sumber (otensitas)


Otensitas dari sumber ini minimal dapat diuji berdasarkan lima
pertanyaan pokok sebagai berikut:
1) Kapan sumber itu dibuat ?
2) Dimana sumber itu dibuat ?
3) Siapa yang membuat ?
4) Dari bahan apa sumber itu dubuat ?
5) Apakah sumber itu dalam bentuk yang asli?
Kelima pertanyaan ini masih minimal untuk mengajukan pertanyaan
dalam menentukan keabsahan dari dokumen sejarah yang diteliti untuk
dijadikan sumber penulisan sejarah (Abdurrahman, 1999: 26). Lebih dari
itu jika yang kita teliti tersebut adalah informasi dari informan dan bukan
dokumen maka dalam hal ini Lucet sebagaimana dikutif Helius Sjamsudin
(2007) mengatakan bahwa sebelum sumber-sumber sejarah dapat
digunakan dengan aman, paling tidak ada lima pertanyaan yang harus
dijawab dengan memuaskan:
1) Siapa yang mengatakan itu?
2) Apakan satu atau dengan cara lain kesaksian itu telah diubah?
3) Apa sebenarnya yang dimaksud oleh orang itu dengan
kesaksiannya itu?
4) Apakan orang yang memberikan keterangan itu seorang saksi mata
(witnes) yang kompeten, apakah dia mengetahui faktor itu?

9
Oleh karena itu pada dasarnya kritik eksternal harus menegakkan fakta
dari kesaksia bahwa :
1) Kesaksian itu benar-benar diberikan oleh orang ini atau pada waktu
ini (authenticity).
2) Kesaksian yang telah diberikan itu telah bertahan tanpa ada
perunahan (uncorupted), tanpa ada suatu tambahan-tambahan atau
penghilangan-penghilangan yang substansial (itegriti) (Helius
Sjamsudin, 2007: 134).
arena fakta yang peneliti cari berkisar pada tahun 1970-an, maka
tergolong sejarah yang kontemporer, sebab orang-orang yang terlibat
langsung pada saat itu masih hidup jadi bisa dikatakan kesaksiannya
karena merupakan sumber primer sangat bisa dipercaya, sekaligus
dengan jalan memadukan diantara beberapa partanyaan yang sama dan
diajukan pada informan yang berbeda, kemudian jika ada dari sebagian
kecil dari informan yang pendapatnya berbeda serta penulis kurang
meyakini pendapatnya karena sebagian besar bersaksi sama maka
pendapat satu orang atau dua orang diantara sepuluh orang tersebut
gugur dengan sendirinya.

b. Kesahihan Sumber (kredibilitas)

Kritik internal sebagaimana yang disarankan oleh istilahnya


menekankan aspek kedalaman yaitu isi dari sumber, kesaksian (testimoni).
Oleh karenanya seperti yang ditulis Helius Sjamsudin (2007) dalam kritik
intern ini seorang peneliti harus memutuskan apakah kesaksian itu dapat
diandalkan (reliable) atau tidak. Keputusan ini didasarkan atas penemuan
dua penyidikan (inquiry), yaitu:
1) Arti sebenarnya dari kesaksian itu harus dipahami?
2) Setelah fakta kesaksian dibuktikan dan setelah arti sebenarnya dari
isinya telah dibuat sejelas mungkin, selanjutnya kredibelitas saksi
harus ditegakkan.
Adapun berkenaan dengan sumber lisan, bila ingin teruji
kredibilitasnya sebagai fakta sejarah, maka harus memenuhi sebagaimana

10
syarat-syarat yang diajukan Garraghan sebagaimana dikutif Dudung
Abdurrahman (1999) sebagai berikut:
1) Syarat-syarat umum: sumber lisan (tradisi) harus didukung olek
saksi berantai dan disampaikan oleh pelopor pertama yang
terdekat. Sejumlah saksi itu harus sejajar dan bebas, serta mampu
mengungkapkan fakta yang teruji kenenarannya.
2) Syarat-syarat khusus: sumber lisan mengandung kejadian penting
yang diketahui umum; telah menjadi kepercayaan umum pada
masa tertentu; selama masa tertentu itu tradisi dapat berlanjut tanpa
protes atau penolakan perseorangan; lamanya tradisi relatif
terbatas; merupakan aflikasi dari penelitian yang kritis; dan tradisi
tidak pernah ditola oleh pemikiran kritis
Dalam hal kredibilitas sumber ini peneliti sebagaimana penjelasan
diatas dalam sumber lisan menggunakan saksi yang berantai, bahkan
saksi tersebut merupakan sumber primer yang secara langsung
mengalami dan merasakan mengenai fakta yang peneliti tanyakan terkait
dengan sejarah masyarakat desa jerowaru tersebut.Dan dari beberapa
saksi yang berantai itu jika seperti yang sudah dijelaskan diatas
menyimpang dari pendapat umum maka kesaksiaanya tersebut ditolak
untuk dijadikan sumber sejarah, yang sudah barang tentu dalam hal ini
ke kredibelan informan tersebut juga peneliti ketahui.

c. Kritik
Setelah sumber sejarah dalam berbagai katagorinya itu terkumpul, tahap
yang berikutnya adalah verifikasi atau lazim disebut juga dengan kritik
untuk memperoleh keabsahan sumber.Dalam hal ini yang harus jugadiuji
adalah keabsahan tentang keaslian sumber (otensitas) yang dilakukan
melalui kritik ekstern, dan keabsahan tentang kesahihan sumber
(kredibilitas) yang ditelusuri melalui kritik intern. Berikut ini kedua teknik
verifikasi tersebut akan dijelaskan satu-persatu:

B. ANALOGI

11
Dalam menjelaskan suatu hal yang baru kita terkadang kesulitan untuk
mencari kata yang tepat yang dapat membuat orang yang kita ajak bicara paham
akan apa yang sedang kita jelaskan, untuk itu kita perlu padanan kata yang sudah
ada untuk membuat sesuatu yang baru itu mudah dipahami. Metode menyamakan
satu hal dengan hal yang lain inilah yang disebut dengan analogi. Jika dalam
penyimpulan generalisasi kita bertolak dari sejumlah peristiwa pada penyimpulan,
maka pada analogi kita bertolak dari satu atau sejumlah peristiwa menuju kepada
satu peristiwa lain yang sejenis.
Apa yang terdapat pada fenomena peristiwa pertama, disimpulkan terdapat
juga pada fenomena peristiwa yang lain karena keduanya mempunyai persamaan
prinsipal. Berdasarkan persamaan prinsipal pada keduanya itulah maka mereka
akan sama pula dalam aspek-aspek lain yang mengikutinya.

1. PENGERTIAN ANALOGI

Analogi adalah kesimpulan yang ditarik dengan jalan menyampaikan atau


memperbandingkan suatu fakta khusus dengan fakta khusus lain. Pemikiran ini
juga biasa disebut pemikiran melalui persamaan atau pemikiran melalui analogi,
atau disebut analogi logis. Analogi kadang-kadang disebut juga analogi induktif
yaitu proses penalaran dari satu fenomena menuju fenomena lain yang sejenis
kemudian disimpulkan bahwa apa yang terjadi pada fenomena yang pertama akan
terjadi juga pada fenomena yang lain, demikian pengertian analogi jika kita
hendak memformulasikan dalam suatu batasan. Dengan demikian dalam setiap
tindakan penyimpulan analogik terdapat 3 unsur yaitu: peristiwa pokok yang
menjadi dasar analogi, persamaan prinsipal yang menjadi pengikat, dan ketiga
fenomena yang hendak kita analogikan.
Contoh dari penyimpulan analogik adalah: Kita mengetahui betapa
kemiripan yang terdapat antara bumi yang kita tempati ini dengan planet-planet
lain, seperti Saturnus, Mars, Yupiter, Venus, Merkurius. Planet-planet ini
kesemuanya mengelilingi matahari sebagaimana bumi, meskipun dalam jarak dan
waktu yang berbeda, semuanya meminjam sinar matahari, sebagaimana bumi,
sehingga padanya juga berlaku pergantian siang dan malam. Sebagiannya
mempunyai bulan yang memberikan sinar manakala matahari tidak muncul dan

12
bulan-bulan ini meminjam sinar matahari sebagaimana bulan pada bumi. Mereka
semua sama, merupakan subyek dari hukum gravitasi sebagaimana bumi. Atas
dasar persamaan yang sangat dekat antara bumi dengan planet-planet tersebut
maka kita tidak salah menyimpulkan bahwa kemungkinan besar planet-planet
tersebut dihuni oleh berbagai jenis makhluk hidup.

2. MACAM – MACAM ANALOGI

Analogi dibedakan menjadi dua macam yaitu:


a. Analogi Deklaratif
Analogi deklaratif atau biasa disebut dengan analogi penjelas merupakan
metode untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang belum dikenal atau
masih samar, dengan sesuatu yang sudah dikenal. Sejak zaman dahulu analogi
deklaratif merupakan cara yang amat bermanfaat untuk menjelaskan masalah yang
hendak diterangkan.
Contoh: (1) Ilmu pengetahuan itu dibangun oleh fakta-fakta sebagaimana
rumah itu dibangun oleh batu-batu. Tetapi tidak semua kumpulan pengetahuan itu
ilmu, sebagaimana tidak semua tumpukan batu adalah rumah. (2) Otak itu
menciptakan pikiran sebagaimana buah ginjal mengeluarkan air seni. Di sini
orang hendak menjelaskan struktur ilmu yang masih asing bagi pendengar dengan
struktur rumah yang sudah begitu dikenal. Begitu pula penjelasaan tentang
hubungan antara pikiran dan otak yang masih samar dijelaskan dengan hubungan
antara buah ginjal dan air seni.
b. Analogi Argumentatif
Analogi Argumentatif metode yang didasarkan pada kesimpulan bahwa
apabila suatu hal mempunyai satu atau lebih ciri yang sama seperti terdapat pada
suatu hal lain. Maka ciri-ciri lainnya dari hal yang pertama itu juga dimiliki oleh
hal yang kedua tersebut. Dengan kata lain, analogi jenis ini merupakan analogi
yang disusun berdasarkan persamaan principal yang ada pada dua fenomena,
kemudia ditarik kesimpulan bahwa apa yang ada pada fenomena pertama ada juga
pada fenomena yang kedua. Analogi argumentatif juga biasa disebut dengan
analogi induktif.

13
Contoh: Anjing hitam menyalak, mengejar orang dan menggigit. Anjing
coklat menyalak dan mengejar orang.
Walaupun analogi argumentatif tidak pernah dapat dikatakan “valid”, dalam
arti bahwa kesimpulan dari argument-argument itu bersumber pada premis-
premisnya dengan keniscayaan analogikal, namun terhadap argument-argument
analogikal itu kita dapat menyatakan bahwa argument yang satu lebih meyakinkan
ketimbang yang lainnya. Analogi argumentatif dapat dinilai berdasarkan
probabilitas tentang sejauh mana argument tersebut mendukung kesimpulannya.
3. CARA MENGUKUR ANALOGI

Dalam sebuah analogi, diperlukan alat ukur untuk mengukur keterpercayaan


dari analogi tersebut. Adapun untuk mengukur keterpercayaan sebuah analogi
dapat diketahui dengan alat berikut:

a. Sedikit banyaknya peristiwa sejenis yang dianalogikan.


Semakin besar peristiwa sejenis yang dianalogikan, semakin besar pula
taraf keterpercayaanya. Semisal si A menggunakan jasa sebuah biro
penerbangan dan ternyata pelayanannya tidak memberikan kepuasan
pada si A, maka atas dasar analogi, si A menyarankan kepada temannya
untuk tidak menggunakan biro penerbangan yang sama dengan yang
digunakan tadi. Analogi si A akan semakin kuat dengan adanya si B
yang juga tidak merasa puas dengan biro penerbangan tersebut. Analogi
menjadi semakin kuat lagi setelah ternyata si C, D, E, F dan G juga
mengalami hal yang serupa.

b. Sedikit banyaknya aspek-aspek yang menjadi dasar analogi.


Contohnya: tentang sepatu yang telah kita beli pada sebuah toko. Bahwa
sepatu yang baru saja kita beli tentu akan awet dan enak dipakai karena
sepatu yang dulu dibeli di toko ini juga awet dan enak dipakai. Analogi
ini menjadi lebih kuat lagi misalnya diperhitungkan juga persamaan
harganya, mereknya, dan bahannya.

c. Sifat dari analogi yang kita buat.

14
Sebagai contohnya apabila kita mempunyai mobil dan satu liter bahan
bakarnya dapat menempuh 10 km, kemudian kita menyimpulkan bahwa
mobil B yang sama dengan mobil kita akan bisa menempuh jarak 10 km
tiap satu liternya, maka analogi demikian cukup kuat. Analogi ini akan
lebih kuat jika kita mengatakan bahwa mobil B akan menempuh 8 km
setiap liter bahan bakarnya, dan menjadi lemah jika kita mengatakan
bahwa mobil B akan dapat menempuh 15 km setiap liter bahan
baakarnya. Jadi semakin rendah taksiran yang kita analogikan semakin
kuat analogi itu.

d. Mempertimbangkan ada tidaknya unsur-unsur yang berbeda pada


peristiwa yang dianalogikan.
Semakin banyak pertimbangan atas unsu-unsurnya yang berbeda
semakin kuat keterpercayaan analoginya. Konklusi yang kita ambil
bahwa Zaini pendatang baru di Universitas X akan menjadi sarjana yang
ulung karena beberapa tamatan dari universitas tersebut juga merupakan
sarjana ulung. Analogi ini menjadi lebih kuat jika kita
mempertimbangkan juga perbedaan yang ada pada para lulusan
sebelumnya. A,B,C,D dan E yang mempunyai latar belakang yang
berbeda dalam ekonomi, pendidikan SLTA, daerah, agama, pekerjaan
orang tua toh kesemuanya adalah sarjana yang ulung.

e. Relevan tidaknya masalah yang dianalogikan.


Bila tidak relevan sudah barang tentu analogikanya tidak kuat dan
bahkan bias gagal. Bila kita menyimpulkan bahwa mobil yang baru kita
beli setiap liter bahan bakarnya akan menempuh 15 km berdasarkan
analogi mobil B yang sama modelnya serta jumlah jendela dan tahun
produksinya sama dengan mobil yang kita beli ternyata dapat
menempuh 15 km setiap liter bahan bakarnya, maka analogi serupa
adalah analogi yang tidak relevan. Seharusnya untuk menyimpulkan
demikian harus didasarkan atas unsur-unsur yang relevan yaitu
banyaknya silinder, kekuatan daya tariknya serta berat dari bodinya.

15
Analogi yang mendasarkan pada suatu hal yang relevan jauh lebih kuat
daripada analogi yang mendasarkan pada selusin persamaan yang tidak relevan.
Penyimpulan seorang dokter bahwa untuk mengobati tuan B adalah sebagaimana
yang telah dilakukan terhadap tuan C karena keduanya menderita tanda-tanda
terserang penyakit yang sama dan karena jenis darahnya sama, jauh lebih kuat
dibanding jika mendasrkan pada paersamaan lebih banyak tetapi tidak relevan,
misalnya karena umurnya, bintang kelahirannya, latar belakang pendidikannya,
warna kulitnya, jumlah anaknya dan kesukaannya.
Analogi yang relevan biasanya terdapat pada peristiwa yang mempunyai
hubungan kausal. Meskipun hanya mendasarkan pada satu atau dua persamaan,
analogi ini cukup terpercaya kebenarannya. Kita mengetahui bahwa sambungan
rel kereta api dibuat tidak rapat untuk menjaga kemungkinan mengembangnya
bila kena panas, rel tetap pada posisinya, maka kita akan mendapat kemantapan
yang kuat bahwa rangka rumah yang kita buat dari besi juga akan terlepas dari
bahaya melengkung bila kena panas, karena kita telah menyuruh tukang untuk
memberikan jarak pada tiap sambungannya. Di sini kita hanya mendasarkan pada
satu hubungan kausal bahwa karena besi memuai bila kena panas, maka jarak
yang dibuat antara dua sambungan besi akan menghindarkan bangunan dari
bahaya melengkung. Namun begitu analogi yang bersifat kausal memberikan
keterpercayaan yang kokoh.

4. ANALOGI YANG PINCANG

Meskipun analogi merupakan corak penalaran yang populer, namun tidak


semua penalaran analogi merupakan penalaran induktif yang benar. Ada masalah
yang tidak memenuhi syarat atau tidak dapat diterima, meskipun sepintas sulit
bagi kita menunjukkan kekeliruannya. Kekeliruan ini terjadi karena membuat
persamaan yang tidak tepat.
Contoh kekeliruan pada analogi induktif adalah sebagai berikut: “Saya
heran mengapa orang takut bepergian dengan pesawat terbang karena sering
terjadi kecelakaan pesawat terbang dan tidak sedikit meminta korban. Bila

16
demikian sebaiknya orang jangan tidur di tempat tidur karena hampir semua
manusia menemui ajalnya di tempat tidur.”
Di sini naik pesawat terbang ditakuti karena sering menimbulkan petaka
yang menyebabkan maut. Sedangkan orang tidak takut tidur di tempat tidur
karena jarang sekali atau boleh dikatakan tidak pernah ada orang menemui ajalnya
karena kecelakaan tempat tidur. Orang meninggal di tempat tidur bukan
disebabkan kaecelakaan tempat tidur tetapi karena penyakit yang diidapnya. Jadi
di sini orang menyamakan dua hal yang sebenarnya berbeda.
Berikut contoh kekeliruan pada analogi deklaratif: Negara kita sudah sangat
banyak berutang. Dengan pembangunan 5 tahun kita harus menumpuk utang terus
menerus dari tahun ke tahun. Pembangunan 5 tahun ini memaksa rakyat dan
bangsa Indonesia seperti naik perahu yang sarat yang semakin tahun semakin sarat
(dengan utang) dan akhirnya tenggelam. Saudara-saudara, kita tidak ingin
tenggelam dan mati bukan? Karena itu kita lebih baik tidak naik kapal sarat itu.
Kita tidak perlu melaksanakan pembangunan 5 tahun.
Di sini seseorang tidak setuju dengan pembangunan 5 tahun yang sedang
dilaksanakan dengan analogi yang pincang. Memang Negara kita perlu melakukan
pinjaman untuk membangun. Pinjaman itu digunakan seproduktif mungkin
sehingga dapat meningkatkan devisa Negara. Dengan demikian penghasilan per
kepala akan meningkat dibanding sebelumnya, demikian seterusnya dari tahun ke
tahun sehingga peningkatan kesejahteraan rakyat akan tercapai. Pembicara di sini
hanya menekankan segi utangnya saja, tidak memperhitungkan segi-segi positif
dari kebijaksanaan menempuh pinjaman.
Sebuah analogi yang pincang dapat pula ditemui dalam pernyataan berikut:
“Orang yang sedang belajar itu tidak ubahnya seorang mengayuh biduk ke pantai.
Semakin ringan muatan yang ada dalam biduk semakin cepat ia akan sampai ke
pantai. Diperlakukannya SPP itu tidak ubahnya memberikan muatan pada biduk
yang sedang dikayuh, jadi memperlambat jalan biduk menuju pantai. Agar tujuan
orang yang belajar lekas sampai maka seharusnya kewajiban membayar SPP
dihapus.”
Analogi ini pincang karena hanya memperhatikan beban yang harus dibayar
oleh setiap pelajar, tidak memperhitungkan manfaat kewajiban membayar SPP

17
secara keseluruhan. Analogi pincang model kedua ini amat banyak digunakan
dalam perdebatan maupun dalam propaganda untuk menjatuhkan pendapat lawan
maupun mempertaahankan kepentingan sendiri. Karena sifatnya seperti benar
analogi ini sangat efektif pengaruhnya terhadap pendengar.

C. DESKRIPSI
Deskripsi memiliki tujuan, yakni memberi penjelasan yang utuh kepada
pembacanya supaya mereka dapat memahami apa yang sedang dibicarakan
dengan jelas, entah dalam hal bentuk fisik ataupun wujud yang abstrak seperti
sikap, rasa dan lain sebagainya.Teks deskripsi adalah hasil pengamatan atau
observasi, oleh sebab itu informasi yang digunakan untuk menjabarkan suatu
benda atau objek harus jelas, sesuai dengan data dan fakta yang ada pada objek
tersebut.
1. Ciri-ciri Deskripsi
Deskripsi mempunyai ciri-ciri yang dapat mempermudah kita dalam
mengenal jenis dari sebuah teks deskripsi. Berikut di bawah ini adalah diantara
ciri-ciri dari paragraf deskripsi, yaitu :
a. Menjabarkan atau menggambarkan suatu objek seperti benda, tempat atau
suasana tertentu.
b. Melibatkan panca indera (penglihatan, pendengaran, pengecapan,
penciuman perabaan).
c. Memaparkan ciri-ciri fisik dan sifat objek tertentu seperti ukuran, bentuk,
warna dan kepribadian secara jelas dan terperinci.
d. Banyak ditemukan kata-kata atau frasa yang bermakna kata sifat atau
keadaan.

2. Struktur Deskripsi
Teks deskripsi memliki 3 unsur sebagai struktur pembangunnya. Struktur-
struktur tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Identifikasi, pada bagian ini berisikan penentuan dari identitas seseorang,
benda, atau objek lainnya.
b. Klasifikasi, merupakan unsur penyusun yang bersistem dalam suatu
kelompok menurut kaidah atau standar yang sebelumnya sudah ditetapkan.

18
c. Bagian Deskripsi, berisikan gambaran atau pemaparan tentang suatu objek
atau topik yang ada dalam paragraf tersebut.
3. Jenis-jenis Deskripsi
Deskripsi dapat dikembangkan menjadi 3 jenis, yakni deskripsi spatial,
subjektif dan objektif.
a. deskripsi subjektif. Suatu deskripsi yang dalam penggambaran objeknya
berdasarkan atas kesan yang dimiliki oleh penulis paragraf tersebut.
b. Deskripsi spatial. Dalam deskripsi ini objek yang dijelaskan hanya berupa
benda, tempat, ruang dan lain sebagainya.
c. Deskripsi objektif. Dalam deskripsi ini penjelasan mengenai objek yang
digambarkan apa adanya berdasarkan keadaan objek yang sebenarnya,
sehingga pembaca bisa membayangkan keadaan tanpa ada penambahan
opini dari penulis itu sendiri.

D. METODE ILMIAH DALAM MANAJEMEN PENDIDIKAN

1. Gambaran Umum Manajemen


IImu manajemen merupakan salah satu disiplin ilmu sosial. Pada tahun
1886, Frederick W. Taylor (1856 – 1915) melakukan suatu percobaan time and
motion study dengan teorinya ban berjalan. Dari sini lahirlah konsep teori efisiensi
dan efektivitas. Kemudian Taylor menulis buku berjudul The Principle of
Scientific Management (1911) yang merupakan awal dari lahirnya manajemen
sebagai ilmu serta Taylor disebut sebagai Bapak manajemen ilmiah.1
Menurut George R. Terry mendefinisikan manajemen adalah merupakan
proses yang terdiri dari tindakan-tindakan, perencanaan, pengorganisasian,
menggerakan dan pengawasan, yang di lakukan untuk menentukan serta mencapai
sasaran yang telah di tetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia serta
sumber-sumber yang lain.2

1
Handoko, T. Hani, Manajemen, edisi 2 (Cet. 18, Yogyakarta: BPFE,
2003), h. 42.
2
George R. Terry, Azas-Azas Manajemen (Cet. 1; Bandung : Alumni, 1986), h. 4

19
Manajemen sering diartikan sebagai ilmu, kiat, dan profesi. 3 Hal ini dikutip
oleh Nanang Fattah dikatakan ilmu oleh Luther Gulick karena manajemen
dipandang sebagai suatu bidang pengetahuan yang secara sistematik berusaha
memahami mengapa dan bagaimana orang bekerja sama. Kemudian dikatakan
sebagai kiat oleh Follet karena menajemen mencapai sasaran melalui cara-cara
dengan mengatur orang lain menjalankan dalam tugas serta dipandang sebagai
profesi karena manajemen dilandasi oleh keahlian khusus untuk mencapai suatu
prestasi manajer, dan profesional dituntun oleh suatu kode etik.
Dalam ilmu manajemen dikemukakan ada beberapa aliran sebagai dasar
pemikiran yang dibagi berdasarkan aliran klasik, aliran neo klasik (hubungan
manusiawi) dan manajemen modern (Kontingensi) yang merupakan cikal bakal
teori manajemen yang berkembang terus dengan berbagai aliran lainnya. Adapun
aliran pemikiran klasik dikenal dengan pendekatan proses dan produksi sedangkan
aliran neo klasik lebih melihat dari sisi bagaimana sumber daya manusia yang
berada dalam organisasi. Adapun manajemen kontingensi merupakan manajemen
yang bersifat kondisional.

Seseorang manajer hendaklah mempelajari dan memahami secara


keseluruhan tentang perkembangan (evolusi) manajemen yang telah rnenghasilkan
teori-teori manajemen yang muncul dari berbagai aliran, sehingga manajer dapat
menggunakan teori yang paling sesuai untuk menghadapi situasi tertentu.
Dengan demikian, bila seorang manajer menghadapi situasi bagaimanapun
kompleksnya akan dapat mencari solusi atau membuat keputusan yang baik.
Sebagai ilustrasi aliran manajemen tersebut mulai dari teori klasik sampai dengan
politik sebut saja: teknik perencanaan, analisis jabatan, teknik departemenisasi,
teknik evaluasi, manajemen logistik, manajemen strategi, manajemen kualitas,
manajemen pemasaran, manajemen sumber daya manusia, perilaku organisasi,
manajemen perubahan, organisasi pembelajar (learning organization), berpikir
sistem (systems thinking), manajemen kontigensi, manajemen budaya, manajemen
perubahan, manajemen konflik, dan akhirnya manajemen politik membuktikan

3
Fattah, Nanang, Landasan Manajemen Pendidikan, (cet. 7, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2004). h. 1.

20
bahwa ternyata permasalah kebutuhan manusia sangat mempengaruhi
perkembangan teori manajemen itu sendiri.

2. Sejarah Perkembangan Ilmu Manajemen


Dalam sejarah ada tiga aliran pemikiran manajemen yang dikembangkan
hingga saat ini yaitu : a. Aliran klasik, b. Aliran Neo Klasik (Hubungan
manusiawi) dan c. Aliran manajemen modern (Kontingensi).

a. Sejarah Aliran Manajemen Klasik


Awal sekali ilmu manajemen timbul akibat terjadinya revolusi industri di
Inggris pada abad 19, yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan suatu
pendekatan manajemen yang sistematik. Usaha-usaha pengembangan
manajemen kemudian dilakukan oleh para teoritis.
Aliran klasik ini berasumsi bahwa para pekerja atau manusia itu sifatnya
rasional, berfikir logik dan kerja merupakan suatu yang diharapkan. Oleh
karena itu teori klasik berangkat dari premis bahwa organisasi bekerja dalam
proses yang logis dan rasional dengan pendekatan ilmiah dan berlangsung
menurut struktur / anatomi organisasi.

b. Sejarah Aliran Manajemen Neo Klasik


Aliran ini timbul karena ketidak puasan bahwa yang dikemukakan
pendekatan klasik tidak sepenuhnya menghasilkan efisiensi produksi dan
keharmonisan kerja. Para manajer masih menghadapi kesulitan-kesulitan dan
frustasi karena karyawan tidak selalu mengikuti pola-pola perilaku yang
rasional. Sehingga pembahasan "sisi perilaku manusia" dalam organisasi
menjadi penting. Oleh sebab itu para manajer perlu dibantu dalam menghadapi
masalah perilaku manusia (karyawan) melalui ilmu sosiologi, psikologi dan
lain sebagainya.

c. Sejarah Aliran Manajemen Kontingensi


Sebelum membahas sejarah timbul aliran manajemen kontigensi akan
diawali dengan sejarah timbul teori manajemen modern. Manajemen modern
mulai muncul pada tahun 1940. Adapun tokoh-tokoh dalam aliran modern ini
adalah: Abraham Maslow, Douglas McGregor, Edgar Schien, David

21
McCleland, Robert Blake dan Jane Mouton, Peter Dracker, Rensis Likert,
Chris Argyris dan lain-lainnya.
Aliran manajemen kontingensi merupakan salah satu aliran modern. Aliran
kontingensi ini muncul setelah konsep manajemen klasik dan neo klasik
dipandang memiliki kekurangan, oleh karena para ahli mengkombinasikan
antara aliran klasik dan neo klasik untuk membuat konsep manajemen
berdasarkan kondisi atau berdasarkan situasi.
Asumsi dasar pada teori kontingensi adalah:
a. Organisasi bukan entitas tunggal tapi mempunyai varian yang luas,
b. Tidak ada ‘tool universal’ yang cocok untuk semua varian organisasi,
c. Tugas manajer adalah menyesuaikan gaya manajemennya sesuai dengan
varian organisasinya,
d. Konflik dalam organisasi muncul karena ketidaktepatan gaya manajemen
yang diterapkan dengan varian organisasi yang dipimpinnya.

3. Metodel Ilmiah dalam Manajemen Pendidikan


Kata metode berasal dari bahasa yunani yaitu methodos yang artinya cara
atau jalan yang ditempuh. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode
menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami obyek yang menjadi
sasaran ilmu yang bersangkutan.4

Metode ilmiah atau proses ilmiah merupakan proses keilmuan untuk


memperoleh pengetahuan secara sistematis berdasarkan bukti fisik. Ilmuwan
melakukan pengamatan serta membentuk hipotesis dalam usahanya untuk
menjelaskan fenomena alam. Prediksi yang dibuat berdasarkan hipotesis tersebut
diuji dengan melakukan eksperimen. Jika suatu hipotesis lolos uji berkali-kali,
hipotesis tersebut dapat menjadi suatu teori ilmiah.

Unsur utama metode ilmiah adalah pengulangan empat langkah berikut:

1. Karakterisasi (pengamatan dan pengukuran)


2. Hipotesis (penjelasan teoretis yang merupakan dugaan atas hasil
pengamatan dan pengukuran)

4
https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/09/24/hakikat-metode-ilmiah/

22
3. Prediksi (deduksi logis dari hipotesis)

4. Eksperimen (pengujian atas semua hal di atas)

Metode ilmiah dalam Manajemen Pendidikan merupakan penerapan metode


ilmiah pada studi, analisa, dan pemecahan masalah-masalah organisasi atau
lembaga pendidikan, atau seperangkat mekanisme-mekanisme atau teknik-teknik -
"a bag of tricks"- untuk meningkatkan efisiensi kerja organisasi pendidikan.

Penelitian yang dilakukan, berpedoman pada berbagai informasi (yang


terwujud sebagai teori – teori) yang telah dihasilkan dalam penelitian – penelitian
terdahulu, dan tujuanya adalah untuk menambah atau menyempurnakan teori yang
telah ada mengenai masalah yang menjadi sasaran kajian. Metode ilmiah
dilakukan dengan berlandaskan pada metode ilmiah dan mengikuti cara – cara
ilmiah yang telah ditentukan serta dilaksanakan dengan adanya unsur kesengajaan
bukan secara kebetulan dan lebih menggunakan penalaran atau aplikasi berfikir
deduktif dan induktif. Cara ilmiah MP sendiri meliputi :
a. Bebas dari sentimen pribadi, obyektif
b. Terbuka.
c. Rasa ingin tahu
d. Mengahrgai karya orang lain
e. Mempertahankan kebenaran
f. Kritis
g. Menjangkau ke masa depan

E. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat dirangkum dalam pembahasan ini ialah sebagai
berikut:
1. Metode menyamakan satu hal dengan hal yang lain disebut dengan
analogi. Analogi adalah kesimpulan yang ditarik dengan jalan
menyampaikan atau memperbandingkan suatu fakta khusus dengan fakta
khusus yang lain. Atau analogi sering disebut pemikiran melalui
persamaan atau pemikiran melalui analogi, atau disebut dengan analogi

23
logis. Namun,selain adanya analogi yang logis, analogi juga mempunyai
analogi yang pincang, analogi ini memang sulit untuk ditemukan
kekeliruannya, namun pada kenyataannya tidak semua penalaran analogi
merupakan penalaran induktif yang benar. Ada masalah yang tidak
memenuhi syarat atau tidak dapat diterima.

2. Deskripsi adalah sebuah ilmu penalaan yang membantu seseorang,


pembaca atau penerima ilmu atau informasi agar mudah memahami apa
yang disampaikan atau hal-hal penting yang sedang dijelaskan.
3. Metode ilmiah dalam Manajemen Pendidikan merupakan penerapan
metode ilmiah pada studi, analisa, dan pemecahan masalah-masalah
organisasi atau lembaga pendidikan, atau seperangkat mekanisme-
mekanisme atau teknik-teknik - "a bag of tricks"- untuk meningkatkan
efisiensi kerja organisasi pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Djalil, Basiq, Logika (Ilmu Mantiq), (Jakarta: Kencana, 2012)

Handoko, T. Hani, Manajemen, edisi 2 (Cet. 18, Yogyakarta: BPFE,


2003)
Fattah, Nanang, Landasan Manajemen Pendidikan, (cet. 7, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2004)
Mundiri, Logika, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2012).

Sidharta, Arief, Pengantar Logika, (Bandung: Refika Aditama, 2010).


George R. Terry, Azas-Azas Manajemen (Cet. 1; Bandung : Alumni, 1986)

24

Anda mungkin juga menyukai